Anda di halaman 1dari 52

DBD

( DEMAM BERDARAH DENGUE)

Oleh Kelompok 6:
AL ADIM
ANNISA FITRIA RAHMA
FADLIL FERDIAN
MEDIS LASMARIA S
MUTIARA NURZALI NST
SHAFIRA ADE
TIA MEGAWATI
TIAS AISIAH
HUSNUL LAILA
ANGELIA
KHAIRUNNISA
ZUWAIYAH

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA PADANG


TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rakhmatnya
maka Laporan Pengalaman Belajar Lapangan yang berjudul ”Demam Berdarah Dengue”
ini dapat selesai pada waktunya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... ...... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ...... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ....... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ ....... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2
2.1 Definisi. ............................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi................................................................................ ....... 2
2.3 Etiologi dan Transmisi............ ............................................................ 2
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis................................................................ 3
2.5 Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit.................................................. 7
2.6 Diagnosis .............................................................................................. 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 9
2.8 Diagnosis Banding ............................................................................... 11
2.9 Penatalaksnaan ..................................................................................... 13
2.10 Penyulit ............................................................................................... 16
2.11 Pencegahan ........................................................................................ 17
2.12 Prognosis ............................................................................................ 18
BAB III KASUS PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN............................... 21

BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................................... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di lebih 100 negara.
Penyakit demam berdarah telah menyebar secara luas di seluruh kawasan dunia, dan penyakit ini
sering muncul sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa).Angka kesakitan dan kematian yang tinggi
merupakan gambaran penyakit ini menjadi problem kesehatan yang penting. Demam berdarah
denguebanyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.(WHO, 2008)

Saat ini bukan hanya terjadi peningkatan jumlah kasus tetapi penyebaran di luar daerah tropis
dan subtropis, contohnya di Eropa, transmisi lokal pertama kali dilaporkan di Perancis dan Kroasia
pada tahun 2010.Pada tahun 2012, terjadi lebih dari 2.000 kasus DBD di lebih dari 10 negara di Eropa.
Setidaknya 500.000 penderita DBD memerlukan rawat inap setiap tahunnya, jumlah proporsi yang
besar dari mereka adalah anak-anak dan 2,5% diantaranya dilaporkan meninggal dunia (WHO, 2014).
(WHO, 2008)Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara.

Jumlah penderita DBD di Indonesia tahun 2015 dilaporkan sebanyak 129.650 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (IncidenceRate/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk
dan Case Fatality Rate/CFR/angka kematian= 0,83%). Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus
sebanyak 100.874 serta IR 39,80 terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Target Renstra
Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar < 49 per 100.000 penduduk,
dengan demikian Indonesia belum mencapai target Renstra 2015. Kasus DBD pada tahun 2015
terdapat sebanyak 21 provinsi (61,8%) yang telah mencapai target renstra 2015. Provinsi dengan angka
kesakitan DBD tertinggi tahun 2015 yaitu Bali sebesar 257,75, Kalimantan Timur sebesar 188,46, dan
Kalimantan Utara sebesar 112,00 per 100.000 penduduk, sedangkan provinsi Jawa Tengah sebesar
48,55per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2015).DBD masuk dalam kategori 10 besar penyakit rawat
inap di rumah sakit tahun 2010 dan menduduki peringkat kedua dengan case fatality rate sebesar

1
0,55% (Dirjen, 2012)

Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi JawaTengah, terbukti 35


kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Angka kesakitan DBD di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2015 sebesar 47,9 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan bila
dibandingkan tahun 2014 yaitu 36,2 per 100.000 penduduk. Hal ini berarti bahwa IR DBD di Jawa
Tengah lebih rendah dari target nasional (<51/100.000 penduduk, namun lebih tinggi jika
dibandingkan dengan target RPJMD (<20/100.000). Incidence Rate Tertinggi adalah Kota Magelang
158,14 per 100.000 penduduk, diikuti Jepara sebanyak 123,96 per 100.000 penduduk, dan Kota
Semarang sebanyak 99,46 per 100.000 penduduk. Kabupaten/kota dengan Incidence Rate terendah
adalah Wonosobo sebanyak 3,60 per 100.000 penduduk, diikuti Wonogiri 6,32 per 100.000
penduduk, dan Kota Pekalongan 9,44 per 100.000 penduduk sedangkan Kabupaten Semarang
sebanyak 48,56 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2015)

Angka Kesakitan DBD per 100.000 penduduk di Kabupaten Semarang pada tahun 2014
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Incidence Rate DBD tahun 2014 sebesar
34,1 per 100.000 penduduk dari 337 kasus ditemukan dan ditangani,IR DBD tahun 2013 sebesar 30,1
per 100.000 penduduk dari 296 kasus ditemukan dan ditangani. Jumlah kasus DBD menurut jenis
kelamin, kecamatan, dan Puskesmas Kabupaten Semarang tahun 2014 tertinggi adalah kecamatan
Ambarawa (56 kasus), Bawen (42 kasus) dan Bergas (30 kasus) (Dinkes Kab. Semarang, 2014).
(Dinkes Kab, 2014)

Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah propinsi di Indonesia dengan jumlah
kabupaten/kota terjangkit sampai tahun 2010 sebanyak330 kabupaten/kota (75%), dengan jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 95.279 kasus dengan CFR sebesar 1,36%, dan angka
insiden 43,43 kasus per 100.000 penduduk. Propinsi dengan angka insiden tertinggi adalah DKI
Jakarta yaitu 296,87 per 100.000 penduduk.(Kementrian Kesehatan RI, 2010)

Departemen Kesehatan selama ini telah melakukan berbagai upaya dalam penanggulangan
penyakit DBD di Indonesia. Awalnya strategi pemberantasan penyakit DBD adalah pemberantasan
nyamuk dewasa melalui pengasapan (fogging), kemudian strategi ditambah dengan menggunakan
larvasida (abate) yang ditaburkan ketempat penampungan air. Kedua metode tersebut belum berhasil
dengan memuaskan, sehingga Depkes mengembangkan metode pencegahan penyakit DBD untuk
mengubah sikap dan upaya masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) oleh keluarga
atau masyarakat secara rutin, serentak dan berkesinambungan.(Dirjen P2PL RI, 2011)

2
Metode pencegahan penyakit DBD dipandang sangat efektif dan relatif lebih murah
dibandingkan dengan metode terdahulu, metode tersebut yang dianjurkan kepada masyarakat adalah
dengan cara melakukan kegiatan 3 M plus yaitu menutup tempat penampungan air, menguras tempat
penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan serta cara lain
untuk mengusir atau menghindari gigitan nyamuk dengan memakai obat anti nyamuk atau
menyemprot dengan insektisida. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus DBD sangat kompleks meliputi pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak
terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol nyamuk yang efektif di daerah endemis dan
adanya peningkatan sarana transportasi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu rumah
tangga belum paham betul mengenai DBD terutama dalam hal penularan DBD, tindakan pertolongan
pertama pada penderita DBD, penyebab, dan tindakan penanggulangan DBD.(Depkes RI, 2016)

Sikap masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya yang ditunjukkan dari
sikap masyarakat yang lebih individual (kurang peduli dengan sekitarnya). Pengetahuan dan sikap
yang masih kurang mendukung tersebut diduga ikut berperan terhadap terjadinya DBD. Faktor risiko
yang mempengaruhi penyakit DBD dari segi pengetahuan misalnya pengetahuan tentang tanda atau
gejala, cara penularan, dan penyebabnya serta pencegahan dan penanggulangan penularan penyakit
DBD. Faktor sikap dan tindakan misalnya sikap dan tindakan terhadap upaya penanggulangan DBD
serta kebiasaan masyarakat juga berperan dalam penularan DBD.(Azwar, 2010)

Pengetahuan dan sikap masyarakat di Indonesia pada umumnya relatif masih sangat rendah,
sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang mengenai pencegahan DBD. Sosialisasi pencegahan
DBD dilakukan dengan penyuluhan (tentang pencegahan DBD) harus sering dilakukan agar
masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya tersebut.(Suharsono,
2010)Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon
atau reaksi manusia, baik bersifat pasif yaitu informasi hanya diketahui saja sedangkan bersifat aktif
dimana setelah mendapatkan stimulus maka berperilaku seperti stimulus yang didapatkan. Hal yang
penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena
perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatansebagai penunjang
program-program kesehatan lainnya.(Soekidjo Notoatmodjo, 2012)

Upaya masyarakat mempunyai peranan cukup penting terhadap penularan DBD. Perilaku
tersebut harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan yang benar. Sekarang ini masih ada
anggapan berkembang di masyarakat yang menunjukkan perilaku tidak sesuai seperti anggapan
3
bahwa DBD hanya terjadi di daerah kumuh dan PSN tidak tampak jelas hasilnya dibanding fogging,
sehingga upaya pemberantasan tidak dilakukan secara menyeluruh. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap upaya masyarakat dalam mengambil keputusan khususnya terhadap pencegahan DBD.
(Nur’aini AD, 2010)

Perilaku keluarga amatlah penting, karena itu keluarga perlu mengetahui secara benar bagaimana
menjaga agar rumah dan lingkungannya bebas dari jentik nyamuk demam berdarah.Melalui kegiatan
penyuluhan diharapkan kepala keluarga termotivasi melaksanakan pencegahan DBD dan bisa
berjalan dengan lancar.Pencegahan penyakit DBD dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) yang dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu secara kimia, biologi dan fisika.
Pengendalian DBD secara kimia, dapat ditempuh dengan pengasapan yaitu suatu teknik yang
digunakan untuk mengendalikan DBD menggunakan senyawa kimia malathion dan fenthion, yang
berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu dan pemberantasan larva nyamuk
dengan zat kimia.(D. Anggraini, 2010)

Mengingat tempat perkembangbiakan larva vektor BDB banyak terdapat pada penampungan air
yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, maka larvasida
yang digunakan harus efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia, tidak
menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau. Untuk pengendalian DBD secara hayati umumnya
bersifat predator, parasitik atau patogenik dan umumnya ditemukan pada habitat yang sama dengan
larva yang menjadi mangsanya seperti ikan cupang dan ikan nila. Pemberantasan secara fisika
dengan melakukan kegiatan 3 M, yaitu menguras dan menaburkan bubuk abate, menutup tempat
penampungan air dan menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air.(D.Anggraini,
2010)

Proses penyuluhan kesehatan tentang pencegahan DBD dapat meningkatkan upaya pencegahan
DBD dimasyarakat adalah karena minimnya pengetahuan dimasyarakat tentang DBD, kurangnya
perhatian dari dinas kesehatan terhadap tindakan pemberantasan sarang nyamuk dan jentik nyamuk
seperti fogging dan pemberian bubuk abate/Abatisasi, sehingga setelah dilakukan penyuluhan
kesehatan tentang pencegahan DBD, dapat menambah pengetahuan keluarga tentang pencegahan
DBD, dan pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi keinginan, sehingga keinginan tersebut dapat
mempengaruhi sikap, dan akhirnya sikap dapat mempengaruhi adanya upaya pencegahan DBD.
Metode penyuluhan kesehatan tentang pencegahan DBD yang paling efektif digunakan adalah
dengan cara KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), dengan cara inilah masyarakat mampu
memahami dan menerapkan materi yang telah disajikan oleh penyuluh. (Supratman, 2010) Penelitian
Indah, Nurjanah, Dahlian dan Hermawati (2011), menunjukkan tidak semua perilaku 3 M

4
dilaksanakan dengan baik terutama mengubur kaleng/benda bekas dan penggunaan obat nyamuk
yang beresiko cukup banyak terutama jenis bakar atau listrik.(Indah, Nurjanah, 2011)

Dari informasi yang diperoleh peneliti di Desa Bergas pada tanggal 26 Maret 2016, didapatkan
data dari Puskesmas BergasKecamatan BergasKabupaten Semarang Desa Karangjati sebanyak 11
orang. Diperoleh pula data jumlah penderita DBD setiap tahunnya di desa bergas mengalamai
fluktuasi yaitu 3 orang ditahun 2011, sedangkan di tahun 2012 sebanyak 15 orang meskipun menurun
kembali di tahun 2013 yaitu sebayak 12 orang, kembali menurun di tahun 2014 dan 2015 masing-
masing sebanyak 5 orang serta meningkat tajam sampai bulan September tahun 2016 menjadi 19
orang. Data jumlah penelitian ini adalah yang tertinggi di Kecamatan Bergas dibandingkan Desa
Waringin Putih sebanyak 14 orang dan Desa Karangjati sebanyak 11 orang.

Berdasarkan fenomena di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang sejauh mana upaya
masyarakat dalam menyikapi pencegahan DBD, sehingga penelitian ini mengambil judul, “Upaya
masyarakat dalam Menyikapi Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Desa Bergaslor Kecamatan
Bergas Kabupaten Semarang”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini diantaranya :

1.2.1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue

1.2.2. Masih banyak masyarakat yang negatif tentang Demam Berdarah Dengue

1.2.3. Pekerjaan dari masyarakat khususnya usia produktif yang heterogen sehingga kesulitan untuk
mengadakan kerja bakti

1.2.4. Kurangnya fasilitas kesehatan untuk melakukan pencegahan Demam Berdarah Dengue
khususnya tempat pembuangan sampah akhir.

1.3 Cakupan Masalah

Cakupan masalah dalam penelitian ini adalah hanya menelitiupaya pencegahan Demam Berdarah
Dengue.

1.4 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah “bagaimanakah upaya masyarakat dalam pencegahan
Demam Berdarah Dengue?”.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1. Tujuan Umum

5
Untuk mengetahui upaya masyarakat dalam pencegahan Demam Berdarah.

1.5.2. Tujuan Khusus

1.5.2.1. Menganalisis pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue

1.5.2.2. Menganalisis sikap masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue

1.5.2.3. Menganalisis perilaku masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.6.1. Bagi Peneliti

Mendapat pengalaman yang berharga terhadap penelitian tentang upaya masyarakat dalam
pencegahan Demam Berdarah Dengue.

1.6.2. Bagi Masyarakat Desa Bergas

Memberikan informasi tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat
kesehatan keluarga dalam mengatasi penyakit DBD

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-negara tropis dan
subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Kira-kira
50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan
penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap
nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan
mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis
pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, dan
kondisi geografis setempat.

Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua dekade terakhir.
Sekitar 40
% dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub tropis beresiko terkena DHF. 1 Penyakit ini
kini menjadi penyakit yang endemik di Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya
berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai terjadi wabah DHF di beberapa
. daerah di Indonesia 4
Sampai saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari
0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar 6-27 per 100.000 penduduk
6
pada tahun terakhir ini3. Jumlah kasus Dengue Hemorragic Fever ( DHF ) di Indonesia
sejak Januari s/d Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan
kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1 %)5.

DHF dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DHF berdasarkan umur di
Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi pada anak usia sekolah yaitu pada
usia 5-14 tahun.4 DHF masih sulit diberantas karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan
penatalaksanaannya hanya bersifat suportif. Keberhasilan penatalaksanaan DHF terletak pada
kemampuan mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat5.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan
dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai
normal1.

2.2 Epidemiologi

Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara global. Di
seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus
DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak – anak usia kurang dari
15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian
dilaporkan setiap harinya6.

2.3 Etiologi dan Transmisi

DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA virus dengan
nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk
kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan
virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium
dioksikolat, stabil pada suhu 70oC4,7. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN
2, DEN 3, DEN 4.3

Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri, terdapat 2 faktor
lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus dengue dikatakan menyerang
manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika menyebutkan bahwa monyet
dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di

8
Bangladesh dan Thailand6. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,
disamping pula Aedes albopictus betina7. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam
berdarah (nyamuk Aedes aegypti)8:

 Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih


 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Menggigit/menghisap darah pada siang hari
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di
got/comberan
 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan lain-lain.

Gambar 2.2 Aedes aegypti betina 8.

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue
akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue
akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk
tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah,
sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang
diisapnya tidak membeku2. Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh virus
yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan
9
klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa
mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang
diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis
demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang
di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2
hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi
sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali
yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.5

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya


gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi
manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia,
tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5 Imunopatogenesis DBD dan DSS masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan
perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga virus
binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.2,4

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa jika terdapat
antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah
penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang
tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. 6 Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor

10
dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi
virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.4

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary


heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi
(virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang
ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya
dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian.4
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virusAnamnestic antibody response
Kompleks Virus-Antibody Aktivasi Komplemen

Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin meningkat

Permeabilitas kapiler meningkat


Ht Meningkat
>30% pd kasus Natrium Menurun
syok 24-48 jam Perembesan Plasma
Cairan dalam rongga serosa
Hipovolemia

SYOK
Gambar 2.3 Patogenesis
Anoksia Terjadinya Syok Pada DBD.4
Asidosis
MENINGGAL

11
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain mengaktivasi
sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan
perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin
diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID; koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation
product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding
endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.4

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody respose


Kompleks Virus-Antibody

Agregasi Trombosit Aktivasi KoagulasiAktivasi Komplemen


Pengeluaran
Aktivasi Faktor Hageman
PenghancuranPlatelet faktor III Trombosit oleh RES
Anafilaktosin
Sistem Kinin
Trombositopenia Koagulopati konsumtif
Peningkatan Permeabilitas kapiler
Gangguan fungsi trombosit Kinin
Penurunan faktor Pembekuan

FDP Meningkat
PERDARAHAN MASIF SYOK

Gambar 2.4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.4

12
2.5 Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit

Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara
kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak
menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa
penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan demam berdarah
dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue (SSD).1 Namun, untuk alasan praktis,
infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue) dapat dikelompokkan ke dalam 2
kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan tanpa warning sign.

Gambar 2.5 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue1.

2.6 Diagnosis

Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe dengue
dapat dilihat pada Gambar 2.6.

13
Gambar 2.6 Klasifikasi Infeksi Dengue5

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DBD adalah
pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang signifikan dilakukan
adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD secara definitif
dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis.

Darah Lengkap :

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia.5

Isolasi Virus :

Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :6,7

14
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.
Identifikasi Virus :

Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan fluorescence antibody
technique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan cunjugate. Untuk
identifikasi virus dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibodi monoklonal.6,7

Uji Serologi :

1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test)6,7


Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan
digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam uji HI ini :

a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka uji ini baik
digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )6,7
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena selain
cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan
sampai beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )6,7
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji
neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT )
yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi
dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih
cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

15
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)8
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM yang diikuti oleh
IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan diagnosis
yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk
memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan kelebihan uji
mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama
dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI , hanya sedikit
lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue
blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya,
hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap
titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).8

Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :

Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis infeksi virus
dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse Transcriptase Polymerase
Chai Reaction (RTPCR).9,10 Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan
spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara
ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh
manusia , dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak
begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi
hasil dari PCR.9,10

16
2.7.2 Pemeriksaan Radiologi

Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3:

1. Dilatasi pembuluh darah paru


2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

2.8 Diagnosis Banding

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau
penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis chikungunya,
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan
antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota
keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan
dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih
pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva
dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan sakit
berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi
bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat

17
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi
dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak
sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder3.

2.9 Penatalaksanaan

Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan ke dalam 3
kelompok yaitu Grup A, B, dan C.5 Pasien yang termasuk Grup A dapat menjalani rawat
jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah
sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi
bersifat simptomatis dan suportif.

2.9.1 Grup A

Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan mampu
mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal sekali
dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan.
Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup
A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup,
serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang
warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit
jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.5

2.9.2 Grup B

Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan kondisi
penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi penyerta khusus seperti
kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial seperti
tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika
pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi
cairan intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s Lactate

18
dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan
masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.5

Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:

 Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
 Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit stabil atau
hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam
selama 2-4 jam.
 Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan
kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
 Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes
infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang
diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai
hematokrit di bawah nilai baseline.
 Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase
kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan,
kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati,
dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).

2.9.3 Grup C

Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage) berat yang
menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas, perdarahan
berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi syok terkompensasi
(compensated shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).5

Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:

 Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai
kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara
gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4
jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status
hemodinamik pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.

19
 Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan pertama. Jika
nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau
larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua,
kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
 Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan dan
memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).

Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:

 Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam sebagai bolus


diberikan dalam 15 menit.
 Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam selama 1
jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara gradual.
 Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi nilai hematokrit
sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (<40%), hal ini menandakan adanya
perdarahan, siapkan cross-match dan transfusi. Jika hematokrit tinggi dibandingkan
nilai basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua
selama 30 menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah bolus kedua.
 Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes seperti poin
penjelasan sebelumnya.
 Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah bolus cairan
kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan adanya perdarahan. Jika
hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infus koloid 10-20
ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi
kecepatan tetes.
 Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar atau 10-20
ml/kg/jam whole blood segar.

Kriteria memulangkan pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila :

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

20
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/µl
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)1.

2.10 Penyulit

Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik
seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati.
Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan
juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut3.

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat
disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada pasien syok
dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus
diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya.
Pungsi lumbal dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-
hati bila jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar
transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis
pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak darah)3.

Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak
teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum

21
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang.
Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah
urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin3.

Oedema Paru

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan yang
berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan panduan
yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan plasma
masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila
cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin
dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru pada foto
rontgen3.

2.11 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam Berdarah
(Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini
merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat,
dengan cara sebagai berikut5:

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-
lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain
agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban
bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak
menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE
ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini
setiap 2-3 bulan sekali

22
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air cukup dengan
1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok
makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka8:

1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik Aedes
aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti airnya,
hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan
dan tetap aman bila air tersebut diminum

2.12 Prognosis

Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan diberikan, umur,
dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV
bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok
yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa
menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa
umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai komplikasi
sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk3.

23
BAB III

KASUS PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

A. Contoh kasus pertama


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : EYA

Umur : 36 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bali

Agama : Hindu

Status Perkawinan : Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Tidak Memiliki Pekerjaan

Alamat : Jalan Tukad Petanu No 12 Sidakarya

Tanggal MRS : 24 Agustus 2015

Tanggal Pelaksanaan PBL : 29 Agustus 2015

II. KELUHAN UTAMA

Panas badan

III.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien ditemui di rumahnya dalam keadaan baik dan sehat tetapi pasien
mengatakan masih dalam keadaan lemas dan nafsu makan pasien belum kembali
seperti semula. Pasien pulang dari RSUP Sanglah pada tanggal 27 Agustus 2015.
Pasien dirawat di Rumah Sakit pada 24 Agustus 2015 dengan keluhan panas badan.
Keluhan panas badan dikatakan oleh pasien pertama kali dirasakan sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan panas badan tersebut dirasakan muncul

24
mendadak tinggi dan dirasakan terus menerus oleh pasien. Pasien mengatakan
keluhan panas badan sempat hilang setelah pasien minum obat penurun panas sejak 2
hari SMRS namun kemudian timbul kembali beberapa jam setelah pasien minum
obat.

Pasien juga mengeluh nyeri sendi yang dirasakan di seluruh tubuh. Keluhan ini
muncul bersamaan dengan panas badan. Nyeri sendi dirasakan seperti tertusuk-tusuk
dan ngilu. Nyeri dirasakan memberat saat panas badan dirasakan meningkat dan
membaik jika panas badan dirasakan menurun. Pasien juga mengeluh mual yang
dirasakan sejak dua hari SMRS. Mual dirasakan sepanjang hari, tidak berkurang
meskipun pasien istirahat, dan menyebabkan nafsu makan pasien berkurang. Riwayat
nyeri kepala, mimisan, gusi berdarah, nyeri perut, muntah, menstruasi dan berak
kehitaman disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Sebelumnya saat 3 hari SMRS pasien sempat berobat di seorang bidan dekat
rumahnya. Pada saat itu pasien diberikan obat penurun panas berupa parasetamol 3 x
500 gram. Obat tersebut diminum 3 kali dalam sehari, dikatakan setelah meminum
obat tersebut panas badan pasien menurun namun dalam beberapa jam timbul kembali
setelah efek obat tersebut hilang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan panas badan yang sama.
Riwayat penyakit demam berdarah disangkal oleh pasien.

Riwayat Keluarga

Sebelumnya keluarga pasien tidak ada yang mengalami demam dengan gejala
sama yang dikatakan oleh pasien.

Riwayat Sosial

Pasien tidak bekerja, Pasien hanya membantu kegiatan yang ada di lingkungan
keluarganya seperti mencuci, mengurus keponakan dan membersihkan lingkungan
rumahnya. Pasien merupakan anak kedua dari 3 orang bersaudara. Kakaknya yang
pertama sudah menikah dan mempunyai keluarga. Adik perempuan pasien masih

25
belum Menikah. Pasien tinggal dengan suami dan dua orang anaknya. Kehidupan
keluarga pasien bergantung pada pekerjaan suaminya yang bekerja sebagai buruh
bangunan bersama kakaknya. Di sekitar lingkungannya juga, dijelaskan oleh pasien
ada yang mengalami keluhan demam tinggi dan dikatakan mengidap penyakit demam
berdarah.

26
IV. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Temperatur : 36,8ºC

BB / TB : 59 kg / 152 cm

BMI : 25,53 kg/m2

Satus Gizi : Overweight

Status General

Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-)

THT : pendarahan gusi (-), epistaksis (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)

Thoraks : simetris

Cor: Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Perkusi : batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung parasternal line
dekstra, batas kiri jantung midclavicular line sinistra ICS V

27
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo: Inspeksi : Simetris statis & dinamis, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus N|N

N|

N|

Perkusi : sonor | sonor

sonor |

sonor sonor |

sonor

Auskultasi : vesikuler +|+, ronkhi -|-, wheezing -|-

+|+, -|-, -|-

+|+, -|-, -|-

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-),

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
Ballottement (-)

Perkusi : Timpani, Troube Space : timpani

28
Ekstremitas : Hangat +|+ edema -|-

+|+ -|-

29
Petechie (+) pada tangan kiri pasien, Rumple Leede Test (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap

Parameter 24/8/2015 25/8/2015 26/8/2015 Rujukan

WBC 4,89 5,6 4,71 4,1 - 10,9

HGB 15,8 11,30 11,5 12,00 – 16,00

PLT 20,80 40,3 56,0 140 – 440

HCT 46,70 42,6 43,8 36,0 – 46,0

Serologi Dengue (26 Agustus 2015)

Parameter Hasil Rujukan

Ig G anti Dengue Positif Negatif

Ig M anti Dengue Positif Negatif

VI. DIAGNOSIS
Demam Berdarah Dengue (Hari ke-7)

VII. PLANNING
Terapi

 Bed Rest
 IVFD RL 10 tetes per menit
 Diet TKTP, 2100 kalori per hari, protein 44 gr/hari
 Paracetamol 3x500mg P.O. (k/p)
 Minum semampunya
Diagnostik

30
 -
Monitoring:

 Keluhan
 Tanda vital : Kesadaran, Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi
 DL Serial @24 jam
VIII. Prognosis
Dubius ad bonam

31
IX. PROBLEM LIST
 Pengetahuan pasien mengenai penyakit demam berdarah, baik itu gejala, faktor
resiko serta hal yang harus diwaspadai apabila terserang penyakit demam berdarah.
 Pasien dengan IMT 25,53 kg/m2 sehingga tergolong obese.
 Lingkungan rumah pasien yang merupakan kawasan padat penduduk dan Sanitasi
lingkungan yang kurang baik dari pasien dapat dilihat dari beberapa tempat
penampungan air yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan vektor.

X. ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN


Kebutuhan fisik biomedis:
 Kecukupan gizi
Asupan makanan sehari-hari pasien dapat dikatakan cukup. Pasien mengatakan
bahwa harinya pasien dapat makan 3 kali dalam sehari tapi lauk yang dapat
dikonsumsi hanya sayur dan tahu tempe hanya terkadang pasien dapat
mengkonsumsi ikan ataupun daging ayam. Hal ini suami yang berprofesi sebagai
buruh bangunan memperoleh hasil yang pas-pasan. Semenjak demam, nafsu makan
pasien juga berkurang sehingga pasien dalam satu hari cuma satu kali makan dan
mengakibatkan kondisi lemah dari tubuh pasien. Saat dilakukan kunjungan, kondisi
pasien sudah sehat dan nafsu makan pasien sudah kembali normal

 Akses pelayanan kesehatan


Pasien saat ini tinggal di Jalan Tukad Petanu No. 12 Sidakarya. Daerah rumah pasien
termasuk cukup strategis untuk memperoleh pelayanan kesehatan dimana jarak rumah
pasien cukup dekat ke RSUP Sanglah, ke puskesmas dan juga di dekat rumah pasien
ada bidan yang biasa didatangi oleh pasien jika ingin berobat. Namun pasien lebih
sering ke bidan dan jarang ke puskesmas ataupun rumah sakit. Lokasi yang cukup
strategis ini dalam akses pelayanan kesehatan sebenarnya sudah cukup baik bagi
kehidupan pasien hanya saja dana tetap menjadi hambatan dalam pasien untuk
pengelolaan berobat bagi pasien.

 Lingkungan (tempat tinggal)


Pasien tinggal di sebuah Rumah dengan lingkungan yang cukup padat. Hal ini tampak
pada jalan masuk kearah rumah pasien yang kecil dengan dalam satu gang buntu ini

32
berisikan 3 rumah yang hanya berbatasan tembok. Dalam rumah pasien terdapat 3
Ruang tidur, 1 Dapur, 1 kamar mandi, serta Bale bengong yang digunakan berkumpul.
Dalam rumah pasien banyak terdapat sampah plastik ataupun kaleng yang tergelatak
dalam pot tanaman pasien. Di rumah pasien juga berisikan banyak pot tanaman yang
bisa menjadi sumber genangan untuk tempat berkembang biak vektor nyamuk.
Banyak juga terdapat rumah burung yang tergantung dan jarang dibersihkan. Pasien
tinggal dalam satu kamar yang sering digunakan tidur bersama anaknya. Dalam kamar
tersebut dibelakang pintu terdapat gantungan baju yang tampak banyak tergantung
disana dengan suasana cukup lembab berisikan satu kipas angin. Selain itu di depan
rumah pasien terdapat got dengan genangan air yang cukup kotor dan tidak mengalir
dengan lancar.
 Analisis biopsikososial :
Lingkungan biologis
Berat badan pasien 59 kg dan tinggi badan pasien 152 cm sehingga berat badan ideal
pasien adalah BBI=90% (TB-100) = 46,8 kg. Kebutuhan kalori pasien per harinya
didapatkan 2100 kalori. Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tidak
tentu, kadang 2 kali dalam sehari, kadang 3 kali, bahkan kadang 1 kali sehari.
Komposisi makanan pasien lebih sering berupa nasi dengan lauk tahu/tempe, pasien
jarang makan daging dan sayuran.
Tabel 1. Nutrisi Harian Pasien (Rata-Rata)

Jenis Jumlah Jadwal/hari

Karbohidrat

Nasi 1 prg (50-100 gr) 3 kali

Roti - -

Mie - -
Lainnya - -
Protein

Hewani - -
Nabati 2 potong (50-100 gr) 1 kali
Susu
- -

33
Buah - -

Sayuran 50-75 gr 1 kali


Lainnya - -
Jus

 Faktor Psikososialekonomi
Hubungan pasien dengan suami beserta anaknya terlihat baik-baik saja dan
cukup harmonis. Hal ini dapat dilihat dari saat kami berkunjung disambut baik
oleh seluruh keluarga. Hubungan pasien dengan lingkungan sekitar tempat
tinggal dan lingkungan kerja juga dikatakan baik, pasien merupakan orang yang
mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Keluarga pasien termasuk golongan
ekonomi menengah ke bawah dimana pasien tidak memiliki penghasilan,
sehari-hari kebutuhan pasien ditanggung suami dan kakak laki-laki.

XI. SARAN-SARAN TERHADAP PROBLEM LIST, FISIK BIOMEDIS


DAN BIO PSIKOSOSIAL
Secara umum saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan pasien yang
kami dapatkan, yaitu:

 Pasien dianjurkan untuk makan dengan nutrisi seimbang selama sakit dan
melakukan latihan jasmani rutin untuk membantu menurunkan berat badan
guna mencapai berat badan ideal.
 Menyarankan pasien untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan
lingkungan agar terhindar dari infeksi yang dapat mempengaruhi kondisi
pasien.
 Menyarankan pasien untuk menggunakan proteksi untuk menghindari
gigitan nyamuk berupa penggunaan lotion anti nyamuk atau menggunakan
baju lengan panjang

34
II. Contoh Kasus Kedua
1. Biodata

1) Nama Lengkap : Tn. R

2) Jenis Kelamin : Laki-laki

3) Umur : 15 Tahun

4) Status Perkawinan : Belum menikah

5) Agama : Islam

6) Suku Bangsa : Bugis

7) Pendidikan : SMA

8) Pekerjaan : Pelajar

9) Pendapatan : -

10) Tanggal MRS : 19 Februari 2020

b. Identitas Penanggung

1) Nama Lengkap : Tn. K

2) Jenis Kelamin : Laki-laki

3) Pekerjaan : KRT

4) Hubungan dengan klien : Ayah kandung

5) Alamat : Balai Kota III Kendari

2. Riwayat keluhan

a. Keluhan Utama : Panas tinggi dan kondisi lemah

b. Riwayat keluhan saat pengkajian tanggal 20 Februari 2020, keluarga pasien mengatakan
demam sejak 5 hari yang lalu, sakit kepala, demam naik turun dan sulit tidur, kulit merah
dan kulit terasa hangat.

35
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Panas mendadak yang disertai menggigil, pada saat turun
panas terjadi antara hari ke-3 pertama suhu tubuh 37 0C namun naik demamnya di hari 4-5
suhu tubuh 38,8 oC dan anak semakin lemah disertai nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri pada perut, nyeri ulu hati, pegal-pegal
pada saluran tubuh, mual, muntah dan anoreksia.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Apakah pernah menderita penyakit yang sama : tidak Pernah

b. Bila pernah dirawat di RS, sakit apa : tidak pernah

c. Pernah mengalami pembedahan : Tidak pernah

d. Riwayat Alergi : Tidak Ada riwayat Alergi

e. Kebiasaan ketergantungan : Kebiasaan tidur larut malam

36
5. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda tanda vital

1) Tekanan darah : 130/80 mmHg

2) Pernapasan : 24 kali/menit

3) Nadi : 88 kali/menit

4) Suhu badan : 38.8 oC

b. Berat badan dan tinggi badan


Berat badan : 48 Kg
Tinggi badan : 155 Cm
IMT : 16 kg/m2 normal 17-23 kg/m2

c. Kepala

1) Bentuk Kepala : bulat, tidak ada masalah

2) Keadaan kulit Kepala : Nampak bersih tidak ada lesi dan ketombe

3) Nyeri kepala/Pusing : Klien sakit kepala

4) Distribusi Rambut : Lebat, distribusi merata

5) Rambut mudah tercabut : Tidak mudah tercabut

6) Alopesia : Tidak ada alopesia

7) Lain lain : Tidak ada

d. Mata
1) Kesimetrisan : Simetris kiri dan kanan
2) Edema Kelopak mata : Tidak ada

3) Ptosis : Tidak ada ptosis

4) Sklera : Anikterik (normal)

5) Konjungtiva : Merah muda (normal)

6) Ukuran pupil : Isokor

7) Ketajaman penglihatan : Visus mata 6/6

37
8) Pergerakan bola mata : Baik, dapat digerakkan ke 8 arah

9) Lapang pandang : Normal dapat menjangkau lateral (sudut mata)

10) Diplopia : Tidak ada diplopia

11) Photohobia : Tidak ada

12) Nistagmus : Tidak ada

13) Refleks kornea : Berkedip normal ketika diberi rangsangan

14) Nyeri : Tidak ada nyeri tekan

e. Telinga
1) Kesimetrisan : Simetris Kiri dan Kanan

2) Sekret : Tidak ada secret

3) Serumen : Tidak ada serumen

4) Ketajaman Pendengaran : Baik (tes arloji)

5) Tinnitus : Tidak ada tinnitus

6) Nyeri : Tidak Ada nyeri

f. Hidung
1) Kesimetrisan : Simetris Kiri dan Kanan

2) Perdarahan : Tidak ada perdarahan luar

3) Sekresi : Tidak ada secret

4) Fungsi penciuman : Baik (tes pembauan)

5) Nyeri : Tidak ada nyeri

g. Mulut

1) Fungsi bicara : Baik tidak ada hambatan

2) Kelembaban bibir : Lembab

3) Posisi ovula : Normal, berada diantara tonsil

4) Mukosa : Tidak ada lesi dan peradangan

38
5) Keadaan tonsil : Baik,tidak ada pembesaran dan peradangan

6) Stomatitis : Tidak Ada

7) Warna lidah : Merah muda

8) Tremor pada lidah : Tidak ada tremor

9) Kebersihan lidah : Bersih

10) Bau Mulut : Sedikit Bau

11) Kelengkapan Gigi : Lengkap

12) Kebersihan gigi : Baik

13) Karies : Tidak ada

14) Suara parau : Tidak ada

15) Kesulitan menelan : Tidak

16) Kemampuan mengunyah : Baik

17) Fungsi mengecap : Kurang baik tidak dapat membedakan Rasa

6 Hasil Pemeriksaan laboratorium


WBC 7,12 x 10 3 / ul
Neutrofil : 2,25 x 10 3 / ul
Monosit : 3,94 x 10 3/ul
Bastofit : 0,08 x 10 3/ul

7. Tindakan medik/pengobatan

a. Pemasangan Infus IVPD 500 ml 24 Tpm

b. Ketorolac 1 amp/ip/8 jam

c. Ceftriaxone 1 gr/iv/12 jam

d. Paracetamol inpus/ip/8 jam

39
8. Klasifikasi data

Data subjektif:
a. Klien mengatakan demam sejak 5 hari yang lalu

b. Klien mengatakan demamnya naik turun

c. Kulit merah
d. Klien mengatakan sulit tidur
e. Klien mengatakan sakit kepala
f. Klien mengatakan nyeri pada perut
P (paliatif): proses penyakit
Q (Qualitatif): Seperti tusuk-tusuk
R (Regio): Abdomen dan kepala
S (Severe): Skala nyeri 6 57
9 . Kesimpulan
Pasien Menderita Hipertensi DBD

III. Contoh Kasus Ke Tiga


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : INB
No CM : 00675377
Umur : 44 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Pulau Misol Gg VI A
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal MRS : 13 Oktober 2018
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2018

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Wangaya dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam
dirasakan mendadak dan demam dikatakan tidak pernah turun. Demam dikatakan memburuk baik
saat pagi hari maupun malam hari. Pasien minum obat tablet dari bidan untuk meringankan
keluhannya, namun demam dikatakan tidak kunjung membaik dan tetap tinggi. Demam dikatakan
menganggu aktivitas dan tidur pasien. Saat dilakukan pemeriksaan, demam dikatakan sudah
40
membaik dimana pasien sudah tidak merasa demam dalam 2 hari terakhir.Pasien juga mengeluh
nyeri kepala sejak 2 hari SMRS. Sakit kepala dikatakan berlokasi di bagian atas kepala hingga ke
bagian belakang leher. Sakit kepala dikatakan muncul pada saat terjadinya demam. Sakit kepala
dirasakan seperti tertekan benda berat. Sakit kepala dirasakan sepanjang hari dan terasa memberat
ketika suhu tubuh meningkat.Sakit kepala tidak membaik dengan beristirahat. Saat pemeriksaan
dilakukan pasien sudah tidak mengeluh sakit kepala lagi.
Pasien mengeluh perdarahan dari hidung sejak 1 hari SMRS. Perdarahan dari hidung
dikatakan muncul mendadak sebanyak 2 kali yakni pada siang hari dan berulang di sore hari
dengan volume . gelas aqua setiap kali perdarahan. Perdarahan dari hidung membaik 5-10 menit
setelah dilakukan penekanan dengan kapas dan kain. Riwayat trauma sebelum terjadi perdarahan
dari hidung disangkal oleh pasien. Riwayat perdarahan di gusi disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengeluh mual sejak 2 hari SMRS. Mual dirasakan hilang timbul dan mulai memberat sejak 1
hari SMRS. Keluhan mual tidak disertai dengan muntah. Saat pemeriksaan dilakukan, pasien
masih mengeluh mual. Tidak ada riwayat keluhan lain seperti nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak
nafas, batuk, bintik-bintik merah di kulit, penglihatan kabur sejak pasien demam pertama kali
hingga pemeriksaan ini dilakukan. BAB dan BAK dikatakan normal oleh pasien. Riwayat
Penyakit Dahulu dan Pengobatan Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Pasien menyangkal sempat bepergian ke daerah endemis malaria sebelumnya. Riwayat pernah
mengalami demam berdarah, demam tifoid disangkal oleh pasien. Pasien mengaku tidak memiliki
riwayat penyakit seperti Diabetes Mellitus, hipertensi, maupun penyakit ginjal.Pasien tidak
memiliki alergi terhadap obat maupun makanan. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga
pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit jantung, dan asma.
Riwayat Pribadi dan Sosial Pasien adalah buruh bangunan salah satu villa di daerah Kuta. Saat ini
pasien tinggal disebuah rumah kost dengan istri dan anaknya. Menurut pasien, di dekat tempat
tinggal pasien terdapat salah satu tetangga yang sering mengumpulkan barang rongsokan dimana
banyak terdapat sumber genangan air. Pasien mengatakan limbah rumah tangga dibuang melalui
pipa yang disalurkan ke selokan di depan rumah dan selokan tampak kotor. Beberapa tetangga
pasien dikatakan mengalami gejala yang sama dengan pasien, dan salah satunya dikatakan
mengalami demam berdarah dan sempat rawat inap di rumah sakit. Pasien mengaku merokok
sejak usia muda dan biasa menghabiskan 1 bungkus perhari. Riwayat mengkonsumsi alkohol
disangkal oleh pasien

41
III. PEMERIKSAAN FISIK (Saat awal Masuk UGD/ 13 Oktober 2018)
Status Present
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4V5M6)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit reguler, lemah
Respirasi : 20 x/menit tipe pernafasan torakoabdominal reguler
Suhu aksila : 38,5 °C
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 18,32 kg/m2
VAS : 2/10

Status General
Mata : anemia -/-, ikterus-/-, odem palpebra -/-, refleks pupil +/+
isokor, lakrimasi -/-, conjunctival bleeding -/-
THT : tonsil T1 T1, faring hiperemis (-), lidah typhoid (-)
Telinga :bentuk normal, sekret tidak ada
Hidung : sekret darah mengering, malar rash (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Lidah : ulkus (-), papil lidah atrofi (-), lidah kotor (-)
Mukosa mulut : basah, stomatitis angularis (-),ulkus (-),
Leher : JVP PR + 0 cmH20, pembesaran kelenjar (-)
Thoraks : Simetris
Cor: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas: setinggi ICS II
Batas bawah : setinggi ICS V
Batas kanan : PSL dekstra
Batas kiri : MCL sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo: Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal fremitus normal normal
Perkusi : sonor sonor

42
Auskultasi :
Ves Ves Ronchi - - Wheezing - -
Ves Ves - - - -
Ves Ves - - - -
Abdomen
Inspeksi : simetris (+), distensi (-), meteorismus (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, asites (-)
Ekstrimitas : Edema - - Hangat - -
Kulit : Rumple leed test (+)

IV. DIAGNOSIS

 Observasi Febris hari ke 10 et causa Dengue Hemorhagic Fever Grade II


VI. PENATALAKSANAAN
 Masuk rumah sakit (MRS)
 Infus RL 30 tpm
 Paracetamol 500 mg @8 jam IO (jika t.ax ≥37,5oc)
 Omeprazole 1 x 40 mg
 KIE Minum 1,5 – 2 liter / hari

V. MONITORING
- Vital sign dan keluhan
- Fluid Balance
- Darah Lengkap tiap 12 jam

43
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari kunjungan lapangan yang saya lakukan, permasalahan pasien yang kami
dapatkan berupa pemahaman pasien mengenai penyakit pasien yang hanya
mengetahui demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit yang cukup
berbahaya, sedangkan untuk pencegahan, faktor resiko, dan gejala yang dalam
kegawatdaruratan yang kurang diketahui. Kedua, permasalahan nutrisi dimana pasien
dengan BMI yang termasuk dalam kategori berat lebih. Ketiga, permasalahan
lingkungan terkait perkembangan vektor dan kontaknya dengan pasien.

Permasalahan pertama yaitu mengenai pengetahuan mengenai Penyakit demam


berdarah dengan memberikan penjelasan berupa:

1. Gejala dari demam berdarah dengue:


a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari dan biasanya bifasik
b. Ada minimal satu manifestasi perdarahan seperti (Bintik merah/
petekie, perdarahan gusi, perdarahan hidung, menstruasi pada wanita,
muntah darah, BAB berwarna hitam)
c. Gejala penyerta seperti : Nyeri kepala, nyeri retro orbital, Nyeri sendi
atau otot, dan Ruam kulit
2. Pencegahan yang dapat dilakukan berupa:
a. Host : Kondisi imunitas tubuh pasien, pencegahan dengan
menggunakan baju lengan panjang ataupun menggunakan obat anti
nyamuk, dan dapat menjaga nutrisi pasien dengan baik.
b. Vektor : Dapat menggunakan obat pembasmi nyamuk, menghilangkan
tempat perkembangbiakan vector, menggunakan obat abate untuk
mencegah perkembangbiakan telur vector pada air, serta menyadari
bahwa vektor dapat bertransportasi dari satu tempat ke tempat lain
dengan kemampuan terbang kurang lebih 100 meter.
c. Lingkungan : Dengan cara 3 M yaitu (menutup, mengubur dan
menguras), menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan di dalam
rumah, kurangi menggantung baju serta membersihkan sampah secara

44
rutin yang dapat membuat genangan air yang bertahan lama.
3. Tanda bahaya pada penyakit demam berdarah dengue:
a. Mual yang menetap
b. Nyeri perut yang berat
c. Pasien merasakan lemas yang berkepanjanganLethargy and/or
restlessness, sudden behavioural changes.
d. Terjadi perdarahan, baik itu mimisan, BAB berwarna hitam, Muntah
darah, menstruasi.Bleeding: Epistaxis, black stool, haematemesis,
excessive menstrual bleeding, darkcoloured
e. Kencing berdarah (haemoglobinuria) or haematuria.
f. Giddiness.
g. Pucat dan dingin pada bagian ekstremitas pasienPale, cold and clammy
hands and feet.
h. Tidak kencing dalam waktu 4-6 jam Less/no urine output for 4–6
hours.

Permasalahan kedua, yaitu nutrisi yang lebih pada pasien. Kebutuhan nutrisi yang
lebih yang terkait dengan intake nutrisi yang lebih karena cara pemakanan yang tidak
seimbang dapat ditanggulangi dengan memberikan saran berupa :

1. Mengkonsumsi makanan seimbang dengan porsi karbohidrat, protein, dan lemak


yang sesuai untuk mencapai berat badan ideal.
2. Menyarankan untuk melakukan latihan jasmani secara teratur,
3. Sajikan makanan dalam keadaan higienis
Berat badan pasien 59 kg dan tinggi badan pasien 152 cm, dengan BMI pasien sebesar
25,53 kg/m2. Berat badan ideal pasien adalah BBI= 90% (TB-100)= 46,8 kg. Untuk
mencapai berat badan ideal, kebutuhan kalori pasien per harinya didapatkan 1170
kalori dengan komposisi karbohidrat 45-65% (175 gram), lemak 20-25% (26 gram),
protein 10-20% (60 gram).

Permasalahan lain yang ditemukan pada pasien adalah lingkungan rumah pasien yang
berpotensi sebagai tempat penampungan air tempat berkembang biak nyamuk, seperti
pot, sangkar burung, pohon pisang, serta kebiasaan pasien yang sering menggantung

45
baju di belakang pintu kamar. Beberapa kondisi tersebut akan turut berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan vektor dengue, sehingga disini perlu dilakukan
pengendalian terhadap vektor tersebut. Secara teori, cara pengendalian yang dapat
dilakukan sampai saat ini adalah dengan memberantas nyamuk penularnya, karena
vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi sampai saat ini belum ada. Pada
dasarnya pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan beberapa cara, pertama
yaitu dengan pengendalian lingkungan. Langkahnya terdiri dari pengendalian
terhadap nyamuk dewasa dan pradewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini
adalah mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk
sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk
menularkan penyakit atau mengusahakan agar kontak nyamuk dan manusia
berkurang. Pada pasien usaha untuk mengendalikan nyamuk dewasa dapat dilakukan
adalah dengan cara :

1. Menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, lubang ventilasi, mengurangi


tanaman perdu,
2. Tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar serta memasang kawat
kasa,
3. Menggunakan lotion anti nyamuk terutama saat siang hari atau memakai baju
lengan panjang baik di rumah kos ataupun di tempat kerja,
Kedua, adalah pengendalian terhadap nyamuk pradewasa. Pengelolaan lingkungan
tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk meletakkan telurnya
atau menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk. Cara yang dapat
dianjurkan/dilakukan adalah dengan melakukan prosedur “3M” yaitu :

1. Membersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC) dan
mengganti tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti bak mandi, tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Mengubur atau membuang barang-barang bekas pada tempatnya, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bambu,
tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya

46
4. Menaburkan bubuk ABATE ke dalam tempat-tempat penampungan air untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Tindakan ini dapat diulangi setiap 2-3 bulan
sekali.

47
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/


DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfoadenopati,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan degue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan (syok)1 Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan
transmisi virus dengue yaitu: 1) vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan mengigit,
kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2)
pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan
penduduk 1

Saran dari kami yaitu perlu adanya pengarahan lengkap, efektif, dan efisien, yang
berupa sikap atau contoh gerakan bebas Demam Berdarah Dengue lebih lanjut tentang
demam Demam Berdarah Dengue dengan sasaran yang tepat dan perbaikan perilaku yang
lebih efisien terhadap komunitas. Adanya pengarahan terhadap pasien yang lebih ditekankan
pada aspek perubahan perilaku, di antaranya tentang tindakan pencegahan, 3M, penggunaan
abate, dan pengetahuan tentang fogging. Diharapkan dapat membantu pasien mencegah
penyebaran DHF di lingkungan pasien.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India
2. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
4. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.
5. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. New Edition 2009.
6. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The Diagnosis of
Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.
7. Guzman MG, Kouri G. Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J Infect Dis
2007;8:69-80.
8. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG ELISA and non-
structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for differentiation of primary and
secondary dengue virus infections. Clin Diagn Lab Immunol 2006;10:622-30.
9. Chien LJ. Development of a real time reverse transcriptase PCR assays to detect and
serotype dengue viruses. J Clin Microbiol 2008;44:1295-04.
10. Lanciotti RS. Rapid detection and typing of dengue viruses from clinical samples by
using reverse transcriptase-polymerase chain reaction. J Clin Microbiol 2008;30:545-51.

49

Anda mungkin juga menyukai