Anda di halaman 1dari 9

Nama : Augustine Firdausika Falya

NIM : P3.73.34.2.17.010
MK : Sitohistologi II

Immunohistokimia
I. Definisi 
Immunohistokimia merupakan penggunaan aplikasi immunostaining yang paling umum.
immnohistokimia menggunakan antibodi terkonjugasi untuk enzim yang mengkatalisasi reaksi
pembentukan senyawa yang bisa terdeteksi untuk memvisalisasikan dan menempatkan antigen
spesifik pada sampel jaringan. Immunohistokimia memberikan informasi secara kuantitatif,
kualitatif dan temporal atau sementara tentang proses yang terjadi di
jaringan. Immunohistokimia terdiri dari kata immuno dan histos yang berasal dari bahasa Jerman
yang berarti jaringan. Istilah IF (ImmunoFluorescent) dan IHC (Immunohistochemistry) sering
digunakan secara bergantian. IHC biasanya digunakan untuk sampel jaringan dan penggunaan
IF/ICC (ImmunoCytoChemistry) untuk sampel pewarnaan sel (cyto=sel). Untuk mengidentifikasi
label yang digunakan, dibedakan dengan Fluorescent dan Chromogenic IHC.

II. Aplikasi IHC


 Prognostic marker pada kanker
 Tumor dari histogenesis yang tidak yakin
 Prediksi respon terapi
 Infeksi
 Genetic
 Penyakit neurodegenerative
 Trauma otak
 Muscle disease
 Research

III. Protokol Immunohistokimia


1. Preparasi sampel
 Preparasi sampel harus dilakukan dengan baik, karena jika sampel tidak cukup baik
dipreparasi maka akan sulit untuk menghasilkan pewarnaan IHC yang baik.
 Teknik preparasi sampel. Metode fiksasi yang digunakan, dan kesesuaian antibody sangat
berhubungan.
 Tiga tipe preparasi sampel, yaitu :
a. IHC-Paraffin (Paraffin-Embedded Tissue Section)
b. IHC-Frozen (Frozen Tissue Sections)
c. IHC-Free floating (Free Floating tissue section), biasa digunakan di neuroscience
 IHC metode sampel preparasi
a. IHC-paraffin
 Preparasi spesimen yang paling umum
 Tahap “Fiksasi” berlangsung sekitar 6-24 jam
 Tahap “Dehidrasi” dilakukan dengan alcohol bertingkat
 Tahap “Clearing” dengan larutan xylene dengan tujuan untuk menghilangkan
alcohol
 Tahap “Infiltrasi” dengan paraffin suhu (60 oC), lalu dinginkan pada suhu 20 oC
supaya paraffin mengeras
 Proses “sectioning” (memotong blok paraffin)
 Section “Mounting”, panaskan potongan section yang ada di spesimen slide
untuk meningkatkan penempelan.
 Tahap “Deparafinisasi” dan “rehidrasi” dengan cara celupkan slide ke xylene
diikuti dengan pencelupan ke pengenceran bertahap larutan ethanol dan tap
water)
 “Antigen retrieval” sebagai counteract fixation (cross-linking) yang mempunyai
antigen marker : HIER (Heat Induced Epitope Retrieval) atau PIER (Proteolytic
Induced Epitope Retrieval)

Ringkasan tahapan : Fiksasi – Dehidrasi – Clearing – Infiltrasi – sectioning – Mounting –


Deparafinisasi/rehidrasi – Antigen retrieval

b. IHC-Frozen
 Jaringan dan section/potongan dibekukan
 Tahap “Snap freeze” dengan cairan nitrogen (-180/-190 oC) atau isopentane atau
bisa juga dengan dry ice
 Lakukan tahap snap freezing secepat mungkin karena low freezing dapat
membentuk Kristal es yang akan menggores jaringan
 Lalu lakukan tahap “section”
 Tahap “mounting” lakukan di slide yang hangat atau suhu ruang
 Fiksasi di acetone
 Simpan di freezer dengan suhu -20oC

Ringkasan tahapan : Freezing – Sectioning – Mounting – Fixing

Perbandingan IHC-Frozen dengan IHC-Paraffin

IHC-frozen IHC-Paraffin

Fiksasi Kurang lebih 1-2 jam Durasi : 4-24 jam*


Setelah proses sectioning Sebelum embedding
Dengan alcohol

Sectioning Cryostat Microtome

Rekomendasi Digunakan untuk Digunakan pada saat


phosphoprotein penyimpanan yang lama (long
term)

Keterbatasan 1 Memotong tebal Proses lama

Keterbatasan 2 Risiko pembentukan Kristal es1 Butuh antigen retrieval


* fiksasi terlalu lama dapat menyebabkan overfiksasi, menyulitkan proses antigen retrieval dan
meningkatkan risiko background

1
risiko dapat dicegah dengan snap freezing; untuk menghindari shattering dengan menempatkan
sampel pada suhu -20oC sebelum cutting

 Urutan preparasi sampel :


 Fiksasi
 Proses fiksasi dilakukan untuk mempertahankan morfologi jaringan.
 2 Tipe utama larutan fiksatif :
1) Cross-linking reagen, contoh: Formaldehid/glutaraldehid/paraformaldehid
2) Protein denaturing agent, contoh : Ethanol/Methanol/Aceton
 larutan fiksatif spesifik digunakan untuk struktur yang spesifik, seperti asam pikrat
untuk glikogen.
 Embedding (untuk IHC-paraffin)/snap freezing (untuk IHC-frozen)
 Sectioning
 Antigen Retrieval
a. HIER (Heat Induced Epitope Retrieval)
 HIER dilakukan dengan memanaskan sampel di larutan buffer
 Proses pemanasan membantu proses unfolding, sedangkan larutan buffer
mencegah pembentukan protein
 HIER bisa dilakukan pada waterbath, microwave, dan steamers.
 Larutan buffer yang umum digunakan pada HIER:

 10 mM buffer sitrat (pH 6.0)

 Jika kurang yakin, awali dengan buffer netral (contoh BUF025A, lalu lakukan ke
pH asam atau basa)

 Optimasi suhu dan durasi


 Masukkan sampel kontrol (diwarnai tanpa HIER)

b. Antigen retrieval – PIER (Proteolytic Induced Epitope Retrieval)


 PIER menggunakan enzim (proteinase K, tripsin, dan pepsin) dan turunan
peptide menutupi epitope
 PIER bisa mengubah morfologi dari spesimen atau antigen itu sendiri
karenanya PIER digunakan lebih jarang daripada HIER yang bertindak
dengan mengembalikan ata memulihkan struktur sekunder atau tersier

2. Staining
 Blocking
a) Blocking of enzyme (proxidases, phosphatases, dan biotin)
 Block endogenous peroxidase dengan reagen blocking peroxide-based
(contoh : BUF017B)
 Block endogenous alkalin phosphatase dengan levamisole
Umumnya digunakan 1-5mM
 Block endogenous biotin dengan avidin-biotin blocking system (contoh :
BUF016)
b) Blocking non-specific binding sites
 Normalnya digunakan pada western blot
 Menggunakan serum normal dari spesies yang sama dengan antibody
sekunder berasal
 Memblocking dengan 10-20% serum normal
 Jangan memblocking dengan serum normal dari spesies yang sama dengan
antibody primer berasal
 Jika serum tidak tersedia, gunakan BSA, susu non-fat atau gelatin

 Antibody primer
a) tahap inkubasi
 Tahap inkubasi antibody primer dapat dilihat pada data pabrik yang telah
ditest sesuai metode IHC, dapat juga dilihat di website perbandingan
antibody
 Pertama-pertama dapat digunakan antibody poliklonal; walaupun antigen
retrieval layak, efisiensi bervariasi
 Cek antigen expression levels atau localization pada datasheet atau website
“The Human Protein Atlas”
 Masukkan juga pada percobaan :
1. Autofluorescent/kontrol staining background
2. Kontrol jaringan positif  harus ada staining
3. Kontrol jaringan negatif  harus tidak ada staining
4. Kontrol antibody sekunder
5. Kontrol absorpsi
6. Kontrol isotype  jumlah konsentrasinya harus sama dengan antibody
primer
 Untuk mendeteksi antigen yang highly abundant bisa digunakan deteksi
langsung (harus beli antibody terkonjugasi atau bisa menkonjugasi sendiri)
 Untuk antigen medium to low abundant, direkomendasikan deteksi secara
indirect (antara melalui antibody sekunder atau reagen amplifikasi yang lain)
 Optimatisasi pengenceran antibody
 Durasi dan suhu tergantung pada afinitas dan risiko background staining
 Guideline umum : inkubasi semalaman dengan suhu 4 oC di kulkas atau cold
room
b) Seleksi antibody primer – multiplex IHC
 Kebanyakan antibody adalah antibody rabbit polyclonal dan antibody mouse
monoclonal
 Dua antibody dari spesies yang sama bisa digunakan di multiplex IHC
 Antibody sekunder yang bermasalah bisa terikat ke keduanya (antibody
primer)
 Antibody primer ada 3:
1. Poliklonal antibody
(+) Hasil : greater staining dan excellent signal
(-)  bisa false positif dengan terikat ke site yang tidak diinginkan
2. Monoclonal antibody
(+)  spesifisitas tinggi, mengurangi jumlah positif palsu
(-)  weaker stain
3. Pooled monoclonal antibody
(+)  excellent staining, spesifisitas tinggi
(-)  ketersediaan terbatas untuk yang tidak terikat secara
noncompetitively

 Washing

 Antibody sekunder
 Tahap inkubasi
 Species cross-reactivity : antibody sekunder bida terikat ke antibody lain
 Gunakan antibody sekunder dengan spesies yang sama (goat/donkey), tujuannya
adalah untuk mengurangi risiko Species cross-reactivity dan memungkinkan satu
tahapan blocking dengan serum donkey/goat
 Pilih cross-adsorbed/pre-adsorbed antibody sekunder
 Pilih antara label chromogenic (AP/HRP) atau fluorescent (Alexa Fluor)

Chromogenic Fluorescent
Sesuai dengan mounting media Sesuai/cocok dengan mounting
(organic dan aqueous) media (aqueous saja)
Sampel bisa disimpan tanpa risiko Risiko photobleaching
berkurangnya intensitasnya
Tersedia kitnya banyak Banyak pilihan warna
Multi-plexing limitasi (warna Large selection of emission colours
presipitat, staining proteins pada untuk multiplexing
tempat yang sama)

 Penambahan substrat

 Counterstaing
1) Chromogenic
 Counterstaining akan memberikan background yang kontras dan staining
yang jelas sehingga bisa diobservasi
 Pastikan counterstain bisa dibedakan dengan warna dari presipitat (hasil dari
rekasi chromogen-substrat)

Chromogenic Warna Counterstain untuk


counterstain
Hematoxylin (4 tipe – Biru Nucleus
Harris, mayers, gill’s,
carazzi’s)
Fast red Merah Nucleus
Methylene blue Biru Nucleus
Methylene green Biru/hijau Nucleus
Toluidine blue Biru Nukleus
2) Fluorescent
 Untuk percobaan multi-color, pastikan warna counterstain bisa dibedakan
dari warna antibody staining

Fluorescent counterstain Warna Counterstain untuk


DAPI Biru Nucleus
DRAQ5 Merah Nucleus
Hoechst 32258/33342 Biru Nucleus
Phalloidin Bervariasi Filamentous
Actin
Propidium iodide Biru/hijau Nucleus
Sytox Green Hijau Nucleus
Wheat germ agglutinin Tergantung Membrane plasma
(WGA)

 Coverslipping dan pengamatan


a) Pendahuluan
 Penting untuk membuat slide permanen, membantu untuk perlekatan
coverslip
 Melindungi spesimen dari kerusakan dan menambahkan kontras ketika
pengamatan
 2 tipe mounting media :
i. Aqueous (hidrofilik; contohnya gliserol dan gliserol-jelly)
ii. Organic solvent based (hidrofobik; contohnya Euparal dan Canada
balsam)

b) Kriteria dalam memilih mounting media


 Jangan gunakan organic mounting media untuk label fluorescent
 Hati-hati ketika menggunakan organic mounting media karena beberapa
presipitat adalah larutan alcohol
 Untuk wide-field mikroskop, mounting media yang mengeras (solidify) bika
digunakan
 Untuk 3D imaging, mounting media yang tetap cair harus digunakan
 Untuk mencegah photobleaching (kerusakan kimia dari fluorophore sehingga
terjadi berkurangnya intensitas fluorescence) maka simpan slide di ruangan
gelap
 Cegah proses bleaching yang lebih jauh dengan menggunakan mounting
media dengan reagen antifade

IV. Protokol lengkap


1. Deparafinisasi dan rehidrasi
 Celupkan slide ke xylene sebanyak 3x masing-masing 3 menit
 Celupkan slide ke alcohol 100% 2x masing-masing 3 menit
 Celupkan slide sekali ke alcohol 95% selama 3 menit
 Celupkan slide sekali ke alcohol 70% selama 3 menit
 Cuci/taruh slide di dH2O 2 kali selama 5 menit
2. Antigen retrieval
 Rendam slide di 3% H2O2 selama 5 menit
 Cuci slide 2 kali di dH2O selama 5 menit
 Rendam slide di larutan kerja buffer sitrat dan cover dengan lid
 Microwave sampai liquid memanas
 Remove dari panas dan dirikan di suhu ruang selama 20 menit
 Cuci 3 kali selama 5 menit di dH2O
 Remove liquid dan gunakan PAP pen untuk melingkari disekitar jaringan

3. Blocking
 Apply 5% BSA dengan pipet untuk mencover jaringan
 Inkubasi slide semalaman pada suhu 4oC pada chamber lembab
4. Antibody primer
 Encerkan antibody primer ke konsentrasi 1% BSA/PBS diluen
 Remove BSA dan inkubasi larutan antibody primer selama 1 jam pada suhu ruang
 Cuci slide 3 kaliselama 5 menit masing-masing di shaker
5. Antibody sekunder
 Encerkan antibody sekunder biotinylated di 1% BSA diluent
 Inkubasi dengan larutan antibody sekunder selama 30 menit pada suhu ruang
 Cuci slide di PBS 3 kali masing-masing 5 menit di shaker
 Tambahkan streptavidin HRP untuk mencover jaringan. Inkubasi selama 30 menit pada
suhu ruang
 Cuci 3 kali masing-masing 5 menit di PBS
 Tambahkan DAB untuk mencover jaringan. Ketika sel mulai berubah warna menjadi
cokelat, cuci 2 kali di PBS selama 5 menit masing-masing
6. Counterstain
 Celupkan slide ke staining rak yang berisi hematoxylin selama 30 detik
 Celupkan ke asetic bath (200mL dH 2O dengan 1-3 tetes asam asetat). Bilas dengan
dH2O
7. Dehidrasi
 Celupkan slide ke alcohol 70% dan 95% masing-masing 3 menit
 Celupkan slide 2 kali di alcohol 100% selama 3 menit
 Celupkan slide 3 kali di xylene selama 3 menit
8. Coverslip
 Apply coverslide ke atas slide
 Biarkan slide mengering semalaman

V. Metode IHC

1. Metode direct 2.metode indirect 3. metode PAP 4. metode ABC 5. metode LSAB
 Metode one  Antibody  Pengembangan  Metode IHC  Similar
step staining primer yang yang lebih lanjut standard dengan
 Antibody tidak berlabel dari metode  Teknik ini metode ABC
berlabel bereaksi indirect melibatkan 3  Layer ketiga
bereaksi secara dengan  Terlibat layer ke-3 layer adalah anzim
langsung antigen yaitu antibody  Layer streptavidin
dengan antigen jaringan rabbit dan pertama conjugat
 Metode ini  Antibody peroksidase adalah (HRP-
memanfaatkan sekunder  Terikat dengan antibody streptavidin/A
hanya satu berlabel unconjugated primer tidak P-
antibody, bereaksi goat anti-rabbit berlabel, streptavidin)
prosedur yang dengan gamaglobulin dari layer kedua untuk
singkat dan antibody layer ke-2 adalah menggantikan
cepat primer  Sensitivitas sekitar antibody complex
 Metode ini  Lebih 100-1000x lebih sekunder avidin-biotin
kurang sensitive tinggi biotinylated, peroksidase
sensitive karena sinyal  Pengenceran lebih layer ketiga  Layer ketiga
karena sinyal amplifikasi tinggi dari adalah dapat juga
amplifikasi melalui reaksi antibody primer complex dari fluorescent-
sedikit dan beberapa avidin-biotin streptavidin
jarang antibody peroksidase seperti FITC-
digunakan sekunder  Peroksidase streptavidin
karena adanya  Ekonomis dikembangka  Streptavidin
metode karena satu n dengan tidak
indirect antibody DAB atau mengandung
sekunder substrat lain karbohidrat
berlabel dapat untuk tertentu yang
digunakan memproduks mungkin akan
dengan i produk terikat ke
banyak kolorimetrik jaringan lectin
antibody yang berbeda , hindari
primer background
 Antibody staining
sekunder bisa
dilabel
dengan enzim
atau
fluorescent

VI. Troubleshooting
a. no staining
1. Presipitat larut di larutan alcohol yang digunakan pada dehidrasi
Caranya : ubah enzim/chromogenic-substrat kombinasi
2. Mounting media salah atau tidak sesuai (contoh organic mounting media untuk label
fluorescent atau untuk presipitat soluble)
Caranya : ubah tipe mounting media
3. Prosedur antigen retrieval yang tidak cukup/adequate
Caranya : ubah pH, suhu, atau durasi (check kontrol negatif HIER/PIER)
4. Sistem deteksi yang tidak sesuai ; antigen mungkin belum cukup abundant untuk
deteksi direct
Caranya : check kontrol positif jaringan
5. Counterstain terlalu kuat (immunostaining rusak)
Caranya : kurangi konsentrasi counterstain
b. high background
1. Aktivitas endogenous enzim masih terjadi
Caranya : pastikan blocking cukup
2. Tahap blocking terlalu cepat atau dilakukan dengan serum yang salah
Caranya : gunakan serum dari spesies yang sama dari antibody sekunder berasal
3. Konsentrasi antibody primer yang terlalu kuat
Caranya : optimatisasi ulang pengenceran (harus jangan langsung dipakai perbatchnya)
4. Reaksi silang dari antibody sekunder
Caranya : gunakan antibody sekunder yang cross-adsorbed/pre-adsorbed
5. Lamaya inkubasi dari substrat chromogenic yang terlalu lama atau substrat terlalu
banyak
Caranya : kurangi waktu inkubasi atau jumlah substrat
6. Proses washing yang tidak cukup
Caranya : ubah durasi dan tipe buffer
7. Check kembali kontrol-kontrol
Jika Kontrol negatif memperlihatkan background mungkin alasannya : Blocking serum
terkontaminasi (serum terlihat tidak jernih, cloudy, sebagai tanda adanya aktivitas
bakteria)
c. Sinyal staining yang tidak bisa dibedakan(undistinguishable)
1. Ketika menseleksi fluorophore check kembali untuk spectral yang tumpeng tindih
2. Observasi yang sempurna dan evaluasi dari co-localization percobaan
3. Lihat kembali dari satu fluorophore dan fluorophore lain
4. Quantum dot conjugated sangat cocok untuk pegerjaan yang multi-color

Anda mungkin juga menyukai