Anda di halaman 1dari 26

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pengetahuan masyarakat yang meningkat menyebabkan semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan
termasuk didalamnya pelayanan keperawatan. Melihat fenomena tersebut
mendorong perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan belajar banyak tentang konsep
pengelolaan keperawatan dan langkah-langkah konkrit dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah tersebut dapat berupa penataan sistem model asuhan
keperawatan professional (MAKP) mulai dari ketenagaan/pasien, penetapan
MAKP dan perbaikan dokumentasi keperawatan. Pemenuhan tingkat kepuasan
pasien ini dapat dimulai dengan upaya menggali kebutuhan pasien demi
tercapainya keberhasilan asuhan keperawatan. Metode yang dipilih untuk
menggali secara mendalam tentang kebutuhan pasien adalah dengan
melaksanakan ronde keperawatan. Dengan melaksanakan ronde keperawatan
diharapkan dapat memecahkan masalah keperawatan pasien melalui cara berpikir
kritis berdasarkan konsep asuhan keperawatan.
Ronde keperawatan merupakan suatu sarana bagi perawat untuk membahas
masalah keperawatan dengan melibatkan pasien dan seluruh tim keperawatan,
konsultan keperawatan, serta tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, rehabilitasi
medik). Selain menyelesaikan masalah keperawatan pasien, ronde keperawatan
juga merupakan suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat
eningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kepekaan dan cara
berpikir kritis perawat akan tumbuh dan terlatih melalui suatu transfer
pengetahuan dan pengaplikasian konsep teori secara langsung pada kasus nyata.
Dengan pelaksanaan ronde keperawatan yang berkesinambungan diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan perawat ruangan untuk berpikir secara kritis
dalam peningkatan perawatan secara professional. Dalam pelaksanaan ronde juga
akan terlihat kemampuan perawat dalam melaksanakan kerja sama dengan tim
kesehatan yang lain guna mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada pasien

1
2

(Nursalam,2007). Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat


untuk membahas lebih dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan
suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dapat meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepekaaan dan cara berfikir kritis
perawat akan tumbuh dan terlatih melalui transfer pengetahuan dan
pengaplikasian konsep teori ke dalam praktik keperawatan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kami mahasiswa profesi ners
Stikes Eka Harap Palangka Raya akan mengadakan kegiatan ronde keperawatan
di Ruang Bougenville selama Praktik Profesi Manajemen Keperawatan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan
berpikir kritis dan diskusi.
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, mahasiswa mampu:
1.2.2.1 Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis
1.2.2.2 Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
1.2.2.3 Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
1.2.2.4 Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan
1.2.2.5 Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi
pada masalah pasien.
1.2.2.6 Meningkatkan kemampuan justifikasi.
1.2.2.7 Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pasien
1.3.1.1 Membantu menyelesaikan masalah pasien sehingga mempercepat masa
penyembuhan.
1.3.1.2 Mendapat perawatan secara profesional dan efektif kepada pasien
1.3.1.3 Memenuhi kebutuhan pasien
1.3.2 Bagi Perawat
1.3.2.1 Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor perawat.
1.3.2.2 Meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan.
3

1.3.2.3 Menciptakan komunitas keperawatan profesional.


1.3.3 Bagi rumah sakit
1.3.3.1 Meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.
1.3.3.2 Menurunkan lama hari perawatan pasien
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ronde Keperawatan


2.1.1 Pengertian Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien, dilakukan dengan melibatkan pasien untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer dengan konselor, kepala ruangan, perawat
assosiate serta melibatkan seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2011).
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada
kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan konselor, kepala ruangan,
dan perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan
(Nursalam, 2015).
Karateristik antara lain sebagai berikut;
1. Pasien dilibatkan secara langsung
2. Pasien fokus kegiatan
3. PA, PP, dan komselor melakukan diskusi bersama
4. Konselor memfasilitasi kreativitas
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masaah.
2.1.2 Tujuan
2.1.2.1 Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis dan
diskusi.
2.1.2.2 Tujuan Khusus
1) Menumbuhkan cara berpikir kritis dan ilmiah.
2) Meningkatkan validitas data pasien.
3) Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan.

4
5

4) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang sesuai


dengan masalah pasien.
5) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
2.1.3 Manfaat
1) Masalah pasien dapat teratasi
2) Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3) Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4) Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan.
5) Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat
dan benar.
2.1.3 Kriteria Pasien
Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien
yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah
dilakukan tindakan keperawatan
2) Pasien dengan kasus baru atau langka
2.1.4 Peran Masing-Masing Anggota Tim
1) Perawat Primer (PP) dan Perawat Associate (PA)
a. Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien
b. Menjelaskan diagnosis keperawatan
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
d. Menjelaskan hasil yang didapat
e. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil
f. Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
2) Perawat Konselor
a. Memberikan justifikasi
b. Memberikan reinforcement
c. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta
rasional tindakan
d. Mengarahkan dan koreksi
6

2.1.5 Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan

Tahap Pra Katim

Penetapan Pasien

Persiapan Pasien:
- Informed consent
- Hasil pengkajian / validasi data

- Apa diagnosa keperawatan ?


Tahap Pelaksanaan di Penyajian - Apa data yang mendukung ?
- Bagaimana intervensi yang
Nurse Station Masalah sudah dilakukan?
- Apa hambatan yang
ditemukan?

Validasi Data

Tahap Pelaksanaan di Diskusi KATIM KATIM,


Kamar Pasien Konselor, KARU

Lanjutan Diskusi di Nurse


Station

Pasca Ronde Kesimpulan dan Rekomendasi


Keterangan
Solusi Masalah
7

1. Pra Ronde
a. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang
langka)
b. Menentukan tim ronde
c. Mencari sumber dan literatur
d. Membuat proposal
e. Mempersiapkan pasien, informed consent dan pengkajian
f. Diskusi: apa diagnosa keperawatan? Apa data yang mendukung?
Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan? Apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan.
2. Pelaksanaan Ronde
a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada
masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan
atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b. Diskusi antaranggota tim tentang kasus tersebut.
c. Pemberian justifikasi oleh perawat priemr atau konselor atau kepala ruangan
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang dilakukan.
3. Pascaronde
a. Evaluasi, revisi, dan perbaikan.
b. Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis; intervensi
keperawatan selanjutnya.
2.1.6 Evaluasi
1) Evaluasi Struktur :
a. Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Bougenville (penyakit
dalam wanita) BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
persyaratan administratif sudah lengkap (Informed consent, alat, dan
lainnya)
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya.
2) Evaluasi Proses :
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
8

b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran


yang telah ditentukan
3) Evaluasi Hasil :
a. Pasien puas dengan hasil kegiatan.
b. Masalah pasien dapat teratasi.
c. Perawat dapat :
(1) Menumbuhkan cara berfikir yang kritis.
(2) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien.
(3) Meningkatkan cara berfikir yang sistematis
(4) Meningkatkan kemampuan validitas data pasien.
(5) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.
(6) Meningkatkan kemampuan justifikasi
(7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
(8) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
2.2 Konsep Dasar
2.2.1 Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001:1448).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)
yang berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan
menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik)
sehingga ginjal tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisasi atau transplantasi ginjal).
Gagal ginjal kronis bisa berkembang melalui stadium - stadium berikut ini:
9

Cadangan ginjal berkurang (tingkat filtrasi glomerular [glomerular


filtration rate - GFR] sebesar 45% sampai 50% dari normal)
Insufisiensi ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal)
Gagal ginjal (GFR sebesar 20% sampai 35% dari normal )
Penyakit ginjal stadium-akhir (GFR sebesar kurang dari 20% dari
normal). (Williams dan Wilkins. 2011: 508).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Toto Suharyo Dan
Abdul Madjid. 2009; 183).

2.2.2 Klasifikasi/Stadium GGK

Berikut tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis


selengkapnya:
a. Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.
4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang
paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu,
penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan
laboraturium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas
normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen)
masih berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat,
10

seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR
dengan teliti.
b. Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan
dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan
gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk
mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan
dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun
dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampaui batas normal
c. Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
4) Poliuria dan nokturia.
5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain
mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan
11

kesadaran hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan
tugas sehari-hari.
d. Stadium IV (End-stage Renal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
3) BUN dan kreatinin tinggi.
4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
5) Berat jenis urine tetap 1,010.
6) Oliguria.
7) Gejala gagal ginjal.
Stadium akhir kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai
GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit,
bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum
dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran
kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.

Berdasarkan kemampuan filtrasinya, gagal ginjal dapat dibagi menjadi


5 stadium. Stadium ini dibedakan berdasarkan perkiraan GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada stadium 1, fungsi ginjal masih relatif baik dan terdapat
penurunan minimal pada stadium 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di
bawah ini:
1) Stadium 1 (GFR > 90)
Pada gagal ginjal stadium 1 fungsi ginjal dalam batas normal, namun
terdapat kelainan pada pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan struktur ginjal, atau
terdapat faktor genetik. Tidak ada pengobatan khusus pada stadium ini, target
tekanan darah harus dicapai sesegera mungkin.
12

2) Stadium 2 (GFR 60-89)


Pada gagal ginjal stadium 2 terdapat penurunan minimal fungsi ginjal
selain ditemukannya kelainan pada pemeriksaan urin rutin, pemeriksaan struktur
ginjal, atau adanya faktor genetik. Sama seperti pada stadium 1, tidak ada
pengobatan khusus, faktor risiko terjadinya progresifitas penyakit ginjal perlu
ditelaah dan diintervensi segera.
3) Stadium 3 (GFR 30-59)
Pada gagal ginjal stadium 3 terdapat penurunan fungsi ginjal yang
bermakna. Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang perjalanannya
progresif, dalam artian terus berlangsung sehingga perlu dilakukan tindakan yang
dapat menghambat lajunya kerusakan ginjal. Faktor risiko harus dapat ditekan dan
penyebab terjadinya gagal ginjal perlu dievaluasi dengan seksama.
4) Stadium 4 (GFR 15-29)
Pada gagal ginjal stadium 4, penurunan fungsi ginjal sudah berat dan
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan hemodialisis atau tindakan cuci
darah. Hemodialisis rutin perlu ditelaah lebih baik dari segi medis maupun dari
segi ekonomi.
5) Stadium 5 (GFR < 15 atau menjalani tindakan hemodialisis rutin)
Pada gagal ginjal stadium ini, dapat dikatakan ginjal tidak berfungsi lagi
sehingga tindakan hemodialisis dianjurkan sesegera mungkin sebelum muncul
gangguan yang mengancam jiwa

Menurut Brunner & Suddarth stadium GGK dibagi menjadi 5 stadium


1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5) Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal
13

2.2.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang
lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecilserta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri
dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005. 924)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
14

glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus yang tersebar. (Price,


2005:925)
d. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral,dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan.semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price,
2005:937)
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
f. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering,
berjumlah 30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang
struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang
mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price,
2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD
dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
1). Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin
II dan prostaglandin.
2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi
sedikit penumpukan matriks mesangial.
3) Stadium 3 (Nefropati insipient)
4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
15

Menurut brenner dan lazarus dalam price dan wilson (1987) penyebab penyakit
ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah sebagai
berikut :
1) Glomerulonefritis kronik ( 24 %)
2) Nefropati diabetik ( 15 %)
3) Nefrosklerosis hipertensif ( 9%)
4) Panyakit ginjal polikstik ( 8%)
5) Pielnefritis kronis dan nefritis intertisal lain ( 8%)
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 183).

2.2.4 Patosiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
16

ginjal tahap-akhir; respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan


cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin
dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecendrungan untuk kehilangan garam; mencetuskan risiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan
air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH) dan
mengabsorpsi natrium bikarbornat (HCO). Penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain juga terjadi.
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari reproduksi eritropoentin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal
yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan
sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan nafas sesak.
Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat. Abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik;
jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian,
pada gagal ginjal, tubuh tidak berespons secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin
17

D (1,25-dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun


seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik, seiring disebut osteodistrofi Renal, terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan kesimbangan parathormon. Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengeksresikan secara signifikan sejumlah protein atau
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari
pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini. (Suzzane C. Smeltzer Brenda
G. 2002; 1448
2.2.5 Manifestasi klinis
a) Kardiovaskular : kardiomiopati, gagal jantung, hipertensi dan aritmia,
termasuk takikardi atau fibrilasi ventrukiler yang bisa membahayakan
jiwa, efusi perikardial, edema periferal dan perikarditis.
b) Kutaneus : rambut keriting dan rapuh yang bisa berubah warna dan rontok
dengan mudah , peteksia, purpura, gatal parah, kuku jari tipis dan rapuh
dengan garis khas, beku uremik
c) Perubahan endokrin : amenorea dan mens berhenti ( pada Wanita ),
kerusakan metabolisme karbohidrat, impotensi dan produksi sperma
berkurang (pada Pria), sekresi aldostrone meningkat, infertilitas dan libido
menurun, pertumbuahn kerdil (pada anak-anak)
d) Gastro intestinal : anoreksia, mual, muntah, inflamasi dan ulserasi mukosa
GI yang menyebabkan stomatitis, ulserasi dan pendarahan gusi dan
kemungkinan parotitis, esofagitis, gastritis, ulser duodenul, lesi disus kecil
dan besar, kolitis uremik, pankreatitis dan proktiti, rasa seperti logam
didalam mulut, fetor uremik.
e) Perubahan hemotopoitik : anemia, kehilangan darah akibat dialisis dan
perdarahan GI, waktu bertahan hidup sel darah merah (red blood count-
RBC) berkurang, pendarahan yang semakin parah dan gangguan
pengumpulan, yang ditunjukan oleh purpura, hemoragi daro orifikum
tubuh, mudah memar, ekimosis, peteksia, trombositopenia ringan dan
kelainan kepeing darah
18

f) Neurologis : apati : koma. Konfusi, rasa kantuk, perubahan EEC yang


mengidikasikan ensefalopati metabolik, iritabilat, otot kram dan kejang ,
sindrom kaki gelisah, sawan, jangkauan memori dan perahtian memendek.
g) Renal dan urologis : output urin berkurang; urin sangat encer dan
mengandung warna lain dan kristal . kelebihan cairan dan asidosis
metabolik, awalnya hipotensi, mulut kering , kekencangan kulit hilang,
tidak bergairah, letih dan mual; kemudian timbul rasa kantuk dan konfusi,
iritabilitas otot dan kemudian otot melemah saat kadar kalium naik, retensi
dan kelinhan natrium.
h) Respiratorik : dispnea akibat gagal jantung, respirasi kussmaul akibat
asidosis, geseka friksi dan efusi pleural, nyeri pleuritik, edema pulmoner,
pleritis uremik dan paru-paru uremik.
i) Perubahan skeletal : klasifikasi arteri yang bisa menyebabkan penyakit
arteri koroner, ketidak seimbangan kalsium-fosforus yang menyebabkan
nyeri otot dan tulang, demineralisasi skeletal, fraktur patologis, dan
klasifikasi diotak, mata, gusi, sendi, miokardium dan embuluh darah ,
osteodistrofi renal pada anak-anak (Williams dan Wilkins. 2011; 509-510)
2.2.6 Komplikasi
1) Pada gagal ginjal progersif, terjadi beban volume, ketidak seimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2) Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat, asidosis metabolik memburuk.
3) Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensafalopati uremik, dan
pruiritus adalah komplikasi yang sering terjadi.
4) Penurunan pembentukan eritropoiten dapat menyebakan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama,penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebakan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
5) Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6) Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian (Elizabeth J. Corwin. 2007;
730-731).
19

2.2.7 Penatalaksanaan gagal ginjal kronik


Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredekan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
Pengobatan:
a) Pengaturan diet protein, kalsium, natrium, dan cairan
1) Pembatasan protein.
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan asupan protein telah
terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya
gagalm ginjal (Zeller dan Jacobus, 1989).

Pembatasan protein berdasarkan pada GFR:


GFR (ml/menit) pembatasan
protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20

Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari,


apabila penderita mendapatkan pengobatan dialisis teratur.
2) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut. Asupan
kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari. Penggunaan
makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan
hiperkalemia.
3) Diet rendah natrium
20

Diet Na yang dianjurkan hadala 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium
yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer,
edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
4) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat
badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi
menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah:
Jumlah uirn yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)
Misalnya: jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam 400 ml,
maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 ml, maka asupan cairan
total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml.
b) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
(1)Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.
Pemberian obat antihipertensi: metildopa (aldomert), propranol, klonidin
(catapres).
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa, pemberian
antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.
Pemberian diuretik: furosemid (lasix)
(2) Hiperkalemia,
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+
serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga
henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intervena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan
pemberian kalsium Glukonat 10% .
21

(3) Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi
eritropoeitin oleh ginjal, pengobatannya adalah pemberian hormon
eritropoeitin, yaitu rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Esch bach et al,
1987), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan tranfusi
darah.
(4) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na
HCO3 (Natrium Bikarbonat) parental. Koreksi pH darah yang berlebihan
dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitori dengan
seksama.
(5) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan
makanan.
(6) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
2) Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100 ml
pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 189-192).
22

2.3 Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
2.4 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien (Mubaraq, 2006:84). Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454)
perencanaan keperawatan dari diagnosa diatas adalah:
1) Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi:
1. Kaji status cairan:
1) Timbang berat badan harian.
2) Keseimbangan masukan dan haluaran.
3) Turgor kulit dan adanya edema.
4) Distensi vena leher.
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
23

2. Batasi masukan cairan.


Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal,
haluaranurin, dan respon terhadap alergi.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
1) Medikasi dan cairan yang di gunakan.
2) Makanan
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan
cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral mengurangi kekeringan mebran mukosa mulut.
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik. .
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi:
1) Perubahan berat badan.
2) Pengukuran antropometrik.
3) Nilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, tranferin,
dan kadar besi).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
24

2. Kaji pola diet nutrisi pasien:


1) Riwayat diet.
2) Makanan kesukaaan.
3) Hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubahmasukan nutrisi:
1) Anoreksia, mual atau muntah.
2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
3) Depresi.
4) Kurang memahami pembatasan diet.
5) Stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenal faktor lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi: telur,
produk susu, daging.
Rasional: Protein lengkap di berikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang di perlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara
waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dari protein yang dibatasi dan
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk
pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
7. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan
rasa kenyang.
8. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
25

Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet,


urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap
pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan
keluarga yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam
menimbulkan anoreksia dihilangkan.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.


Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenal kondisi dan penanganan yang
bersangkutan.
Kriteria hasil:
Pasien mengetahui tentang kondisi dan penanganan yang diberikan dan
terpenuhinya informasi kesehatan.
Intervensi:
1. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan
penanganannya:
1) Penyebab gagal ginjal pasien.
2) Pengertian gagal ginjal.
3) Pemahaman tentang fungsi renal.
4) Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal.
5) Rasional penanganan (Hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
Rasional: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
26

Rasional: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan


setelah mereka siap untuk memahami dan menerima
diagnosis dan konsekuensinya.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya.
Rasional: Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.
4. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat
tentang:
1) Fungsi dan kegagalan renal.
2) Pembatasan cairan dan diet.
3) Medikasi.
4) Melaporkan masalah, tanda dan gejala.
5) Jadwal tindak lanjut.
6) Sumber dikomunitas.
7) Pilihan terapi.
Rasional: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya di rumah.

Anda mungkin juga menyukai