KELOMPOK 7
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan kegiatan pemberdayaan
masyarakat ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan laporan ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
tantangan itu bisa teratasi.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
laporan selanjutnya.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
yang disebabkan oleh virus Dengue (WHO, 2004). Di Indonesia, vektor utama penyakit DBD adalah
nyamuk Aedes aegypti. Prevalensi Demam Berdarah Dengue di Indonesia termasuk nomer dua terbesar di
Asia setelah Thailand. DBD juga termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah.
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD secara nasional terjadi pada tahun 1998 dan tidak mengalami penurunan
yang berarti pada tahun- tahun selanjutnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penanganan yang ditujukan bagi
pemberantasan DBD masih belum berhasil. Selain itu kurangnya dana untuk supervisi dari Departemen
Kesehatan, sistem surveillance yang belum optimal dan perilaku masyarakat yang tidak sehat merupakan
faktor penghambat keberhasilan program. (Depkes, 2004). Pemberdayaan partisipasi masyarakat khususnya
siswa sekolah dalam upaya pemberantasan DBD di Indonesia masih belum optimal. Beberapa tahun
belakangan ini DBD merupakan salah satu Emerging Disease di Indonesia dengan insiden yang
meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB sehingga angka kesakitan dan
kematian yang terjadi dianggap merupakan gambaran penyakit di masyarakat. Angka insidens DBD
secara nasional sangat berfluktuasi dengan siklus puncak 4-5 tahunan. Pada tahun 2000 insiden rate
sebesar 15,75 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2001 insiden rate meningkat sebesar 17,2 per
100.000 penduduk. Angka bebas jentik (ABJ) pada tahun 1998 adalah 83,71% dan pada tahun 1999 menjadi
83,74%. Angka yang diharapkan untuk membatasi penyebaran DBD adalah ≥ 95%. Sejak bulan Januari
sampai dengan Maret 2004, secara kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan telah ditangani sebanyak
26.015 kasus, dengan kematian mencapai 389 (CFR = 1,53%). Departemen Kesehatan menyatakan telah
terjadi KLB DBD Nasional pada tanggal 16 Pebruari 2004, dengan pernyataan ini diharapkan Pemerintah dapat
menggerakkan seluruh sumber daya dan komponen yang ada di masyarakat untuk menanggulangi KLB DBD
secara cepat dan tepat (Depkes, 2004). Berbagai upaya Pemerintah telah dilakukan untuk menanggulangi KLB
DBD ini diantaranya melalui penyediaan dan peningkatan sarana pelayanan kesehatan, melakukan
pengasapan dan menggalakkan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3 M (menguras bak
mandi, menutup tandon air dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan). Di DKI Jakarta dan
beberapa kota di Jawa Tengah, PSN ini diintensifkan melalui Kegiatan Pemantauan Jentik Berkala
(PJB) dengan merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jumantik yang direkrut bertugas melaksanakan
kegiatan pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan penyuluhan kesehatan. Selain
itu pemberdayaan masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisasi) Pokjanal DBD di
Desa/Kecamatanmaupun Kecamatan dengan fokus pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan
3
pemeriksaan jentik berkala juga ditingkatkan (Kompas, 2005). Mengingat kasus DBD yang menimbulkan KLB
dari tahun ke tahun maka pemberdayaan siswa sekolah terutama di tingkat SD perlu segera dilakukan.
Siswa yang telah memperoleh pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk diharapkan
dapat melakukan pemantauan jentik atau wamantik (siswa pemantau jentik) yang dimulai dari
lingkungan sekolahnya. Dari lingkungan sekolah inilah diharapkan terbentuk perilaku hidup bersih dan sehat
serta meningkatkan kewaspadaan dini terhadap KLB DBD yang akan diaplikasikan di lingkungan sekitar siswa
tersebut.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Meneliti pemberdayaan siswa pemantau jentik berbasis sekolah sebagai upaya pencegahan KLB DBD di
Indonesia.
Tujuan Khusus
1. Meneliti pengaruh pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk terhadap tingkat
pengetahuan siswa,
2. Meneliti peran Siswa Pemantau Jentik Berbasis Sekolah terhadap peningkatan angka bebas jentik.
C. Manfaat
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan menular
melalui gigitan nyamuk yang ditandai dengan panas (demam) dan disertai dengan perdarahan (Kemenkes RI, 2014).
Dalam referensi lain disebutkan bahwa demam berdarah atau DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh salah satu
dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus yang dikenal dengan virus dengue. Penyakit ini ditemukan di daerah
tropis dan disebarkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes aegypti (Novel, 2011)
Dalam modul pengendalian DBD, disebutkan bahwa penyakit DBD merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2
sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit berupa
bintik perdarahan (petechiae, lebam, atau ruam (purpura). Kadang disertai mimisan, berak darah, muntah darah dan
kesadaran menurun (Ditjen P2PL, 2011).
Penyebab penyakit DBD adalah virus famili Flaviviridae dengan genus flavivirus. Terdapat empat
serotipe virus yang disebut dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus ini telah
ditemukan diberbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dengue-3 sangat erat
kaitannya dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe paling luas distribusinya disusul dengan dengue-2,
dengue-1, dan dengue-4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut di atas, akan menyebabkan
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan (Ditjen P2PL, 2011).
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang hidup di dalam
dan di sekitar rumah atau tempat-tempat umum. Proses penularan DBD sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014):
a. DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
betina.
b. Nyamuk ini mendapatkan virus dengue sewaktu menggigit/ menghisap darah orang yang sakit DBD atau di
dalam darahnya terdapat virus dengue, tapi tidak menunjukkan gejala sakit.
c. Virus dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, termasuk kelenjar
liurnya.
5
d. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liur
nyamuk
e. Virus dengue akan menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil (kapiler),
akibatnya terjadi perdarahan dan kekurangan cairan bahkan bisa sampai mengakibatkan renjatan (syok).
Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes, yaitu nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk jenis
ini lebih banyak hidup di air bersih dan menghisap darah pada pagi dan sore hari .
6
3. Tempat Perkembangbiakan Jentik Nyamuk
Ada dua jenis tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu:
a. Alamiah
Tempat perkembangbiakan alamiah adalah segala sesuatu yang telah tersedia di lingkungan permungkiman berupa
tanaman yang dapat menampung air jernih sebagai tempat perindukan nyamuk seperti ketiak daun, tempurung
kelapa, lubang bamboo, ataupun pelapah daun.
b. Buatan
Tempat perkembangbiakan jentik buatan adalah segala sesuatu yang dibuat oleh manusia dan berfungsi
menampung air dan jernih, yang kemudian digunakan oleh nyamuk aedes untuk tempat berkembang biak, seperti
bak mandi,kaleng,plastik, dan lain-lain. Tempat penampungan air tersebut berada di sekitar permungkiman
penduduk. Tempat nyamuk berkembang biak yang dibuat/disediakan oleh manusia,seperti tempat penampungan
air bersih (bak mandi,ember,dispenser,kulkas,dan lain-lain), maupun tempat air lainnya yang ada di sekitar
pemungkiman penduduk.
4. Perilaku Nyamuk
a. Perilaku Menghisap Darah
Nyamuk Aedes betina menghisap darah manusia pada waktu siang hari, dengan puncak kepadatan nyamuk pada
jam 08.00-10.00 dan jam 15.00-17.00. Nyamuk betina menghisap darah untuk pematangan.
b. Perilaku Istirahat
Nyamuk Aedes setelah menghisap darah akan beristirahat untuk proses pematangan telur, setelah bertelur nyamuk
istirahat untuk kemudian menghisap darah kembali. Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai beristirahat di tempat
yang gelap, lembab, tempat bersembunyi di dalam rumah atau bangunan. Termasuk kolong tempat
tidur,kloset,kamar mandi, dan dapur. Selain itu, juga bersembunyi pada benda-benda yang ditemukan di luar
rumah, ditanaman, atau tempat berlindung lainnya. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus jarang ditemukan
beristirahat di dalam rumah. Kebiasan istirahat nyamuk Aedes albopictus adalah di luar rumah, seperti di
tanaman,rerumputan,tanaman kering,dan lain-lain.
rumah
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
bangunan
ABJ= rumah 𝑥100%
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
bangunan
7
b. House Index (HI)
Rumus untuk menghitung Huose Index adalah sebagai berikut :
rumah
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
bangunan
HI= rumah 𝑥100%
Jumlah 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
bangunan
Dari rumus tersebut, dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai HI di suatu daerah, maka risiko penularan penyakit
DBD di daerah tersebut semakin besar. Untuk mengetahui risiko berdasarkan nilai HI dapat dilihat dari Density Figure.
Berikut ini merupakan karegorisasi risiko dari house index;
Semakin besar angka CI di suatu daerah,maka risiko penularan penyakit DBD di daerah tersebut juga semakin besar.
a. Fongging focus
Fongging merupakan penyemprotan dengan insektisida terutama di daerah rawan terjadi wabah DBD di musim
penghujan. Dengan keterbatasan dana, kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis
betul-betul memenuhi kriteria yaitu di daerah tersebut telah ada 3 penderita DBD.
b. Abatisasi
Abatisasi adalah membunuh jentik-jentik nyamuk dengan bubuk abate atau penaburan bubuk abate di tempat-
tempat penampungan air. Kegiatan ini dilaksanakan di desa/kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat-
tempat umum. Semua tempat penampungan air dirumah dan bangunan yang ditemukan jentik nyamuk Aedes
aegypti ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan (10 gram) abate untuk 100 liter air.
c. Penyuluhan dan pergerakan masyarakat dalam PSN DBD (Gerakan 3M)
Pergerakan masyarakat dalam PSN DBD dilakukan dengan kerja sama lintas sector yang dikoordinasikan oleh
kepala wilayah/daerah setempat melalui wabah pokjanal/pokja DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada
saat sebelum perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan berdasarkan data kasus bulanan demam
berdarah (DBD) dalam 3-5 tahun terakhir.
8
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD
Pemeberantasan DBD dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk. Pemberantasan sarang nyamuk
dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
a. Cara fisik
Pemberantasan sarang nyamuk dengan cara fisik dikenal dengan istilah 3M plus. Kegiatan 3M plus merupakan
singkatan dari menguras,menutup,mengubur, dan menghindar gigitan nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk dan
menggunakan kelambu berinteksida. Kegiatan menguras dilakukan dengan cara menguras dan menyikat kamar
mandi,bak,wc, dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya dilakukan seminggu sekali. Kegiatan
menutup dilakukan dengan cara menutup tempat penampungan air seperti tempayan,drum, dan lain-lain. Sedangkan
kegiatan mengubur dilakukan dengan mengubur,menyingkirkan,atau memusnahkan barang-barang bekas seperti
kaleng,ban, dan lain-lain.
b. Cara Kimia
Pemberantasan jentik nyamuk dengan cara kimia dikenal dengan istilah larvasidasi, yaitu dilakukan dengan
mengunakan insektisida pembasmi jentik.
c. Cara Biologi
Cara biologi untuk membasmi jentik nyamuk adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan
air. Misalnya ikan kepala timah,ikan gupi,dan ikan cupang.
Selain itu dapat pula menggunakan bakteri seperti Bacillus thuringiensis var, Israeliensis (Bti).
1. Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti sehingga
dapat meningkatkan risiko penularan penyakit DBD. Salah satu kondisi lingkungan yang
berpengaruh adalah kelembaban udara (Yudhastuti & Vidiyani, 2005). Sugito menjelaskan bahwa
kelembaban yang optimal untuk proses pertumbuhan embrio dan ketahanan tubuh embrio nyamuk
adalah 81,5-89,5% (Rahayu et al., 2013). Faktor lingkungan lain yang berpengaruh adalah
keberadaan saluran air hujan, keberadaan kontainer, keberadaan pot tanaman hias, mobilitas
penduduk, serta kepadatan penduduk (Suyasa et al., 2008).
2. Faktor Perilaku
Perilaku masyarakat berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti.
Perilaku tersebut berupa pengetahuan dan tindakan dalam mengurangi atau menekan kepadatan
jentik (Yudhastuti & Vidiyani, 2005). Tindakan yang dapat mencegah keberadaan jentik secara
signifikan adalah kegiatan PSN yang dilakukan secara berkala. Kegiatan PSN dilakukan dengan cara
3M plus pada tempat-tempat yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk
(Widagdo et al., 2008). Selain itu sikap terhadap pencegahan penyakit juga berpengaruh terhadap
keberadaan jentik nyamuk DBD (Nugrahaningsih et al., 2010).
9
3. Penyuluhan Kelompok tentang DBD
Penyuluhan kesehatan merupakan salah satu bentuk kegiatan promosi kesehatan. Promosi
kesehatan adalah proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat agar dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatannya (Maulana, 2007). Penyuluhan terkait penyakit DBD dan cara
pemcegahannya yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat berpengaruh terhadap
meningkatnya ABJ di wilayah tersebut (Rosidi & Adisasmita, 2009).
Juru pemantau jentik adalah anggota masyarakat yang dilatih oleh Puskesmas setempat untuk memantau
keberadaan dan perkembangan jentik nyamuk. Sedangkan wamantik adalah siswa sekolah dari berbagai jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang telah dibina dan dilatih sebagai juru pemantau jentik di sekolahnya
(Kemenkes RI, 2014).
Sebagian besar wamantik adalah anak SD yang artinya usia mereka antara 6 -12 tahun. Periode ini
dianggap sebagai periode ketika anak dianggap mulai bertanggungjawab atas perilakunya sendiri dalam
hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak
memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri kehidupan dewasa dan memperoleh
ketrampilan tertentu (Nuryanti, 2008).
Dalam bidang kesehatan, anak usia sekolah merupakan kelompok yang sangat rentan
terhadap masalah kesehatan. Akan tetapi mereka merupakan kelompok yang sangat peka terhadap
perubahan. Usia anak sekolah merupakan kelompok yang paling tepat untuk memperoleh pendidikan
kesehatan. Masa tersebut adalah masa dimana anak senang mempelajari apapun yang ada di
sekelilingnya. Oleh karena itu, melibatkan anak SD dalam kegiatan pemantauan jentik adalah
tindakan yang tepat (Kemenkes RI, 2014). .
10
2. Peran dan Tanggung Jawab Wamantik
Peran dan tanggung jawab wamantik menurut (Kemenkes RI, 2014) adalah sebagai berikut:
A. Melakukan kegiatan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan sekolah secara rutin seminggu sekali
B. Melakukan kegiatan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan tempat tinggalnya secara rutin seminggu
sekali
C. Membuat catatan/laporan hasil pemantauan jentik dan PSN di sekolah dan tempat tinggalnya
D. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada guru penanggung jawab Jumantik-PSN sekolah seminggu
sekali menggunakan formulir hasil pemantauan jentik
E. Melakukan sosialisasi PSN 3M dan pengenalan DBD kepada rekan-rekan siswa-siswi lainnya
F. Berperan sebagai penggerak dan motivator siswa-siswi lainnya agar mau melaksanakan pemberantasan
sarang nyamuk terutama di lingkungan sekolah dan tempat tinggalnya
G. Berperan sebagai penggerak dan motivator bagi keluarga dan masyarakat agar mau melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk terutama di lingkungan tempat tinggalnya.
Kegiatan pemantauan jentik merupakan bagian penting dalam kegatan PSN karena kegiatan tersebut
dapat mengetahui kepadatan jentik nyamuk. Pengamatan jentik dapat dilakukan sebagai berikut (Kemenkes RI,
2014) :
A. Mencari semua tempat perkembangbiakan jentik nyamuk yang ada di dalam maupun di lingkungan
sekolah. Tempat perkembangbiakan nyamuk di dalam sekolah antara lain tatakan pot bunga, tatakan
dispenser, tatakan kulkas, bak mandi/WC, vas bunga, dan lain-lain. Sedangkan tempat perkembangan
nyamuk di luar sekolah misalnya tempayan, drum, talang air, tempat penampungan air hujan/air AC,
kaleng bekas, botol plastik, ban bekas, pelepah talas, pelepah pisang, potongan bambu, plastik, dan lain-
lain.
B. Setelah didapatkan, maka dilakukan penyenteran untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
C. Mencatat ada tidaknya jentik dan jenis kontainer yang diperiksa pada formulir hasil pemantauan jentik
mingguan di sekolah.
11
4. Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan berfungsi untuk menilai keberhasilan PSN 3M oleh anak sekolah,
serta sebagai informasi penting dalam rangka menghadapi terjadinya serangan DBD. Kegiatan pencatatan dan
pelaporan dilakukan dengan tahapan berikut (Kemenkes RI, 2014):
A. Seminggu sekali siswa melakukan pemantauan jentik dan PSN di lingkungan sekolah, kemudian
melakukan pencatatan hasil pemantauan jentik jenis ruangan yang dipantau, jenis tempat
perkembangbiakan nyamuk/ penampungan air (kontainer), ada tidaknya jentik dan kegiatan PSN 3M
yang dilakukan pada formulir hasil pemantauan mingguan di sekolah.
B. Formulir hasil pemantauan jentik mingguan kemudian dilaporkan setiap minggu ke guru penanggung
jawab dan diparaf oleh guru yang bertanggungjawab.
C. Guru penanggung jawab memeriksa formulir pemantauan mingguan dan apabila ditemukan jentik
nyamuk maka guru wajib memberikan arahan kepada siswa untuk meningkatkan kegiatan PSN 3M,
kemudian menugaskan petugas kebersihan sekolah untuk membersihkan lingkungan sekolah, serta
diharapkan dapat melaporkan ke Puskesmas untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut.
12
BAB III
METODOLOGI KEGIATAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi prospektif. Penelitian ini menggunakan siswa SD di
wilayah desa Petuk Tatimpun yang duduk di kelas 5 dan 6. Siswa yang terpilih diberikan pendidikan kesehatan
mengenai pemberantasan jentik nyamuk kemudian dibandingkan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudahnya
(pre post test non randomized design) artinya peneliti ingin membandingkan tujuan pengaruh pre post pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan siswa dalam melakukan pemantauan jentik. Begitu juga dengan angka
bebas jentik dihitung sebelum dan sesudah mereka memperoleh pendidikan kesehatan. Siswa yang telah
mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai pemberantasan jentik nyamuk diharapkan dapat melakukan
surveilans aktif di lingkungannya baik di dalam maupun luar rumah. Siswa juga berkewajiban melakukan
gerakan 3M dan upaya-upaya promotif lainnya. Kerangka kerja penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut
ini.
Pendidikan kesehatan
mengenai
pemberantasan jentik
nyamuk (2 minggu) Siswa kelas 5-6
Siswa pemantau
jentik
(wamantik)
Surveilans
Promotif
Preventif
Angka Bebas
Jentik (ABJ)
13
PELAKSANAAN KEGIATAN
Penelitian ini akan dilakukan di SD wilayah kerja di Petuk Katimpun. Pemilihan Kecamatan Jekan Raya,
berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya.
Tahapan Pelaksanaan
Instrumen Pelaksanaan
Peralatan yang dibutuhkan dalam memberikan pendidikan kesehatan diantaranya leaflet, pamflet, audio
visual dan modul tentang jentik nyamuk. Proses pendidikan berlangsung di ruang sekolah. Kuesioner dibutuhkan
untuk mengetahui tingkat pengetahuan pre-post test pendidikan yang diberikan. Siswa mendapatkan lembar
observasi (kartu wamantik) dan alat tulis yang digunakan sebagai alat pengumpulan data dasar. Kartu wamantik
dikumpulkan untuk dihitung ABJ oleh peneliti.
14
BAB IV
HASIL KEGIATAN
Evaluasi
1. Evaluasi stuktur
a. Kesiapan media meliput : LCD, TOA, Booklet, PPT
b. Penentuan waku : pukul 08.00 – 10.00
c. Penyelenggaraan pemas dilakukam di SDN 1 Petuk Ketimpun
d. Pengorganisasian penyelenggaraan pemas dilakukan sebelum dan saat pemas
2. Evaluasi proses
a. Kegiatan pemas berjalan tertib
b. Semua guru serta siswa siswi antusias memperhatikan kegiatan pemas
Evaluasi Hasil
1. Guru serta siswa siswi tau tentang penyakit DBD ( definisi , penyebab , vector pnyakit DBD, gejala penyakit
DBD )
2. Jumlah yang hadir dalam pemas berjumlah 25 orang yang terdiri dari 3 guru dan 22 siswa siswi kelas 5 dan
6 di SDN 1 Petuk Ketimpun
3. Guru serta siswa siswi dapat menjawab soal – soal yang telah diberikan oleh pelaku pemas di SD tersebut.
Pengorganisasoan
Observer : Sarwanto
15
Lampiran
Media pemas :
1. Booklet
2. PPT
Dokumentasi
16
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/asus/Downloads/AINIA%20NURUL%20AQIDA%20-%20FKIK.pdf
file:///C:/Users/asus/Downloads/PROPOSAL_PENELITIAN_DBD.pdf
https://www.researchgate.net/publication/277850276_PEMBERDAYAAN_SISWA_PEMANTAU_JENTIK_WAMANTIK_SEBAGAI
_UPAYA_PENCEGAHAN_KEJADIAN_LUAR_BIASA_KLB_DEMAM_BERDARAH_DENGUE
17
1