T
YANG MENGALAMI PNEUMONIA DENGAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN
NAPAS DI RUANG ICU RSUP Dr.
SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN
DISUSUN OLEH :
FRISKA E D RUMKIEK
31440120012
DI SUSUN OLEH :
FRISKA E D RUMAKIEK
3144020012
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan keperawatan Ny. M dan Tn. T Yang
Mengalami Pneumonia di Ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Wahyu Rima Agustin S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Institusi
Pendidikan yang telah memberikan kesempatan untuk menimbailmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi D3
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Erlina Windyastuti S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi D3
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Alfyana Nadya Rachmawati S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing
sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Setiyawan S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Ny.M dan Tn.T yang telah mengizinkan saya untuk mengaplikasikan
Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami Pneumonia.
7. Semua dosen Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
8. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat, kepercayaan, kasih sayang, nasihat dan dukungan dalam segala
bentuk serta atas do’anya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun untuk
menyelesaikan pendidikan.
9. Kakak-kakakku dan orang yang kusayangi yang selalu memberikan
semangat, do’a dan dukungan dalam setiap proses yang di lalui penulis.
10. Teman-teman Mahasiwa Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma
husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi
kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan.
Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas
tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak,
dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang) (Riskesdas,
2013). Mahfudzoh (2016) yang melaporkan penelitian tahun 2008 oleh Muttaqin
menyatakan bahwa pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Pneumonia nosokomial merupakan
salah satu komplikasi perawatan di rumah sakit yang meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pasien. Insiden pneumonia nosokomial mencapai 30%. Pneumonia
nosokomial yang terjadi dirumah sakit dapat dibagi dua, yaitu: Hospital Acquired
Pneumonia (HAP) dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Kedua jenis
pneumonia ini masih jadi penyebab penting dalam angka kematiandan kesakitan pada
pasien yang dirawat dirumah sakit (Hendra & Huriani,2011).
Masalah pada studi ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Klien yang mengalami
Pneumonia dengan Ketidakefektifan bersihan jalan napas di Ruang ICU RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.
1.4 Tujuan
Tujuan umum adalah melaksanakan Asuhan Keperawatan Ny. M dan Tn. T yang
mengalami Pneumonia dengan Ketidakefektifan bersihan jalan napas di Ruang ICU
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
1.5 Manfaat
1.5.1 Teoritis
Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan dan juga sebagai pedoman untuk penatalaksanaan pada pasien yang
mengalami Pneumonia.
1.5.2 Praktis
3) Bagi institusi pendidikan sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang perawatan klien dengan penyakit
Pneumonia di masa yang akan datang dan acuan bagi pengembangan laporan
kasus sejenis.
4) Bagi penulis selanjutnya menambah wawasan dan pengalaman tentang konsep
penyakit serta penatalaksanaanya dalam aplikasi langsung melalui proses
keperawatan dengan basis ilmu keperawatan dalam memberikam asuhan
keperawatan pada pasien dengan Pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
1. Pneumonia yang didapat dari komunitas , yaitu infeksi LRT yang terjadi dalam 48
jam setelah dirawat dieumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di
rumah sakit selama >14 hari.
2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial) yaitu setiap Infeksi LRT yang
berkembang >2 hari setelah dirawat di rumah sakit.
3. Pneumonia aspirasi/anaeorob yaitu infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain
setelah aspirasi isi orofaringeal (misalnya CVA).
4. Pneumonia oportunistik yaitu pasien dengan penekanan sistem imun
(misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh
virus, jamur, dan mikrobakteri selain organisme bakterial lain.
5. Pneumonia rekuren yaitu disebabkan oleh organisme aerob dan
anaeorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkiektasis
2.1.3 Etiologi
Menurut Somantri (2009) tanda dan gejala yang muncul pada pneumonia adalah
demam 39-40oC, nyeri dada karena batuk, nyeri dada pleuritis, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, batuk produktif ataupun kering, sputum hijau dan purulen serta mungkin
mengandung bercak darah, bisa juga berbau busuk, adanya retraksi interkostal,
penggunaan otot aksesorius, dispnea berat, sianosis, hipoksemia dan malaise.
2.1.5 Patofisiologi
Pneumonia merupakan respons inflamasi terhadap benda asing yang tanpa sengaja
teraspirasi atau multiplikasi mikroorganisme tidak terkontrol yang menginvasi saluran
pernapasan bawah. Respons tersebut menyebabkan akumulasi neutrofil dan sel
efektor di bronkus perifer dan ruang alveolar. Sistem pertahanan tubuh yang
mencakup pertahanananatomis, mekanis, humoral, dan seluler dirancang untuk
menyingkirkan organisme yang memasuki saluran pernapasan. Sebagian besar
penyakit sistemik meningkatkan risiko pneumonia pada pasien dengan cara
mengubah mekanisme pertahanan pernapasan. Pneumonia terjadi jika. Mekanisme
pertahanan paru yang normal terganggu atau bekerja terlalu berat, sehingga
mikroorganisme berkembang dengan cepat (Morton dkk, 2014). Saat terjadi inhalasi
bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia diaspirasi melalui orofaring. Tubuh
pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan
respons radang (Somantri, 2009). Patogen dapat memasuki saluran pernapasan bawah
melalui empat cara; aspirasi, inhalasi, penyebaran hematogen dari lokasi yang jauh,
dan translokasi. Rute utama bakteri memasuki paru adalah melalui aspirasi
mikroorganisme dari orofaring. Aspirasi sering kali terjadi(>45% waktu) pada
individu yang sehat ketika mereka tidur. Risiko aspirasi yang signifikan dari segi
klinis meningkat pada pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran atau
disfagia dan pada mereka yang terpasang slang endotrakea atau slang enteral.
Penyebaran hematogen merupakan mekanisme yang efektif, sirkulasi pulmonal
menjadi jalan masuk yang efektif bagi mikroba. Kapiler paru membentuk jaringan
padat di dinding alveoli yang ideal untuk pertukaran gas. Mikroba hematogen dari
lokasi infeksi yang jauh dapat bermigrasi melalui jaringan tersebut dan menyebabkan
pneumonia (Morton dkk, 2014).
2.1.7 Komplikasi
2.1.8
1) Abses paru
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Bakteremia dan septicemia
5) Bronkiektasis
2.1.9 Pentalaksanaan
2.1.10
1) Terapi Suportif menurut Ward dkk (2008)
c) Bantuan ventilasi, misalnya tekanan jalan napas positif kontinu Pada gagal
napas.
e) Posisi setengah telentang (yaitu elevasi kepala tempat tidur 300) Pada
pasien yang harus berbaring terus ditempat tidur dapat mengurangi risiko
aspirasi.
a) Pada HAP onset dini (<4 hari di rumah sakit) tanpa faktor risiko untuk
organisme MDR (resisten terhadap antibiotik), monoterapi pada beta-
laktam/beta-laktamse, antibiotik selfalosporin generasi ketiga, seftriakson,
ko-ammoksiklav atau ertapenem, dan fluorokuinolon.
b) Pada HAP onset lambat (>4 hari dirumah sakit) dengan faktor risiko
patogen MDR, terapi kombinasi dengan antibiotik spektrum luas untuk
mencakup hasil gram-negatif MDR dan MRSA (resisten mitisilin)
misalnya sefalospirin antipseudomonas, karbapenem antipseudomonas,
vankomisin, dll. Terapi tambahan dengan aminoglikosida inhalasi atau
polimiksin dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik dengan
terapi sistemik.
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada pneumonia adalah sebagai
berikut :
Menurut Soetioputro (2016) ventilasi mekanik merupakan salah satubentuk terapi yang sering
diberikan kepada pasien kritis di ruang perawatan intensif. Ventilasi mekanik adalah mesin
yang digunakan untuk memasukkan dan mengeluarkan udara pernapasan ke dalam paru-paru.
Ventilasi mekanik berfungsi untuk menormalkan nilai gas darah arteri dan keseimbangan
asam basa, serta berfungsi menurunkan kerja pernapasan pasien dengan memberikan bantuan
ventilasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Menurut Dewi (2008), mode ventilasi adalah salah satu dari beberapa metode yang
digunakan oleh ventilator untuk membantu ventilasi. Adapun mode-mode tersebut antara
lain:
1. Control Ventilation(VC)
Mode control ventilation menjamin bahwa pasien menerima jumlah dan volume pernapasan
setiap menit yang telah ditentukan sebelumnya. Pada umumnya pasien diberi sedatif atau
dilumpuhkan dengan obat penghambat neuromuskular untuk mencapai tujuan.
2.4.1 Pengkajian
Menurut Hidayat dkk (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari pasien, untuk
informasi yang diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh tingkat
analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data subjektif dari seseorang atau
kelompok, dan data objektif dari pemeriksaan diagnostik dan sumber lain. Pengkajian
individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik (data objektif)
(Weber & Kelley 2009).
1) Biodata
Anamnesis yang diperoleh dari anamnesis umum merupakan identitas diri pasien yaitu nama,
umur, alamat, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan hobi (Febrianto, 2013).
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya
awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam ≥40oC, nyeri
pleuretik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah
adanya konsolidasi paru.
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas (infeksi pada
hidung dan tenggorokan). Risiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat
alkoholik, posr-operasi, infeksi pernapasan, dan klien dengan imunosupresi
(kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien kritis di ICU dapat
menderita pneumonia dan 50% (separuhnya) akan meninggal dunia.
3) Pengkajian Fokus
a) Breathing
1. Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan: gerakan pernapasan
simetris, pada klien dengan pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya
retraksi sternum dan intercostal sternum space (ICS). Napas
cuping hidung pada sesak berat dialami terutama pada anak-anak.
Batuk dan sputum: saat dilakukan pengkajian batuk pada klien
demgan pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif disertai
dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum
yang purulen.
2. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan: pada
palpasi klien dengan pneumonia, gerakan pada saat bernafas
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Getaran suara (fremitus fokal): taktil fremitus pada klien
dengan pneumonia biasanya normal.
3. Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi,
biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan
pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonoia menjadi
satu sarang (kunfluens).
4. Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi didaerah mana didapatkan adanya ronkhi.
b) Blood
d) Bladder
e) Bowel
f) Bone
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia terhadap gangguan
kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respons dari seorang individu, keluarga,
kelompok, atau komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu
deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis (Hermand dkk
2015).
Menurut Herdman dkk (2015), masalah yang muncul pada pasien
pneumonia adalah :
kebutuhan oksigen
b) Kriteria hasil
c)Intervensi
c) Intervensi :
Manajemen Asma (3210)
(1) Monitor tanda-tanda vital
2.4.4 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun
dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di
harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Efendi & Makhfudli, 2009).
2.4.5 Evaluasi
BAB IV
LAPORAN HASIL
Studi kasus ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Soeradji Tirtonegoro
khususnya di ruang Intensif Care Unit. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yakni salah
satu layanan kesehatan milik kementerian Kesehatan Klaten yang berwujud RSU, diurus oleh
kementerian Kesehatan dan termuat kedalam Rumah Sakit Tipe B. layanan Kesehatan ini
telah terdaftar sejak 29/10/2014 dengan Nomor surat Izin 445/28/2013 dan Tanggal Surat Izin
22/03/2013 dari Gubernur Jawa Tengah dengan Sifat Tetap, dan berlaku sampai 5 Tahun.
Setelah menjalani Prosedur AKREDITASI Rumah sakit Seluruh Indonesia dengan proses
Pentahapan III (16 Pelayanan) akhirnya diberikan status Tingkat paripurna Akreditasi Rumah
Sakit. RSU ini beralamat di Jl. KRT. Dr. Soeradji Tirtonegoro No.1, Klaten, Klaten,
Indonesia.
Riwayat Kesehatan
Lingkungan
Pada sub bab ini penulis membahas mengenasi asuhan keperawatan pada Ny. M dan Tn. T
dengan Pneumonia di ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pembahasan pada
sub bab ini berisi tentang perbandingan antara tinjauan pustaka yang disajikan untuk
membahas tujuan khusus yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, tindakan
keperawatan, dan evaluasi.
5.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji
harus memperhatikan data dasar dari klien, untuk informasi yang diharapakan dari klien
(Hidayat, 2012). Pengkajian terhadap klien 1 dan 2 dengan Pneumonia di ruang ICU RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten menggunakan metode alloanamnesa dan autoanamnesa.
Autoanamnesis adalah anamnesis terhadap klien itu sendiri. Sedangkan alloanamnesis adalah
anamnesis terhadap keluarga/relasi terdekat yang membawa klien tersebut kerumah sakit
(Nurhay dkk, 2005 yang dikutip dari Pedoman Rekam Medik, 2009). Diagnosa medis klien 1
dan 2 yaitu Pneumonia. Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak
dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah
disekitar alveoli menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi,
bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri, 2009). Hasil dari
pengkajian klien 1 didapatkan data keluhan utama gagal nafas dengan adanya sputum
berwarna seperti karat (kuning kemerahan), dan dilakukan pemasangan intubasi. Klien 2 juga
mengalami gagal nafas dengan adanya sputum berwarna seperti karat (kuning kemerahan),
dan dilakukan pemasangan intubasi. Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang
membawa klien meminta pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama
biasanya dituliskan secara singkat beserta lamanya (Nurhay dkk, 2005 yang dikutip dari
Pedoman Rekam Medik, 2009). Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia
adalah adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam ≥40oC, nyeri
pleuretik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah adanya konsolidasi
paru (Somantri, 2009). Menurut Fauci dkk (2012) yang dikutip oleh Rahmawati (2014)
komplikasi dari pneumonia salah satunya yaitu gagal pernafasan. Gagal nafas merupakan
kondisi ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasukkan oksigen yang cukup dan
membuang karbondioksida, yang disebabkan oleh kelainan sistem pernafasan dan sistem
lainnya, termasuk gangguan sistem saraf (Bakhtiar, 2013). Keluhan utama pada klien 1 dan 2
sudah sesuai teori dari komplikasi dan tanda gejala dari Pneumonia.Pengkajian fokus pada
klien 1 yaitu pada breathing didapatkan hasil suara redup saat perkusi dan auskultasi suara
ronkhi basah di lobus bawah paru kanan dan kiri, terpasang ventilator mode SIMV rate 12
RR 23x/menit, SPO2 95%, suhu 39oC. Pada klien 2 yaitu pada breathing didapatkan hasil
suara redup saat perkusi dan auskultasi suara ronkhi basah Di lobus bawah paru kanan,
terpasang ventilator mode VC RR 28x/menit, SPO2 100%, suhu 39oC. Pengkajian fokus
terdiri dari 6B yaitu breathing(pernafasan), blood (jantung dan pembuluh darah), brain
(susunan syaraf Pusat), bladder (saluran kemih), bowel (saluran cerna), bone (tulang
Kerangka) (Firdaus, diakses pada 17 juli 2017: 22.15). Menurut Somantri (2009), perkusi
klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, Biasanya didapatkan bunyi resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia
didapatkan apabila Bronkopneumonoia menjadi satu sarang (kunfluens). Auskultasi Pada
klien Dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada Sisi yang
sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk Mendokumentasikan hasil auskultasi didaerah
mana didapatkan adanya Ronkhi. Hasil pengkajian fokus breathing sudah sesuai dengan
teori.Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien 1 dan 2 adalah Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium pada klien 1 didapatkan pada Tanggal 23 Mei 2017 hasil leukosit
17.000. Pemeriksaan laboratorium Pada klien 2 didapatkan pada tanggal 29 Mei 2017 hasil
leukosit 14.600. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
Ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat Berkembang biak dan
menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru Sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan Merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa
cara mikroorganisme mencapai permukaan yaitu dengan cara inokulasi Langsung,
penyebaran melalui pembuluh darah, Inhalasi bahan aerosol, Kolonisasi dipermukaan
mukosa. Dari keempat cara tersebut diatas yang Terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi Virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan Bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus
Terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi Kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi Aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal Ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi Dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu
tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan Pemakai obat
(drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi Bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 -1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum
bakteri yang tinggi dan Terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya
masuk Secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat Disaluran
napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, Akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak di temukan jenis Mikroorganisme yang sama (PDPI, 2003). Menurut Hendra
dkk (2011) Hasil pemeriksaan laboratorium pada pneumonia yaitu leukosit >10.000. Hasil
pemeriksaan penunjang leukosit pada klien 1 dan 2 sudah sesuai Dengan teori yang ada.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien 1 dan 2Selanjutnya adalah dan foto
thorax. Hasil foto thorax pada klien 1Didapatkan pada tanggal 21 Mei 2017 menggambarkan
adanya Oedem Pulmonal Mixed Pneumonia. Pemeriksaan foto thorax pada klien 2
Didapatkan pada didapatkan pada tanggal 16 Mei 2017 menggambarkan Adanya Oedem
Pulmonal Mixed Pneumonia. Foto toraks (PA/lateral) Merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan “ air Broncogram”, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran
kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, Hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran Pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau Gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering Menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
Dapat mengenai beberapa lobus (PDPI, 2013). Pneumonia positif bila pada Pemeriksaan fisik
fungsi pernafasan ditemukan ronkhi (+), frekuensi Napas, meningkat, hasil radiologi
ditemukan infiltrat (+) lobus paru bagian Bawah (Hendra dkk, 2011). Klien 1 dan 2 telah
dilakukan pemeriksaan kultur sputum pada Tanggal 24 Mei 2017 dan 27 Mei 2017. Menurut
Hendra dkk (2011) Kriteria terakhir dari pneumonia adalah hasil kultur sputum terinfeksi.
Hal Ini sesuai dengan teori yang ada, tetapi hasil pemeriksaan kultur sputum Klien 1 dan 2
belum keluar.
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons Manusia terhadap gangguan
kesehatan atau proses kehidupan, atau Kerentangan respons dari seorang individu, keluarga,
kelompok, atau Komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu
Deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari Diagnosis (Hermand dkk
2015). Berdasarkan data-data yang didapatkan penulis dari hasil Pengkajian pada klien 1 dan
2 di ruang ICU RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, bahwa klien mempunyai diagnosa
keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan napas.Pada kasus klien
1 data obyektif didaptkan jalan napas dibantu Ventilator, terdapat sekret dimulut dan selang
ventilator mode SIMV rate 12 PEEP 7, suara ronkhi basah dilobus bawah paru kanan dan
kiri, Kesadaran somnolen, RR 23x/menit, SPO2 95%, foto thorax menunjukkan Oedem
pulmonal mixed pneumonia, leukosit 17.000, suhu 39oC. Pada Kasus klien 2 data obyektif
didaptkan jalan napas dibantu ventilator mode VC PEEP 6, terdapat sekret dimulut, suara
ronkhi dilobus bawah paru Kanan, RR 28x/menit, SPO2 100%, foto thorax menunjukkan
oedem Pulmonal mixed pneumonia, leukosit 14.600, suhu 39oC. Batasan Karakteristik dari
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu batuk yang Tidak efektif, dispnea, gelisah,
kesulitan verbalisasi, mata terbuka lebar, Ortopnea, penurunan bunyi napas, perubahan
frekuensi napas, perubahan Pola napas, sianosis, sputum dalam jumlah yang berlebihan, suara
napas tambahan, tidak ada batuk (Herdman dkk, 2015). Analisa data klien 1 dan2 sesuai
dengan batasan karakteristik dari ketidakefektifan bersihan jalan napas hanya pada klien 1
dan 2 tidak mengalami sianosis, karena kebutuhan oksigen sudah dipenuhi dari alat
ventilator. Sedangkan klien 2 tidak mengalami gelisah, mata terbuka lebar dan tidak ada
batuk karena kesadaran DPO.
5.4 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan
pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu,
rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam
mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Efendi & Makhfudli,
2009).Implementasi hari pertama pada klien 1 dilakukan pada tanggal 23 Mei 2017 yaitu
melakukan personal hygiene, mengobservasi jalan nafas dan auskultasi suara nafas,
memberikan mobilisasi (miring kiri, telentang head up 30odan miring kanan), melakukan
fisioterapi dada dan suctioning, memonitor status himodinamik. Implementasi hari kedua
dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017 yaitu melakukan personal hygiene, mengobservasi
mengobservasi jalan nafas dan auskultasi suara nafas, memberikan mobilisasi (miring kiri,
telentang head up 30o dan miring kanan), melakukan fisioterapi dada dan suctioning,
memonitor status himodinamik. Implementasi hari ketiga dilakukan pada tanggal 23 Mei
2017 yaitu melakukan personal hygiene, mengobservasi jalan nafas dan auskultasi suara
nafas, memberikan mobilisasi (miring kiri, telentang head up 30o dan miring kanan),
melakukan fisioterapi dada dan suctioning, memonitor status himodinamik. Implementasi
hari pertama pada klen 2 yang dilakukan pada tanggal 30 Juni 2017 yaitu memonitor status
himodinamik, memberikan mobilisasi (posisi miring kiri, telentang head up 30o dan miring
kanan), mengobservasi jalan nafas dan auskultasi suara nafas, memberikan fisioterapi dada
dan suctioning. Implementasi hari kedua pada klien 2 dilakukan pada tanggal 31 Mei 2017
yaitu melakukan personal hygiene, memberikan mobiliosasi (posisi miring kiri, telentang
head up 30o dan miring kanan, mengeobservasi jalan nafas dan auskultasi suara nafas,
memberikan fisioterapi dada dan suctioning, auskultasi suara nafas, monitor status
himodinamik, mengobservasi hasil laboratorium, mengobservasi keadaan klien, dan
melakukan perawatan jenazah. Menurut Hendra dkk (2011) mobilisasi didefinisikan menjadi
penggantian posisi klien setiap dua jam yaitu miring kiri, telentang head up 30odan miring
kanan. Fisioterapi dada adalah tindakan yang dilakukan pada klien dengan cara menepuk
dinding dada atau punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok dilanjutkan vibrasi
dengan cara menggetarkan dinding dada atau punggung pada waktu klien mengeluarkan
napas.Dalam melakukan implementasi, ada beberapa tindakan yang tidak disusun dalam
intervensi yaitu mengobservasi jalan nafas dan auskultasi suara nafas karena tindakan ini
sebenarnya sudah dilakukan bersamaan dengan prosedur fisioterapi dada. Secara singkat
prosedur dari tindakan memberikan mobilisasi (miring kiri, telentang head up 30odan miring
kanan) dan fisioterapi dada yaitu memberikan mobilisasi (miring kiri, telentang head up
30odan miring kanan), observasi jalan nafas, auskultasi suara nafas, melakukan tekhnik
clapping (penepukan) selama ±5 menit setiap posisi, melakukan tekhnik fibrasi
(menggetarkan) selama ±5 menit setiap posisi, mengobservasi jalan nafas lalu melakukan
suctioning endotrakea. Selanjutnya auskultasi suara nafas kembali setelah selesai melakukan
tindakan.
5.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan implementasinya sudah berhasil
di capai. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini
bisa di laksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang di berikan, sehingga perawat dapat mengambil
keputusan. Proses evaluasi terdiri atas dua tahap yaitu mengukur pencapaian tujuan klien
yang baik kognitif, afektif, psikomotor dan perubahan fungsi tubuh serta gejalanya serta
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Efendi &
Makhfudli, 2009).Tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari pada klien 1 dan
dua hari pada klien 2 sudah dilakukan sesuai dengan pengelolaan asuhan keperawatan serta
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. Kriteria hasil yang diharapkan adalah tidak ada
sianosis atau dyspnea, saturasi oksigen >95%, tidak mengalami penurunan kesadaran,
respirasi 16-24x/menit, sekret berkurang atau hilang. Evaluasi hari pertama yang dilakukan
pada klien 1 dengan ketidalefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan napas
didapatkan hasil Klien terpasang ET Ventilator mode PS PEEP 7 VT/PS 10 fio2 90%, TD
90/70 mmHg, N 140x/menit, S 38,5oC, RR 28x/menit, SPO2 97%, mulut bersih, suara
ronkhi terdengar di lobus bawah kanan dan kiri kesadaran somnolen, tidak ada sianosis
setelah dilakukan mobilisasi setiap dua jam sebanyak tiga kali sehari dan fisioterapi dada
dengan durasi 15 menit. Evaluasi hari kedua didapatkan hasil Klien terpasang ET Ventilator
mode PS PEEP 7 VT/PS 10 fio2 90%, TD 100/80 mmHg, N 130x/menit, S 37oC, RR
24x/menit, SPO2 99% tidak ada penumpukan sekret dijalan nafas, suara ronkhi terdengar di
lobus bawah kiri kesadaran somnolen, tidak ada sianosis setelah dilakukan mobilisasi setiap
dua jam sebanyak tiga kali sehari dan fisioterapi dada dengan durasi 15 menit. Evaluasi hari
ketiga didapatkan hasil Klien terpasang ET Ventilator mode SIMV rate 5 PEEP 7 VT/PS 12
fio2 90%, TD 130/90 mmHg, N 130x/menit, S 37oC, RR 24x/menit, SPO2 99% tidak ada
penumpukan sekret dijalan nafas, suara ronkhi terdengar di lobus bawah kiri kesadaran apatis
GCS E4M6Vx, tidak ada sianosis setelah dilakukan mobilisasi setiap dua jam sebanyak tiga
kali sehari dan fisioterapi dada dengan durasi 15 menit. Pada hari pertama mode ventilator
klien 1 berubah dari SIMV rate 12 menjadi PS karena pasien mampu melakukan nafas secara
mandiri oleh karena itu agar tidak tergantung alat secara terus menerus, mode ventilator
diubah dengan tujuan untuk memandirikan nafas klien. Sedangkan hari ketiga mode
ventilator dari PS ke SIMV rate 5 karena terjadi penurunan nafas mandiri oleh klien sehingga
agar tidak terjadi komplikasi lain maka mode ventilator diubah kembali. Evaluasi hari petama
yang dilakukan pada klien 2 dengan ketidalefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan
napas didapatkan hasil Klien terpasang ventilator mode VC PEEP 6 fio2 60% terdengar suara
gargling, suara ronkhi dilobus kanan bawah, kesadaran DPO, SPO2 100% TD 160/98 mmHg,
N 150x/menit RR 30x/menit S 38,8oC, tidak sianosis setelah dilakukan mobilisasi setiap dua
jam sebanyak tiga kali sehari dan fisioterapi dada dengan durasi 15 menit. Evaluasi hari
kedua didapatkan hasil TD tidak muncul, Nadi tidak teraba, RR tidak ada, tidak ada tanda-
tanda kehidupan, klien pucat, sianosis, EKG flet, klien meninggal. Hasil evaluasi yang
didapatkan pada klien 1 teratasi sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu
nafas klien yang meningkat dari hari pertama terpasang ventilator mode SIMV rate 12
dengan RR 23x/menit, hari ketiga klien terpasang ventilator mode SIMV rate 5 dengan RR
24x/menit. Sedangkan hasil evaluasi yang didapatkan pada klien 2 tidak teratasi karena
tujuan dan kriteria hasil tidak tercapai karena pasien meninggal dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar. 2013. Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak. JURNAL
KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 3 Desember 2013
Bulechek, G.M., et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 6. 6th
Indonesian edn. Elsevier Singapore Pte Ltd
Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapam Dan Kerangka Kerja. Yogyakarta:
Gosyeng Publishing.
Efendi, F dan Makhfudi. 2009. Keperawatan kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hendra & Emil Huriani. 2011. Pengaruh Mobilisasi Dan Fisioterapi Dada Terhadap
Kejadian Ventilator Associated Pneumonia Di Unit Perawatan Intensif. NERS
JURNAL KEPERAWATAN Volume 7 No 2, Desember 2011 : 121-129
Hidayat, A.A & M. Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia (KDM),
Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: Health Books Publishing
Morton, P.G., et al. 2014. Critical care Nursing : A Holistic Approach, Vol 1 Edisi 8.
Jakarta: EGC
Rahman, Dally dkk. 2011. Kejadian Ventilator Associated Pneumonia (Vap) Pada
Klien Dengan Ventilasi Mekanik Menggunakan Indikator Clinical Pulmonary
Infection Score (CpIS. Jurnal Ners Vol. 6 No. 2 Oktober 2011, hal 126–135
Rahmawati, Fida A. 2014. Angka Kejadian Pneumonia Pada Pasien Sepsis Di ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Laporan Akhir Hasil Penelitian Karya Tulis
Ilmiah. FK: Universitas Diponegoro
Rekam Medik. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. 2016. Jumlah Pasien
Pneumonia. Klaten: RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Tidak Di Publikasikan
Ward, P.T. Jeremy, et.al. 2008. At Aglance Sistem Respirasi edisi kedua. Jakarta:
Erlangga