BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
Penetapan Pasien
Persiapan Pasien:
- Informed consent
- Hasil pengkajian / validasi data
Validasi Data
1. Pra Ronde
a. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang
langka)
b. Menentukan tim ronde
c. Mencari sumber dan literatur
d. Membuat proposal
e. Mempersiapkan pasien, informed consent dan pengkajian
f. Diskusi: apa diagnosa keperawatan? Apa data yang mendukung?
Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan? Apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan.
2. Pelaksanaan Ronde
a. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada
masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan
atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b. Diskusi antaranggota tim tentang kasus tersebut.
c. Pemberian justifikasi oleh perawat priemr atau konselor atau kepala ruangan
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang dilakukan.
3. Pascaronde
a. Evaluasi, revisi, dan perbaikan.
b. Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis; intervensi
keperawatan selanjutnya.
2.1.6 Evaluasi
1) Evaluasi Struktur :
a. Ronde keperawatan dilaksanakan di Ruang Bougenville (penyakit
dalam wanita) BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
persyaratan administratif sudah lengkap (Informed consent, alat, dan
lainnya)
b. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan
c. Persiapan dilakukan sebelumnya.
2) Evaluasi Proses :
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
8
seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR
dengan teliti.
b. Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia dan azotemia ringan
5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan
dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan
gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk
mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan
dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun
dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampaui batas normal
c. Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
4) Poliuria dan nokturia.
5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain
mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan
11
kesadaran hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan
tugas sehari-hari.
d. Stadium IV (End-stage Renal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
3) BUN dan kreatinin tinggi.
4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
5) Berat jenis urine tetap 1,010.
6) Oliguria.
7) Gejala gagal ginjal.
Stadium akhir kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai
GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit,
bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum
dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria (Pengeluaran
kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
2.2.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun
sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik:
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang
lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecilserta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri
dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulusdan atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
(Price, 2005. 924)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
14
Menurut brenner dan lazarus dalam price dan wilson (1987) penyebab penyakit
ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah sebagai
berikut :
1) Glomerulonefritis kronik ( 24 %)
2) Nefropati diabetik ( 15 %)
3) Nefrosklerosis hipertensif ( 9%)
4) Panyakit ginjal polikstik ( 8%)
5) Pielnefritis kronis dan nefritis intertisal lain ( 8%)
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 183).
2.2.4 Patosiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis.
Gangguan Klirens Renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urine 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi Cairan dan Natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
16
Diet Na yang dianjurkan hadala 40-90 mEq/hari (1-2 g Na). Asupan natrium
yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer,
edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
4) Pengaturan cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi
dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan
pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat
badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi
menjadi berlebihan, dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah:
Jumlah uirn yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)
Misalnya: jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam 400 ml,
maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 ml, maka asupan cairan
total dalam sehari adalah 400 + 500 ml = 900 ml.
b) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
(1)Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan.
Pemberian obat antihipertensi: metildopa (aldomert), propranol, klonidin
(catapres).
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa, pemberian
antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.
Pemberian diuretik: furosemid (lasix)
(2) Hiperkalemia,
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K+
serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga
henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intervena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan
pemberian kalsium Glukonat 10% .
21
(3) Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi
eritropoeitin oleh ginjal, pengobatannya adalah pemberian hormon
eritropoeitin, yaitu rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Esch bach et al,
1987), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan tranfusi
darah.
(4) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na
HCO3 (Natrium Bikarbonat) parental. Koreksi pH darah yang berlebihan
dapat mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitori dengan
seksama.
(5) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan
makanan.
(6) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
2) Dialisis dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100 ml
pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4 ml/menit
(Toto Suharyo Dan Abdul Madjid. 2009; 189-192).
22