Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENELAAHAN INTENS

PADA PASIEN DENGAN KASUS SYOK ANAFILAKTIK


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar
Dosen Pengampu: Siti Mulidah, S.Pd., S.Kep. Ns., M. Kes

Disusun oleh:

1.
2.
3.
4. Ardhalia Revisiani : P1337420222097

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PURWOKERTO

PROGRAM DIPLOMA III

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN SEMARANG

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Penelaahan Intens Pada Pasien Dengan
Kasus Syok Anafilaktik ”. Pembuatan makalah ini sendiri guna memenuhi tugas mata kuliah
Patofisiologi.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya kepada :

1. Ibu Siti Mulidah, S.Pd., S.Kep. Ns., M. Kes selaku dosen pengampu mata kuliah
Patofisiologi

2. Semua pihak yang terlibat dan yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah
ini.

Penulis tentu menyadari betul dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Baik pada teknis penulisan, maupun materi yang penulis paparkan. Mengingat
akan kemampuan yang penulis miliki masih sebagai seorang pelajar. Untuk itu kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak terutama dari bapak dosen pengampu sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 24 Februari
2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH PATOFISIOLOGI

Tujuan:

“ Makalah yang disusun bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
patofisiologi.

Selain itu, makalah ini juga disusun guna menambah wawasan serta ilmu

pengetahuan tentang pemahaman lebih dalam mengenai syok anafilaktik pada seorang
pasien, bagi diri sendiri maupun pembaca.”

Disusun oleh:

1.

2.

3.

4. Ardhalia Revisiani : P1337420222097

Purwokerto, 24 Februari 2023

Disahkan oleh:

Dosen Pengampu Mata Kuliah Patofisiologi

Siti Mulidah, S.Pd., S.Kep. Ns., M. Kes

NIP. 19670620 199003 2 003

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidemiologi ....................................................................................................... 4
B. Etiologi ................................................................................................................ 4
C. Patofisiologi.......................................................................................................... 5
D. Manifestasi Klinis ............................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN
A. Definisi Syok Anafilaktik ...................................................................................... 7
B. Gejala Syok Anafilaktik ........................................................................................
C. Tahapan Syok Anafilaktik .....................................................................................
D. Penanganan Syok Anafilaktik ..............................................................................
E. Pencegahan Syok Anafilaktik ...............................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..............................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok merupakan sebuah gangguan peredaran darah yang didefinisikan sebagai
kondisi suplai oksigen yang tidak mencukupi ke jaringan atau perfusi yang disebabkan oleh
gangguan hemodinamik. Gangguan hemodinamik ini bermanifestasi dalam bentuk penurunan
resistensi vaskular sistemik, khususnya di arteri, penurunan aliran balik vena, penurunan
pengisian ventrikel dan curah jantung yang sangat rendah . Berdasarkan kesamaan penyebab
dan mekanisme perkembangan yang berbeda, syok dapat dibagi menjadi beberapa jenis,
termasuk syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok anafilaktik, dan syok neurogenik.
Keadaan syok hipovolemik sering terjadi pada pasien yang mengalami perdarahan akibat
kehilangan darah yang berlebihan. Syok anafilaktik dan kondisi sepsis sering terjadi dalam
keadaan tidak sadar. Syok kardiogenik, di sisi lain, sering terjadi pada pasien dengan emboli
paru, tension pneumotoraks, dan tamponade jantung. Kondisi kardiogenik, di sisi lain, umum
terjadi pada gagal jantung kongestif dan kondisi infark miokard.
Keadaan syok ini darurat dan berisiko membunuh orang tanpa pemantauan serta
perawatan segera. Secara global, kejadian syok tahunan adalah 0,3-0,7 per 1000 populasi,
terlepas dari etiologinya. Syok kardiogenik, dengan angka kematian 50-90%, merupakan
penyebab kematian tersering akibat infark koroner akut kematian meningkat seiring
bertambahnya usia. Syok kardiogenik memiliki angka kematian 55% pada pasien berusia di
atas 75 tahun dan ,29,8% pada pasien berusia di bawah 75 tahun. Kasus syok septik menurut
International Classification of Diseases terjadi pada 300 orang setiap tahunnya di seluruh
dunia. Diperkirakan ada . kasus sepsis di Amerika Serikat, dengan hingga 750.000 kasus dan
kematian setiap tahun, terhitung hingga 26,7%. Pada kasus syok anafilaktik sendiri dapat
dijumpai. Jumlah total kasus anafilaksis yang terjadi di seluruh dunia sangat bervariasi.
Secara keseluruhan, angka kematian di seluruh dunia akibat anafilaksis adalah 0,8 /juta.
Kasus anafilaksis yang terjadi pada anak diperkirakan terjadi pada 0,08/juta populasi anak.
Pada orang dewasa, itu adalah 112 per juta penduduk. Beberapa sumber menyatakan bahwa
angka kematian akibat anafilaksis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan, sekitar 1,08 per juta laki-laki dibandingkan dengan maksimal 0,86 per juta
perempuan dalam populasi. Sebagian besar kematian anafilaksis disebabkan oleh kesalahan
diagnosis dokter (63%), penggunaan obat atau paparan racun hewan (1 %), dan makanan
(0,6%). Sebaliknya, kejadian syok anafilaksis akibat faktor nonspesifik adalah 23%. Tingkat
kematian akibat anafilaksis lebih tinggi pada orang dewasa di atas usia 70 tahun (3,50 per juta
penduduk per tahun) dibandingkan pada anak-anak.
Dengan melihat banyaknya jumlah bahaya yang ditimbulkan dari Syok Anafilaktik
tersebut tentunya harus kita ketahui bersama-sama. Pemicu, pengobatan, serta tindakan
seperti apa yang perlu kita lakukan agar terhindarnya seorang individu dari Syok Anafilaktik.
Maka dari itu makalah ini dibuat guna mengedukasi masyarakat luas mengenai hal tersebut
diatas.

1
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dituliskan oleh penulis di atas maka, penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Syok Anafilaktik?

2. Apa saja gejala yang ditimbulkan dari Syok Anafilaktik?

3. Apa tahapan seseorang dapat dikatakan mengalami Syok Anafilaktik?

4. Bagaimana penanganan dalam kasus Syok Anafilaktik?

5. Bagaimanakah cara pencegahan Syok Anafilaktik?

C. Tujuan

Dari beberapa rumusan masalah di atas, secara garis besar didapatkan tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk menjelaskan lebih intens/ lebih lanjut mengenai hal hal
terkait Syok Anafilaktik. Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar dapat mengetahui
secara jelas mengenai:

1. Tujuan Umum :

Tujuan umum dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang apa saja
penyebab, penanganan, rehabilitasi, maupun hal-hal yang terkait dengan Syok Anafilaktik
dan tentunya sebagai media pembelajaran kepada para pembaca dalam bentuk literasi, serta
memberikan pengetahuan lebih intens mengenai kasus Syok Anafilaktik.

2. Tujuan Khusus :

a. Untuk mengetahui definisi daripada Syok Anafilaktik.

b. Untuk mengetahui saja gejala yang ditimbulkan dari Syok Anafilaktik

c. Untuk mengetahui tahapan seseorang dapat dikatakan mengalami Syok Anafilaktik.

d. Untuk mengetahui tentang penanganan dalam kasus Syok Anafilaktik.

e. Untuk mengetahui cara pencegahan Syok Anafilaktik

2
D. Manfaat Penulisan

Makalah ini disusun dengan harapan dapat berguna atau dapat bermanfaat, baik secara teori
maupun praktis. Secara teoritis, artikel ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan sesuai dengan topik yang dibahas dalam makalah ini. 

Dalam langkah praktisnya makalah ini bermanfaat bagi:

1. Penulis, dalam penyusunan maupun hasil yang didapatkan selama proses


dibuatnya makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan penulis terhadap
masalah yang diteliti.
2. Pembaca, sebagai media literasi makalah ini tentunya dapat menjadi referensi bagi
pembaca serta sebagai media edukasi untuk menambah pengetahuan bagi
pembaca.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Epidemiologi

Secara global, prevalensi global anafilaksis adalah 1-3% dan prevalensinya terus
meningkat dari waktu ke waktu. Di Amerika Serikat, 9,6 persen orang dewasa dan 15,75
persen anak-anak mengalami anafilaksis berulang pada tahun 2019.

Sebuah studi di Kanada dari tahun 201 menemukan bahwa tingkat rawat inap untuk
anafilaksis setinggi 0,26%. Registri Anafilaksis Eropa (EAR) melaporkan pada tahun 201
bahwa gigitan hewan adalah penyebab anafilaksis yang paling umum, diikuti oleh obat-
obatan (22, %).

B. Etiologi

Berbagai zat atau kondisi dapat menyebabkan reaksi anafilaktik/anafilaktoid.


Diantaranya adalah antigen seperti protein (serum, hormon, enzim, racun hewan, makanan,
dll) atau polisakarida, juga ada hapten, yang kemudian berikatan dengan protein (antibiotik,
anestesi lokal, pereda nyeri, agen kontras) bertindak sebagai antigen. agen, , dll.). Antigen ini
dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, injeksi/sedasi, inhalasi atau aplikasi topikal.
Selain itu, ada juga penyebab yang tidak bersifat antigenik.

Secara umum penyebab anafilaktik/anafilaktoid dapat dikelompokkan sebagai


berikut: 1. Obat-obatan:

a. Molekul besar : hormone insulin, ACTH, estrogen, relaxin, cortisone

b. Antibiotik : penicillin, streptonamycin, sulfonamycin, chloramycin


kanamycin

c. Kemoterapi: siklosporin, metotreksat, melphalan, klorambusil

d. Vaksin: difteri, campak, gondongan, influenza, batuk rejan, rabies, tetanus,


tifus.

4
2. Pangan:

a. Ikan: bonito, lemur, salmon, sarden, lele, layang-layang.

b. Udang: kepiting, cumi-cumi, kerang, teripang.

c. Kacang tanah, kedelai, kacang mete, kacang polong, kakao.

d. Susu, telur, jamur, daging sapi, kelinci, ayam, rusa.

e. Buah-buahan: nanas, mangga, nangka, apel, rambutan, langsap, durian,


strawberry, salak, jeruk, pisang, jagung,

f. Rempah-rempah atau rempah-rempah: merica, pala, seledri, cengkeh, adas,


cabai, jahe, bawang merah, ragi, vanila, kayu manis.

3. Racun atau cairan binatang:serangga, ular, laba-laba, ubur-ubur dan berbagai ikan atau
binatang air.

4. Gusi nabati: lateks, lem akasia.

5. Bahan kosmetik/industri: pewarna rambut, parfum, pelurus rambut, pemutih kulit,


pengawet kayu, tan, cat.

6. Faktor dekomposisi: panas, dingin, getaran, cahaya, tekanan.

7. Faktor kolinergik dan aktivitas fisik

8. Idiopatik

C. Patofisiologi

Berbagai manifestasi klinis dari reaksi anafilaksis biasanya disebabkan oleh pelepasan
neurotransmiter dari sel mast/basofil, baik secara langsung (dalam beberapa menit) maupun
tertunda (beberapa jam). Aktivasi sel mast/basofil untuk melepaskan mediator tidak hanya
karena alergi atau stimulasi yang dimediasi IgE, tetapi juga dapat terjadi karena rangsangan
yang dimediasi komplemen, kompleks imun, atau faktor lain yang secara langsung
melepaskan histamin, seperti panas, dingin, cahaya matahari, tekanan , hipoksia,
neurohormon, sitokin, kolinergik, latihan fisik, dll.

Di antara berbagai rangsangan yang dapat menyebabkan pelepasan mediator,


mekanismenya dapat terjadi dalam beberapa cara, antara lain:

5
1. Reaksi yang diperantarai IgE (IgE-mediated anaphylaxis). Berbagai jenis alergen
bekerja dengan cara ini, apakah itu makanan, obat-obatan, enzim atau gigitan serangga atau
ular, semen, getah tanaman, dan banyak lagi. Hal ini dapat terjadi pada orang atopik atau
non-atopik, yang terjadi setelah paparan berulang (kedua dan seterusnya). Saat terpapar
alergen, APC (Antigen Presenting Cells) menelan alergen tersebut, seperti makrofag, sel
dendritik, sel Langerhans atau lainnya. Antigen kemudian dipresentasikan bersama dengan
beberapa sitokin (IL-1, TNF, IL-8) ke sel T helper melalui MHC (major histocompatibility
complex) kelas II. Sel T pembantu kemudian diaktifkan dan melepaskan sitokin (IL- dan IL-
5) yang merangsang memori, proliferasi dan transformasi sel B menjadi sel plasma, yang
kemudian menghasilkan antibodi, termasuk IgE. Imunoglobulin spesifik ini kemudian
menempel pada permukaan sel mast, basofil dan sel B, serta beberapa sel imun lainnya.
Ketika kembali terpapar alergen yang sama di masa depan, IgE akan menangkap alergen
tersebut, terutama yang berhubungan dengan sel mast/basofil. Pengikatan alergen pada IgE
spesifiknya merangsang sel mast/basofil untuk melepaskan mediator baik segera maupun
perlahan. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler,
bronkospasme, kontraksi otot polos dan pelebaran arteriol, yang menyebabkan manifestasi
klinis reaksi anafilaktik berupa urtikaria atau angioedema, edema laring, asma, regurgitasi.
dan syok, yang dapat menyebabkan kematian mendadak. Reaksi ini sebenarnya disebut reaksi
anafilaktik

2. Anafilaktik yang dimediasi kompleks imun atau anafilaksis yang dimediasi


komplemen. Reaksi ini terjadi ketika antibodi bebas (biasanya Ig G atau Ig M, tetapi bisa
juga Ig E) berikatan dengan antigen yang masuk untuk membentuk kompleks imun.
Kompleks imun ini dapat secara langsung merangsang sel mast/basofil untuk melepaskan
mediator atau dengan mengaktifkan komplemen untuk melepaskan anafilaksis, C3a, C a, dan
C5a, yang merangsang sel mast/basofil untuk melepaskan mediator. Reaksi ini sering terjadi
dengan pemberian transfusi darah, komponen darah, serum plasma, imunoglobulin,
kriopresipitat. Reaksi yang dihasilkan juga disebut anafilaktik umum.

3. Stimulasi langsung sel mast/basofil. Beberapa obat dan agen kontras dapat secara
langsung merangsang sel mast jaringan dan basofil darah tepi untuk melepaskan mediatornya.
Ini ditemukan dalam pemberian opiat, dekstran, agen kontras dan lainnya. Selain itu,
beberapa faktor fisik seperti panas, dingin, tekanan dan lain-lain dapat secara langsung
mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast/basofil.

6
D. Manifestasi Klinis

Manifestasi anafilaksis berbeda baik dengan munculnya gejala maupun perjalanan


klinis. Reaksi dapat terjadi dari beberapa menit sampai beberapa jam setelah terpapar alergen.

1. Kulit: kesemutan, terbakar diikuti kulit kemerahan, gatal, urtikaria dengan atau tanpa
angioedema.

2. Saluran pernafasan : keluar cairan dari rongga hidung, hidung tersumbat, bersin, hidung
gatal. Gangguan saluran pernapasan bagian bawah 8 biasanya bermanifestasi sebagai
bronkospasme dan pembengkakan saluran napas, menyebabkan sesak napas, mengi dan sesak
dada.

3. Kardiovaskular: aritmia berupa aritmia atrium atau ventrikel. Iskemia miokard, palpitasi,
pusing atau nyeri dada dapat terjadi. Hipotensi adalah gejala yang paling mengkhawatirkan .
Saluran pencernaan akibat edema usus akut dan kejang otot polos berupa sakit perut, mual,
muntah atau diare. 5. Sistem saraf pusat: disorientasi, pingsan, kejang-kejang dan kehilangan
kesadaran.

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi

Anafilaktik berasal dari dua kata Yunani, ana, yang berarti jauh, dan phylax , yang
berarti perlindungan. Secara harfiah berarti menghapus perlindungan. Anafilaktik adalah
reaksi alergi sistemik yang serius, berpotensi fatal, yang terjadi tiba-tiba segera setelah
terpapar alergen atau pemicu lainnya. Reaksi anafilaksis diklasifikasikan sebagai reaksi
hipersensitivitas tipe 1 menurut klasifikasi Gell dan Coombs.

Anafilaktik sendiri merupakan reaksi hipersensitivitas klinis yang bersifat akut, parah
dan merusak banyak organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan reaksi hipersensitivitas
tipe cepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik dengan antibodi
spesifik (IgE) yang berhubungan dengan sel mast. Sel mast dan basofil melepaskan mediator
yang memiliki efek farmakologis pada berbagai organ ini. Selain itu, dikenal pula istilah
reaksi anafilaksis yang secara klinis sama dengan anafilaksis, tetapi tidak disebabkan oleh
interaksi antara antigen dan antibodi. Reaksi anafilaktoid disebabkan oleh zat yang bekerja
langsung pada sel mast dan basofil, menyebabkan pelepasan mediator.

Adapun Jenis reaksi anafilaksis yaitu sebagai berikut:

1. Reaksi lokal Reaksi anafilaksis lokal biasanya termasuk urtikaria dan angioedema
di tempat paparan antigen dan bisa parah tapi jarang fatal.

2. Reaksi sistemik Reaksi sistemik terjadi dalam waktu sekitar 30 menit setelah
paparan pada sistem organ berikut: sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, saluran
pencernaan, dan organ dalam.

B. Gejala Syok Anafilaktik

Secara klinis, derajat keparahan gejala anafilaksis dibedakan menjadi ringan, sedang, dan
berat. Gejala anafilaksis berat sering kali dihubungkan dengan beberapa faktor seperti usia,
tipe dan jenis alergen, kondisi komorbid, tendensi genetik individu, dan onset reaksi itu

8
sendiri. Kaitan usia tua dengan gejala anafilaksis berat mungkin disebabkan adanya faktor
komorbid yang terjadi pada usia lanjut seperti kelainan kardiovaskular dan respirasi yang
mendasari ataupun penggunaan obat-obatan sebelumnya seperti angiotensin converting
enzymeinhibitor dan beta blocker. Adapun gejalanya antara lain :

1. Gejala pada tingkat I seperti gatal-gatal, kemerahan, urtikaria, angioedema.

2. Gejala pada tingkat II seperti mual, perut keram, rhinore, dispneu, serak, takikardi,
hipertensi, dan arritmia.

3. Gejala pada tingkat III seperti muntah, defekasi, edema laryngeal, bronkospasme, sianosis,
dan syok.

4. Gejala pada tingkat IV seperti muntah, defekasi, henti napas, dan henti jantung.

C. Tahapan Tahapan Seseorang Dapat Dikatakan Syok Anafilaktik

Anafilaksis didiagnosis berdasarkan gejala gejala klinis yang terjadi segera setelah kontak
dengan alergen, atau faktor penyebab lainnya. Syok anafilaksis adalah suatu kondisi keadaan
darurat yang memerlukan penanganan segera dan hak untuk mencegah kematian.

Diagnosis penyakit anafilaksis berdasarkan kriteria Sampson yaitu yang pertama, onset akut
(dalam hitungan menit sampai beberapa jam) melibatkan jaringan kulit dan mukosa atau
keduanya dan setidaknya satu keluhan ditemukan seperti sistem respirasi atau penurunan
tekanan darah, kolaps, pingsan atau inkontinensia. Kedua, gambaran klinis ditemukan terjadi
pada dua organ atau lebih segera setelah paparan. Ketiga, terjadi penurunan tekanan darah
segera setelah paparan yaitu tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan lebih dari
30% dari tekanan darah sebelumnya segera setelah terpaparan pasien alergen tanpa alasan
syok lainnya. Gejala yang muncul selama penyakit anafilaktik bervariasi sesuai dengan target
organ yaitu sistem kulit mukosa, sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem
gastrointestinal dan sistem lainnya.

Gejala klinis akibat reaksi alergi yang umum adalah lesu, lemah, rasa tidak enak yang sulit
dilukiskan, rasa tidak nyaman di perut dan dada timbuh rasa gatal. Pada sistem kulit dan
mukosa dapat ditemukan tanda dan gejala berupa eritema seluruh tubuh, urtikaria dengan
pruritus dan angioedema. Tanda klinis lain seperti rhinorrhea dan Conjunctiva Vascular
Injection (CVI) dapat terjadi pada pasien anafilaktik.

D. Penanganan Syok Anafilatik

9
Penanganan syok anafilaksis dimulai dengan membersihkan tubuh pasien dari zat-zat yang
diduga menyebabkan reaksi hipersensitivitas (dekontaminasi). Pemeriksaan obstruksi jalan
napas dilakukan dengan menghitung frekuensi pernapasan, mendengarkan ada tidaknya
abnormalitas pada bunyi dan berbicara dengan atau tanpa stetoskop. Penilaian abnormalitas
pada perfusi jaringan sistemik dapat dilakukan dengan menilai denyut nadi dan tekanan
darah. 

Jika terjadi obstruksi jalan nafas dan instabilitas vasomotor harus tersedia Intubasi dan
administrasi epinephrine di dekat pasien. Hal ini untuk mencegah terjadinya mortalitas pada
anafilaksis.

Pasien dengan reaksi kardiovaskular harus cepat menerima epinephrin intramuskular


sebanyak 0,3-0,5 ml dengan konsentrasi epinephrin 1:1000 yg diinjeksi pada paha
anterolateral. Injeksi adrenalin lainnya dapat diberikan setelah 5 menit jika pasien tidak
menunjukkan respon pada injeksi pertama. Administrasi epinephrine secara intravena harus
memiliki konsentrasi 1:10,000 (McLendon & Sternard, 2020; Tupper & Visser, 2010).
Administrasi glukagon direkomendasikan untuk pasien yang tidak merespons adrenalin
(Muraro, Roberts, Worm, Bilo & Brockow, 2014).

Administrasi Oksigen 100% high-flow dikirim melalui nasal kanul untuk memastikan


oksigen yang memadai. Resultasi cairan (bolus kristaloid isotonik 1-2 liter) dan pemberian
obat anti-alergi dosis tinggi seperti antihistamin dan glukokortikosteroid (prednison 60-100
mg setiap hari) juga penting untuk memperbaiki keadaan hipovolemik. Administrasi
kortikosteroid tidak memiliki manfaat akut tetapi efektif dalam mencegah anafilaksis bifasik
(Irani & Akl, 2015; McLendon & Sternard, 2020; Ring et al., 2014).

Pasien dengan reaksi saluran jalan napas bagian atas dapat dikenali dari gambaran klinis
berupa pembengkakan lidah atau uvula, adanya disfonia, atau stridor inspirasi. Tindakan
cepat injeksi intramuskular adrenalin dan administrasi oksigen dapat menangani kejadian
yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh obstruksi laring. Koniotomy dapat menjadi
tindakan yang diperlukan jika pasien tidak menanggapi terapi yang diberikan. Pasien dengan
gejala obstruksi bronkial dapat diadministrasikan beta2 aksi cepat simpatomimetik (misalnya,
salbutamol atau terbutalin) (Ring et al., 2014). Pasien dengan riwayat penyakit paru rentan
untuk membutuhkan bronkodilator dan penanganannya. Mengi terus-menerus setelah
pemberian beta-agonis mengharuskan praktisi untuk memberikan magnesium secara

10
intravena dengan dosis dan perhatian yg mirip dalam pencegahan asma dengan eksaserbasi
(McLendon & Sternard, 2020). 

Gejala-gejala abdominal seperti mual, muntah atau kolik dapat diredakan dengan pemberian
serotonin antagonis (misalnya ondansetron). Pasien dengan reaksi utama pada kulit dapat
menerima obat anti-alergi seperti dimetinden dan glukokortikosteroid dalam dosis normal
(Ring et al., 2014).

11
PATHWAY

ANTIGEN (ALLERGEN)

ANTIBODI (IgE)

HISTAMIN, KININ, LEKOTRINE,


DAN PROSTAGLANDIN

PERMEABILITAS KONSTRIKSI OTOT POLOS


VASODILATASI PERIFER
KAPILER (SPASME BRONKUS, LARING,
KRAM SEL CERNA)

EKSTRAVASASI CAIRAN TAHANAN PEMBULUH DARAH


INTRAVASKULER PERIFER

EDEMA HIPOVOLEMI RELATIF

CARDIAC OUTPUT

PERFUSI JARINGAN MENURUN

GANGGUAN METABOLISME
SELLULER
12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
.

13
DAFTAR PUSTAKA

Pemayun, T. P. D., & Suryana Ketut. 2019. Seorang Penderita Syok Anafilaktik dengan
Manifestasi Takikardi Supraventrikular. Bali : Dokter Spesialis Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. (Ardhalia Revisiani)

14

Anda mungkin juga menyukai