Disusun Oleh :
dr. Hikmatul Paramitha Zalda
Dokter Pendamping :
dr Nunik Chrusniati Susanah
dr Arne Putri Margiani
dr. Evi Rossalina
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan
rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan Mini Project
Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon tahun 2020 ini dengan baik
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Evi
Rossalina selaku pendamping dokter internsip Puskesmas Sanankulon beserta staf puskesmas
Sanan kulon yang membantu kami menyelesaikan Mini Project ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang sempurna.Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar
kedepannya kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini. Kami berharap agar
laporan kasus yang kami tulis ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-
baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Sanankulon, 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................................3
1.4. Manfaat Penulisan...............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis……………………………………………………………...3
2.1. Definisi................................................................................................3
2.2. Epidemiologi.......................................................................................3
2.3. Etiologi................................................................................................3
2.4. Patogenesis..........................................................................................4
2.4.1. Tuberkulosis Primer.......................................................................4
2.4.2. Tuberkulosis Post Primer...............................................................4
2.5. Klasifikasi...........................................................................................5
2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena..................................................5
2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium.......................................5
2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya.............................6
2.6. Diagnosis.............................................................................................6
2.6.1. Gambaran Klinis............................................................................6
2.6.2. Pemeriksaan Fisik..........................................................................7
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium............................................................8
2.6.4. Pemeriksaan Radiologi...................................................................8
2.7. Penatalaksanaan................................................................................11
2.8. Evaluasi Pengobatan.........................................................................13
2.8.1. Evaluasi Klinis.............................................................................13
2.8.2. Evaluasi Bakteriologi...................................................................13
2.8.3. Evaluasi Radiologi.......................................................................13
2.9. Komplikasi........................................................................................14
Stress……………..………………………………………….......................15
iii
2.10 Definisi………………………………………………………….… 15
2.11 Penyebab Stress/ Stressor……………………….……………….…16
2.12 Tahapan Stress……………………………………………..…….…17
2.13 Patofisiologi………………………………………………..…….…18
2.14 Gejala……………………………………………………………….20
2.15 Penatalaksanaan…………………………………………………….20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….40
LAMPIRAN………………………………………………………………43
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
2. Tujuan Khusus
1. Diketahui gambaran angka kejadian tuberkulosis paru di puskesmas
Sanankulon pada bulan sepetember- oktober 2020.
2. Diketahui gambaran stres pada pasien dengan tuberkulosis paru di
puskesmas Sanankulon pada bulan sepetember- oktober 2020.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A TUBERKULOSIS
2.1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.12
2.2. Epidemiologi
Hingga saat ini, TB masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.
Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun 1993,
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di
dunia penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995
diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta
orang. Di negara-negara berkembang, kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara
berkembang 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun).12,13
Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai kesembuhan yang
ada. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat
ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar
88.000 kematian setiap tahunnya. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokan kedalam 3 wilayah, yaitu :2
1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk
2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk
3. Wilayah Indonesia timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk
2.3. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri
ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Ukuran panjang sekitar 1 – 4 µm dan lebar 0,3 – 0,6 µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan
3
lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat,
kompleks waxes, trehalosa dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam
virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida
seperti arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam.1,3
2.4. Patogenesis
2.4.1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk fokus primer. Fokus primer ini mungkin akan timbul
dibagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari fokus primer akan
tampak peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus
primer bersama-sama dengan limfangitis regional disebut dengan kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu dari di bawah ini :2
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan
sarang perkapuran di hilus.
3. Menyebar dengan cara :
- Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya.
- Bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya atau
tertelan
- Hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah,
dan virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis.
Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, adrenal, genital, dan sebagainya.
4
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil yang akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :2
1. Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk perkejuan
dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonia meluas dan membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan kaseosa keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
2.5. Klasifikasi
2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain.4
5
2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA postif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat
2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.4
2.6. Diagnosis
2.6.1. Gambaran klinis
Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan, yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik.5,6
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk > 3 minggu/ batuk darah
- Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru. Batuk
baru akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari
terangsangnya bronkus yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan,
batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk
ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.
- Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya batuk darah
tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah tidak selalu
terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda
perluasan proses tuberkulosis paru. Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan
terdapatnya kavitas pada paru.
6
b. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB
paru dengan efusi pleura yang massif, atau TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang
mendasarinya.
c. Nyeri dada
Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan pleura yang
kaya akan persyarafan. Kadang-kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga
disebabkan regangan otot karena batuk.
2. Gejala sistemik, meliputi :5,6
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi, kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas
c. Anoreksia dan penurunan berat badan
- Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan sehingga membuat badan penderita makin
kurus (penurunan berat badan).
7
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) :6,7
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
- P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) :6,7
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
- Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah kuman
yang ditemukan.
- Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
- Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).
8
pleural dan pasien yang mengalami batuk berdarah berat untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan
di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Dapat
ditemukan juga kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran
fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.7,8
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis TB paru adalah
foto toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan radiologis tuberkulosis paru menurut
klasifikasi The National Tuberkulosis Assosiation of the USA (1961) adalah sebagai berikut:8
1. Minimal lesion
- Infiltrat kecil tanpa kaverne
- Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
- Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi, tidak lebih dari
luas antara pesendian chondrosternal kedua sampai corpus vertebra torakalis V (kurang
dari 2 sela iga).
2. Moderately advanced lesion
Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut :
- Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah paru
- Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume sebelah paru
- Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm.
3. Far advanced lesion
Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced lesion atau
ada kavernae yang sangat besar.
9
Tersangka penderita TBC
(suspek TBC)
10
2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :7,9
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang
cukup, dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
11
Panduan OAT dan kategorinya :7,9,10
1. Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif.
- Pasien TB ekstra paru.
9
Tabel 2.2
9
Tabel 2.3
10
Tabel 2.4
12
3. OAT sisipan (HRZE)7,10
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
2.9. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
akan timbul adalah10
1. Batuk darah.
2. Pneumotoraks.
3. Gagal nafas.
14
4. Efusi pleura.
B STRES
Secara umum stres sebenarnya memberikan pengertian, gangguan psikosomatik.
Definisi gangguan psikosomatik menurut JC Heinroth adalah gangguan atau penyakit
yang ditandai oleh keluhan-keluhan psikis dan somatik yang merupakan kelainan
fungsional suatu organ dengan ataupun tanpa gejala objektif dan dapat pula bersamaan
dengan kelainan organik/struktural yang berkaitan dengan stressor atau peristiwa
psikososial tertentu.22,23
Hal ini dibuktikan pada penelitian yaitu Pavlov terkenal dengan percobaan anjing,
conditioned reflex. Canon, pada bintang,didapatkan adanya perubahan pada mukosa
lambung dalam keadaan emosi. 22
Oleh sebab itu, Istilah stres bisa diartikan sebagai stress fisis maupun stres fisik atau
lingkungan psikis. Tetapi secara umum dan popular yang dimaksud stres diartikan
sebagai stres psikis. Sehingga tidak jarang dalam praktek kedokteran istilah stres
cenderung digunakan sebagai suatu diagnosis. Pada kenyataannya di klinik jarang sekali
faktor psikis/emosi seperti frustasi, konflik, ketegangan, dan sebaginya dikemukakan
sebagai keluhan utama oleh pasien, justru keluhan somatik yang beraneka ragam yang
ditonjolkan oleh pasien. 23
15
Alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor
(perubahan) dengan baik.
The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah
mencapai/melampui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat
timbul gejala-gejala psikis dan somatik.
Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik
tampak dengan jelas.
Menurut pengertian diatas tampak bahwa reaksi psikis dan somatik akan
muncul pada tahap reaksi psikis dan somatik akan muncul pada tahap dimana
respons terhadap situasi stress melampaui titik pertahanan tubuh.23
Baik dari sudut pandang kedokteran maupun psikologis, dalam keadaan stres
terjadi perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis, dan lain-lain reksti tubuh
disamping adanya proses adaptasi. Pada saat perubahan itu sudah mengganggu
fungsi psikis dan somatik, timbul keadaan yang disebut distres, yang secara klinis
merupakan gangguan psikosomatik.23
16
Contohnya adalah seperti konflik dengan teman, konflik dengan kekasih, konflik
dengan atasan, dsb.
4) Masalah dengan pekerjaan
Contohnya adalah seperti mutasi, PHK, pensiun, penurunan atau pencabutan
jabatan, pendidikan akademik, dsb
5) Lingkungan hidup
Contohnya adalah seperti pemukiman rawan kriminalitas, lingkungan yang
bising, lingkungan yang tidak harmonis antar tetangga, dsb
6) Keuangan
Contohnya adalah seperti terbelit hutang, kebangkrutan, masalah pembagian
warisan, dsb
7) Faktor keluarga
Contohnya adalah seperti hubungan yang dingin antara orang tua dan anak, orang
tua yang jarang dirumah dan tidak memiliki waktu untuk anak, dsb.
2.13 Patofisiologi
18
Walaupun patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan
gangguan psikis/emosi belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah terdapat
banyak bukti dari hasil penelitian para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan
psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikomatik ternyata dapat diikuti
oleh perubahan-perubahan fisiologi dan biokemis pada tubuh seseorang. Perubahan
fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf autonom
vegetatif, sistem endokrin, dan sistem imun.23
19
Hormone yang berperan antara lain growth hormone prolactin, ACTH, (kortisol), dan
katekolamin.
2.14 Gejala
Gejala stress umumnya adalah sering sakit kepala, sakit rahang, gemetar,
kejang otot, pusing, sering berkeringat dingin, mulut kering, timbul ruam, gatal-gatal,
mulas, sakit perut, mual, perut rasa penuh setelah makan, sembelit, diare, mudah
marah, kesulitan bernafas, nyeri dada,palpitasi, nadi cepat,sering buang air kecil,
kelebihan kecemasan, khawatir, rasa bersalah, kegelisahan, peningkatan kemarahan,
frustasi, permusuhan, depresi, perubahan suasana hati, peningkatan atau penurunan
nafsu makan, insomnia, mimpi buruk, mimpi mengganggu, kesulitan berkonsentrasi,
dan pikiran kacau.222,23,24,25
2.15 Penatalaksanaan
Dalam penanganan mengurangi stres dapat dilakukan berbagai cara. Salah
satunya sebagai berikut23,25:
1) Psikoterapi
20
Psikoterapi merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan dengan cara
memberikan edukasi dan saran agar dapat mengurangi atau mengatasi stress dan
faktor pencetus yang dihadapinya
2) Pendekatan psikosomatik
Pendekatan psikosomatik merupakan suatu pendekatan yang dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek fisik, psikososial, dan lingkungan.
Melakukan kegiatan relaksasi /meditasi (seperti melakukan yoga, senam aerobic,
berdoa/beribadah,akupuntur, tai chi, dsb)
Melakukan diet yang cukup bermanfaat yaitu dengan menghindari makanan yang
dapat mencetuskan gejala-gejala.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil. Sampel dalam
penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis penyakit tuberkulosis paru
di Puskesmas Sanankulon tahun 2020. Penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel consecutive sampling, yaitu semua subyek yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimasukkan ke dalam penelitian.
22
3.4.1 Kriteria Inklusi
23
foto toraks a
u
positif, dan l
TB ekstra
paru.
(Depkes RI,
2006)
Variabel independen
Str kuisioner yang sudah Wawan Kuesion 0.Tidak Stress O
ess dibakukan dari cara er dari 1 stress r
DASS (Depression DASS d
Anxiety Stress (Depres i
Scale). sion n
mengelompokan Anxiety a
hasil penghitungan Stress l
nilai tersebut sebagai Scale).
berikut:
Keterangan:
24
Data diambil dari buku register pasien TB paru puskesmas Sanankulon ,
pencatatan dilakukan berdasarkan umur, jenis kelamin, alamat, gejala klinis, hasil
pemeriksaan laboratorium yang dapat didukung dengan hasil foto rontgen, serta lama
pengobatan OAT serta lembar kuisioner DASS yang telah diisi oleh responden.
25
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS SANANKULON
Kecamatan : Sanankulon
Kabupaten : Blitar
Tahun : 2019
Batas Wilayah
- Barat : Kec.Ponggok dan Kec. Srengat
- Utara : Kec. Ponggok dan Kec. Nglegok
- Timur : Kota Blitar
- Selatan : Kec. Kademangan
1. Luas Wilayah : 33,33 Km2
- Dataran Rendah : 100%
26
- Dataran Tinggi : 0%
4.3 Kependudukan
27
Laki laki : 28.144 orang
Perempuan : 28.122 orang
Piramida Penduduk
28
Jumlah Pasangan Usia Subur : 12.459 pasang
PENDIDIKAN
JUMLAH SEKOLAH : buah
Taman Kanak-kanak : 40 buah
SD / MI/ sederajat : 45 buah
SMP / MT /sederajat : 7 buah
SMU / MA : 3 buah
Akademi : buah
Perguruan Tinggi : buah
Jumlah Pondok Pesantren (Ponpes) : buah
JUMLAH MURID : murid
Taman Kanak-kanak : murid
2324/1564
SD / MI kelas 1-6 : murid
351 / 331
SD/MI kelas 1 : murid
1760 / 534
SLTP / MTs : murid
SMU / MA : 590/ 31 murid
Akademi : mahasiswa
Perguruan Tinggi : mahasiswa
Santri Pondok Pesantren : santri
DATA KHUSUS
DERAJAT KESEHATAN
Jumlah Kematian Ibu : 1 orang
Jumlah Kematian Perinatal : 2 orang
Jumlah Kematian Neonatal : 3 orang
Jumlah Lahir Mati : 6 orang
Jumlah Lahir Hidup : 787 orang
Jumlah Kematian Bayi : 1 orang
Jumlah Kematian Anak Balita : 0 orang
KETENAGAAN
Jumlah tenaga di Puskesmas : 37 orang
Dokter : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan PPGD : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan ATLS/ACLS : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan Poned : 0 orang
29
Dokter dengan STR dan SIP : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan Jiwa : 0 orang
Dokter gigi : 1 orang
Dokter gigi dengan STR dan SIP : 1 orang
Dokter gigi PNS 1 orang
Dokter gigi non PNS 0 orang
Sarjana Kesehatan Masyarakat : orang
Bidan : 13 orang
Bidan di Puskesmas : 2 orang
Bidan di Pustu : 3 orang
Bidan di Ponkesdes/Desa : 2 orang
P2B : 2 orang
D3 Kebidanan : 3 orang
Bidan dengan Pelatihan APN : Orang
Bidan dengan Pelatihan BBLR : Orang
Bidan dengan Pelatihan Poned : Orang
Bidan dengan STR dan SIB : 13 orang
Perawat Kesehatan : 8 orang
Perawat di Puskesmas : 4 orang
Perawat di Pustu : 2 orang
SPK : 0 orang
D3 Keperawatan : 7 orang
S1 Keperawatan : 1 orang
Perawat dengan Pelatihan PPGD : Orang
Perawat dengan STR dan SIPP : 7 orang
Perawat dengan Pelatihan jiwa : 1 orang
Jumlah Perawat Ponkesdes : 2 orang
- D3 Keperawatan : 2 orang
- S1 Keperawatan : 0 orang
Perawat Gigi : 1 orang
Perawat Gigi PNS : 1 orang
Perawat Gigi non PNS : 0 orang
Sanitarian/ D3 Kesling : 1/ 0 orang
Petugas Gizi/ D3 Gizi : 1 orang
Farmasi: :
Apoteker : 1 orang
Apoteker dengan STR dan SIP : 1 orang
Tenaga Teknis Kefarmasian : Orang
Tenaga Teknis Kefarmasian dengan STR
dan SIP : Orang
Analis laboratorium/D3 Laboratorium : 1/1 orang
Juru Imunisasi / juru malaria : 1/0 orang
Tenaga Kesehatan Tradisional
30
D3 Kesehatan Tradisional 0 orang
D4 Kesehatan Tradisional 0 orang
S1 Kesehatan Tradisional 0 orang
Tenaga Administrasi : 7 orang
Sopir, penjaga : 0 orang
Lain lain (RM) : 1 orang
SARANA KESEHATAN
Rumah Sakit
-Rumah Sakit Pemerintah : 0 buah
-Rumah Sakit Swasta : 0 buah
Klinik 0 buah
31
Jumlah kader Tiwisada : 0 orang
32
BAB V
33
46-65 tahun 4 25%
>65 tahun 25%
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 59%
Perempuan 6 35%
Pendidikan Terakhir
Tidak tamat SD 2 12.5%
SD 2 12.5%
SMP 6 37.5%
SMA 6 37.5%
Lama Pengobatan
0-2 bulan 4 25%
4-6 bulan 10 62.5%
>6 bulan 2 12.5%
Analisis Univariat
a. Gambaran Stres
Berdasarkan pengumpulan data dari 16 responden yang dikumpulkan
menggunakan kuisioner DASS 42 (Depression Anxietas Stress Scale 42),
maka diperoleh gambaran stres sebagai berikut:
34
Berdasarkan pengumpulan data dari 16 responden yang dikumpulkan
berdasarkan penilaian lama pengobatan yanng dijalani oleh penderita TB
yang terdaftar dalam buku register TB . Maka diperoleh angka kejadian
TB sebagai berikut :
5.2 Pembahasan
Penafsiran dan Pembahasan Temuan Hasil Penelitian
a) Pembahasan Univariat
1. Gambaran Stres
50
Tidak Stress, 44%
40
30
20
10
0
Tidak Stress Stress 44 56
35
Gambar 5.1 Diagram Distribusi Stres Pada Pasien Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Sanankulon
36
responden (13%) mengalami stres sedang diikuti oleh stress berat, artinya dari
seluruh responden yang menjalani pengobatan hampir setengahnya mengalami
stres ringan. Penderita TBC yang menjalani pengobatan di Puskesmas
Sanankulon Kabupaten Blitar sebagian besar menjalani pengobatan kategori 1
(2-6 bulan) sehingga penderita cukup baik dalam mengontrol stres, karena
pada pengobatan kategori 1 (2-6 bulan) penderita masih punya harapan untuk
bisa sembuh secara total apabila mau minum obat dengan teratur. Menurut
Safaria, (2012) seseorang dikatakan mengalami stres sedang, apabila cukup
baik dalam mengendalikan stres, kemampuan dalam mengenali dan
mengontrol stres cukup baik.27
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kategori 1 Kategori 2
Persentase
37
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan angka hasil lama pengobatan
pasien tuberkulosis di puskesmas Sanankulon menunjukkan bahwa dari 16
responden sebagian besar (87.5%) menjalani pengobatan TBC kategori 1 (2-6
bulan) sedangkan yang lainnya menjalani pengobatan TBC kategori 2
sebanyak 12.5% (7-8 bulan), Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa
mayoritas penderita TBC di Puskesmas Sanankulon adalah penderita dengan
kasus baru sehingga sebagian besar penderita menjalani pengobatan TBC
kategori 1 (2-6 bulan). Pengobatan TBC kategori 1 merupakan program
pengobatan penderita TBC dengan kasus baru, sputum positif, sputum negatif
tapi kelainan parunya luas, TB milier dan sebagainya. Pengobatan dimulai
dengan fase intensif yaitu 2 HRZS (E) obat diberikan setiap hari selama dua
bulan kemudian fase lanjutan 4 H3R3 obat diberikan tiga kali seminggu
selama 4 bulan (Muttaqin, 2008).27
38
sehari-hari penderita seperti: pusing, dan sulit tidur sehingga apabila keadaan
ini berlangsung lama maka penderita TBC akan stres. Menurut Syam (2013),
TBC dapat sembuh bila dilakukan pengobatan secara teratur selama 6-8 bulan,
karena pengobatan memerlukan waktu yang lama maka penderita TBC sangat
mungkin mengalami stres.27
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Simpulan dari hasil penelitian ini adalah:
6.2 Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
faktor lain yang berhubungan dengan tingkat stres penderita TBC sehingga dapat
melengkapi hasil penelitian ini.
2. Bagi responden Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi
penderita TBC untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya minum obat secara
teratur sehingga penderita TBC tidak mengalami stres dalam menjalani pengobatan.
3. Bagi tempat penelitian
39
Dibutuhkan peningkatan mutu pelayanan khususnya manajemen stres atau
pengendalian stress sehingga dapat mengurangi tingkat stres penderita TBC yang
menjalani pengobatan di Puskesmas Sanankulon berupa penyuluhan atau
kegiatan yang produktif.
DAFTAR PUSTAKA
40
Bandung Periode Maret – Mei 2016 The Relationship Between Duration of Treatment
with Stress Levels In Pulmonary Tuberculosis Patient at The General Ho. 2020;
8. Nahda ND. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kejadian Depresi pada Pasien
TB di RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Universitas Diponegoro; 2020.
9. WHO. Tuberculosis. 2016; Available from: http://www.who.int/mediacentre/facts
heets/fs104/en/#
10. Hendrik, Perwitasari DA, Mulyani UA, Thobari JA. Pengukuran Kualitas Hidup
Pasien Tuberkulosis Menggunakan St George Respiratory Questionnaire (SGRQ) di
Yogyakarta. Pros Semin Nas Peluang Herb sebagai Altern Med. 2015;28–34.
11. Arifah TN. Gambaran Kualitas Hidup pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung [Internet]. Universitas
Pendidikan Indonesia; 2015. Available from: http://repository.upi.edu/18615/
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional penanggulangan
Tuberkulosis, Jakarta: 2006.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit Dalam Fakultas
Kedoktern UI, Jakarta: 2006.Tuberkulosis causes, symptoms, treatment and prevention.
www.emedicinehealth.com/tuberkulosis/page3_em.htm. Diakses 5/10/2020University of
Maryland Medical Center. Pulmonary Tuberkulosis.
www.umm.edu/ency/artcle/000077.htm. Diakses 5/10/2020.
13. World Health Organization. Tuberkulosis Facts 2007. http://www.who.int/TB/en/.
Diakses 3 Agustus 2020 .
14. Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Indonesia.
Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara Terpadu. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2006.
15. Bello SI, Itiola OA. (2010). DrugAdherence amongst tuberculosis patients in the
University of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology: 4(3),p 109-114.
16. Adane AA, Alene KA, Koye DN, Zeleke BM. (2013). Nonadherence to Anti-
Tuberculosis Treatments and Determinant Factors among patients with Tuberculosis in
Northwest Ethiopia. PLoS ONE 8(11): e78791.
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia
2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
41
18. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.
19. Murni, Arina Widya. Gangguan Psikosomatik Saluran Cerna. Dalam: Editor Sudoyo
AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2014.
hlm. 3585-3591
20. Murni, Arina Widya. Gangguan Psikosomatik Saluran Cerna. Dalam: Editor Sudoyo
AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2014.
hlm. 3585-3591
21. Budihalim, S, Mujadid E. Kedokteran Psikosomatik Pandangan Dari Sudut Ilmu
Penyakit Dalam: Editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam; 2014. hlm.3566-3568
22. Mujaddid E, Shatri Hamzah. Gangguan Psikosomatik : Editor Gambaran Umum dan
Patofisiologinya. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam; 2014. hlm.3569-3573
23. Budihalim S, Sukatman D, Mujaddid E. Ketidakseimbangan Vegetatif. Dalam: Editor
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi l, Simibrata M, Setiati S,. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam; 2014. hlm. 3574-3577
24. Chilyatiz Zahroh, Subai’ah. HUBUNGAN LAMA PENGOBATAN TBC DENGAN
TINGKAT STRES PENDERITA TBC DI PUSKESMAS TAMBELANGAN
KABUPATEN SAMPANG. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 9, No. 2, Agustus 2016, hal
138-145.file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/175-Article%20Text-294-1-10-
20181026.pdf. Diakses: 5 November 2020
42
LAMPIRAN
Assalamualaikum Wr.Wb.
Peneliti : dr. Hikmatul Paramitha Zalda
Selaku : Dokter Internship di Puskesmas Sanankulon
Kami selaku dokter dan peneliti dari Puskesmas Sanankulon akan melakukan
penelitian yang berjudul “Angka Kejadian Tingkat Stress Yang Mempengaruhi Kualitas
Hidup Pasien TB di PKM Sanankulon
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui TINGKAT STRESS PADA PASIEN
DENGAN LAMANYA PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
SANANKULON. Oleh karena itu, peneliti meminta kesediaan bapak/ibu/ saudara-saudari
untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada kuisioner terlampir untuk disertakan
dalam data penelitian terlampir untuk disertakan dalam data penelitian. Adapun data individu
dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan. Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Tinggal di Asrama/ Kost / Rumah *
43
Alamat :
Dengan ini menyatakan SETUJU / MENOLAK untuk menjawab pertanyaan pada kuisioner
yang tertera untuk disertakan ke dalam data penelitian.
Blitar, 2020
Responden
(…………………………………….)
IDENTITAS KORESPONDEN
NAMA :
USIA :
ALAMAT :
1. Tidak bekerja
2. Mahasiswa
3. PNS
4. Wiraswasta
5. Buruh
6. Pedagang
7. Sekolah
8. Lainnya…
STATUS PERNIKAHAN : Belum Menikah / Menikah
1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. SD
44
4. SMP
5. SMA
6. PERGURUAN TINGGI
Gaji per bulan : PILIH SALAH SATU
LAMA PENGOBATAN TB :
Kategori Obat :
TES DASS
Petunjuk Pengisian
Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan
pengalaman Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari.Terdapat
empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering.
No PERNYATAAN 0 1 2 3
Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal
1
sepele.
2 Saya merasa bibir saya sering kering.
3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif.
4 Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali
terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak
45
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).
Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu
5
kegiatan.
6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.
7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).
8 Saya merasa sulit untuk bersantai.
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang
9 membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa
sangat lega jika semua ini berakhir.
Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa
10
depan.
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.
Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk
12
merasa cemas.
13 Saya merasa sedih dan tertekan.
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).
15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.
No PERNYATAAN 0 1 2 3
16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.
Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang
17
manusia.
18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan
19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.
20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.
21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.
22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.
23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.
Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal
24
yang saya lakukan.
Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak
25 sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak
jantung meningkat atau melemah).
26 Saya merasa putus asa dan sedih.
27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.
28 Saya merasa saya hampir panik.
Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat
29
saya kesal.
Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas
30
sepele yang tidak biasa saya lakukan.
31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.
46
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan
32
terhadap hal yang sedang saya lakukan.
33 Saya sedang merasa gelisah.
34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.
Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
35
saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
36 Saya merasa sangat ketakutan.
37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.
NO PERNYATAAN 0 1 2 3
39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.
Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin
40
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.
41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).
Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
42
melakukan sesuatu.
47