Anda di halaman 1dari 51

Mini Project

KARAKTERISTIK TINGKAT STRES PADA PASIEN DENGAN


LAMANYA PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS
SANANKULON PADA BULAN AGUSTUS 2020- OKTOBER 2020

Disusun Oleh :
dr. Hikmatul Paramitha Zalda

Dokter Pendamping :
dr Nunik Chrusniati Susanah
dr Arne Putri Margiani
dr. Evi Rossalina

PROGRAM DOKTER INTERNSIP PUSKESMAS SANAN KULON


KABUPATEN BLITAR TAHUN 2020
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan
rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan Mini Project
Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon tahun 2020 ini dengan baik
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Evi
Rossalina selaku pendamping dokter internsip Puskesmas Sanankulon beserta staf puskesmas
Sanan kulon yang membantu kami menyelesaikan Mini Project ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang sempurna.Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar
kedepannya kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini. Kami berharap agar
laporan kasus yang kami tulis ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-
baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Sanankulon, 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................................3
1.4. Manfaat Penulisan...............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis……………………………………………………………...3

2.1. Definisi................................................................................................3
2.2. Epidemiologi.......................................................................................3
2.3. Etiologi................................................................................................3
2.4. Patogenesis..........................................................................................4
2.4.1. Tuberkulosis Primer.......................................................................4
2.4.2. Tuberkulosis Post Primer...............................................................4
2.5. Klasifikasi...........................................................................................5
2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena..................................................5
2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium.......................................5
2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya.............................6
2.6. Diagnosis.............................................................................................6
2.6.1. Gambaran Klinis............................................................................6
2.6.2. Pemeriksaan Fisik..........................................................................7
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium............................................................8
2.6.4. Pemeriksaan Radiologi...................................................................8
2.7. Penatalaksanaan................................................................................11
2.8. Evaluasi Pengobatan.........................................................................13
2.8.1. Evaluasi Klinis.............................................................................13
2.8.2. Evaluasi Bakteriologi...................................................................13
2.8.3. Evaluasi Radiologi.......................................................................13
2.9. Komplikasi........................................................................................14
Stress……………..………………………………………….......................15

iii
2.10 Definisi………………………………………………………….… 15
2.11 Penyebab Stress/ Stressor……………………….……………….…16
2.12 Tahapan Stress……………………………………………..…….…17
2.13 Patofisiologi………………………………………………..…….…18
2.14 Gejala……………………………………………………………….20
2.15 Penatalaksanaan…………………………………………………….20

BAB III METODE PENELITIAN............................................................22


3.1. Desain Penelitian..............................................................................22
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................22
3.3. Populasi Penelitian............................................................................22
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi............................................................22
3.4.1. Kriteria Inklusi.............................................................................22
3.4.2. Kriteria Eksklusi...........................................................................23
3.5. Definisi Operasional.........................................................................23
3.6. Pengumpulan Data............................................................................24
3.7. Pengolahan dan Analisis Data..........................................................24
3.8. Instrumen Penelitian………………………………………………...24

BAB IV PROFIL PUSKESMAS SANANKULON..................................26


4.1 Data Umum………………………………………………………...26
4.2 Pembagian Wilayah Kerja………………………………………....26
4.3 Kependudukan……………………………………………………..27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................33


5.1 Hasil Penelitian……………………………………………………………………………..33
5.2 Pembahasan………………………………………………………………………………….35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...................................................39


6.1. Kesimpulan………………………………………………………...39
6.2. Saran………………………………………………………………39

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….40
LAMPIRAN………………………………………………………………43

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang telah lama diketahui dan
menjadi penyebab kematian di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis dan biasanya menyerang paru-paru, meskipun terdapat
tuberkulosis yang menyerang organ selain paru-paru.1 Kompleks bakteri akan terus merusak
jaringan hingga dapat menyebabkan kerusakan organ dan berujung pada kematian. 2 Menurut
WHO, 30% dari penduduk dunia terinfeksi bakteri TB. Namun hanya sejumlah kecil yang
berkembang menjadi penyakit.3 Data laporan kasus TB global menemukan bahwa Indonesia
termasuk dalam 10 negara dengan insidensi TB terbanyak dengan 395 jiwa per 100.000
penduduk. 4 Pengobatan TB dilakukan dengan mengkonsumsi beberapa jenis obat selama 6
sampai dengan 12 bulan.5 Seorang penderita TB harus menyelesaikan pengobatan sesuai
dengan anjuran dokter. Jika pengobatan dihentikan sebelum selesai, maka TB akan kembali
kambuh dan bakteri TB yang masih hidup akan resisten terhadap obat tersebut. Penanganan
TB dengan resistensi obat lebih sulit dan lebih mahal. 6 Pengobatan TB yang lama dan baku
dengan aturan akan menimbulkan stres psikologis pada penderitanya. 7 Berdasarkan
penelitian Nahda, depresi terjadi pada 51.9% pasien TB. Kejadian depresi pada pasien TB ini
berhubungan dengan usia, komplikasi, serta penyakit komorbid yang dialami pasien.8
Penderita TB sepanjang perjalanan penyakit akan mengalami beberapa gejala yang
mengganggu kehidupannya. Gejala utama TB yaitu batuk dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu, penderita TB juga mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, penurunan nafsu
makan, penurunan berat badan, lemah, serta rasa tidak enak (malaise). 9 Berbagai gejala klinis
tersebut akan sangat mengganggu penderita TB sehingga mengganggu kualitas hidupnya.
Menurut Hendrik, kualitas hidup mengalami peningkatan sejalan dengan penurunan gejala
fisik pasien TB.10 Penelitian Arifah mengenai kualitas hidup pada pasien TB menemukan
bahwa terdapat 76% pasien TB yang mengalami penurunan kualitas hidup.11

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan


penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran angka kejadian tuberkulosis paru di puskesmas


Sanankulon pada bulan sepetember- oktober 2020?

2. Bagaimana gambaran stres pada pasien dengan tuberkulosis paru di


puskesmas Sanankulon pada bulan sepetember- oktober 2020 ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik tingkat


stress pada pasien tuberkulosis di puskesmas Sanankulon pada sepetember- oktober
2020

2. Tujuan Khusus
1. Diketahui gambaran angka kejadian tuberkulosis paru di puskesmas
Sanankulon pada bulan sepetember- oktober 2020.
2. Diketahui gambaran stres pada pasien dengan tuberkulosis paru di
puskesmas Sanankulon pada bulan sepetember- oktober 2020.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Masyarakat
a. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat, khususnya penderita tuberkulosis paru tentang tingkat stress
terhadap pasien dengan tuberkulosis paru di puskesmas Sanankulon
2. Bagi Institusi
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian bagi peneliti
yang akan meneliti selanjutnya.
2. Dapat memberikan informasi mengenai karakteristik tingkat stress pada pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas Sanankulon
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan peneliti mengenai karakteristik penderita tuberkulosis
paru.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A TUBERKULOSIS
2.1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.12

2.2. Epidemiologi
Hingga saat ini, TB masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.
Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun 1993,
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di
dunia penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995
diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta
orang. Di negara-negara berkembang, kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara
berkembang 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun).12,13
Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai kesembuhan yang
ada. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat
ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar
88.000 kematian setiap tahunnya. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokan kedalam 3 wilayah, yaitu :2
1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk
2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk
3. Wilayah Indonesia timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk

2.3. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri
ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Ukuran panjang sekitar 1 – 4 µm dan lebar 0,3 – 0,6 µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan

3
lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat,
kompleks waxes, trehalosa dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam
virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida
seperti arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam.1,3

2.4. Patogenesis
2.4.1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk fokus primer. Fokus primer ini mungkin akan timbul
dibagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari fokus primer akan
tampak peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus
primer bersama-sama dengan limfangitis regional disebut dengan kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu dari di bawah ini :2
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan
sarang perkapuran di hilus.
3. Menyebar dengan cara :
- Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya.
- Bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya atau
tertelan
- Hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah,
dan virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis.
Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, adrenal, genital, dan sebagainya.

2.4.2. Tuberkulosis Post Primer


Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.

4
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil yang akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :2
1. Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk perkejuan
dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonia meluas dan membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan kaseosa keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

2.5. Klasifikasi
2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain.4

2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium


1. Tuberkulosis paru BTA positif 4,5
- Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan
gambaran tuberkulosis
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT
2. Tuberkulosis paru BTA negatif 4,5
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

5
2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA postif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat
2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.4

2.6. Diagnosis
2.6.1. Gambaran klinis
Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan, yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik.5,6
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk > 3 minggu/ batuk darah
- Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru. Batuk
baru akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari
terangsangnya bronkus yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan,
batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk
ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.
- Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya batuk darah
tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah tidak selalu
terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda
perluasan proses tuberkulosis paru. Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan
terdapatnya kavitas pada paru.

6
b. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB
paru dengan efusi pleura yang massif, atau TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang
mendasarinya.
c. Nyeri dada
Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan pleura yang
kaya akan persyarafan. Kadang-kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga
disebabkan regangan otot karena batuk.
2. Gejala sistemik, meliputi :5,6
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi, kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas
c. Anoreksia dan penurunan berat badan
- Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan sehingga membuat badan penderita makin
kurus (penurunan berat badan).

2.6.2. Pemeriksaan Fisik


Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan 6
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga dada,
difragma dan mediastinum.
Palpasi : Fremitus biasanya meningkat.
Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup.
Auskultasi : Suara nafas bronchial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah

7
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) :6,7
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
- P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) :6,7
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
- Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah kuman
yang ditemukan.
- Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
- Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).

2.6.4. Pemeriksaan Radiologi


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun, pada kondisi tertentu,
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :7
- Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini,
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah tiga spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik non OAT.
- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penangan khusus, seperti pneumothoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis, atau efusi

8
pleural dan pasien yang mengalami batuk berdarah berat untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan
di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Dapat
ditemukan juga kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran
fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.7,8
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis TB paru adalah
foto toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan radiologis tuberkulosis paru menurut
klasifikasi The National Tuberkulosis Assosiation of the USA (1961) adalah sebagai berikut:8
1. Minimal lesion
- Infiltrat kecil tanpa kaverne
- Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
- Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi, tidak lebih dari
luas antara pesendian chondrosternal kedua sampai corpus vertebra torakalis V (kurang
dari 2 sela iga).
2. Moderately advanced lesion
Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut :
- Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah paru
- Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume sebelah paru
- Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm.
3. Far advanced lesion
Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced lesion atau
ada kavernae yang sangat besar.

9
Tersangka penderita TBC
(suspek TBC)

Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA - - -


+ + +/+ + - + - -

Beri antibiotik spektrum luas


Periksa Rontgen Dada

Tidak ada Ada


Hasil tidak perbaikan perbaikan
Hasil mendukung TBC
mendukung TBC

Ulang pemeriksaan dahak


mikroskopik

Penderita TBC BTA positif Hasil BTA Hasil BTA


+++ ---
++-
+--

Periksa Rontgen dada

Hasil mendukung Hasil


TBC Rontgen (-)

TBC BTA negatif Bukan TBC,


Rontgen positif penyakit lain

Gambar 2.1. Alur Diagnosis TB paru7

10
2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :7,9
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang
cukup, dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
 Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
 Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Tabel 2.1. Obat Anti Tuberkulosis7


Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Jenis OAT Sifat
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4 – 6) 10 (8 – 12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8 – 12) 10 (8 – 12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20 – 30) 35 (30 – 40)
Streptomicin (S) Bakterisid 15 (12 – 18) 15 (12 – 18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15 – 20) 30 (20 – 35)

11
Panduan OAT dan kategorinya :7,9,10
1. Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif.
- Pasien TB ekstra paru.

9
Tabel 2.2

9
Tabel 2.3

2. Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)7,10


Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
- Pasien kambuh.
- Pengobatan pasien gagal.
- Pasien dengan pengobatan setalah putus berobat (default).

10
Tabel 2.4

12
3. OAT sisipan (HRZE)7,10
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 2.5. Dosis KDT untuk sisipan10

2.8. Evaluasi Pengobatan


2.8.1. Evaluasi Klinis
Pasien dievaluasi secara periodik terhadap respons pengobatan, ada tidaknya efek
samping obat, dan ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat
badan, dan pemeriksaan fisik.11
2.8.2. Evaluasi Bakteriologi
Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu pada :11
- Sebelum pengobatan dimulai.
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif).
- Pada akhir pengobatan.
Bila ada fasilitas biakan dilakukan pemeriksan biakan dan uji kepekaan.
2.8.3. Evaluasi radiologi
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :11
- Sebelum pengobatan.
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).
- Pada akhir pengobatan.
2.8.4. Evaluasi pada pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal
13
yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks (sesuai indikasi/bila ada
gejala).11

Tabel 2.6. Tindak Lanjut Evaluasi Pemeriksaan Dahak11


 

2.9. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
akan timbul adalah10
1. Batuk darah.
2. Pneumotoraks.
3. Gagal nafas.

14
4. Efusi pleura.

B STRES
Secara umum stres sebenarnya memberikan pengertian, gangguan psikosomatik.
Definisi gangguan psikosomatik menurut JC Heinroth adalah gangguan atau penyakit
yang ditandai oleh keluhan-keluhan psikis dan somatik yang merupakan kelainan
fungsional suatu organ dengan ataupun tanpa gejala objektif dan dapat pula bersamaan
dengan kelainan organik/struktural yang berkaitan dengan stressor atau peristiwa
psikososial tertentu.22,23
Hal ini dibuktikan pada penelitian yaitu Pavlov terkenal dengan percobaan anjing,
conditioned reflex. Canon, pada bintang,didapatkan adanya perubahan pada mukosa
lambung dalam keadaan emosi. 22
Oleh sebab itu, Istilah stres bisa diartikan sebagai stress fisis maupun stres fisik atau
lingkungan psikis. Tetapi secara umum dan popular yang dimaksud stres diartikan
sebagai stres psikis. Sehingga tidak jarang dalam praktek kedokteran istilah stres
cenderung digunakan sebagai suatu diagnosis. Pada kenyataannya di klinik jarang sekali
faktor psikis/emosi seperti frustasi, konflik, ketegangan, dan sebaginya dikemukakan
sebagai keluhan utama oleh pasien, justru keluhan somatik yang beraneka ragam yang
ditonjolkan oleh pasien. 23

2.10 Definisi Stres


Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin “stingere” yang
memiliki arti keras. Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan
penelaahan yang berlanjut dari waktu ke waktu, mulai dari straise, strest, stresce, dan
stress.24 Menurut Dr.Hans Selye yang merupakan salah seorang ahli fisiologi dan
pakar stres merumuskan stres ialah suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap
aksi atau tuntutan atasnya. Dimana terdapat respon automatik tubuh yang bersifat
adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang
bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme. Reaksi
fisiologis ini disebut sebagai general adaption syndrome.23
Respon tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut dibagi menjadi 3 fase yaitu23:

15
 Alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor
(perubahan) dengan baik.
 The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah
mencapai/melampui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat
timbul gejala-gejala psikis dan somatik.
 Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik
tampak dengan jelas.

Menurut pengertian diatas tampak bahwa reaksi psikis dan somatik akan
muncul pada tahap reaksi psikis dan somatik akan muncul pada tahap dimana
respons terhadap situasi stress melampaui titik pertahanan tubuh.23

Pada sudut pandang psikologis stres didefinisikan sebagai suatu keadaan


internal yang disebabkan oleh kebutuhan psikologis tubuh, atau disebabkan oleh
situasi lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan,
menimbulkan perubahan-perubahan atau memerlukan mekanisme pertahanan
seseorang.23

Baik dari sudut pandang kedokteran maupun psikologis, dalam keadaan stres
terjadi perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis, dan lain-lain reksti tubuh
disamping adanya proses adaptasi. Pada saat perubahan itu sudah mengganggu
fungsi psikis dan somatik, timbul keadaan yang disebut distres, yang secara klinis
merupakan gangguan psikosomatik.23

2.11 Penyebab Stres/ Stresor


Stres psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut terpaksa harus
beradaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul. Dengan perkataan lain bahwa
stresor ialah suatu keadaan yang dapat menimbulkan stres. Pada umumnya jenis
stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut23,25 :
1) Hubungan pernikahan yang tidak baik
Contohnya adalah seperti perceraian, pertengkaran, perselingkuhan, dsb
2) Permasalahan orang tua
Contohnya adalah seperti anak sakit, tidak memiliki anak, kenakalan anak, dsb
3) Hubungan interpersonal yang tidak baik

16
Contohnya adalah seperti konflik dengan teman, konflik dengan kekasih, konflik
dengan atasan, dsb.
4) Masalah dengan pekerjaan
Contohnya adalah seperti mutasi, PHK, pensiun, penurunan atau pencabutan
jabatan, pendidikan akademik, dsb
5) Lingkungan hidup
Contohnya adalah seperti pemukiman rawan kriminalitas, lingkungan yang
bising, lingkungan yang tidak harmonis antar tetangga, dsb
6) Keuangan
Contohnya adalah seperti terbelit hutang, kebangkrutan, masalah pembagian
warisan, dsb
7) Faktor keluarga
Contohnya adalah seperti hubungan yang dingin antara orang tua dan anak, orang
tua yang jarang dirumah dan tidak memiliki waktu untuk anak, dsb.

Adapula yang membagi stresor menjadi23:

o Stresor fisis seperti panas, dingin, suara bising, dsb.


o Stresor sosial seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, pekerjaan, karir, masalah
keluarga, hubungan interpersonal, dll.
o Stresor psikis misalnya frustasi, rendah diri, perasaan berdosa, masa depan yang
tidak jelas, dsb.

Dalam keadaan sehari-hari stresor ini umunya mudah dikenali karena


merupakan kejadian yang luar biasa. Kadang-kadang stresor merupakan
peristiwa rutin dihadapi sehari-hari.23

2.12 Tahapan stres


Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan
mulainya dan seringkali tidak disadari. Meskipun demikian dari pengalaman
praktik psikiatrik, para ahli mencoba membagi stress tersebut dalam enam
tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang dirasakan
oleh yang bersangkutan, hal ini berguna untuk mengenali gejala stress lebih dini
sehingga mampu menghindari tahapan yang lebih lanjut. Tahapan tersebut
dikemukakan oleh Robert J.Van Amberg seorang psikiater sebagai berikut 25 :
1) Stres tingkat I
17
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan dan biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut, semangat besar, penglihatan
tajam, energi dan gugup berlebihan, serta kemampuan menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya. Pada tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang
bertambah semangat tetapi tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya
sedang menipis
2) Stres tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai hilang dan
timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi yang sudah tidak lagi
cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai
berikut, merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah sewaktu siang, merasa
lelah menjelang sore, terkadang teradapat gangguan pencernaan, dan perasaan
tegang pada otot serta perasaan tidak bisa santai
3) Stres tingkat III
Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai gejala-gejala
sebagai berikut gangguan pencernaan lebih terasa, perasaan tegang semakin
meningkat, gangguan tidur, dan perasaan seperti mau pingsan
4) Stres tingkat IV
Pada tahapan ini telah menunjukan keadaan yang lebih buruk dan ditandai
dengan ciri sebagai berikut kehilangan kemampuan dalam menghadapi situasi,
semakin sulit tidur, perasaan negatif mulai timbul, dan kemampuan
berkonsentrasi berkurang.
5) Stres tingkat V
Tahapan ini merupakan tahapan yang lebih mendalam dari tahapan IV,
yaitu keletihan yang mendalam, sulit melakukan pekerjaan sederhana, perasaan
takut dan cemas timbul, serta gangguan pencernaan lebih terasa berat.
6) Stres tingkat VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat
darurat, ditandai dengan debar jantung yang terasa amat keras, nafas yang sesak,
badan gemetar, dan berkeringat dingin.

2.13 Patofisiologi

18
Walaupun patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan
gangguan psikis/emosi belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah terdapat
banyak bukti dari hasil penelitian para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan
psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikomatik ternyata dapat diikuti
oleh perubahan-perubahan fisiologi dan biokemis pada tubuh seseorang. Perubahan
fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf autonom
vegetatif, sistem endokrin, dan sistem imun.23

Patofisiogi dari gangguan fungsional saluran cerna karena gangguan


psikosomatik adalah22,23,24 :

1. Gangguan keseimbangan saraf otonom


Gangguan keseimbangan sistem saraf autonom vegetatif timbul apabila dalam
keadaan emosi. Dalam keadaan tersebut kemudian diteruskan melalui korteks serebri
ke sistem limbik lalu ke hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf autonom vegetatif
yang berfungsi mengatur faal masing-masing organ tubuh, kerjasama antara organ-
organ, menyesuaikan faal organ-organ menurut kebutuhan, singkatnya menjamin
kelangsungan hidup organisme secara cepat terhadap perubahan-perubahan baru
dengan kata lain memelihara fungsi organ-organ tubuh .

2. Gangguan konduksi impuls melalui neurotransmitter


Gangguan ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan neurotransmitter di
presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor-reseptor postsinaps.
Neurotransmitter yang sudah dikenal berupa aminbiogenik,nor-adrenalin, dopamine,
dan serotonin.

3. Hiperalgesia alat viseral


Persepsi viseral yang abnormal merupakan salah satu kunci dari gangguan fungsional
di saluran cerna. Informasi diteruskan dari usus ke otak melalui nervus vagus dan
nervus aferen spinal.

4. Gangguan sistem endokrin/hormonal


Perubahan fisiologis tubuh akibat stres dapat terjadi akibat gangguan sistem
hormonal, yang terjadi melalui hypothalamic-pituitary-adrenal axis (HPA axis).

19
Hormone yang berperan antara lain growth hormone prolactin, ACTH, (kortisol), dan
katekolamin.

5. Perubahan pada sistem imun


Perubahan tingkah laku dan stress dapat mempengaruhi imunitas seseorang sehingga
mempermudah timbulnya infeksi dan penyakit neoplastic. Fungsi imun menjadi
terganggu karena sel-sel imunitas mengalami perubahan seperti depresi jumlah
netrofil meningkat, jumlah sel NK (Natural Killer) menurun, limfosit T dan limfosit B
menurun. Aktivitas sel NK dan proliferasi limfosit menurun, produksi interferon
menurun
Faktor-faktor yang mempengaruhi imunitas :
 Kualitas dan kuantitas stress yang timbul
 Kemampuan individu dalam mengatasi stres secara efektif
 Kualitas dan kuantitas rangsang imunitas
 Lamanya stres
 Latar belakang lingkungan sosio kultural pasien
 Faktor pasien sendiri (umur, jenis kelamin, status gizi)

2.14 Gejala
Gejala stress umumnya adalah sering sakit kepala, sakit rahang, gemetar,
kejang otot, pusing, sering berkeringat dingin, mulut kering, timbul ruam, gatal-gatal,
mulas, sakit perut, mual, perut rasa penuh setelah makan, sembelit, diare, mudah
marah, kesulitan bernafas, nyeri dada,palpitasi, nadi cepat,sering buang air kecil,
kelebihan kecemasan, khawatir, rasa bersalah, kegelisahan, peningkatan kemarahan,
frustasi, permusuhan, depresi, perubahan suasana hati, peningkatan atau penurunan
nafsu makan, insomnia, mimpi buruk, mimpi mengganggu, kesulitan berkonsentrasi,
dan pikiran kacau.222,23,24,25

2.15 Penatalaksanaan
Dalam penanganan mengurangi stres dapat dilakukan berbagai cara. Salah
satunya sebagai berikut23,25:
1) Psikoterapi

20
Psikoterapi merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan dengan cara
memberikan edukasi dan saran agar dapat mengurangi atau mengatasi stress dan
faktor pencetus yang dihadapinya
2) Pendekatan psikosomatik
Pendekatan psikosomatik merupakan suatu pendekatan yang dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek fisik, psikososial, dan lingkungan.
 Melakukan kegiatan relaksasi /meditasi (seperti melakukan yoga, senam aerobic,
berdoa/beribadah,akupuntur, tai chi, dsb)
 Melakukan diet yang cukup bermanfaat yaitu dengan menghindari makanan yang
dapat mencetuskan gejala-gejala.

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sanankulon, Jl. Raya Kediri,
Sanankulon, Kalipucung, Blitar, Jawa Timur
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September- Oktober 2020
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam


penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis penyakit tuberkulosis paru
di Puskesmas Sanankulon tahun 2020.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil. Sampel dalam
penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis penyakit tuberkulosis paru
di Puskesmas Sanankulon tahun 2020. Penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel consecutive sampling, yaitu semua subyek yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimasukkan ke dalam penelitian.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

22
3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Semua pasien tuberkulosis paru yang sudah atau sedang menjalani pengobatan
TB paru
2. Pasien TB yang bersedia mengisi kuisioner dengan data lengkap serta
mengembalikan kuisioner yang telah diisi

3.4.2 Kriteria Ekslusi


Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien dengan diagnosis bukan TB paru.


2. Pasien TB paru yang pindah berobat ke PKM lain.
3. Pasien dengan MDR TB dan XDR TB.
4. Pasien dengan profilaksis TB paru.
5. Tidak bersedia mengisi kuisioner dan mengembalikan kuisioner yang telah
diisi.

3.5 Definisi Operasional


Variabel dependen dan independen dibuat berdasarkan definisi operasional,
yaitu dari cara mengukur setiap variabel, alat ukur yang digunakan pada setiap
variabel, hasil ukur pada setiap variabel, dan juga skala yang digunakan pada setiap
variabel.

Var Definisi Cara Alat Hasil S


iab Operasional ukur Ukur k
el a
l
a
Variabel dependen
Pasien TB 1. Pemeriksaan Buku 0. Kategori I O
Pas
paru dengan mikroskopis register 1. Kategori II r
ien
BTA posiif, 2. Foto pasien d
TB
TB paru rontgen TB i
par
BTA negatif toraks n

23
foto toraks a
u
positif, dan l
TB ekstra
paru.
(Depkes RI,
2006)
Variabel independen
Str kuisioner yang sudah Wawan Kuesion 0.Tidak Stress O
ess dibakukan dari cara er dari 1 stress r
DASS (Depression DASS d
Anxiety Stress (Depres i
Scale). sion n
mengelompokan Anxiety a
hasil penghitungan Stress l
nilai tersebut sebagai Scale).
berikut:

Normal : Skor 0-14

Stres : Skor >14

Keterangan:

Stres sangat berat :


skor > 34

Stres berat : skor 26-


33

Stres sedang : 19-25

Stres ringan : skor


15-18

3.6 Pengumpulan Data

24
Data diambil dari buku register pasien TB paru puskesmas Sanankulon ,
pencatatan dilakukan berdasarkan umur, jenis kelamin, alamat, gejala klinis, hasil
pemeriksaan laboratorium yang dapat didukung dengan hasil foto rontgen, serta lama
pengobatan OAT serta lembar kuisioner DASS yang telah diisi oleh responden.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data dilakukan secara manual, disusun dalam bentuk tabel, dan dianalisis
secara deskriptif untuk menarik kesimpulan.

3.8 Instrumen Penelitian.


Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan data
penelitian. Instrumen dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien yang
menderita tuberkulosis paru di Puskesmas Sanankulon periode September 2020 – Oktober
2020. Pelaksanaan pencatatan data rekam medik dilakukan oleh peneliti dan lembar
kuisioner serta program statistik sebagai database dan program analisa data..

25
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS SANANKULON

4.1 Data Umum

Nama Puskesmas : Sanankulon

Jumlah Puskesmas Pembantu :3

Kecamatan : Sanankulon

Kabupaten : Blitar

Provinsi : Jawa Timur

Tahun : 2019

4.2 Pembagian Wilayah Kerja

Batas Wilayah
- Barat : Kec.Ponggok dan Kec. Srengat
- Utara : Kec. Ponggok dan Kec. Nglegok
- Timur : Kota Blitar
- Selatan : Kec. Kademangan
1. Luas Wilayah : 33,33 Km2
- Dataran Rendah : 100%

26
- Dataran Tinggi : 0%

2. Jumlah Desa/Kelurahan : 12 Desa


- Yang dapat dijangkau kendaraan roda 4 : 12 Desa

- Yang dapat dijangkau kendaraan roda 2 : 12 Desa

- Yang tidak dapat dijangkau kendaraan roda 4 dan 2 : 12 Desa

Berikut ini gambar peta wilayah kerja UPT Puskesmas Sanankulon

4.3 Kependudukan

Jumlah penduduk seluruhnya : 56.266 orang

27
Laki laki : 28.144 orang
Perempuan : 28.122 orang

Piramida Penduduk  

LAKI-LAKI UMUR PEREMPUAN


765 75 + 1036
712 70 - 74 748
882 65 - 69 1017
1117 60 - 64 1214
1555 55 - 59 1734
1685 50 - 54 1489
1921 45 - 49 2164
2154 40 - 44 2050
2202 35 - 39 1938
2155 30 - 34 1658
2091 25 - 29 1642
1889 20 - 24 1703
2157 15 - 19 2046
2298 10 - 14 2463
2342 5–9 2732
2417 0–4 2680
Tambahan:    
  12  

Jumlah Kepala Keluarga (KK) : 17.217 KK


17.323Rumah
Jumlah Rumah Tangga : Tangga
Jumlah Rumah   17.280 rumah
Jumlah Kepala Keluarga yang mempunyai
Kartu BPJS : KK
Jumlah Penduduk Total Miskin (Jamkesmas) : Jiwa
Jumlah Kepala Keluarga Miskin (KK) : KK
Jumlah Anggota Keluarga Miskin
(JAMKESMAS) : orang
Jumlah yang mempunyai kartu Jamkesmas : orang

Jumlah ibu hamil 821 orang

Jumlah ibu hamil Miskin orang

Jumlah ibu bersalin 784 orang

Jumlah Ibu Nifas 784 orang


Jumlah bayi ( < 1 tahun ) : 740 bayi
Jumlah Anak balita ( 1-4 tahun) : 2974 anak
Jumlah Wanita Usia Subur : 12.453 orang

28
Jumlah Pasangan Usia Subur : 12.459 pasang

PENDIDIKAN
JUMLAH SEKOLAH : buah
Taman Kanak-kanak : 40 buah
SD / MI/ sederajat : 45 buah
SMP / MT /sederajat : 7 buah
SMU / MA : 3 buah
Akademi : buah
Perguruan Tinggi : buah
Jumlah Pondok Pesantren (Ponpes) : buah
     
JUMLAH MURID : murid
Taman Kanak-kanak : murid
2324/1564
SD / MI kelas 1-6 : murid
351 / 331
SD/MI kelas 1 : murid
1760 / 534
SLTP / MTs : murid
SMU / MA : 590/ 31 murid
Akademi : mahasiswa
Perguruan Tinggi : mahasiswa
Santri Pondok Pesantren : santri

DATA KHUSUS

DERAJAT KESEHATAN
Jumlah Kematian Ibu : 1 orang
Jumlah Kematian Perinatal : 2 orang
Jumlah Kematian Neonatal : 3 orang
Jumlah Lahir Mati : 6 orang
Jumlah Lahir Hidup : 787 orang
Jumlah Kematian Bayi : 1 orang
Jumlah Kematian Anak Balita : 0 orang

KETENAGAAN
Jumlah tenaga di Puskesmas : 37 orang
Dokter : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan PPGD : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan ATLS/ACLS : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan Poned : 0 orang

29
Dokter dengan STR dan SIP : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan Jiwa : 0 orang
Dokter gigi : 1 orang
Dokter gigi dengan STR dan SIP : 1 orang
Dokter gigi PNS   1 orang
Dokter gigi non PNS   0 orang
Sarjana Kesehatan Masyarakat : orang
Bidan : 13 orang
Bidan di Puskesmas : 2 orang
Bidan di Pustu : 3 orang
Bidan di Ponkesdes/Desa : 2 orang
P2B : 2 orang
D3 Kebidanan : 3 orang
Bidan dengan Pelatihan APN : Orang
Bidan dengan Pelatihan BBLR : Orang
Bidan dengan Pelatihan Poned : Orang
Bidan dengan STR dan SIB : 13 orang
Perawat Kesehatan : 8 orang
Perawat di Puskesmas : 4 orang
Perawat di Pustu : 2 orang
SPK : 0 orang
D3 Keperawatan : 7 orang
S1 Keperawatan : 1 orang
Perawat dengan Pelatihan PPGD : Orang
Perawat dengan STR dan SIPP : 7 orang
Perawat dengan Pelatihan jiwa : 1 orang
Jumlah Perawat Ponkesdes : 2 orang
- D3 Keperawatan : 2 orang
- S1 Keperawatan : 0 orang
Perawat Gigi : 1 orang
Perawat Gigi PNS : 1 orang
Perawat Gigi non PNS : 0 orang
Sanitarian/ D3 Kesling : 1/ 0 orang
Petugas Gizi/ D3 Gizi : 1 orang
Farmasi: :  
Apoteker : 1 orang
Apoteker dengan STR dan SIP : 1 orang
Tenaga Teknis Kefarmasian : Orang
Tenaga Teknis Kefarmasian dengan STR
dan SIP : Orang
Analis laboratorium/D3 Laboratorium : 1/1 orang
Juru Imunisasi / juru malaria : 1/0 orang
Tenaga Kesehatan Tradisional    

30
D3 Kesehatan Tradisional   0 orang
D4 Kesehatan Tradisional   0 orang
S1 Kesehatan Tradisional   0 orang
Tenaga Administrasi : 7 orang
Sopir, penjaga : 0 orang
Lain lain (RM) : 1 orang

SARANA KESEHATAN

Rumah Sakit
-Rumah Sakit Pemerintah : 0 buah
-Rumah Sakit Swasta : 0 buah

- Rumah Sakit Bersalin 0 buah


Rumah bersalin : 3 buah
Puskesmas Pembantu : 2 buah

Pondok Kesehatan Desa ( Ponkesdes) 0 buah


Polindes (Pondok Bersalin Desa) : 0 buah
Puskesmas Keliling : 0 buah

Klinik 0 buah

- Klinik Pratama 0 buah

- Klinik Utama 0 buah


Laboratorium : 0 buah

- Laboratorium Kesehatan Daerah 0 buah

- Laboratorium Kesehatan Pratama 0 buah

- Laboratorium Kesehatan Madya 0 buah

- Laboratorium Kesehatan Utama 0 buah

Praktek Dokter Spesialis Swasta 0 orang

Dokter Praktek Mandiri 4 orang


Bidan Praktek Mandiri : 3 orang
Praktek Perawat : 1 orang
Fasyankestrad : 0 orang
Nakestrad Praktek Mandiri : 0 orang

PERAN SERTA MASYARAKAT


Jumlah Dukun Bayi : 0 orang

Jumlah Penyehat Tradisional 0 orang


Jumlah kader Posyandu : 320 orang
Jumlah Kader Poskesdes : 0 orang

31
Jumlah kader Tiwisada : 0 orang

Jumlah Kader Lansia 168 orang

Jumlah Kader Kesehatan Jiwa 24 orang


Jumlah Guru UKS : 55 orang
Jumlah Santri Husada : 0 orang
Jumlah Kelompok Asuhan Mandiri : 0 kelompok
Jumlah Taman Posyandu : 19 Tapos
Jumlah Posyandu Balita : 64 Pos
Jumlah Posyandu Remaja : 0 Pos
Jumlah Posyandu Lansia : 42 Pos
Jumlah Polindes : 6 Pos
Jumlah Poskesdes : 2 Pos

Jumlah Poskeskel 0 Pos


Jumlah Poskestren : 6 Pos
Jumlah Pos UKK ( Upaya Kesehatan Kerja) : 1 Pos
Jumlah Posbindu PTM : 12 Pos
Jumlah Saka Bhakti Husada : 1 SBH
Jumlah Organisasi Masyarakat/LSM peduli
kesehatan : 0 kelompok
Jumlah Panti Asuhan : 0 buah
Jumlah Panti Wreda : 0 buah

Jumlah Panti Sehat 0 buah


Jumlah PAUD : 0 orang
Jumlah Desa/Kelurahan Siaga : 12 desa
Jumlah Desa/Kelurahan Siaga Aktif : 12 desa

32
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal dan
masuk dalam cakupan wilayah puskesmas Sanankulon. Masyarakat yang
memenuhi kriteria inklusi dan lainnya tidak memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 16 reponden:

Tabel 5.1. Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon

Jumlah Orang Persentase (%)


Umur
15-25 tahun 2 13%
26-45 tahun 6 38%
4

33
46-65 tahun 4 25%
>65 tahun 25%
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 59%
Perempuan 6 35%
Pendidikan Terakhir
Tidak tamat SD 2 12.5%
SD 2 12.5%
SMP 6 37.5%
SMA 6 37.5%
Lama Pengobatan
0-2 bulan 4 25%
4-6 bulan 10 62.5%
>6 bulan 2 12.5%

Analisis Univariat
a. Gambaran Stres
Berdasarkan pengumpulan data dari 16 responden yang dikumpulkan
menggunakan kuisioner DASS 42 (Depression Anxietas Stress Scale 42),
maka diperoleh gambaran stres sebagai berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Stres Pada


Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon

Kasus Jumlah Orang Persentase (%)


Tidak Stres 7 44
Stres 9 56
Total 16 100

b. Gambaran Hasil Lama Pengobatan Pasien Tuberkulosis

34
Berdasarkan pengumpulan data dari 16 responden yang dikumpulkan
berdasarkan penilaian lama pengobatan yanng dijalani oleh penderita TB
yang terdaftar dalam buku register TB . Maka diperoleh angka kejadian
TB sebagai berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan


Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Sanankulon

Hasil Lama Pengobatan Tuberkulosis di Jumlah Persentase


Puskesmas Sanankulon Orang (%)
Pengobatan TB Kategori I 14 87.5
Pengobatan TB Kategori II 3 12
Total 16 100

5.2 Pembahasan
Penafsiran dan Pembahasan Temuan Hasil Penelitian
a) Pembahasan Univariat
1. Gambaran Stres

Distribusi Stress pada Responden dengan


Pengobatan TBC di Puskesmas Sanankulon
60 Stress, 56%

50
Tidak Stress, 44%
40

30

20

10

0
Tidak Stress Stress 44 56

35
Gambar 5.1 Diagram Distribusi Stres Pada Pasien Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Sanankulon

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kepada 16 responden


Pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon didapatkan distribusi
yang mengalami stres lebih banyak dibandingkan dengan distribusi yang tidak
mengalami stres. Responden yang mengalami stres sebanyak 9 orang (56%),
dan yang tidak mengalami stres sebanyak 7 orang (44%). Hal ini menunjukkan
bahwa pasien tuberkulosis mengalami stress dalam pengobatan TBC.
Pada penelitian ini responden memiliki tingkat stres yang berbeda-
beda. Dalam penelitian ini responden dikategorikan dalam tingkat normal,
ringan, sedang, berat dan sangat berat. Respoden pada kategori normal
sebanyak 7 orang ( 44%), kategori ringan sebanyak 4 orang ( 25%), kategori
sedang sebanyak 2 orang (13%), kategori berat sebanyak 2 orang (13%), dan
kategori sangat berat sebanyak 1 orang (6%).

Distribusi Tingkat Stress pada Responden dengan


Pengobatan TBC di Puskesmas Sanankulon
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Nomal stress Ringan Stress Sedang Stress Berat Stress Sangat Berat

Gambar 5.2. Diagram Distribusi Tingkat Stres Pasien Tuberkulosis


Paru di Puskesmas Sanankulon

Penyebab terjadinya stres umunya multifactorial. Tingkat stres


penderita TBC yang tergambar pada tabel 6 menunjukkan bahwa dari 2

36
responden (13%) mengalami stres sedang diikuti oleh stress berat, artinya dari
seluruh responden yang menjalani pengobatan hampir setengahnya mengalami
stres ringan. Penderita TBC yang menjalani pengobatan di Puskesmas
Sanankulon Kabupaten Blitar sebagian besar menjalani pengobatan kategori 1
(2-6 bulan) sehingga penderita cukup baik dalam mengontrol stres, karena
pada pengobatan kategori 1 (2-6 bulan) penderita masih punya harapan untuk
bisa sembuh secara total apabila mau minum obat dengan teratur. Menurut
Safaria, (2012) seseorang dikatakan mengalami stres sedang, apabila cukup
baik dalam mengendalikan stres, kemampuan dalam mengenali dan
mengontrol stres cukup baik.27

2. Gambaran Hasil lama Pengobatan Pasien Tuberkulosis di Puskesmas


Sanankulon

Distribusi Responden Berdasarkan Lama


Pengobatan Pasien Tuberkulosis di
Puskesmas Sanankulon

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kategori 1 Kategori 2

Persentase

Gambar 5.3 Diagram Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Pengobatan


Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Sanankulon

37
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan angka hasil lama pengobatan
pasien tuberkulosis di puskesmas Sanankulon menunjukkan bahwa dari 16
responden sebagian besar (87.5%) menjalani pengobatan TBC kategori 1 (2-6
bulan) sedangkan yang lainnya menjalani pengobatan TBC kategori 2
sebanyak 12.5% (7-8 bulan), Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa
mayoritas penderita TBC di Puskesmas Sanankulon adalah penderita dengan
kasus baru sehingga sebagian besar penderita menjalani pengobatan TBC
kategori 1 (2-6 bulan). Pengobatan TBC kategori 1 merupakan program
pengobatan penderita TBC dengan kasus baru, sputum positif, sputum negatif
tapi kelainan parunya luas, TB milier dan sebagainya. Pengobatan dimulai
dengan fase intensif yaitu 2 HRZS (E) obat diberikan setiap hari selama dua
bulan kemudian fase lanjutan 4 H3R3 obat diberikan tiga kali seminggu
selama 4 bulan (Muttaqin, 2008).27

Pengobatan kategori 1 diberikan selama 2-6 bulan, pada tahap ini


penderita TBC harus minum obat secara teratur karena sangat berpengaruh
terhadap kesembuhan penyakitnya. Pengobatan yang gagal akan
menyebabkan kekambuhan dan ketidakberhasilan pengobatan, sehingga
penderita TBC harus melakukan pengobatan ulang dengan waktu yang lebih
lama yaitu pengobatan kategori 2 (7-8 bulan), jika kategori 2 (7-8 bulan) ini
gagal pengobatan bisa berlanjut pada kategori 3 (> 8 bulan). HE pada
penderita TBC yang menjalani pengobatan sangat penting, tujuannya untuk
memberikan pengetahuan tentang fungsi dan dampak keteraturan minum
obat serta kontrol tepat waktu, dimana hal ini dapat berpengaruh terhadap
lama pengobatan TBC. Lama pengobatan TBC adalah Jangka waktu
penderita TB paru melakukan pengobatan yang bertujuan untuk mencegah
kekambuhan, resistensi terhadap OAT, memutuskan mata rantai penularan,
serta kematian (Muttaqin, 2008). 27

Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa lama pengobatan


TBC mempengaruhi tingkat stres penderita TBC. Semakin lama pengobatan
TBC maka semakin berat tingkat stres penderita TBC. Penderita TBC bosan
harus minum obat dalam jumlah banyak setiap hari dengan waktu yang cukup
lama. Selain itu efek obat yang ditimbulkan sangat mengganggu aktivitas

38
sehari-hari penderita seperti: pusing, dan sulit tidur sehingga apabila keadaan
ini berlangsung lama maka penderita TBC akan stres. Menurut Syam (2013),
TBC dapat sembuh bila dilakukan pengobatan secara teratur selama 6-8 bulan,
karena pengobatan memerlukan waktu yang lama maka penderita TBC sangat
mungkin mengalami stres.27

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Simpulan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Penderita TBC di Puskesmas Sanankulon Kabupaten Blitar sebagian besar sedang


menjalani pengobatan kategori 1.
2. Penderita TBC di Puskesmas Sanankulon Kabupaten Blitar hampir setengahnya
mengalami stres Ringan diikuti oleh stress Ringan dan Stress Berat

6.2 Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
faktor lain yang berhubungan dengan tingkat stres penderita TBC sehingga dapat
melengkapi hasil penelitian ini.
2. Bagi responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi
penderita TBC untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya minum obat secara
teratur sehingga penderita TBC tidak mengalami stres dalam menjalani pengobatan.
3. Bagi tempat penelitian

39
Dibutuhkan peningkatan mutu pelayanan khususnya manajemen stres atau
pengendalian stress sehingga dapat mengurangi tingkat stres penderita TBC yang
menjalani pengobatan di Puskesmas Sanankulon berupa penyuluhan atau
kegiatan yang produktif.

DAFTAR PUSTAKA

1. N K, Raghavendra, Jallgidad K. Study of Prevalence of Cor Pulmonale in Patients


with Pulmonary Tuberculosis with Reference to ECG , Echocardiographic Changes
and Radiological Extent of the Disease. Int J Med Res. 2016;1(3):27–9. 2
2. Wahyuningsih E. Pola Klinik Tuberkulosis Paru di RSUP Dr. Kariadi Semarang
Periode Juli 2012Agustus 2013 [Internet]. Universitas Diponegoro; 2014. Available
from: http://eprints.undip.ac.id/44615/
3. WHO. 10 Facts on Tuberculosis. 2016;(October 2016). Available from:
http://www.who.int/features/factfiles/t uberculosis/en/#
4. WHO. Global Tuberculosis Report 2016. 2016.
5. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Katalog Dalam Terbitan : Kementerian
Kesehatan Nasional. 2014.
6. CDC. Tuberculosis Elimination. Basic TB facts [Internet]. 2011;1–2. Available from:
http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/def ault.htm
7. May M, Aliflamra I, Wati YR, Rahimah SB. Hubungan Lama Pengobatan dengan
Tingkat Stres pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Al – Ihsan Kabupaten

40
Bandung Periode Maret – Mei 2016 The Relationship Between Duration of Treatment
with Stress Levels In Pulmonary Tuberculosis Patient at The General Ho. 2020;
8. Nahda ND. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Depresi pada Pasien
TB di RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Universitas Diponegoro; 2020.
9. WHO. Tuberculosis. 2016; Available from: http://www.who.int/mediacentre/facts
heets/fs104/en/#
10. Hendrik, Perwitasari DA, Mulyani UA, Thobari JA. Pengukuran Kualitas Hidup
Pasien Tuberkulosis Menggunakan St George Respiratory Questionnaire (SGRQ) di
Yogyakarta. Pros Semin Nas Peluang Herb sebagai Altern Med. 2015;28–34.
11. Arifah TN. Gambaran Kualitas Hidup pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung [Internet]. Universitas
Pendidikan Indonesia; 2015. Available from: http://repository.upi.edu/18615/
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional penanggulangan
Tuberkulosis, Jakarta: 2006.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit Dalam Fakultas
Kedoktern UI, Jakarta: 2006.Tuberkulosis causes, symptoms, treatment and prevention.
www.emedicinehealth.com/tuberkulosis/page3_em.htm. Diakses 5/10/2020University of
Maryland Medical Center. Pulmonary Tuberkulosis.
www.umm.edu/ency/artcle/000077.htm. Diakses 5/10/2020.
13. World Health Organization. Tuberkulosis Facts 2007. http://www.who.int/TB/en/.
Diakses 3 Agustus 2020 .
14. Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Indonesia.
Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara Terpadu. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2006.
15. Bello SI, Itiola OA. (2010). DrugAdherence amongst tuberculosis patients in the
University of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology: 4(3),p 109-114.
16. Adane AA, Alene KA, Koye DN, Zeleke BM. (2013). Nonadherence to Anti-
Tuberculosis Treatments and Determinant Factors among patients with Tuberculosis in
Northwest Ethiopia. PLoS ONE 8(11): e78791.
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia
2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

41
18. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.
19. Murni, Arina Widya. Gangguan Psikosomatik Saluran Cerna. Dalam: Editor Sudoyo
AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2014.
hlm. 3585-3591
20. Murni, Arina Widya. Gangguan Psikosomatik Saluran Cerna. Dalam: Editor Sudoyo
AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2014.
hlm. 3585-3591
21. Budihalim, S, Mujadid E. Kedokteran Psikosomatik Pandangan Dari Sudut Ilmu
Penyakit Dalam: Editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam; 2014. hlm.3566-3568
22. Mujaddid E, Shatri Hamzah. Gangguan Psikosomatik : Editor Gambaran Umum dan
Patofisiologinya. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam; 2014. hlm.3569-3573
23. Budihalim S, Sukatman D, Mujaddid E. Ketidakseimbangan Vegetatif. Dalam: Editor
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S,. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam; 2014. hlm. 3574-3577
24. Chilyatiz Zahroh, Subai’ah. HUBUNGAN LAMA PENGOBATAN TBC DENGAN
TINGKAT STRES PENDERITA TBC DI PUSKESMAS TAMBELANGAN
KABUPATEN SAMPANG. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 9, No. 2, Agustus 2016, hal
138-145.file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/175-Article%20Text-294-1-10-
20181026.pdf. Diakses: 5 November 2020

42
LAMPIRAN

INFORMED CONSENT / LEMBAR PERSETUJUAN

Assalamualaikum Wr.Wb.
Peneliti : dr. Hikmatul Paramitha Zalda
Selaku : Dokter Internship di Puskesmas Sanankulon
Kami selaku dokter dan peneliti dari Puskesmas Sanankulon akan melakukan
penelitian yang berjudul “Angka Kejadian Tingkat Stress Yang Mempengaruhi Kualitas
Hidup Pasien TB di PKM Sanankulon
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui TINGKAT STRESS PADA PASIEN
DENGAN LAMANYA PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
SANANKULON. Oleh karena itu, peneliti meminta kesediaan bapak/ibu/ saudara-saudari
untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada kuisioner terlampir untuk disertakan
dalam data penelitian terlampir untuk disertakan dalam data penelitian. Adapun data individu
dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan. Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Tinggal di Asrama/ Kost / Rumah *

43
Alamat :
Dengan ini menyatakan SETUJU / MENOLAK untuk menjawab pertanyaan pada kuisioner
yang tertera untuk disertakan ke dalam data penelitian.
Blitar, 2020
Responden

(…………………………………….)

*Coret yang tidak perlu

IDENTITAS KORESPONDEN

NAMA :

USIA :

ALAMAT :

PEKERJAAN : PILIH SALAH SATU

1. Tidak bekerja
2. Mahasiswa
3. PNS
4. Wiraswasta
5. Buruh
6. Pedagang
7. Sekolah
8. Lainnya…
STATUS PERNIKAHAN : Belum Menikah / Menikah

PENDIDIKAN TERAKHIR : PILIH SALAH SATU

1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. SD

44
4. SMP
5. SMA
6. PERGURUAN TINGGI
Gaji per bulan : PILIH SALAH SATU

1. Rp > Rp. 2.000.000


2. Rp. 1.000.000- 1.500.000
3. Rp < 1.000.000
Memiliki Riwayat TB SEBELUMNYA: YA / TIDAK

LAMA PENGOBATAN TB :

Kategori Obat :

BB saat ini : Tinggi badan :

TES DASS
Petunjuk Pengisian
Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari.Terdapat
empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.

1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.

2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering.

3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.

Selanjutnya, Bapak/Ibu/Saudara Saudara diminta untuk menjawab dengan cara


memberi tanda ceklis (V) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman
Saudara selama satu minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun
salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri Saudara yang sesungguhnya, yaitu
berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran Saudara.

No PERNYATAAN 0 1 2 3
Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal
1
sepele.
2 Saya merasa bibir saya sering kering.
3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif.
4 Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali
terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak

45
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).
Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu
5
kegiatan.
6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.
7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).
8 Saya merasa sulit untuk bersantai.
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang
9 membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa
sangat lega jika semua ini berakhir.
Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa
10
depan.
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.
Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk
12
merasa cemas.
13 Saya merasa sedih dan tertekan.
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).
15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.
No PERNYATAAN 0 1 2 3
16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.
Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang
17
manusia.
18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan
19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.
20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.
21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.
22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.
23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.
Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal
24
yang saya lakukan.
Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak
25 sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak
jantung meningkat atau melemah).
26 Saya merasa putus asa dan sedih.
27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.
28 Saya merasa saya hampir panik.
Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat
29
saya kesal.
Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas
30
sepele yang tidak biasa saya lakukan.
31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.

46
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan
32
terhadap hal yang sedang saya lakukan.
33 Saya sedang merasa gelisah.
34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.
Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
35
saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
36 Saya merasa sangat ketakutan.
37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.
NO PERNYATAAN 0 1 2 3
39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.
Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin
40
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.
41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).
Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
42
melakukan sesuatu.

47

Anda mungkin juga menyukai