Anda di halaman 1dari 7

TROMBOPOEISIS

Trombosit berasal dari sel megakariosit yang berada dalam sumsum tulang sehingga
pembentukannya terdapat dalam organ tersebut. Trombosit tidak mempunyai inti dan
dilengkapi organel dan system enzim sitosol untuk menghasilkan energy dan mensintesis
produksi sekretorik yang disimpan di granula-granula yang tersebar di seluruh
sitosolnya.Umur trombosit dalam sirkulasi sekitar 7-10 hari pada manusia. Hitung trombosit
normal adalah 150.000-400.000/µl darah (Frances K. Widmann, 1995; Yuwono, 1998; A.V
Hoffbrand, et al., 2005). Diameter trombosit rata-rata 1-2 µm dan volume sel rata-rata 5,8
fl (Bambang Pernomo, et al., 2005).

A. PROSES PEMBENTUKAN
Trombopoesis berasal dari sel induk pluripotensial yang berubah menjadi
megakarioblas kemudian promegakarioblas menjadi megakariosit di dalam sumsum
tulang.Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endometotik yang
sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti
menjadi kelipatan duanya. Kemuadian sitoplasma menjadi granuler dan trombosit
dilepaskan. Setiap megakariosit menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Interval
waktu dari diferensiasi sel induk (stem cell) sampai dihasilkan trombosit sekitar
membutuhkan sekitar 10 hari pada manusia (A.V. Hoffbrand, et al., 2005; Frances K.
Widman, 1995). Trombopoesis dipengaruhi oleh hormone trombopoetin yang
dihasilkan di hati dan ginjal dan sejumlah sitokin seperti: IL-11, IL-3, dan IL-6.
Trombopoetin meningkatkan kecepatan dan jumlah maturasi megakariosit (A.V.
Hoffbrand, et al., 2005).
B. MORFOLOGI
1. Zona perifer : glikokalik (membrane ekstra yang terletak di bagian paling luar,
didalamnya terdapat membrane plasma dan lebih dalam lagi terdapat system
kanal terbuka.
- Glikoprotein (GP) penting untuk reaksi adhesi dan agregasi trombosit yang
merupakan kejadian awal yang mengarah pada pembentukan sumbat trombosit
selama hemostasis.
GP Ia : adhesi pada kolagen
GPIb, IIb//IIIa : reseptor faktor von willebrand (vWF) dan karenanya juga
perlekatan pada subendotel vaskular.
GP IIb/IIIa : reseptor fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit.
- Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk
suatu sistem membran (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan
reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbis secara selektif.
Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor
koagulasi X menjadi Xa, dan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa).
2. Zona sol-gel : Mikrotubulus, mikrofilamen, system tubulus padat (berisi
nukleotida adenine dan kalsium). Selain itu adapula trombostenin, suatu protein
penting untuk fungsi kontraktil.
3. Zona organela : Granula padat elektron , mitokondria, granula α dan organela
(lisosom dan retikulum endoplasmik).
- Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida adenin(terutama ADP),
serotonin, katekolamin, dan faktor trombosit. Granula padat lebih sedikit dan
mengandung ADP, ATP, 5-hidroksitriptamin (5-HT), dan kalsium
- Granula α berisi antagonis heparin (platelet factor 4, PF4), β tromboglobulin,
vWF, faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit/PDGF (platelet-derived
growth factor), dan melepaskan fibrinogen enzim lisosom.
- Terdapat 7 faktor trombosit yang telah diidentifikasi dan diketahui ciri-cirinya.
Dua diantaranya dianggap penting yaitu faktor trombosit 3 (Platelet Factor 3, PF
3) /membran fosfolipoprotein trombosit (untuk konversi faktor koagulasi X
menjadi Xa dan protrombin) dan faktor trombosit 4 (Platelet Factor 4, PF4)/faktor
antiheparin (anti-heparin factor, AHF).
- Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hidrolitik dan
peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula
dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.
- Energi untuk reaksi trombosit berasal dari fosforilasi oksidatif dalam
mitokondria dan glikolisis anaerobik dengan memakai glikogen trombosit. Sistem
membran tertutup (dense tubular) trombosit menunjukkan retikulum endoplasma
sisa.(A.V. Hoffbrand, et al., 2005; Bambang Pernomo, 2005)

a. Trombositopenia artifaktual
- Trombosit bergerombol (Platelet clumping) disebabkan oleh anticoagulant-
dependent immunoglobulin (Pseudotrombositopenia)
b. - Trombosit satelit (Platelet satellitism)
Trombosit menempel pada sel PMN Leukosit yang dapat dilihat pada darah
dengan antikoagulan EDTA. Platelet satellism tidak menempel pada limfosit,
eosinofil, basofil, monosit. Platelet satellism tidak ditemukan pada individu
normal ketika plasma, trombosit, dan sle darah putih dicampur dengan trombosit
dan sel darah putih atau trombosit (Carl R. Kjeldsberg and John swanson, 1974).
Trombosit diikat oleh suatu penginduksi (obat, dll.) sebagai antigen sehingga
dikenali oleh sel PMN leukosit yang mengandung antibody sehingga terjadi adhesi
trombosit pada PMN leukosit.
c. - Giant Trombosit (Giant Platelet)
Giant trombosit terdapat pada apusan darah tepi penderita ITP (I Made Bakta,
2006). Trombosit ini berukuran lebih besar dari normal.

b. Penurunan Produksi Trombosit


- Hipoplasia megakariosit
- Trombopoesis yang tidak efektif
- Gangguan kontrol trombopoetik
- Trombositopenia herediter
c. Peningkatan destruksi Trombosit
- Proses imunologis
· Autoimun, idiopatik sekunder : infeksi, kehamilan, gangguan kolagen vaskuler,
gangguan limfoproliferatif.
· Alloimun : trombositopenia neonates, purpura pasca-transfusi.
- Proses Nonimunologis
· Trombosis Mikroangiopati : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),
Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), Hemolytic-Uremic Syndrome (HUS).
· Kerusakan trombosit oleh karena abnormalitas permukaan vaskuler: infeksi,
tranfusi darah massif, dll.
- Abnormalitas distribusi trombosit atau pooling
· Gangguan pada limpa (lien)
· Hipotermia
· Dilusi trombosit dengan transfuse massif
(Ibnu Puwanto, 2006)

C. FUNGSI
Trombosit berperan penting dalam usaha tubuh untuk mempertahankan jaringan bila terjadi
luka. Trombosit ikut serta dalam menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan
darah dan terlindungi dari penyusupan benda dan sel asing (Sadikin, 2001). Pada waktu
bersinggungan dengan permukaan pembuluh yang rusak, maka sifat-sifat trombosit segera
berubah secara drastis yaitu trombosit mulai membengkak, bentuknya menjadi irregular dengan
tonjolan-tonjolan yang mencuat dari permukaannya; protein kontraktilnya berkontraksi dengan
kuat dan menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif; trombosit
menjadi lengket sehingga melekat pada serat kolagen; mensekresi sejumlah besar ADP; dan
enzim-enzimnya membentuk tromboksan A2, yang juga disekresikan ke dalam darah. ADP dan
tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan, dank arena sifat lengket dari
trombosit tambahan ini maka akan menyebabkan melekat pada trombosit semula yang sudah
aktif sehingga membentuk sumbat trombosit. Sumbat ini mulanya longgar, namun biasanya
dapat berhasil menghalangi hilangnya darah bila luka di pembuluh darah yang berukuran kecil.
Setelah itu, selama proses pembekuan darah, benang-benang fibrin terbentuk dan melekat pada
trombosit, sehingga terbentuklah sumbat yang rapat dan kuat (Guyton dan Hall, 2007).

TROMBOSITOPENIA

A. DEFINISI
Trombositopenia atau defisiensi trombosit, merupakan keadaan dimana trombosit dalam sistim
sirkulasi jumlahnya dibawah normal (150.000-350.000/µl darah) (Guyton dan Hall, 2007).
B. ETIOLOGI
Trombositopenia disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah kegagalan produksi
trombosit, peningkatan konsumsi trombosit, distribusi trombosit abnormal, dan kehilangan
akibat dilusi. Penggunaan obat-obat tertentu juga dapat menyebabkan trombositopenia, salah
satunya adalah kotrimoksazol. Suatu mekanisme imunologis sebagai penyebab sebagian besar
trombositopenia yang diinduksi obat (Hoffbrand,dkk., 2007). Selain dari mekanisme tersebut,
pada penelitian sebelumnya kotrimoksazol digunakan sebagai obat untuk membuat
trombositopenia pada hewan uji mencit (Astukara, 2008)
Mekanisme sumbat trombosit sangat penting untuk menutup kerusakan kecil pada pembuluh
darah yang sangat kecil, trombosit berperan penting dalam proses ini. Pada pasien
trombositopenia terdapat perdarahan baik kulit seperti patekia atau perdarahan mukosa mulut.
Hal ini mengakibatkan hilangnya kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme homeostatis
secara normal (Guyton dan Hall, 2007).
C. KLASIFIKASI
D. PATOFISIOLOGI (FUNGSI TROMBOSIT TERHADAP HEMATOPOESIS)
E. MANIFESTASI KLINIS
F. PEMERIKSAAN
IMMUNE TRHOMBOCYTOPENIA PURPURA

A. DEFINISI
Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) adalah kelainan autoimun yang ditandai dengan
trombo-sitopeni yang menetap (di darah tepi angka trombosit < 150 x 109 /l) disebabkan karena
ikatan antara antibodi dengan antigen trombosit yang akan menyebabkan destruksi yang prematur
oleh sistem retikuloendo-thelial, khususnya limpa.
ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang
mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara
dini dalam sistem retikuloendothelial akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit
yang biasanya berasal dari IgG.
B. ETIOLOGI
C. EPIDEMIOLOGI

D. KLASIFIKASI

klasifikasi ITP juga mengalami perubahan menjadi ITP newly diagnosed, ITP persisten dan ITP
kronik (Tabel 1). 1,2 Definisi ITP primer adalah keadaan trombositopenia yang tidak diketahui
penyebabnya. Definisi ITP sekunder adalah keadaan trombositopenia yang disebabkan oleh
penyakit primer. Penyakit primer yang sering berhubungan dengan ITP, antara lain, penyakit
autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), infeksi virus (termasuk Hepatitis C dan
human immunodeficiency virus [HIV]), dan obat-obat tertentu (Tabel 2).1

E. PATOFISIOLOGI
Sindrom ITP disebabkan oleh trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi trombosit
spesifik (IgG) yang kemudian akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan
di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag
jaringan. Faktor yang memicu produksi autoantibodi belum diketahui, namun
kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan
trombosit. Autoantibodi terbentuk karena adanya antigen yang berupa kompleks
glikoprotein IIb/IIIa.
Sel penyaji antigen (makrofag) akan merusak glikoprotein IIb/IIIa dan memproduksi
epitop kriptik dari glikoprotein dari trombosit lain. Sel penyaji antigen yang
teraktifasi mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan
konstimulasi dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif
antiglikoprotein Ib/IX antibodi dan meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa
antibodi oleh B-cell clone 1.
Dengan kata lain, destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (makrofag) akan
menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi
yang cukup yang akan terus meyelubungi trombosit, yang pada akhirnya kan
menyebabkan trombositopenia. Masa hidup trombosit pada ITP memendek berkisar
antara 2-3 hari sampai beberapa menit.
Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi trombosit normal
akibat adanya antibodi (antibody-mediated destruction of platelets) dan gangguan produksi
megakariosit. Penyakit ITP merupakan kelainan akibat disregulasi imun dengan hasil akhir
adanya hilangnya toleransi sistem imun terhadap antigen diri yang berada di permukaan
trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik trombosit pada
APC (antigen presenting cell) yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-spesifik pada sel B.
Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap glikoprotein yang
diekspresikan pada trombosit dan megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh
autoantibodi trombosit kemudian terjadi pelekatan pada reseptor FC makrofag limpa yang
mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga autoantibodi anti
megakariosit yang mengurangi kemampuan megakariosit untuk menghasilkan trombosit.3
Terjadi produksi autoantibody (A) yang meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag
limpa (B) dan menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-megakariosit (C).
F. MANIFESTASI KLINIS
- ITP akut
- Sering dijumpai pada anak-anak dengan infeksi dan penyakit saluran nafas yang
disebabkan oleh virus sebagai awal terjadinya perdarahan berulang
- Manifestasi perdarahan ringan dan jarang adanya splenomegali.
- ITP kronis
- Manifestasi perdarahan berupa petekia, purpura, ekimosis
- Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu
- Perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal
- Splenomegali dijumpai pada <10% kasus
- Hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila:
· AT >50.000/μL asimptomatik
· AT 30.000-50.000/μL terdapat luka memar/ hematom
· AT 10.000-30.000/μL terdapat perdarahan spontan, menoragia, dan perdarahan
memanjang bila ada luka
· AT<10.000/μL terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gastrointestinal,
genitourinaria)
G. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
H. TATALAKSANA
a. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit
- Terapi kortikosteroid, yang berfungsi untuk mengurangi aktivitas makrofag
sehingga mengurangi destruksi trombosit, mengurangi pengikatan IgG oleh
trombosit, serta menekan sintesis antibodi
- Pemberian prednison 60-80 mg/hari kemudian diturunkan perlahan-lahan, untuk
mencapai dosis pemeliharan (<15 mg/hari). Sekitar 80% kasus mengalami remisi
setelah terapi steroid.
- Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid (AT < 30.000/μL)
atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan:
· Splenektomi
· Obat-obat imunosupresif: vincristine, cyclophospamide, azathioprim
· Pemberian Ig anti G 70μg/kg
b. Terapi supportif, terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia
- Pemberian androgen (danazol)
- Pemberian high dose immunoglobulin (IgIV 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-
turut) untuk menekan fungsi makrofag dan meningkatkan AT dengan cepat.
- Pemberian metil prednisolon jika pasien resisten terhadap prednison
- Transfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada penderita dengan
risiko perdarahan akut
Cuker dkk1 merekomendasikan pasien ITP newly diagnosed dengan trombositopenia berat
tetapi klinis tanpa perdarahan/perdarahan ringan sebenarnya tidak perlu diberikan tata laksana
khusus. Hal tersebut juga sesuai dengan rekomendasi IWG (Grade 1 B).
“Tanpa perdarahan atau perdarahan ringan”, yaitu perdarahan yang hanya terjadi di kulit
berupa petekiae dan hematom. Hal ini berdasarkan jarangnya kejadian perdarahan berat,
jumlah trombosit tidak dapat dijadikan faktor prediktor perdarahan dan adanya toksisitas terapi.
Namun demikian, walaupun jumlah kasus perdarahan berat pada ITP anak yang cukup rendah
dan perdarahan yang terjadi hanyalah perdarahan ringan/tanpa perdarahan, dokter tetap perlu
memperhatikan faktor yang memengaruhi pertimbangan terapi pada ITP. Faktor yang menjadi
pertimbangan, antara lain, kecemasan orang tua, akivitas anak, dan jarak ke pusat kesehatan.9
Bila diputuskan untuk hanya melakukan observasi maka yang perlu diedukasi kepada orang tua
adalah restriksi aktivitas motorik, penghindaran prosedur khusus (contoh pencabutan gigi),
penghindaran obat tertentu yang dapat memperberat perdarahan (contoh aspirin).12
Sebagai terapi lini pertama maka dapat diberikan IVIG dosis tunggal atau steroid jangka pendek
(Grade 1 B). Penggunaan IVIG bila trombosit perlu ditingkatkan dengan cepat (Grade 1B).1 Dosis
IVIG adalah 0,8-1 g/kg dosis tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari. Efek samping pemberian
IVIG (15-75)% kasus adalah nyeri kepala, nyeri punggung, mual, dan demam.3,11 Penggunaan
IVIG hanya diberikan pada keadaan mengancam jiwa. Di Thailand, pemberian IVIG terbukti
merupakan langkah yang cost-effective. 13 Penelitian Choi dkk14 (2016) memperlihatkan
respons pemberian IVIG berupa jumlah trombosit >100.000/ uL pada bulan ke 1-3 dapat
memprediksi prognosis, baik keadaan trombosit pada bulan ke-6 dan ke-12 (p<0,001).
Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60 mg/m2/hari (maksimal 80
mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan tappering off dan dihentikan selama 1 minggu
berikutnya. Kortikosteroid dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu metilprednisolon 4
mg/kg per hari (maksimal 180 mg/hari) dibagi 3 dosis selama 7 hari, dilanjutkan 50% dosis pada
minggu kedua, dan tappering off pada minggu ketiga. Kortikosteroid parenteral diberikan
metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1 g/hari) selama 30-60 menit selama 3
hari.11 Efek samping pemberian kortikosteroid adalah hipertensi, nyeri perut dan ulkus
peptikum, hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi, insufisiensi adrenal.3
Imunoglobulin anti-D tidak dianjurkan oleh anak dengan penurunan hemoglobin akibat
perdarahan atau adanya hemolisis autoimun (Grade IC). Pemberian imunoglobulin anti-D hanya
digunakan sebagai lini pertama Rh-positif, yang tidak displenektomi (Grade 2B).1 Dosis
imunoglobulin anti-D adalah 50-75 µg/kg dosis tunggal. Efek samping yang utama pada
pemberian imunoglobulin anti-D adalah hemolisis.3
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas maka Divisi Hematologi-Onkologi FKUI/RSCM
membuat algoritme terapi pasien ITP newly diagnosed anak (Gambar 2). Pada Gambar 2 terlihat
bila hanya terjadi perdarahan ringan dan trombosit >20.000 / uL maka pasien dapat rawat jalan.
Sementara bila perdarahan ringan dan trombosit <20.000 /uL maka pasien dirawatinap. Bila
terjadi perdarahan berat (termasuk yang mengancam jiwa) dan usia <1 tahun maka pasien
direncanakan untuk pemberian IVIG.
I. PENCEGAHAN
Membatasi gerakan fisik
- Mencegah perdarahan akibat trauma
- Menghindari obat penekan fungsi trombosit
J. KOMPLIKASI
Komplikasi perdarahan intrakranial terjadi pada jumlah trombosit <10.000/uL.2 Komplikasi
perdarahan berat hanya terjadi pada 3% kasus ITP dengan jumlah trombosit<20.000/uL berupa
epistaksis, melena, menorrhagia dan/atau perdarahan intrakranial yang membutuhkan
perawatan dan/atau transfusi darah. Bahkan, penelitian lain menemukan bahwa hanya 3 dari
505 kasus (0,6%) yang mengalami perdarahan hebat.4
Penelitian Yohmi dkk5 di RSCM (2007) mendapatkan gambaran klinis ITP adalah lebih sering
terjadi pada anak laki-laki (1,9 : 1), rerata usia 4,78 tahun. Komplikasi perdarahan yang terjadi
adalah petekiae (89%), episktaksis (18%), perdarahan mukosa mulut (12%), perdarahan
subkonjungtiva (8%), hematemesis/melena (6%), hematuria (5%).
Penelitian di Amerika Serikat6 mendapatkan gambaran klinis ITP, yaitu 52% anak laki-laki,
terutama usia 2-5 tahun (37,6%). Komplikasi perdarahan yang terjadi adalah epistaksis (8,4%),
hematuria (2,3%), menoragia (2,6%), perdarahan saluran cerna (2,2,%), perdarahan intrakranial
(0,3%). Sebagian besar tanpa perdarahan yang berat (85,8%).
Penelitian Tarantino dkk7 (2016) juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Komplikasi
perdarahan berat yang terjadi pada pasien ITP anak yaitu perdarahan intrakranial (0,6%),
perdarahan saluran cerna (0,4%), dan hematuria (1,3%). Delapanpuluh lima persen pasien ITP
anak tidak mengalami perdarahan.
K. PROGNOSIS
 Pada anak-anak 89% sembuh, 54% sembuh dalam 4-8 minggu, 2% meninggal
- Pada orang dewasa 64% sembuh, 30% penyakit kronik, 5% meninggal
- Bila pasien tidak mengalami perdarahan dan memiliki jumlah trombosit diatas
20.000/μL, harus dipertimbangkan untuk tidak memberikan terapi karena banyak
pasien trombositopenia kronik yang parah dapat hidup selama dua sampai tiga
dekade.

Anda mungkin juga menyukai