Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEBIDANAN

KONSEP DASAR EVIDENCE BASED MIDWIFERY DAN

KONSEP DASAR ASUHAN BERSPEKTIF GENDER DAN HAM

KELOMPOK I

RIFFANA TARA SARI 19.1302.055

SRI HARYATI. 19.1302.053

PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIDK

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga

makalah Asuhan Kebidanan yang berjudul “Konsep Dasar Evidence Based

Midwiferydan Konsep Dasar Asuhan Berspektif Gender Dan Ham” ini bisa selesai

pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi

dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan

rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para

pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh

dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang

bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Makkasar, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Evidence Based Midwifery........................................... 3

B. Konsep Dasar Asuhan Berspektif Gender Dan HAM..........................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..........................................................................................

B. Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan dan melahirkan dapat menimbulkan resiko kesehatan yang

besar, termasuk perempuan yang tidak mempunyai masalah kesehatan

sebelumnya. Kira-kira 40% ibu hamil (bumil) mengalami masalah kesehatan

yang berkaitan dengan kehamilan; dan 15% dari semua bumil menderita

komplikasi jangka panjang atau yang dapat mengancam jiwa. Oleh karena itu,

pengenalan mengenai pencegahan dan penanganan yang terbukti dapat

dijalankan (evidence based) bisa melindungi keselamatan ibu dan

bayinya. Penggunaan kebijakan dari bukti terbaik ( evidence based ) yang

tersedia sehingga tenaga kesehatan bidan dan pasien mencapai keputusan yang

terbaik, mengambil data yang diperlukan dan pada akhirnya dapat menilai pasien

secara menyeluruh dalam memberikan pelayanan.

Setiap manusia baik laki-laki maupun wanita dalam kehidupannya terjadi

perubahan atau mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik secara

fisik, psikis maupun sosial kemasyarakatan. Perbedaan peran, fungsi, tanggung

jawab antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk dan dibuat oleh masyarakat

dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial

merupakan arti gender.

Kesehatan dan HAM seharusnya diprioritaskan diatas kepentingan

ekonomi dan politik.Namun laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam The

World Health Report 2001 kembali menyatakan kondisi kesehatan di Indonesia

belum menunjukkan kemajuan.

Keberadaan manusia  tidak dapat dipisahkan  dengan hak asasi manusia

(HAM). HAM ada melekat pada manusia, apabila HAM dihilangkan berarti

1
2

hilanglah  kemanusiaannya  seorang manusia. Oleh karenanya, HAM

bersifat fundamental maka adanya merupakan keharusan, siapapun tidak dapat

mengganggu dan  setiap orang harus memperoleh perlindungan HAM-nya.

Manusia memiliki hak-hak dasar untuk hidup, martabat dan pengembangan

kepribadiannya, yang menjadikan  tonggak  HAM yang berasal dari akal,

kehendak dan bakat manusia. Berdasarkan kultur, sejarah dan sumberdaya 

orang berbicara tentang masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan pengertian evidence based midwifery?

2. Menjelaskan manfaat evidence based midwifery dalam praktek kebidanan ?

3. Menjelaskan praktik evidence based midwifery dalam asukan?

4. Menjelaskan kategori evidence based menurut WHO?

5. Menjelaskan pengertian Asuhan Berspektif Gender Dan HAM ?

6. Menjelaskan manfaat Asuhan Berspektif Gender Dan HAM?

7. Menjelaskan praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian evidence based midwifery?

2. Untuk mengetahui manfaat evidence based midwifery dalam praktek kebidanan ?

3. Untuk mengetahui praktik evidence based midwifery dalam asukan?

4. Untuk mengetahui kategori evidence based menurut WHO?

5. Untuk mengetahui pengertian Asuhan Berspektif Gender Dan HAM ?

6. Untuk mengetahui manfaat Asuhan Berspektif Gender Dan HAM?

7. Untuk mengetahui praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Evidence Based Midwifery

1. Pengertian Evidence Based Midwifery

Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir

kita sering mendengar tentang Evidence based. Evidence based artinya

berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan

semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti inipun tidak sekedar bukti tapi

bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan.

Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses pemberian

informasi berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997). Jadi, evidence

based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti

dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Praktek kebidanan

sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman

praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang

tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.

Hal ini terjadi karena llmu Kedokteran berkembang sangat pesat.

Temuan dan hipotesis yang diajukan pada waktu yang lalu secara cepat

digantikan dengan temuan baru yang segera menggugurkan teori yang ada

sebelumnya. Sementara hipotesis yang diujikan sebelumnya bisa saja segera

ditinggalkan karena muncul pengujian-pengujian hipotesis baru yang lebih

sempurna. Sebagai contoh, jika sebelumnya diyakini bahwa episiotomi

merupakan salah satu prosedur rutin persalinan khususnya pada

primigravida, saat ini keyakinan itu digugurkan oleh temuan yang

menunjukkan bahwa episiotomi secara rutin justru sering menimbulkan

berbagai permasalahan yang kadang justru lebih merugikan bagi quality of

life pasien. Demikian pula halnya dengan temuan obat baru yang dapat saja

3
4

segera ditarik dan perederan hanya dalam waktu beberapa bulan setelah

obat tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek

samping yang berat pada sebagian penggunanya.

Bukti ini juga mempunyai tingkat kepercayaan untuk dijadikan sebagai

evidence based. Untuk tingkat paling tinggi (Ia) adalah hasil penelitian

dengan meta analisis dibawahnya atau level Ib adalah hasil penelitian dengan

randomized control trial, IIa. non randomized control trial, IIb. adalah hasil

penelitian quasi eksperime lalu hasil studi observasi (III) dan terakhir expert

opinion, clinical experience (IV). Untuk mendapatkan bukti ini bisa

diperoleh dari berbagai macam hasil penelitian yang telah dipublikasikan

oleh berbagai macam media, itulah evidence base. Melalui paradigma baru

ini maka setiap pendekatan medik barulah dianggap accountable apabila

didasarkan pada temuan-temuan terkini yang secara medik, ilmiah, dan

metodologi dapat diterima.

Tidak semua EBM dapat langsung diaplikasikan oleh semua

professional kebidanan di dunia. Oleh karena itu bukti ilmiah tersebut harus

ditelaah terlebih dahulu, mempertimbangkan manfaat dan kerugian serta

kondisi setempat seperti budaya, kebijakan dan lain sebagainyaManifaat

Evidence Based Midwifery Dalam Praktik Kebidanan

Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaaan yang

sistematik, ilmiah dan eksplisit dari penelitian terbaik saat ini dalam

pengambilan keputusan tentang asuhan pasien secara individu. Hal ini

menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak selalu melakukan intervensi.

Kajian ulang intervensi secara historis memunculkan asumsi bahwa sebagian

besar komplikasi obstetri yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah.

Intervensi harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang spesifik, bukan

sebagai rutinitas sebab test-test rutin, obat, atau prosedur lain pada kehamilan
5

dapat membahayakan ibu maupun janin. Bidan yang terampil harus tahu

kapan ia harus melakukan sesuatu dan intervensi yang dilakukannya haruslah

aman berdasarkan bukti ilmiah.

Asuhan yang dilakukan dituntut tanggap terhadap fakta yang terjadi,

menyesuaikan dengan keadaan atau kondisi pasien dengan mengutamakan

keselamatan dan kesehatan pasien dengan mengikuti prosedur yang sesuai

dengan evidence based asuhan kebidanan, yang tentu saja berdasar kepada

hal-hal yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu: standar asuhan kebidanan,

standar pelayanan kebidanan, kewenangan bidan komunitas, fungsi utama

bidan bidan bagi masyarakat. Fungsi utama profesi kebidanan, ruang lingkup

asuhan yang diberikan.

Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan

evidence based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka

kematian ibu hamil dan resiko-resiko yang di alami selama persalinan bagi

ibu dan bayi serta bermanfaat juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan

masyarakat.

2. Manfaat Evidence Base Midwifery dalam praktek kebidanan

Manfaat yang dapat diperoleh dari EBM antara lain :

a. Keamanaan bagi tenaga kesehatan

b. Meningkatkan kompetensi (kognitif)

c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai profesional dalam

memberikan asuhan yang bermutu

d. Memenuhi kepuasan klien/pasien yang menharapkan asuhan yang

benar sesuai dengan bukti dan teori serta pengembangan ilmu

pengetahuan dan teori

3. Praktik Evidence Based Midwifery Dalam Asuhan


6

Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil

penelitian dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh

penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan

lagi.

Sesuai dengan evidence-based practice, pemerintah telah menetapkan

program kebijakan ANC sebagai berikut:

a. Kunjungan ANC

Dilakukan minimal 4 x selama kehamilan :

Trimester I

Sebelum 14 minggu - Mendeteksi masalah yg dapat ditangani

sebelum   membahayakan jiwa.

1) Mencegah masalah, misal : tetanus neonatal, anemia, kebiasaan

tradisional yang  berbahaya

2) Membangun hubungan saling percaya

3) Memulai persiapan kelahiran & kesiapan menghadapi    komplikasi.

4) Mendorong perilaku sehat (nutrisi, kebersihan , olahraga, istirahat,

seks, dsb).

Trimester II

14 – 28 minggu - Sama dengan trimester I ditambah : kewaspadaan

khusus terhadap hipertensi kehamilan (deteksi gejala preeklamsia, pantau

TD, evaluasi edema, proteinuria)

Trimester III

28 – 36 minggu - Sama, ditambah : deteksi kehamilan ganda.

Setelah 36 minggu

Sama, ditambah : deteksi kelainan letak atau kondisi yang memerlukan

persalinan di RS.

Tidak direkomendasikan
7

1) Kunjungan rutin yang banyak

2) Pendekatan resiko yang tiggi

3) Pengukuran yang rutin: Tinggi, posisi janin sebelum 36 minggu,

edema mata kaki

Direkomendasikan

1) Kunjungan antenatal terfokus dengan tenaga kesehatan

2) Rencana persiapan persalinan dan kesiagaan menghadapi komplikasi

3) Konseling keluarga berencana, menyusui, tanda-tanda bahaya,

HIV/IMS, dan nutrisi

4) Deteksi dan manajemen kondisi dan komplikasi yang menyertai

kehamilan

5) Tetanus toksoid

6) Zat besi dan folat

7) Pada populasi tertentu :pengobatan preventif malaria, pengobatan

kecacingan, yodium, vitamin A

b. Pemberian suplemen mikronutrien

Tablet yang mengandung FeSO4 320 mg (= zat besi 60 mg) dan asam

folat 500  sebanyak 1 tablet/hari segera setelah rasa mual hilang.

Pemberian selama 90 hari (3 bulan). Ibu harus dinasehati agar tidak

meminumnya bersama teh / kopi agar tidak mengganggu penyerapannya.

c. Imunisasi TT 0,5 cc

Interval Lama perlindungan % perlindungan

TT 1 Pada kunjungan ANC pertama - -

TT 2 4 mgg setelah TT 1 3 tahun 80%

TT 3 6 bln setelah TT 2 5 tahun 95%

TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99%

TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 th/ seumur hidup 99%


8

Dengan memberikan asuhan antenal yang baik akan menjadi salah satu

tiang penyangga dalam safe motherhood dalam usaha menurunkan angka

kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

a. Meningkatkan efektivitas asuhan antenatal

1) Mempromosikan  dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan

bayi dengan memberikan pendidikan mengenai nutrisi, kebersihan

diri dan proses kelahiran bayi.

2) Mendeteksi dan menatalaksanaka komplikasi medis, bedah ataupun

obstetri selama kehamilan.

3) Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi

komplikasi.

4) Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses,

menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis

dan sosial.

b.   Adapun antenatal care akan efektif bila meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Asuhan diberikan oleh petugas yang terampil dan berkesinambungan

2) Persiapan menghadapi persalinan yang baik dengan memperkirakan

komplikasi.

3) Mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (tetanus

toksoid, suplemen gizi, pencegahan konsumsi alkohol dan rokok dan

lain-lain).

4) Mendeteksi dini komplikasi serta perawatan penyakit yang diderita

ibu hamil (HIV, sifilis, tuberkulosis, hepatitis, penyakit medis lain

yang diderita (misal: hipertensi, diabetes, dan lain-lain).

c. Asuhan antenatal secara tradisional

Seperti dalam asuhan antenatal, sebelum dikenal adanya asuhan

berdasarkan evidence based, asuhan yang diberikan berdasarkan


9

tradisional. Asuhan yang banyak berkembang saat ini sebenarnya berasal

dari model yang dikembangkan di Eropa pada awal dekade abad ini.

Lebih mengarah keritual dari pada rasional. Biasanya asuhan ini lebih

mengarah ke frekuensi dan jumlah daripada terhadap unsur yang

mengarah kepada tujuan yang esensial

d. Pentingnya deteksi penyakit dan bukan penilaian/pendekatan risiko

Pendekatan risiko yang mempunyai rasionalisasi bahwa asuhan antenatal

adalah melakukan screening untuk memprediksi faktor-faktor risiko

untuk memprediksi  suatu penyakit, tapi berdasarkan hasil studi di Zaire

membuktikan bahwa 71 % persalinan macet tidak bisa diprediksi.

d. Pemotongan Tali Pusat

Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik

ditunda karena sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi

ibunya. Mengingat fenomena yang terjadi di Indonesia antara lain

tingginya angka morbiditas ataupun mortalitas pada bayi salah satunya

yang disebabkan karena Asfiksia Hyperbillirubinemia/ icterik

neonatorum, selain itu juga meningkatnya dengan tajam kejadian autis

pada anak-anak di Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu

penyebabnya. Ternyata salah satu asumsi sementara atas kasus fenomena

di atas adalah karena adanya ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah

APN yaitu pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir. Benar atau

tidaknya asumsi tersebut, beberapa hasil penelitian dari jurnal-jurnal

internasional di bawah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al.

(1993) menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali

pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan:

1) Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah


10

2) Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan

3) Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen

4) Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan

dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir

5) Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalina

6) Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang

lebih baik.

Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan

bahwa pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak

menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam

praktek APN dikatakan bahwa pemotongan tali pusat dilakukan segera

setelah bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko

kerugian, kesakitan maupun kematian yang dapat terjadi.

e. Perawatan Tali Pusat

Saat bayi dilahirkan, tali pusar (umbilikal) yang menghubungkannya dan

plasenta ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusar yang

melekat di perut bayi, akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan

dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas

dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi

harus dirawat dengan benar.

Cara merawatnya adalah sebagai berikut:

1) Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat.

Membersihkan tali  pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air.

Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan

hipotermi.

2) Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih

dahulu.Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril


11

kering tanpa diolesi dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena

yodium yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam

peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan

kelenjar gondok.

3) Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak

karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman.

4) Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa

steril hingga tali pusat lepas secara sempurna.

4. Evidence Base Dalam Praktik Kebidanan ANC

No Kebiasaan Keterangan
1 Diet rendah garam untuk Hipertensi bukan karena retensi garam

mengurangi hipertensi
2 Membatasi hubungan Dianjurkan untuk memakai kondom

seksual untuk mencegah ada sel semen  yang mengandung

abortus dan kelahiran prostaglandin tidak kontak langsung

prematur dengan organ reproduksi yang dapat

memicu kontraksi uterus


3 Pemberian kalsium untuk Kram pada kaki bukan semata-mata

mencegah kram pada kaki disebabkan oleh kekurangan kalsium


4 Diet untuk memcegah bayi Bayi besar disebabkan oleh gangguan

besar metabolism pada ibu seperti diabetes

melitus
5 Aktititas dan Berkaitan dengan peredaran darah dan

mobilisasi/latihan (senam kontraksi otot

hamil dll) saat masa

kehamilan menurunkan

kejadian PEB, gestasional

diabetes dan BBLR dan

persalinan SC
12

5. Evidence Base Dalam Praktik Kebidanan PNC dan INC

No. Kebiasaan Keterangan


1 Tampon Vagina Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak

menghentikan perdarahan, bahkan perdarahan

tetap terjadi dan dapat menyebabkan infeksi


2 Gurita atau Selama 2 jam pertama atau selanjutnya

sejenisnya penggunaan gurita akan menyebabkan

kesulitan pemantauan involusio rahim


3 Memisahkan ibu Bayi benar-benar siaga selama 2 jam pertama

dan bayi setelah kelahiran. Ini merupakan waktu yang

tepat untuk melakukan kontak  kulit ke kulit

untuk mempererat bonding attachment serta

keberhasilan pemberian ASI


4 Menduduki sesuatu Duduk diatas bara yang panas dapat

yang panas menyebabkan vasodilatasi, menurunkan

tekanan darah ibu dan menambah perdarahan

serta menyebabkan dehidrasi

6. Kategori Evidence Based menurut WHO

Menurut WHO, Evidence based terbagi sebagai berikut :

a. Evidenve-based Medicine adalah pemberian informasi obat-

obatan  berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa

dipertanggungjawabkan. Temuan obat baru yang dapat saja segera

ditarik dan perederan hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat

tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek

samping yang berat pada sebagian penggunanya.

b. Evidence-based Policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan

kesehatan dan kedokteran (Clinical  Governance): suatu tantangan

profesi kesehatan dan kedokteran di masa mendatang


13

c. Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan

berdasarkan bukti   dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.

d. Evidence based report  adalah merupakan brntuk penulisan laporan kasus yang baru

berkembang , memperlihatkan bagaimana hasil penelitian dapat diterapkan pada

semua tahapan penatalaksanaan pasien.

B. Konsep dasar asuhan berspektif gender dan HAM

1. Pengertian Berspektif Gender dan HAM dalam Kesehatan

Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki

dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan

dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial.

Bias gender adalah suatu pandangan yang menunjukkan adanya

keberpihakan kepada kaum laki-aki daripada perempuan. Relasi gender

adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam kerja sama

saling mendukung atau saling bersaing satu sama lain.Perspektif gender

adalah menyamakan perlakuan dan hak antara pria dan wanita dalam arti

yang luas.

Menurut UU RI. No : 39/1999 Tentang Kesehatan, HAM

adalah seperangkat hak yang melekat pada hak-hak keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang

wajib dihormarti, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum,

pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM

bagian dari manusia secara utuh dan sudah ada sejak manusia lahir. HAM

berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,

pendidikan, politik atau asal usul sosial budaya.

2. Manfaat Asuhan Beperspektif gender dan HAM


14

a. Megurangi AKI dan AKB

b. Mengurangi Angka Kesakitan bagi perempuan

c. Meningkatkan derajat kesehatan perempuan

d. Memberikan hak bagi perempuan untuk menentukan sendiri tentang

kesehatan reproduksinya

e. Memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mengajukan pendapat

f. Memudahkan perempuan untuk medapatkan askes kesehatan, informasi

dan pendidikan

3. Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM dalam Kebidanan dan

Lingkungan Kesehatan

Berdasarkan Permenkes No.900/menkes/SK/VII/2002, Praktik Kebidanan

dalam asuhan berspektif gender dan HAM meliputi pelayanan terhadap

kebidanan, pelayanan terhadap keluarga berencana dan pelayanan terhadap

kesehatan masyarakat.

a. Pelayanan terhadap kebidanan

Memberikan asuhan bagi perempuan mulai dari masa pra-nikah, pra

kehamilan, selama hamil hingga melahirkan, nifas, menyusui, interval

antar kehamilan hingga masa menopause. Pelayanan kepada bayi baru

lahir, bayi dan balita (usia 1-5 tahun)

b. Pelayanan terhadap keluarga berencana

Memberikan konseling KB dan penyediaan berbagai jenis kontrasepsi,

lengkap dengan nasihat/tindakan jika timbul efek samping.

c. Pelayanan terhadap kesehatan masyarakat

Memberikan asuhan bagi keluarga yang mengasuh anak termasuk

pembinaan kesehatan keluarga, kebidanan komunitas termasuk

persalinan di rumah, kunjungan rumah, serta deteksi dini kelainan pada

ibu dan anak.


15

Asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada wanita sepanjang siklus

kehidupan,antara lain:

a. Bayi dan Anak

Asuhan yang diberikan :

1) ASI Eksklusif 

2) Tumbuh kembang anak dan pemberian makanan dengan gizi

seimbang

3) Imunisasi dan manajemen terpadu balita sakit

4) Pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan

(KTP)

5) Pendidikan dan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan

perempuan

b. Remaja

Asuhan yang diberikan :

1) Gizi seimbang

2) Informasi tentang kesehatan reproduksi

3) Pencegahan kekerasan seksual (perkosaan)

4) Pencegahan terhadap ketergantungan napza

5) Perkawinan pada usia yang wajar

6) Peningkatan pendidikan, keterampilan, penghargaan diri dan

pertahanan  terhadap godaan dan ancaman

c. Usia Lanjut

Asuhan yang diberikan :

1) Perhatian pada problem meno/andro-pause

2) Perhatian pada penyakit utama degeneratif, termasuk rabun,

gangguan mobilitas dan osteoporosis.

3) Deteksi dini kanker rahim dan kanker rahim


16

4) Masalah yang mungkin terjadi pada tahap ini: penyakit

sistem  sirkulasi,kekerasan, prolaps/osteoporosis, kanker saluran

reproduksi, payudara/kanker prostat, ISR/IMS/HIV/AIDS

5) Pendekatan yang dapat dilakukan: dipengaruhi oleh pengalaman

reproduksisebelumnya, diagnosis, informasi dan pengobatan dini

Perspektif gender terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja

perempuan,  dapat dipengaruhi oleh dua hal sebagai berikut :

a. Faktor biologis yang ditetapkan oleh kromosom

Faktor fisiologis dan bentuk biologis alat-alat reproduksi remaja

perempuan menyebabkan mereka lebih mudah ketularan PMS dibanding

dengan anak laki-laki.

b. Faktor gender

Faktor sosial budaya dengan norma-norma dan ”aturan main” sangat

memengaruhi cara berpikir, sikap dan prilaku perempuan dan laki-laki.

Gender juga sangat menentukan bagaimana hubungan antar remaja dan

bagaimana orang lain memperlakukan remaja laki-laki dan perempuan.

Perspektif gender terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja laki-

laki, Remaja laki-laki mempunyai masalah kesehatan reproduksi yang dapat

berubah menurut siklus kehidupan, serta dipengaruhi oleh budaya dan

praktek-praktek medis yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi segera

setelah mereka lahir. Ketika anak laki-laki mencapai masa pubertas, mereka

mulai merasakan perubahan fisik termasuk perubahan suara, munculnya alat

kelamin sekunder serta meningkatkan perkembangan jaringan otot.

Perubahan-perubahan fisik sering kali diikuti dengan perubahan emosional

dan perilaku, termasuk perkembangan perasaan seksual, belajar tentang hak-

hak seksual dan pertanyaan seputas isu seks. Pengalaman dan respons dari
17

anak laki-laki terhadap perubahan ini membentuk tingkat yang lebih tinggi

terhadap peran gender dan antipasi terhadap budayanya.

Peran Remaja Laki-Laki terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja

Perempuan Terdapat beberapa cara dimana remaja laki-laki sebagai saudara,

pacar, teman bagi remaja perempuan, dapat mengambil peranan yang akan

berpengaruh positif terhadap kesehatan reproduksi remaja perempuan,

diantaranya :

1) Mendorong remaja perempuan untuk mendapatkan gizi yang seimbang

2) Mencegah penyebaran penyakit menular seksual kepada remaja

perempuan

3) Mencegah segala bentuk kekerasan terhadap remaja perempuan

4) Mendukung partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan termasuk akses

terhadap kehidupan sosial, politik dan kesempatan mendapat pendidikan

5) Mendukung hak remaja perempuan dalam memperoleh pelayanan

kesehatan dan pendidikan serta menghormati persamaan hak dengan

remaja laki-laki.

Kesehatan Reproduksi Remaja sebagai Hak Asasi Manusia

(HAM), Kesehatan adalah hak setiap manusia yang merupakan bagian dari

harkat martabatnya sebagai manusia. Hak kesehatan reproduksi dan seksual

mencakup hak-hak yang telah diakui dalm perilaku peraturan perundang-

undangan nasional, dokumen-dokumen internasional hak-hak asasi manusia.

Hak-hak ini berdasarkan pengakuan terhadap hak-hak asasi dari setiap orang

atau pasangan untuk secara bebas dan bertanggung jawab mengambil

keputusan tentang jumlah, jarak dan waktu kelahiran anak-anak mereka dan

memiliki informasi dan kemampuan untuk melaksanakan keputusan, serta

hak untuk mencapai derajat kesehatan seksual dan reproduksi yang setinggi-

tingginya.
18
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan

berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan

pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan evidence based tersebut

tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka kematian ibu hamil dan

resiko-resiko yang di alami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta bermanfaat

juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat.

Sesuai dengan evidence-based practice, pemerintah telah menetapkan

program kebijakan ANC terdiri dari 4 x kunjungan pemeriksaan selama

kehamilan. Yang terdiri dari pemeriksaan Trimester I, Trimester II, Trimester III

dan  setelah 36 minggu. Evidence based midwifery juga terbagi dari kehamilan,

persalinan hingga masa nifas.

Menurut WHO, Evidence based terbagi 4 yaitu : Evidenve-based

Medicine, Evidence-based Policy, Evidence based midwifery, Evidence based report

B. Saran

Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca dalam dunia

pendidikan. Dan penulis berharap makalah ini akan bertambah baik dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Healthy,(2019,Mei 13).Perspektif Gender dan HAM,Diakses pada tanggal 13 Maret


2020 melalui http://pregnancytms1.blogspot.com/2019/05/perspektif-gender-dan-
ham.html
Rohani,(2016,Juni 11). Konsep dasar evidence based midwifery  berspektif gender
dan HAM dalam asuhan kebidanan. Diakses pada tanggal 13 Maret 2020 melalui
http://rohanihasanuddin.blogspot.com/2016/06/konsep-dasar-evidence-based-
midwifery.html
Emma,maudy, Evidence Base-Midwifery Materi AJAR D4 Stikes BPM. Diakses pada
tanggal 13 Maret 2020 melalui https://www.academia.edu/3636516/Evidence_Base-
Midwifery_Materi_AJAR_D4_Stikes_BPM
Munir, Lily Zakiyah, (ed). Memposisikan Kodrat. Bandung: Mizan, 1999

Noor, H. M. Arifin, Drs. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Pustaka Setia, 1997

Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. Perempuan Kerja dan Perubahan


Sosial. Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997

Soelaeman, M. Munandar. Ir. MS. Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu
Sosial. Bandung: Refika Aditama, 1998

Anda mungkin juga menyukai