Anda di halaman 1dari 34

EVALUASI CAKUPAN PENJARINGAN DETEKSI SUSPEK TB PARU DI

DESA SEKOTONG TENGAH PADA WILAYAH PUSKESMAS


SEKOTONG

TAHUN 2021

Disusun oleh :

dr. Penasti Khairunnisa’

Pembimbing :

dr. Fairuz Syahfi’ Imam

PEMERINTAH LOMBOK BARAT

DINAS KESEHATAN

PUSKESMAS SEKOTONG

TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga laporan evaluasi program yang berjudul
“EVALUASI CAKUPAN PENJARINGAN DETEKSI SUSPEK TB PARU DI DESA
SEKOTONG TENGAH PADA WILAYAH PUSKESMAS SEKOTONG TAHUN 2021
“ dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Tidak lupa ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan evaluasi program. Ucapan terimakasih terutama kepada:

1. dr Fairuz Syahfi’ Imam sebagai pembimbing, yang telah meluangkan waktunya


untuk membantu menyelesaikan evaluasi program ini.
2. Drg.I Nyoman Adnyana Putra sebagai Kepala Puskesmas Sekotong yang telah
memberi kesempatan untuk melakukan evaluasi program ini di Puskesmas
Sekotong. Serta,
3. Seluruh Jajaran pihak Puskesmas Sekotong yang telah membantu memberikan
gambaran masalah kesehatan yang ada.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka untuk menerima kritik dan saran sehingga dapat
menjadi bahan perbaikan laporan evaluasi program ini kedepannya.

Gerung, 29 Oktober 2021

dr. Penasti Khairunnisa’

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 3
1.4 Manfaat Kegiatan............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tuberkulosis...................................................................... 5
2.2 Tuberkulosis di Indonesia............................................................... 5
2.3 Penularan Tuberkulosis.................................................................. 6
2.4 Strategi Nasional Program Pengendalian Tuberkulosis................. 8
2.5 Penemuan Kasus Tuberkulosis....................................................... 9
2.6 Alur Diagnosis TB Paru Pada Orang Dewasa................................ 13
2.7 Strategi Kemitraan Untuk Penjaringan TB Paru.......................... . . 15
BAB III PROFIL PUSKESMAS KELURAHAN
1.1 Data Umum Puskesmas............................................................... 17
3.1.1 Gambaran Umum Puskesmas........................................ 18
BAB IV EVALUASI PROGRAM
4.1 Gambaran Umum Program Pegendalian TB................................. 19
4.2 Penetapan Masalah........................................................................ 21
4.3 Identifikasi Penyebab Masalah...................................................... 22
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah...................................................... 26
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 29
5.2 Saran ............................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menyebar melalui drople
yang telah terinfeksi basil TB. Penyakit menular Tuberkulosis sampai
sekarang masih menjadi masalah kesehatan yang utama dan merupakan
masalah kesehatan global sebagai penyebab utama kematian pada jutaan orang
setiap tahun di seluruh dunia setelah Human Immunodeviciency Virus (HIV).
Sebagian besar kuman tuberkulosis (TB) menyerang paru, tetapi juga dapat
mengenai organ tubuh lainnya (WHO, 2016).

World Health Organization (WHO) tahun 2016 menyatakan bahwa TB


masih menjadi topik utama dalam masalah kesehatan di dunia. Hal ini
ditunjukkan dengan TB menjadi salah satu penyakit menular 10 terbanyak di
dunia. Pada tahun 2015 total jumlah kasus TB di dunia 10,4 juta kasus TB
baru termasuk 1,2 juta (11%) di antara orang yang mengidap HIV positif
dengan 56% laki-laki dan 34% wanita serta 10% anak-anak. Dihitung dari segi
persentase dapat dinilai bahwa jumlah kasus TB sebesar 90% pada orang
dewasa dan 10% pada anak-anak. Kasus TB mengalami peningkatan dari
tahun 2014 yang diperkirakan 2 juta orang meninggal di seluruh dunia karena
penyakit tuberkulosis paru dari total 9,6 juta kasus (WHO, 2015). Menurut
WHO dalam Global Tuberculosis Report tahun 2017, sebaran kasus TB pada
tahun 2016 banyak terjadi di wilayah Asia Tenggara (45%), Afrika (25%),
Timur Mediternia (7%), Eropa (3%), dan yang terakhir adalah di wilayah
Amerika(3%). Laporan dari WHO juga menyatakan bahwa terdapat 30 negara
di dunia yang mempunyai status angka TB tertinggi didunia yang
menyumbang 87% dari semua perkiraan kasus insiden diseluruh dunia.
4
Berdasarkan tingkat insidensinya terdapat tujuh negara yang menonjol
memiliki kasus insiden TB tertinggi pada tahun 2016 yaitu India, Indonesia,
China, Filipina, Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. Global Tuberculosis
Report tahun 2017 juga menyatakan bahwa dari 10,4 juta kasus hanya 6,1 juta
yang diobati dan 49% yang berhasil diobati, 95% kematian akibat TB terjadi
di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017).
Walaupun petugas puskesmas sudah melakukan promosi pada kontak dan
penderita TB sebagai aplikasi dari program Directly Observed Treatment of
Shortcourse (DOTS) yakni penemuan dengan strategi passive promotion case
detection, namun tidak semua suspek atau kontak mau periksa dahak ke
puskesmas. Perilaku kesehatan ditentukan atau dipengaruhi oleh persepsi
seseorang terhadap suatu penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapi.
Menurut konsep Health Belief Model (HBM) dijelaskan bahwa syarat pertama
yang menentukan seseorang untuk berperilaku terhadap kesehatannya adalah
jika seseorang merasa terancam oleh suatu penyakit. Perasaan terancam itu
timbul apabila adanya kerentanan yang dirasakan dan keparahan yang
ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Jadi kemampuan untuk mengenal gejala
penyakit sangat penting dalam hal ini. 7
Berdasarkan uraian di atas maka
permasalahan yang masih dihadapi oleh program P2TBC di wilayah Sekotong
adalah masih rendahnya cakupan penjaringan suspek dan cakupan penemuan
kasus TB paru di puskesmas. Penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan,
kesadaran mengenai TB paru, pola pikir yang banyak di masyarakat yaitu
sering megobati sendiri dengan membeli obat di warung atau apotek. Dan
salah satu faktor penyebab cakupan untuk mendeteksi TB tidak tercapai
adalah di karenakan program puskesmas seperti “GEBRAK TB” (Gerakan
Brantas Penyakit TB) yang biasa dilakukan di puskesmas tidak dilakukan lagi
selama pandemi ini. Tujuan penulisan ini adalah upaya cakupan penjaringan
deteksi suspek TB yang tidak tercapai.

5
1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan


yaitu :

Apa yang menyebabkan masih rendahnya upaya cakupan penjaringan suspek


kasus TB paru di Desa Sekotong Tengah pada wilayah kerja Puskesmas Sekotong
dari tahun 2021 ? Bagaimana alternatif pemecahan masalah untuk
penyelesaiannya?

1.3 Tujuan penulisan

- Tujuan Umum

Kegiatan ini ditujukan untuk mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis tentang


penyebab serta menyusun rencana tindak lanjut pemecahan masalah masih
rendahnya cakupan penjaringan suspek kasus TB paru di Desa Sekotong Tengah
pada wilayah kerja Puskesmas Sekotong dari tahun 2021

- Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi penyebab masalah dilihat dari input (man, money, machine,


material, method,), proses (perencanaan, pelaksanaan atau pencatatan) maupun
lingkungan yang menyebabkan masih rendahnya cakupan penjaringan suspek
kasus TB paru di Desa Sekotong Tengah pada wilayah kerja Puskesmas Sekotong
dari tahun 2021 belum memenuhi target

b) Memberikan alternatif pemecahan masalah yang ditemukan. Menyusun rencana


tindak lanjut atau Plan of Action dari alternatif pemecahan masalah yang
ditemukan

d) Melanjutkan program “GEBRAK TB” (Gerakan Brantas Penyakit TB) melalui


kader kader mandiri untuk dapat melakukan pencatatan dan pelaporan serta
memberikan edukasi melalui penyuluhan dengan zoom meeting.
6
e) Menentukan antara diagnosis TB dan Covid-19.

Manfaat Kegiatan
1. Manfaat bagi penulis :

- Mengetahui sistem manajemen dan program puskesmas secara


keseluruhan.

- Mengetahui upaya-upaya pokok maupun tambahan yang ada di


puskesmas.

- Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang


ditemukan di dalam program puskesmas.

- Melatih kemampuan mendeteksi dan mendiagnosis penderita tbc serta


dapat memberikan tatalaksana serta edukasi yang tepat pada pasien dan
keluarga pasien.

2. Manfaat bagi Puskesmas


- Mendapatkan masukan mengenai pendeteksian TB dan masalah-
masalah yang dihadapi selama pelaksanaan program pencapaian
deteksi penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Sekotong
khususnya desa Sekotong Tengah.
- Mendapatkan alternatif penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
program pencapaian deteksi penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja
Puskesmas Sekotong
- Sebagai bahan masukan untuk melakukan penyuluhan kesehatan di
masa pandemic ini melalui zoom meeting guna meningkatkan
keberhasilan program pencapaian penyakit Tuberkulosis di Desa
Sekotong Tengah pada wilayah kerja Puskesmas Sekotong pada tahun-
tahun berikutnya.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI TUBERKULOSIS

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan


oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi, terutama paru-paru. Penyakit tuberculosis ini, selain
menyerang paru-paru juga dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh
termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat dormant selama beberapa tahun. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya
hingga kematian. Tuberkulosis diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun
sebelum masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit
tuberkulosis baru terjadi dalam 2 abad terakhir.2

2.2 TUBERKULOSIS DI INDONESIA


Menurut WHO Global Tuberculosis Control (2010), saat ini peringkat
Indonesia sudah menurun menjadi peringkat 5 dunia setelah India, Cina, Afrika
Selatan dan Nigeria, dari sebelumnya peringkat ke-3 dalam beban penderita
tuberkulosis. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan
2 - 3 juta setiap tahun.1,2

Laporan WHO tahun 2006 menyimpulkan ada 22 negara dengan kategori


beban tertinggi terhadap TB paru. Sekitar 80% penderita TB paru di dunia berada
pada 22 negara berkembang. Setiap hari ada 25.205 orang jatuh sakit TB.
Kejadian TB di Indonesia, setiap hari ada 1.464 orang akan jatuh sakit TB.2,3

8
Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah mendekati target
MilleniumDevelopment Goals (MDGs). Pada tahun 2008 prevalensi TB di
Indonesia mencapai 253 per 100.000 penduduk. Sasaran strategi nasional
pengendalian tuberculosis hingga 2014 mengacu pada rencana strategis
Kementrian Kesehatan 2009-2014 yaitu menurunkan angka prevalensi
tuberculosis dari 235 per 100.000 oenduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk.
Saat ini diperkirkan ada 1 setiap 3 kasus tuberculosis yang masih belum terdeteksi
oleh program. Sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000
penduduk.1,2,4

Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam Penanggulangan TB


di Indonesia, tapi tantangan masalah TB ke depan masih besar. Terutama dengan
adanya tantangan baru berupa perkembangan HIV dan MDR (Multi Drugs
Resistancy) TB. Menkes menyadari TB tidak bisa diberantas oleh Pemerintah atau
jajaran kesehatan saja, tetapi harus melibatkan dan bermitra dengan banyak
sektor.3

Tahun 1995 Indonesia menerapkan strategi Directly Observed Treatment


Shortcourse (DOTS) sebagai strategi penanggulangan TB yang direkomenasikan
WHO. Strategi ini diterapkan sebagai Program TB Nasional di berbagai negara
termasuk Indonesia.2

Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat


keberhasilan program pengendalian TB, yang terutama adalah indikator penemuan
kasus, indicator pengobatan dan angka keberhasilan pengobatan TB yang
dipublikasi dalam bentuk Infodatin Tuberkulosis.6

2.3 PENULARAN TB
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.5
Cara penularan :

9
 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jamdalam keadaan yang gelap dan
lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan darah dalam sputum dan lamanya menghirup
udara tersebut.
Risiko penularan :5

 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.


Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien. TBparu dengan BTA negatif.
 Risiko penularan setiap tahunnyaditunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection ( ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
 ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
 Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negative
menjadi positif.
Risiko menjadi sakit TB:5

 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

10
 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100orang) akan menjadi
sakit TB setiap tahun.
 Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
 HIV merupakan factor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit
Orang dengan BTA (+) dapat menginfeksi hingga 10-15 orang lain melalui
kontak dekat selama setahun. Tanpa pengobatan yang tepat, i dua pertiga orang
dengan sakit TB akan meninggal dunia.5

2.4 STRATEGI NASIONAL PROGRAM PENGENDALIAN TB


Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7
strategi, terdiri dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi fungsional.
Ketujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi nasional sebelumnya,
dengan rumusan strategi yang mempertajam respons terhadap tantangan pada saat
ini. Strategi nasional program pengendalian TB nasional sebagai berikut2:
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya.
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat
(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-
Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International
Standards for TB Care.
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB.
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap
program TB.
11
7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi
strategis.
Strategi 1 sampai dengan strategi 4 merupakan strategi umum, dimana
strategi ini harus didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada strategi 5
sampai dengan strategi 7 untuk memperkuat fungsi-fungsi manajerial dalam
program pengendalian TB.4
Salah satu program yang akan dikembangkan untuk memperluas dan
meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu, yaitu:Menjamin Deteksi Dini dan
Diagnosis Melalui Pemeriksaan Bakteriologis yang Terjamin Mutunya. 4
Selain strategi untuk meningkatkan ketersediaan, akses dan akurasi dalam
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis TB secara tepat,
diperlukan pula strategi untuk mengurangi keterlambatan diagnosis, baik yang
disebabkan oleh faktor pelayanan kesehatan maupun faktor pasien. Intervensi
yang dilakukan mencakup4:
1. Meningkatkan intensitas penemuan aktif dengan cara skrining pada
kelompok rentan tertentu (a.l. HIV, anak kurang gizi, rutan/lapas,
daerah kumuh, diabetes dan perokok)
2. Memprioritaskan pemeriksaan kontak
3. Meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan penyedia pelayanan terhadap
simtom TB dan pelaksanaan ISTC
4. Meningkatkan kepatuhan terhadap alur standar diagnosis
5. Melaksanakan upaya meningkatkan kesehatan paru secara
komprehensif.

2.5 PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/Sk/V/2009
Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, kegiatan penemuan pasien
terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan
tipe pasien.Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program
penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara
bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB,
12
penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan
penularan TB yang paling efektif di masyarakat.3
Strategi penemuan pasien TB adalah3 :
- Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi
aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan
kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh
petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka pasien TB.
- Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang
BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
- Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost
efektif.
Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap3 :
a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada
pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS),
b. Kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga
pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang hidup pada daerah
kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang
dengan TB BTA positif,
c. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan
TB atau pegobatan pencegahan.
d. Kontak dengan pasien TB resisten obat,
e. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan
tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktismenuju
kesehatan paru (PAL = practical approach to lung health), manajemen
terpadu balita sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS)
akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB di layanan
kesehatan, mengurangi terjadinya “misopportunity” kasus TB dan
sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.
13
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke sarana pelayanan kesehatan dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.3
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).3
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di sarana pelayanan kesehatan.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada
hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Peran biakan dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis (Mt) pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang
bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan.3

14
Diagnosis

Gejala Klinik

 Demam: biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-


kadang panas badan dapat mencapai 40-410C, demam hilang timbul
 Batuk, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (sputum). Keadaan lanjut dapat terjadi
batuk darah
 Sesak napas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-paru
 Nyeri dada. Nyeri dada timbul bila infiltrate radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis
 Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
Pemeriksaan Fisik

Dapat ditemukan konjungtiva anemis, demam, badan kurus, berat badan


menurun. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apex
paru, bila dicurga adanya infiltrate yang luas, maka pada perkusi akan didapatkan
suara redup, auskultasi bronchial dan suara tambahan ronki basah, kasar, dan
nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi penebalan pleura maka suara nafas akan
menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yang luas akan ditemukan
perkusi hipersonor atau tympani.2

Pemeriksaan Radiologis

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,


gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka banyangn terlihat berupa
bulatan dengan batas tegas, lesi dikenal sebagai tuberkuloma.2

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdiniding


tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
15
terlihat bayangan bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai
bercak-bercak pada dengan densitas tinggi. Gambaran radiologis lain yang sering
menyertai TB paru adalah penebalan pleura, efusi pleura, empiema.2

Diagnosis Tuberkulosis (TB) WHO memberikan kriteria5 :

1) Tuberkulosis paru BTA positif.


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
 Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA sedikitnya
pada 2 x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai TB aktif
 Pasien yang pada pemeriksaan sputum tidak ditemukan BTA tetapi
pada biakannya positif
2.6 ALUR DIAGNOSIS TB PARU PADA ORANG DEWASA

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa6


16
2.7 FAKTOR BUDAYA DAN LINGKUNGAN DALAM
PENEMUAN SUSPEK TB
Stigma TB di masyarakat terutama dapat dikurangi dengan meningkatkan
pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai TB, mengurangi mitos-mitos TB
melalui kampanye pada kelompok tertentu dan membuat materi penyuluhan yang
sesuai dengan budaya setempat.5
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis
karena penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan
orang lain sehingga penderita berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya
karena takut dikucilkan dan disingkirkan dari pergaulan masyarakat, sehingga
penderita tidak mau mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Anggapan
seperti ini menyebabkan masyarakat berobat ke dukun kampung.5
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis
dapat dilakukan dengan penyuluhan perorangan dan kelompok. Penyuluhan
perorangan kepada penderita tuberkulosis yang dilakukan dengan baik dan
berkesinambungan dapat meningkatkan pemahaman penderita terhadap penyakit
yang dideritanya sehingga dapat menghindari penderita dari kemungkinan drop
out dalam minum obat dan dapat mencegah terjadinya penularan penyakit kepada
keluarga dan masyarakat sekitarnya. Penyuluhan juga dilakukan kepada keluarga
penderita dan pengawas minum obat (PMO) yang berguna untuk meningkatkan
pengetahuan mereka terhadap penyakit tuberkulosis yang menyebabkan keluarga
dan PMO dapat memberikan dorongan kepada penderita untuk melakukan
pengobatan sampai selesai.5
Penyuluhan kelompok mengenai peyakit tuberkulosis dapat dilakukan
puskesmas dengan cara memadukan dengan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti
mejelis taklim, wirid-wirid pengajian, kegiatan PKK dan kegiatan di kecamatan
sehingga kesulitan puskesmas dalam mengumpulkan masyarakat dapat teratasi.5
Dalam melakukan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis, pengelola
program TB puskesmas dapat melakukan kerjasama lintas program dengan
petugas Promosi Kesehatan (Promkes) puskesmas sehingga penyuluhan yang
dilakukan dapat terintegrasi dengan kegiatan Promkes yang menyebabkan
17
penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dapat berjalan secara terus menerus
dan berkesinambungan.5
Disamping itu untuk melakukan penyuluhan perorangan kepada penderita
tuberkulosis dan keluarganya, pengelola program TB puskesmas dapat juga
melakukan kerjasama lintas program dengan petugas Perawatan Kesehatan
Masyarakat (Perkesmas) dimana petugas Perkesmas sering mengunjungi pasien
tuberculosis ke rumahnya sehingga petugas Perkesmas dapat dimintai untuk
memberikan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dan pentingnya
penderita memakan OAT sampai selesai dan sembuh.5
Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS untuk diagnosis dan
pengobatan TB merupakan tantangan utama di Indonesia dengan wilayah
geografis yang sangat luas. Untuk meningkatkan penemuan penderita
tuberkulosis, dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas dapat melakukan
modifikasi metode penemuan suspek tuberkulosis dengan memperhatikan budaya
daerah setempat.5

2.8 STRATEGI KEMITRAAN UNTUK PENJARINGAN TB PARU


Kemitraan dengan praktisi swasta dalam program penanggulangan
tuberkulosis jika terlaksana dengan baik akan mampu meningkatkan penemuan
penderita tuberculosis serta dapat melaksanakan pengobatan berdasarkan strategi
DOTS. Dokter praktik swasta memiliki potensi untuk dilibatkan dalam penemuan
dan pengobatan penderita TB paru berdasarkan strategi DOTS. 5
Dokter praktik swasta berperan dalam penemuan kasus TB dan mengirim
pasien tersangka TB untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum ke puskesmas,
melakukan pengobatan sampai tuntas dengan strategi DOTS, menunjuk PMO,
membuat catatan dan pelaporan yang nantinya akan dijemput oleh petugas
puskesmas. Penderita tersangka TB yang telah melakukan pemeriksaan BTA
sputum di puskesmas hasil kiriman dokter praktik swasta, dikembalikan lagi ke
dokter praktik swasta. Supaya dokter praktik swasta tertarik dengan program ini,
maka pihak puskesmas dapat memberikan OAT secara cuma-cuma kepada dokter

18
praktik swasta dan mempersilahkan dokter praktik swasta mengambil biaya
konsultasinya.3
Bidan dan perawat praktik swasta dalam kemitraan program
penanggulangan TB berperan dalam menemukan penderita tersangka tuberkulosis
dan mengirimnya ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum.
Peran dari Dinkes dan Puskesmas adalah dengan menyediakan sarana yang
dibutuhkan praktisi swasta dalam program penanggulangan tuberkulosis seperti
pot sputum, OAT dan formulir pencatatan dan pelaporan.4
Kemitraan yang terjalin perlu dilakukan pemantauan secara berkala,
apakah masing-masing pihak telah menjalankan kesepakatan yang telah dibuat.
Dalam melakukan pemantauan, sebaiknya dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten dan organisasi profesi kesehatan seperti IDI, IBI dan PPNI. Dinas
kesehatan kabupaten juga membuat kesepakatan dengan masing-masing
organisasi profesi kesehatan tersebut.4

19
BAB III

GAMBARAN UMUM / PROFIL PUSKESMAS SEKOTONG

3.1 PROFIL PUSKESMAS SEKOTONG

Kecamatan Sekotong merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Lombok


Barat. Kontur wilayahnya merupakan perbukitan dengan potensi alam yang indah,
sebagian besar masyarakat kecamatan ini sangat mengandalkan pada pertanian
dan kelautan sebagai sumber mata pencaharian utamanya.

UPT BLUD Puskesmas Sekotong merupakan salah satu puskesmas yang


berada di Jalan Raya Sekotong, Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong,
Kabupaten Lombok Barat (Gambar 1). Untuk Kecamatan Sekotong terdiri dari 2
puskesmas yaitu UPT BLUD Puskesmas Sekotong dan Puskesmas Pelangan. UPT
BLUD Puskesmas Sekotong terletak pada ketinggian 10 meter dari permukaan
laut. Wilayah Kerja Puskesmas hampir 70% dataran tinggi dan sulit dijangkau
dengan kendaraan bermotor dan beberapa tempat harus ditempuh dengan
menggunakan perahu bermotor.

20
Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Sekotong

Batas - batas wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Sekotong adalah :


Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Pelangan
Sebelah Utara : Teluk Lembar
Sebelah Timur : Wilayah kerja Puskesmas Jembatan
Kembar
Sebelah Selatan : Kabupaten Lombok Tengah
Luas Wilayah kerja : 184,42 Km

Tabel 1. Jumlah Desa, Dusun dan Jarak Tempuh Wilayah Kerja UPT BLUD
Puskesmas Sekotong
Jarak tempuh dari Luas Wilayah
No Desa Jumlah dusun
puskesmas (km) (km2)
1 Sekotong tengah 0 51.93 11
2 Buwun mas 17 29.96 13
3 Cendi manic 6.5 39.40 9
4 Taman baru 5.5 34.50 6

3.2 KEADAAN DEMOGRAFI

Sekitar 60 persen penduduk Sekotong berusia 0-29 tahun dan hanya 12 persen
saja yang berusia 50 tahun ke atas. Besarnya penduduk usia muda dapat menjadi potensi
pengembangan tersendiri yang dapat dimanfaatkan untuk lebih memajukan lagi
Kecamatan Sekotong. Namun tentu saja apabila penduduk usia produktif tersebut
kualitasnya kurang, maka yang ada penduduk tersebut hanya akan menjadi beban bagi
pembangunan. Jumlah penduduk Kecamatan Sekotong di 4 (empat) desa wilayah kerja
UPT BLUD Puskesmas Sekotong Tahun 2021 adalah 36.240 jiwa. Penyebaran kepadatan
penduduk 210 jiwa/km2. Jumlah Kepala keluarga (KK) 8.853 KK dengan rata-rata 4
jiwa/KK.

21
Komposisi penduduk
No Desa Jumlah KK
Laki2 Perempuan Jumlah

1 Buwun mas 3.272 5.129 7.266 12.395

2 Sekotong tengah 2.637 4.010 5.342 9.352

3 Cendi manic 1.718 3.590 2.992 6.582

4 Taman baru 788 2.191 2.084 4.275

22
BAB IV
EVALUASI PROGRAM

4.1 GAMBARAN UMUM PROGRAM PENGENDALIAN TB

Strategi nasional terkait program pengendalian TB nasional terdiri dari 7


strategi, terdiri dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi fungsional.
Ketujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi nasional sebelumnya,
dengan rumusan strategi yang mempertajam respons terhadap tantangan pada saat
ini. Strategi nasional terkait program pengendalian TB nasional sebagai berikut:

1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.


2.Menghadapi tantangan TB-HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat
miskin serta rentan lainnya.
3.Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin
kepatuhan terhadap International Standards for TB Care (ISTC).
4.Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5.Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen
program pengendalian TB.
6.Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB.
7.Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.
Strategi 1 - 4 merupakan strategi umum, dimana strategi ini harus
didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada strategi 5 - 7 untuk
memperkuat fungsi-fungsi manajerial dalam program pengendalian TB.

Salah satu program yang akan dikembangkan untuk memperluas dan


meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu, yaitu: menjamin deteksi dini dan
diagnosis melalui pemeriksaan bakteriologis yang terjamin mutunya. Selain
strategi untuk meningkatkan ketersediaan, akses dan akurasi dalam pemeriksaan
laboratorium untuk menegakkan diagnosis TB secara tepat, diperlukan pula
strategi untuk mengurangi keterlambatan diagnosis, baik yang disebabkan oleh
23
faktor pelayanan kesehatan maupun faktor pasien. Intervensi yang dilakukan
mencakup:

- Meningkatkan intensitas penemuan aktif dengan cara skrining pada


kelompok rentan tertentu (HIV, anak kurang gizi, rutan/lapas, daerah
kumuh, diabetes mellitus dan perokok)
- Memprioritaskan pemeriksaan kontak
- Meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan penyedia pelayanan terhadap
gejala TB dan pelaksanaan ISTC
- Meningkatkan kepatuhan terhadap alur standar diagnosis
- Melaksanakan upaya meningkatkan kesehatan paru secara
komprehensif.

Puskesmas Sekotong termasuk Puskesmas yang melakukan berbagai


upaya agar cakupan penjaringan suspek kasus TB paru dapat tercapai. Untuk
menunjang tercapainya cakupan penjaringan suspek kasus TB paru tersebut,
Puskesmas Sekotong melakukan beberapa program, salah satunya program
GEBRAK TB yaitu Gerakan Berantas Penyakit TB, melalui kader-kader yang ada
di masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Sekotong. Kader-kader
tersebut dapat melakukan pencatatan dan pelaporan serta memberikan edukasi
melalui penyuluhan.

Adapun gambaran laporan pencatatan terkait kasus TB di wilayah kerja


Puskesmas Sekotong tahun 2021 sebagai berikut. Laporan Kasus suspek TB yang
diperiksa dahaknya sejak bulan Januari 2021 - Desember 2021 sebanyak 53 orang.
Adapun TB paru dengan BTA positif yang diperiksa sejak bulan Januari 2021 -
Desember 2021 di Desa Sekotong Tengah sebanyak 13 orang dimana 8 orang
berjenis kelamin laki-laki, dan 5 orang berjenis kelamin perempuan.

Adapun gambaran laporan pencatatan terkait kasus TB di wilayah kerja


Desa Sekotong Tengah pada wilayah kerja Puskesmas Sekotong tahun 2021
sebagai berikut. Sebanyak 2 orang pada bulan Januari 2021, sebanyak 1 orang

24
pada bulan Februari 2021, sebanyak 2 orang pada bulan Maret 2021, sebanyak 1
orang pada bulan April 2021, sebanyak 2 orang pada bulan Mei 2021, sebanyak 2
orang pada bulan Juni 2021, sebanyak 1 orang pada bulan Juli 2021, sebanyak 1
orang pada bulan Agustus 2021, dan sebanyak 1 orang pada bulan September
2021.

Cakupan penjaringan suspek kasus TB paru di wilayah kerja Sekotong


Tengah pada wilayah kerja Puskesmas Sekotong belum mencapai target,
disebabkan oleh banyak faktor sehingga akan dilakukan analisis terkait penyebab
masalah dan mencari alternatif pemecahan dari penyebab masalah tersebut.
4.2. PENETAPAN MASALAH

Berdasarkan analisis prioritas masalah menggunakan teknik kriteria


matematik, dengan mempertimbangkan pentingnya luasnya masalah (Magnitude),
beratnya kerugian yang timbul (Severity), tersedianya sumber daya untuk
mengatasi masalah kesehatan tersebut (Vulnerability), kepedulian atau dukungan
politis dan masyarakat (community and political concent), dan ketersediaan dana
(Affordability).

Total
Masalah M S V C A
Skor

Cakupan penjaringan suspek kasus TB paru 4 3 3 3 4 432

4.3. IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH

Upaya penyelesaian dari masalah hasil cakupan kegiatan puskesmas yang


belum memenuhi target tersebut dapat dilaksanakan melalui proses pengkajian
masalah berdasarkan metode pendekatan sistem sebagai berikut:

25
Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem di atas,
untuk mencari kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan masalah agar
memudahkan dalam menyusun penyelesaian masalah. Dari pendekatan sistem ini
dapat ditelusuri hal - hal yang mungkin menyebabkan munculnya permasalahan
terkait cakupan penjaringan suspek kasus TB paru di wilayah kerja Desa
Sekotong Tengah pada wilayah kerja Puskesmas Sekotong.

INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN

Man  Terdapat tenaga kesehatan  Minimnya SDM untuk


(dokter, perawat, dan melakukan penjaringan
bidan) dalam penemuan secara aktif untuk
kasus suspek TB paru di menemukan kasus suspek
wilayah kerja Puskesmas TB paru di wilayah kerja
Sekotong Puskesmas Sekotong.

 Beban kerja yang berat


bagi tenaga kesehatan dan

26
pemegang program serta
pekerjaan yang merangkap
di Puskesmas Sekotong.

Money  Pembiayaan berasal dari -


APBD.

Method  Terdapat buku pedoman  Kurangnya kegiatan


program TB baik pedoman evaluasi pengobatan pasien
nasional ataupun pedoman TB paru dengan BTA
yang dibuat khusus oleh positif secara maksimal.
Puskesmas Sekotong.

Material  Terdapat SOP tentang


penemuan TB paru kasus
baru.

 Terdapat SOP tentang


pemeriksaan sputum BTA
positif.

Machine  Tersedia OAT di seluruh  Tidak tersedianya alat


Puskesmas se-Indonesia penunjang lain seperti
termasuk di Puskesmas pemeriksaan radiologi.
Sekotong.

Lingkunga  Puskesmas Sekotong dapat  Kurangnya pengetahuan


n masyarakat tentang

27
dijangkau oleh masyarakat. penyakit TB paru.
 Adanya JKN (Jaminan  Kurangnya pengetahuan
Kesehatan Nasional). masyarakat tentang
lingkungan dan rumah
bersih dan sehat.
 Masih adanya stigma
negatif masyarakat
terhadap pasien TB paru.

PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN

P1: Perencanaan  Terdapat target  Tidak dilakukan


penjaringan jumlah penjaringan kasus TB
pasien TB paru BTA paru secara aktif lagi
positif di Desa dikarenakan pandemic.
Sekotong Tengah pada
wilayah kerja
Puskesmas Sekotong.

P2: Pelaksanaan,  Pelatihan pemeriksaan  Untuk penyuluhan sudah


Pergerakan sputum oleh tenaga dilakukan kepada
masyarakat tentang TB
kesehatan kepada
paru namun hanya
masyarakat suspek TB melewati zoom meeting.
paru.  Masyarakat yang kurang
mau untuk ikut serta dalam
penjaringan kasus TB
paru.
 Kegiatan yang aktif
dilakukan biasanya tidak
aktif di karenakan pandemi

28
P3: Pengawasan,  Terdapat laporan  Tidak adanya evaluasi
Pengendalian, tentang jumlah pasien tentang proses penjaringan
dan Penilaian terdiagnosis TB paru secara aktif terkait kasus
BTA positif. suspke TB paru.
 Tidak adanya monitoring
 Terdapat laporan daftar
dan follow up bagi pasien
nama pasien dengan
yang diduga suspek TB
TB paru BTA positif.
paru.

4.4 ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Setelah diperoleh daftar masalah, maka dapat dilakukan langkah


selanjutnya yaitu penyusunan rencana alternatif pemecahan penyebab masalah.
Berikut ini adalah beberapa alternatif pemecahan penyebab masalah yang ada
terkait program di wilayah kerja Puskesmas Sekotong:

No. PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF PEMECAHAN


YANG PALING MUNGKIN MASALAH

1. Kurangnya pengetahuan  Penyuluhan dan konseling


mengenai bahaya TB yang mengenai penyakit TB dan
mengakibatkan masyarakat bahaya yang diakibatkan oleh
kurang kooperatif. penyakit TB.
 Membuat media promosi seperti
leaflet atau brosur dengan bekerja
sama dengan kader-kader yang
ada di masing-masing RW di
wilayah kerja Desa Sekotong
29
Tengah pada wilayah kerja
Puskesmas Sekotong.
 Penyusunan jadwal penyuluhan
dan konseling di Desa Sekotong
Tengah pada wilayah kerja
Puskesmas Sekotong.
 Deteksi dini kasus suspek TB
kepada keluarga yang kontak erat
dengan pasien TB BTA positif
dan memberikan edukasi serta
pengajuan formulir pemeriksaan
dahak untuk mengetahui apakah
keluarga yang kontak erat dengan
pasien terkena TB atau tidak.

2. Kurangnya kader-kader Dilakukan kaderisasi kader secara


khususnya yang membantu dalam baik sehingga upaya penjaringan
pelaporan dan pencatatan kasus suspek TB paru dapat dilakkan
penjaringan kasus suspek TB paru secara lebih aktif sehingga dapat
di wilayah kerja Puskesmas memudahkan deteksi dini dan
Sekotong. pengobatan dini pada pasien TB
dengan BTA positif serta
menurunkan risiko penularan di
lingkungan masyarakat.

3. Stigma negatif terhadap pasien Memberikan informasi sebaik


dengan TB paru di lingkungan mungkin mengenai penyakit TB, dan
masyarakat. membuat suatu acara sebagai bentuk
apresiasi kepada masyarakat
sehingga pola pikir terhadap stigma
negatif tersebut dapat berkurang di

30
lingkungan masyarakat.

4. Kurangnya perwujudan sanitasi Penyuluhan dan konseling tentang


rumah sehat dan bersih sebagai lingkungan sekitar rumah ataupun
salah satu upaya preventif terkait dalam rumah, yang menjadi faktor
penyakit TB. risiko penularan kuman TB, serta
memberikan penyuluhan dan
konseling terkait lingkungan hidup
yang bersih dan sehat.

31
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil analisis program sederhana ini didapatkan bahwa cakupan


program penjaringan kasus suspek TB paru di wilayah kerja Puskesmas Sekotong
khususnya di Desa Sekotong Tengah masih belum mencapai target. Adapun
penyebab capaian program penjaringan kasus suspek TB paru di Desa Sekotong
Tengah belum mencapai target antara lain sebagai berikut:

1. Kurangnya pengetahuan mengenai bahaya TB yang mengakibatkan


masyarakat kurang kooperatif.
2. Untuk hambatannya sendiri karena program yang sudah berjalan saat ini tidak
bisa terlaksana kembali dikarenakan pandem ini.
3. Kurangnya kader-kader khususnya yang membantu dalam pelaporan dan
pencatatan penjaringan kasus suspek TB paru di wilayah kerja Puskesmas
Sekotong.
4. Stigma negatif terhadap pasien dengan TB paru di lingkungan masyarakat.
5. Kurangnya perwujudan sanitasi rumah sehat dan bersih sebagai salah satu
upaya preventif terkait penyakit TB.

Berdasarkan hasil analisis alternatif pemecahan masalah didapatkan


beberapa alternatif pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut:

1. Penyuluhan dan konseling mengenai penyakit TB dan bahaya yang


diakibatkan oleh penyakit TB.
2. Membuat media promosi seperti leaflet atau brosur dengan bekerja sama
dengan kader-kader yang ada di masing-masing RW di wilayah Puskesmas
Sekotong.
3. Dilakukan kaderisasi kader secara baik sehingga upaya penjaringan kasus
suspek TB paru dapat dilakkan secara lebih aktif sehingga dapat

32
memudahkan deteksi dini dan pengobatan dini pada pasien TB dengan BTA
positif serta menurunkan risiko penularan di lingkungan masyarakat.
4. Memberikan informasi sebaik mungkin mengenai penyakit TB, dan membuat
suatu acara sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat sehingga pola pikir
terhadap stigma negatif tersebut dapat berkurang di lingkungan masyarakat.
5. Penyuluhan dan konseling tentang lingkungan sekitar rumah ataupun dalam
rumah, yang menjadi faktor risiko penularan kuman TB, serta memberikan
penyuluhan dan konseling terkait lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

5.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, perlu untuk dilakukan


konseling aktif (terutama kepada pasien dan keluarga pasien) serta melakukan
penyuluhan secara rutin dan terjadwal untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang TB. Selain itu, perlu membuat tema penyuluhan dengan media
informasi yang lebih menarik dengan menjadikan pasien sebagai narasumber.
Perlu diaktifkan kembali program GEBRAK TB dengan melibatkan kader-kader
di masaing-masing Desa di wilayah kerja Puskesmas Sekotong. Dengan
penyuluhan dan tema yang bervariasi ini, diharapkan masyarakat lebih mudah
menyerap dan memahami materi penyuluhan yang diberikan, sehingga
masyarakat yang memiliki pengetahuan yang mendasar mengenai TB dapat
membantu para praktisi medis khususnya di Desa Sekotong Tengah pada wilayah
kerja Puskesmas Sekotong dengan melaporkan apabila ada anggota keluarga
maupun tetangga mereka yang memiliki gejala yang sesuai dengan gejala TB.
Masyarakat yang telah memiliki pengetahuan yang cukup, diharapkan dapat
memiliki peran serta secara aktif dalam membantu mengatasi penyakit TB.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Laksono AD, Astuti WD, Waty E, Atto’illah. Kajian Standar Pelayanan


Minimal Penyakit Tuberkulosis Terkait Indikator Millennium
Development Goals. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. 2012; 15(3): 259-70.
2. Rye A, Saleh YD, Hadiwijoyo Y. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penemuan Penderita TB Paru di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Berita Kedokteran Masyarakat. 2009; 25(4): 189-94.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis
Dan Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI. 2006. Available at:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html. Accessed on 30th August
2015
4. Murti ES, Prabandari YS, Riyanto BS. Efektivitas Promosi Kesehatan
Dengan Peer Education Pada Kelompok Dasawisma Dalam Upaya
Penemuan Tersangka Penderita TB Paru. Berita Kedokteran Masyarakat.
2006; 22(3): 128-34.
5. Division of Tuberculosis Elimination.Tuberculosis. Last update April 28,
2015. Available at: http://www.cdc.gov/tb/. Accessed on 4th October 2015
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Direktur Jendral Bina
Kesehatan Masyarakat. 2007; p3-4.
7. World Health Organization. The Millennium Development Goals for
Health: A review of the indicators. Jakarta: World Health Organization;
2004.

34

Anda mungkin juga menyukai