Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar


1.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus yang lebih dikenal dengan kencing manis merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa
dalam darah/hiperglikemia. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati,
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Bila yang terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata
terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat
serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik
sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah atau transplantasi. Bila
pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren)
(Smettzer, 2002).
1.1.2 Etiologi
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun
dimungkinkan karena faktor :
1.1.2.1 Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
2

3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi
sel pancreas.
1.1.2.2 Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,2010). Diabetes Mellitus tipe
II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik
3

1.1.3 Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia
yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki
yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah
area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur
sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan
luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai
konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi
menyebar ke jaringan sekitarnya.
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kecil pintu masuk kedalam sel. Pada
keadaan tadi jumlah lubang kunsinya kurang, sehingga biarpun anak kuncinya
(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang maka glukosa
yang masuk sel akan sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa)
dan glukosa didalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini
sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping kadar
glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi / normal. Keadaan ini disebut resistensi
insulin. (Anonim 2009).
4
5

1.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat
sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotik diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan
cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.
3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus
makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut
hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian
tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan
lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada
di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
6

Tanda dan gejala berdasarkan tipe yang sering terjadi:


1. Diabetes Tipe I
1) Hiperglikemia berpuasa
2) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) Keletihan dan kelemahan
4) Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur.
2) Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering
menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian
didiagnosa sebagai DM ialah keluhan:
a. Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
b. Kelainan ginekologis : keputihan
c. Kesemutan, rasa baal
d. Kelemahan tubuh
e. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
1.1.5 Komplikasi
Menurut Haznam (2009) ada komplikasi yang turut mengakibatkan
terjadinya infeksi kaki.Yaitu :
1. Neuropati
Neuropati sensoris menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan
sensitibilitas tekanan sedangkan neuropati autonom menimbulkan
peningkatan kekeringan dan pembentukan fisura pada kulit.
2. Penyakit vasculer perifer
Situasi ektremitas bawah yang buruk akan turut menyebabkan
lamanya kesembuhan luka dan terjadi gangrene.
7

3. Penurunan daya imunitas


Hiperglikemia akan mengganggu kemampuan leukosit khusus
yang berfungsi sebagai penghancur bakteri. Dengan demikian, pada pasien
diabetes yang tidak terkontrol akan terjadinya penurunan resistensi
terhadap infeksi tertentu.
1.1.6 Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa tes diagnostik pada klien dengan ulkus diabetikum :
1. Glukosa dalam darah meningkat 200 mg/dl atau lebih.
2. Haemoglobin:hematokrit meningkat, leukosit meningkat, hemokonsentrasi
meningkat merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
3. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada luka.
1.1.7 Penatalaksanaan medis
1.1.7.1 Penatalaksanaan Jangka Pendek :
1. Debridement lokal : radikal jaringan sehat.
2. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, di ikuti tes sensitivitas
antibiotik.
3. Control diabetes untuk meningkatkan efisiensi system imun.
4. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
1.1.7.2 Penatalaksanaan Jangka Panjang.
1. Apabila ulkus meluas kedalam dermis atau jaringan yang lebih dalam
maka pertimbangan penggunaan preparat enzimatik, misalnya : Varidase
untuk mengencerkan pus dan menghancurkan krusta yang berlebihan ;
atau balutan butiran yang mengandung povidon, misalnya : salep debrison.
Balutan arang aktif misalnya actisorb plus atau pasta gula yang sangat
bermanfaat untuk luka yang sangat bau.
2. Apabila luka terbuka superficial : jika luka sangat terkontaminasi/pasien
sangat lemah, pertimbangkan penggunaan agens anti mikroba topical yang
dimasukkan kedalam balutan yang tidak menempel. Lakukan seperti
Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring. Menghilangkan tekanan
pada kulit yang memerah dan penempatan pembalut yang bersih dan tipis
apabila telah berbentuk ulkus dekubitus, sistemik : antibiotic spectrum
luas, seperti :
8

1) Amoxilin 4x500 mg selama 15 30 hari.


2) Siklosperm 1 2 gram selama 3 10 hari.
3) Topical : salep antibiotic seperti kloramphenikol 2 gram.
9

1.2 Manajemen Keperawatan


1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda: penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada
area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
2. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih
dan dingin, pembentukan edema jaringan.
3. Eliminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat,
warna mungkin hitam kemerahan, bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan
otot.
4. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
3. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
4. Pernapasan
Gejala : menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan
neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
5. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
6. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot
tetanik, sampai dengan syok listrik).
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas
10

3. Resiko terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan


tingginya kadar gula darah.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
1.2.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Diagnosa 1. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan seperti duduk
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
(1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
(2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
(3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesuai
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
(4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
(5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter (pemberian analgesik) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
11

melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

Diagnosa 2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren


pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1. Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. Pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
(1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
(2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
(3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit.
Diagnosa 3. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan
tingginya kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
12

Rencana tindakan :
(1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat
membantu menentukan tindakan selanjutnya.
(2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
(3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
(4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
(5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan
lebih cepat.
Diagnosa 4. Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
(1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
(2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
13

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya


hipoglikemia/hiperglikemia.
(3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
(4) Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
(5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
Diagnosa no. 5. Gangguan perfusi berhubungan dengan
melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil:
1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler.
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.
3. Kulit sekitar luka teraba hangat.
4. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5. Sensorik dan motorik membaik.
Rencana tindakan:
(1). Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi.
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
(2). Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
14

(3). Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
(4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
15

1.2.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelekttual,teknikal yang dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi inervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon
pasien.

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai
setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian pasien menunujukan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
16

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, di Indonesiakan
oleh Monica Ester, edisi 8, Jakarta, EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Moya Ju Morison, manajemen Luka, EGC, Jakarta, 2003 Maryani,Anik. (2008).
Buku Saku Diabetes Pada Kehamilan. Jakarta : TIM.
Mary Baradero. (2009).Seri Asuhan Keparawatan Klien Gangguan Endokrin.
Jakarta :EGC.
Siti Setiati Dkk . (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : IPD.
Yohana Sitompul.

Anda mungkin juga menyukai