Anda di halaman 1dari 10

1

I. PENDAHULUAN

Ilmu Penyakit Tumbuhan berkembang dengan pesat setelah ditemukannya


DNA yang merupakan molekul tiga dimensi beruntai ganda oleh Watson dan
Crick (1953). Penemuan DNA (nuclein) sudah diidentifikasi jauh sebelumnya
yaitu tahun 1869 oleh Friederich Miescher kemudian dilanjutkan penemuan oleh
Phoebus Levene and Erwin Chargaff terhadap struktur detail DNA yang terdiri
dari komponen-komponen kimia primer dan cara komponen-komponen tersebut
berikatan, dan banyak ilmuwan lainnya. Namun demikian setelah penemuan
Watson dan Crick tersebut penelitian biologi di aras molekuler yang kemudian
dikenal dengan Biologi Molekuler menjadi terbuka lebar.
Biologi moleluker dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
fungsi dan organisasi jasad hidup (organisme) ditinjau dari struktur dan regulasi
molekuler unsur atau komponen penyusunnya. Istilah biologi molekuler pertama
kali digunakan oleh William Astburry pada tahun 1945 untuk menjelaskan
struktur kimia dan fisika makromolekul biologis. Dengan adanya perkembangan
teknologi dan biologi molekuler saat ini yang sangat cepat, beberapa penulis
membuat batasan mengenai biologi molekuler secara lebih sempit, yaitu suatu
ilmu yang mempelajari organisasi, aktivitas dan regulasi gen pada aras molekul.
Termasuk di dalam batasan ini adalah kajian mengenai replikasi DNA, transkripsi,
translasi, rekombinasi, dan translokasi (Yuwono 2005). Ekstraksi DNA
merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA. DNA dapat
ditemukan baik kromososm inti maupun organel, yaitu pada mitokondria dan
kloroplas (Fatchiyah c2011).
Banyak sekali rahasia-rahasia yang melatar belakangi reaksi-reaksi
metabolism di dalam sel terkait dengan kehidupan suatu jasad menjadi terkuak
melalui pemahaman biologi molekuler. Ilmu Penyakit Tumbuhan adalah salah
satu ilmu yang sangat didukung perkembangannya melalui kajian-kajian biologi
molekuler. Perkembangan IPT melalui kajian molekuler meliputi deteksi penyakit
atau identifikasi patogen, interaksi patogen dengan tanaman inang dan
lingkungan, epidemiologi, pengendalian penyakit dan manajemen tanaman sehat.

1
2

Deteksi dan Identifikasi merupakan tahap krusial dalam upaya


perlindungan tanaman sesuai TUPOKSI Karantina Tumbuhan. Deteksi dan
identifikasi patogen dengan teknik-teknik biologi molekuler sangat diperlukan
dalam melakukan tindakan karantina tumbuhan yang cepat dan tepat, karena
perdagangan global benih serta komoditas pertanian lainnya saat ini telah
mengalami peningkatan baik dalam volume maupun frekuensi. Hal ini semakin
memberikan peran yang penting bagi benih dan komoditas pertanian dalam
menyebarkan suatu Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) terbawa
benih dari suatu negara yang tidak bebas ke negara yang masih bebas dari patogen
tersebut. Beberapa contoh patogen OPTK A1 terbawa benih adalah cendawan
Didymella bryoniae (Fuckel) Rehm. dan bakteri Acidovorax avenae subsp.
citrulli, yang sangat sulit diidentifikasi hanya dengan teknik morfologi, sehingga
juga harus diidentifikasi dengan teknik biologi molekuler.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mempelajari teknik ekstraksi DNA
kromosom dan dan DNA plasmid bakteri sebagai salah satu teknik dalam biologi
molekuler.

II. PEMBAHASAN

A. DNA KROMOSOM DAN PLASMID

Asam nukleat adalah polinukleotida yang terdiri dari unit-unit


mononukleotida, jika unit-unit pembangunnya dioksinukleotida maka asam
nukleat itu disebut dioksiribonukleat (DNA) dan jika terdiri dari unit-unit
mononukleotida disebut asam ribonukleat (RNA). DNA dan RNA mempunyai
sejumlah sifat kimia dan fisika yang sama sebab antara unit-unit mononukleotida
terdapat ikatan yang sama yaitu melalui jembatan fosfodiester antara posisi 3′
suatu mononukleotida dan posisi 5′ pada mononukleotida lainnya (Harpet 1980).

2
3

Molekul DNA tersusun dari dua rantai polinukleotida yang bergabung


sepanjang seluruh rantai dan bergulung menurut suatu sumbu untuk menghasilkan
heliks (spiral) rangkap. Bentuk heliks dasar adalah sama seperti α- heliks pada
protein. Struktur ini telah dikemukakan pertama kali dalam tahun 1953 oleh
Watson dan Crick yang dalam tahun 1962 menerima hadiah nobel dalam ilmu
kedokteran untuk sumbangan mereka. Serat-serat heliks rangkap tergabung
dengan perantara ikatan hidrogen antara basa-basa: A pada T dan G pada C.
DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat
menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini (Damayanti 2011):
1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat
meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi
ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan
melalui replikasi. Inilah materi yang akan dibahas di dalam bab ini.
2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi
genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai
dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik,
yang dilaksanakan melalui ekspresi gen.
3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme
yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan
yang berubah. Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah
berlangsung. Fungsi ini merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan
melalui peristiwa mutasi.
Perbedaan fundamental antar jasad prokaryot dan eukaryote adalah
organisasi bahan genetiknya. Pada kelompok prokaryot, umumnya hanya ada satu
unit bahan genetik utama (“kromosom”) yang terdiri atas satu unit molekul DNA
untai-ganda (double stranded) dengan struktur lingkar. Oleh karena itu, jasad
prokaryot bersifat monoploid karena hanya ada satu bahan genetik utama. Pada
bakteri E.coli, bahan genetik utamanya terdiri atas 4.600 kbp. Bahan genetik pada
prokaryottidak dikemas di dalam suatu struktur yang jelas karena pada sel
prokaryot tidakterdapat inti sel (nukleus). BAhan genetik utama jasad prokaryot
diketahui terikat pada membrane sel sebelah dalam yang diduga berperanan dalam
proses pemisahan DNA pada waktu terjadi pembelahan sel. Oleh karena struktur

3
4

bahan genetik utama jasad prokaryotik berupa molekul lingkar, molekul tersebut
tidak ada ujungnya (Yuwono 2005).
Selain bahan genetik utama, jasad prokaryotik seringkali juga mempunyai
bahan genetik tambahan yang disebut sebagai plasmid. Plasmid pada prokaryotik
berupa molekul DNA untai ganda dengan struktur lingkar. Pada umumnya
plasmid tidak dibutuhkan oleh sel untuk pertumbuhan meskipun seringkali
plasmid membawa gen-gen tertentu yang memberikan keuntungan tambahan bagi
sel dalam keadaan tertentu, misalnya gen ketahanan terhadap antibiotik. Oleh
karena itu, dalam keadaan normal plasmid dapat dihilangkan denga metode curing
tanpa mengganggu proses pertumbuhan selnya. Ukuran plasmid sangat bervariasi
tetapi pada umumnya lebih kecil dari ukuran bahan genetik utamanya. Plasmid
dapat dijadikan sebagai vektordisebabkan dapat melakukan replikasi,
terletak ekstra kromosom, ditransfer secara stabil, berukuran kecil, susunan DNA
sudah diketahui, harus mempunyai jumlah salinan yang banyak di dalam sel
inang, memiliki titil Ori, memiliki marker seleksi, memiliki marker kedua yang
berguna untuk tanda apabila plasmid disisipkan gen asing, dan memiliki situs
retriksi yang unik sebagai tanda untuk menyisipkan gen asing.
Pada dasarnya plasmid merupakan identitas genetik yang ditemukan secara
alami di dalam sel beberapa kelompok prokariot dan eukariot. Dengan teknik
rekayasa genetik, sekarang telah dikembangkan plasmid artifisial dengan cara
menggabungkan gen-gen dari plasmid alami maupun genom tertentu (Yuwono
2009; Sambrook c2001).
Ada berbagai macam kegunaan dari plasmid, dalam rekayasa genetika,
plasmid digunakan sebagai vektor untuk kloning DNA. Selain itu plasmid juga
banyak digunakan untuk perbanyakan jumlah DNA tertentu sehingga bisa
mengekspresikan gen tertentu. Alasan utama pengunaan plasmid ini adalah karena
plasmid memiliki peta restriksi, adanya marker sehingga dapat diketahui apakah
gen insert masuk atau tidak, memiliki copy number yang besar, dan mudah
dimodifikasi sesuai dengan tujuan tertentu. Karena plasmid memiliki fungsi yang
bisa dimanfaatkan keuntungannya, maka ada banyak cara yang digunakan untuk
mengisolasi plasmid tersebut. Plasmid yang diisolasi berasal dari bakteri. Proses
ini dikenal sebagai proses mini preparation karena jumlahnya hanya sekitar 1-

4
5

20µg. Sedangkan untuk jumlah yang lebih besar (100-200µg) digunakan midi
preparation dan maxi preparation untuk jumlah yang lebih besar dari 200 µg
(Sambrook c2001).

B. EKSTRAKSI DNA KROMOSOM DAN PLASMID

Ekstraksi atau isolasi asam nukleat adalah salah satu teknik dasar yang
harus dikuasai dalam mempelajari teknik biologi molekular. Tujuan dari ekstraksi
atau isolasi asam nukleat adalah membuang dan memisahkan asam nukleat dari
komponen sel lainnya (protein, karbohidrat, lemak, dll) sehingga asam nukleat
yang diperoleh dapat dianalisis dan atau dimodifikasi lebih lanjut dengan teknik
biologi molekular lainnya (Corkill dan Rapey 2008).
Ekstraksi DNA dapat dibagi menjadi dua: ekstraksi DNA total (genom)
dan ekstraksi DNA plasmid. Ekstraksi DNA plasmid biasanya menggunakan
alkalin lisis dengan memanfaatkan karakter plasmid yang kecil dibandingkan
dengan kromosom. Dengan bantuan NaOH, SDS dan potasium asetat, plasmid
dapat terdenaturasi (menjadi untai tunggal) dan kembali pada struktur alaminya,
sedangkan kromosom yang sudah terdenaturasi akan sulit untuk kembali beruntai
ganda. Pengendapan nukleotida dapat dibantu oleh etanol atau 2-propanol.
Saat ini kita dapat menemukan berbagai macam metode ektraksi DNA.
Para peneliti selalu berusaha menyederhanakan tahapan yang digunakan atau
mengurangi jumlah perlakukan. Tahapan atau perlakuan yang terlalu panjang dan
terlalu kompleks sering meningkatkan resiko kegagalan, terutama bagi pemula.
Tahapan atau perlakuan dalam ekstraksi DNA juga dipengaruhi asal sel/jaringan
target (Epplen dan Lubjuhn 1998).
Ada tiga langkah utama dalam ekstraksi DNA, yaitu perusakan dinding sel
(lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta
pemurnian DNA (Surzycki 2000). Menurut Chaput (1999) setelah proses
ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi.Pada umumnya
digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan presipitasi. Kedua senyawa

5
6

tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA


menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan
sentrifugasi yang berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform yang
berasal dari tahapan ekstraksi (Chaput 1999).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA
antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan
RNA; metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode
yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan
metodenya harus sederhana dan cepat (Surzycki 2000).
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau
penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan
dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan
Hazel 1998). Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan
dinding sel/membransel/nucleus/organel, yang dapat dilakukan baik dengan cara
fisik seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara kimiawi
seperti pemberian lisozim, etilendiamin tetraasetat (EDTA), Tris-Cl, atau detergen
seperti sodium dodesil sulfat (SDS). EDTA yang berperan menginaktivasi enzim
DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi
enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium yang
dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse Langkah berikutnya adalah lisis sel.
Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam
medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu
diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti dengan SDS. Pada kondisi sampel
tertentu, untuk membantu lisis, maka sampel diberi nitrogen cair dan langsung
digerus sebelum ditambahkan buffer ekstraksi. Pada ekstraksi DNA kromosom
bakteri, lisis membran sel yaitu proses untuk meluruhkan membran sel pada
nucleus, dilakukan menggunakan larutan detergen kationik yaitu CTAB.
Penggunaan CTAB berfungsi untuk mengurangi kontaminan,mengurangi
browning dan untuk menjaga DNA agar tidak rusak. Proses selanjutnya adalah
pemisahan DNA dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak
diinginkan, termasuk debris sel. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan

6
7

dengan sentrifugasi (Corkill dan Rapley 2008; Fatchiyah et al. c2011; Sambrook
c2001).
Kontaminan yang umum ditemukan diantaranya adalah polisakarida yang
dapat mengganggu proses lanjutan seperti PCR, dimana terjadi penghambatan
aktivitas Taq polymerase atau kontaminan lain seperti polifenol yang dalam bentk
teroksidasi akan mengikat DNA secara kovalen. Untuk menghindari terjadinya hal
ini, maka jaringan yang digunakan dijaga tetap dingin sebelum dan selama proses
ekstraksi (Fatchiyah et al. c2011).
Setelah dilakukan ekstraksi, maka proses dilanjutkan dengan presipitasi
DNA dengan mengunakan fenol atau pelarut organik seperti chloroform:isoamil
alcohol (pada ekstraksi DNA kromosom bakteri), phenol:chloroform:isoamyl
alcohol (pada ekstraksi DNA plasmid bakteri). Lapisan epifase dipindahkan ke
dalam tabung mikro baru. Presipitasi nucleic acid dari supernatant dilakukan
dengan penambahan etanol absolut (ekstraksi DNA plasmid) atau isopropanol
dingin (ekstraksi DNA kromosom). Selain DNA, semua bahan akan larut dalam
etanol atau isopropanol dingin. Dengan demikian, saat dilakukan sentrifugasi,
maka DNA akan mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa atau bahan lain,
sehingga didapatkan supernatant dan pellet. Supernatant dibuang, pellet diambil
dan dilarutkan dengan buffer TE (ekstraksi DNA bakter) atau buffer TE yang
mengandung RNase (ekstraksi DNA plasmid) untuk membersihkan DNA dari
RNA (Fatchiyah et al. c2011; Surzycki, 2000). Fenol seringkali digunakan
sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan
protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat
dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp 2008)
Secara khusus, menurut Sambrook (c2001), prinsip isolasi plasmid adalah
pertama setelah kita kultur bakteri (biasanya menggunakan E.coli) selama
semalam, kita sentrifuge yang gunanya adalah kita hanya mengambil kulturnya
dan menghilangkan medium-nya. Setelahnya kita treatment dengan pemberian
solution I, II, dan III. Solution ini semuanya adalah lysis buffer. Pada solution I
kita bisa melihat komposisinya adalah glucose yang konsentrasinya tinggi. Seperti
pada prinsip difusi-osmosis, jika ada larutan yang konsentrasi tinggi masuk dalam
sel, dengan sendirinya membran sel akan rusak. Kemudian pemberian solution II

7
8

yang harus fresh (NaOH dan SDS). Solution II ini kita menggunakan NaOH
sebagai alkali, yang berfungsi merusak membran sel. Dan dalam step ini perlu kita
ingat bahwa kita tidak boleh mem-vortex pada saat mix. Kalau kita vortex, semua
akan hancur termasuk DNA-nya (NaOH adalah alkali kuat). solutiom NaOH dan
SDS tidak untuk di-autoclaved maupun on ice, karena ada SDS-nya. SDS di sini
adalah sabun yang juga untuk menghancurkan membran sel. Jadi bisa dilihat
bahwa apalabila kita membuka tutup tube (pada saat akan memasukkan solution
III), ada lendir-lendir di mulut tube. Itu menandakan bahwa membran sel telah
lysis. Sedangkan solution III berguna untuk neutralization, yang di situ dapat kita
liat membran-membran yang telah lysis menggumpal dan menyatu. Nah, maka
dari itu kita perlu sentrifuge untuk mengendapkan membran-membran yang lysis,
sehingga yang kita ambil hanya supernatan (larutan bening ~ berisi DNA).
Setelahnya kita mendapatkan larutan bening itu, treatment dengan PCI
(phenol : chloroform : isoamylalcohol), yang berfungsi untuk menghilangkan
komponen-komponen lain dalam sel, misalnya protein. Karena target kita adalah
mendapatkan DNA murni. Dan kita pun treatment dengan ethanol 100% dan
NaAc (buffer). karena DNA ini tidak larut dalam ethanol, maka dengan pemberian
ethanol kita akan melihat DNA di situ. NaAc sebagai garam/buffer berfungsi
untuk membantu pengendapan. Sehingga proses ini kita dapat namakan ethanol
presipitasi, yaitu penggendapan DNA dengan pemberian ethanol. Selain itu untuk
membantu pengendapan, kita inkubasi di -20 ° sekitar 1 jam, kemudian setelahnya
sentrifuge dan washing dengan ethanol 70%, dry up dan pemberian TE. Pada dry
up ini DNA harus benar-benar bersih dari ethanol, karena jika tidak bersih dari
ethanol maka DNA tidak akan mau larut.
Setelahnya kita lakukan purifikasi. Purifikasi di sini bertujuan agar kita
mendapatkan DNA yang benar-benar murni, tidak terkontaminasi dengan RNA.
Bisa kita lihat pada step ini kita treatment dengan pemberian RNAse, supaya
RNA yang terkontaminasi bisa hilang.

8
9

III. SIMPULAN

1. Asam nukleat adalah polinukleotida yang terdiri dari unit-unit


mononukleotida, jika unit-unit pembangunnya dioksinukleotida maka asam
nukleat itu disebut dioksiribonukleat (DNA) yang merupakan materi genetik
suatu organisme.
2. Pada kelompok prokaryot, umumnya hanya ada satu unit bahan genetik utama
(“kromosom”), tetapi pada beberap jasad prokaryot selain bahan genetik
utama, seringkali juga mempunyai bahan genetik tambahan yang disebut
sebagai plasmid.
3. Ekstraksi DNA dapat dibagi menjadi dua: ekstraksi DNA total (genom) dan
ekstraksi DNA plasmid. Ekstraksi DNA plasmid biasanya menggunakan
alkalin lisis dengan memanfaatkan karakter plasmid yang kecil dibandingkan
dengan kromosom. Dengan bantuan NaOH, SDS dan potasium asetat, plasmid
dapat terdenaturasi (menjadi untai tunggal) dan kembali pada struktur
alaminya, sedangkan kromosom yang sudah terdenaturasi akan sulit untuk
kembali beruntai ganda.
4. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara
lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan
RNA; metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies
metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul
DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat

9
10

DAFTAR PUSTKA

Bettelheim dan Landesberg. 2007. Laboratory Experiments for Introduction to


General, Organic and Biochemistry. 7th Edition. Adelphi University.
656p.
Brown. 1996. Gene Cloning: An Introduction. 3rd. Chapman dan Hall, Boundrary
Raw. London.
Chaput JC, Switzer C. 1999. A DNA Pentaplex Incorporating Nucleobase
Quintets. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 96, 10614-10619.
Corkill G, Rapley R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools and
Techniques. In: Molecular Biomethods Handbook 2nd Edition. Ed: Walker,
JM, Rapley R. Humana Press. NJ [USA].
Giacomazzi S, Leroi F, Joffraud JJ. 2005. Comparison of three methods of DNA
extraction from cold-smoked salmon and impact of physical treatments.
Journal of Applied Microbiology: 98,1230–1238. doi:10.1111/j.1365-
2672.2005.02574.x.
Harpet. 1980. Concepts of genetics. 4th ed. Prentice Hall. 779 hlm.
Holme DJ dan Hazel P. 1998. Analytical Biochemistry 3rd ed.. Addison Wesley
Longman. London. p45-57.
Karp, G. (2008).Cell and Molecular Biology. Hoboken, NJ: Wesley & sons.
Khosravinia, H.et al. 2007. Optimazing factors influencing DNA extraction from
fresh whole avian blood. African Journal of Biotechnolody. Vol. 6(4), pp.
481-486.
Sambrook J, Russell DW. c2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. 3rd
ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York. 2346p.
Surzycki S. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag,
Berlin, Heidelberg, New York.
Yuwono T. 2005. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta [ID]. 267 halaman.

10

Anda mungkin juga menyukai