Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1
TINJAUAN TEORI

1 Konsep Dasar
1.1 Pengertian
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2001).

1.2 Klasifikasi CKD


Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease
(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage stage awal yaitu
1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.
Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2

Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
5. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

1.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
1) Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
2) Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

1.4 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
3

Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang


meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari
nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon
ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
4

muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama


akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3)
dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat
dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada
gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

1.5 Tanda dan Gejala


1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
1) Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji combs negative dan
jumlah retikulosit normal.
2) Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H
eritropoetin Depresi sumsum tulang sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
1) Mual, muntah, hicthcup
Dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3)
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
2) Stomatitis uremia
5

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan


saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan
mulut.
3) Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction Rub Pericardial
6) Kelainan kulit
5. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan
fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron
progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek
berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan
terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom
Uremik. Terdapat dua kelompok gejala klinis :
1) Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit
nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi
sekresi ginjal.
2) Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya
Manifestasi Sindrom Uremik
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
6

Beban sirkulasi berlebihan


Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis

Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan


Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit Pucat, pigmentasi


Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan
dengan kehilangan protein)
Pruritus
kristal uremik
kulit kering
memar

Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan


BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare

Metabolisme Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


intermedier Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular Mudah lelah


Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
7

Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi
Perubahan motorik foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan Hiperfosfatemia, hipokalsemia


rangka Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak
(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)

1.6 Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
drah selama hemodialisa.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. neuropati perifer
10. hiperuremia

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
2) Identifikasi etiologi gagal ginjal
8

Analisis urin rutin


Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
3) Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
4) Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.

2. Diagnostik
1) Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG
9

1.8 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic
renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan
sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis
yang kuat.
Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat
tanpa indikasi medis yang kuat.
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
Kendalikan terapi ISK.
Diet protein yang proporsional.
Kendalikan hiperfosfatemia.
Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
Terapi hIperfosfatemia.
Terapi keadaan asidosis metabolik.
Kendalikan keadaan hiperglikemia.
3) Terapi alleviative gejala asotemia
Pembatasan konsumsi protein hewani.
Terapi keluhan gatal-gatal.
Terapi keluhan gastrointestinal.
Terapi keluhan neuromuskuler.
Terapi keluhan tulang dan sendi.
Terapi anemia.
Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
10

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat


meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5
mg/hari.
Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau
sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama
dengan 20 mEq/L.
2) Anemia
Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan
defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic
Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian
Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.
Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang
dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan
hemodialisis atau peritoneal dialisis.
Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan
perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser
( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami
anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati. Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
HCT < atau sama dengan 20 %
Hb < atau sama dengan 7 mg5
Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala
umum anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
Hemosiderosis
Supresi sumsum tulang
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah,
penting untuk rencana transplantasi ginjal.
3) Kelainan Kulit
Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan
terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami
HD.
4) Easy Bruishing
11

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa


berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
5) Kelainan Neuromuskular
6) Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum
dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya.
Program terapinya meliputi :
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi
tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk
faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK
dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia > 17 mg/lt
Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
Kegagalan terapi konservatif
Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat
pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan
atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan
nilai kreatinin > 100 mg %
Kelebihan cairan
Mual dan muntah hebat
BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
Sindrom kelebihan air
Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5
12

dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,


2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15
mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan
LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.


Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

1.9 Pengkajian Keperawatan


1. Pengkajian Primer
13

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :


1) Airway
a. Lidah jatuh kebelakang
b. Benda asing/ darah pada rongga mulut
c. Adanya sekret
d. Adanya darah
2) Breathing
a. pasien sesak nafas dan cepat letih
b. Pernafasan Kusmaul
c. Dispnea
d. Nafas berbau amoniak
3) Circulation
a. TD meningkat
b. Nadi kuat
c. Disritmia
d. Adanya peningkatan JVP
e. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
f. Capillary refill > 3 detik
g. Akral dingin
h. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
4) Disability :
pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan
dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
4) Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-
abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
5) Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat
keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
6) Anamnesa
a. Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit,
WBC, RBC)
b. Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium.
c. Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
d. Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
14

e. Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan


menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
f. Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
g. Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
h. Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
i. Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
j. Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
k. Lain-lain : Penurunan berat badan

1.10 Masalah keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan
curah jantung.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan volume cairan di
dalam tubuh
3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.

1.11 Intervesi Keperawatan


Diagnosa 1
Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 2 jam diharapkan gangguan
pertukaran gas dapat teratasi
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
No Intervensi Rasional
1 Posisikan pasien untuk Posisi yang tepat dapat membantu
memaksimalkan ventilasi pengembangan ekspansi paru pasien
2 Keluarkan sekret dengan batuk atau Membersihkan jalan nafas dari
suction adanya sumbatan.
15

3 Auskultasi suara nafas, catat adanya Mengetahui perkembangan pada


suara tambahan pernafasan pasien
4 Monitor respirasi dan status O2 Membantu pasien memperoleh O2

Diagnosa 2
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan volume cairan di dalam
tubuh
Kriteria Hasil:
Terbebas dari edema, efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan
vital sign dalam batas normal
Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
Menjelaskanindikator kelebihan cairan
No Intervensi Rasional
1 Observasi tanda tanda vital dan Mengetahui perkembangan status
keadaan umum pasien. kesehatan pasien.
2 Kaji lokasi dan luas edema Mengetahui ada atau tidaknya
edema akibat kelibihan cairan
yang terjadi pada pasien.
3 Auskultasi bunyi nafas pasien Mengindikasikan apakah cairan
sudah sampai ke paru-paru.
4 Berikan posisi semi fowler Membantu pengemangan ekspansi
paru pasien.
5 Monitor hasil laboratorium pasien Mengindikasikan adanya
(cretinin) gangguan pada ginjal
6 Pasang vemflon sebagai jalur Vemflon digunakan untuk
pemberian obat via intravena membatasi cairan yang masuk.
7 Berikan Terapi O2 sesuai indikasi Membantu sirkulasi oksigen
pasien
8 Anjurkan pada keluarga untuk Kelebihan volume cairan akan
tidak memberikan minum terlalu menambah rasa sesakpada pasien
banyak
9 Kolaborasi pemberian obat Memperlancar pngeluaran cairan
diuretik melalui urin
10 Berikan penjelasan kepada Membantu memberikan motivasi
keluarga tentang pentingnya pada pasien
pemasangan kateter
11 Lakukan pemasangan kateter Mengeluarkan cairan melalui
urine.
12 Pantau intake output pasien Mengetahui keseimbangan cairan
pasien.
16

Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 2 jam diharapkan ADL pasien
menunjukkan peningkatan.
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR.
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
No Intervensi Rasional
1 Observasi adanya pembatasan Kondisi pasien sangat dibatasi
pasien dalam melakukan aktivitas untuk melakukan aktivitas
berlebih.
2 Kaji adanya faktor yang dapat Mengetahui apa saja kegiatan
menyebabkan kelelahan yang sudah maupun belum bisa
ditoleransi oleh pasien.
3 Monitor respons kardiovaskuler Mengetahui ada atau tidaknya
terhadap aktivitas pengaruh terhadap tanda-tanda
vital pasien setelah beraktivitas
4 Monitor pola tidur dan istirahat Mengetahui kecukupan istirahat
pasien pada pasien
5 Motivasi keluarga untuk Membantu proses penyembuhan
membantu ADL pasien. pasien.

1.12 Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah aktualisasi dari rencana perawatan
melalui intervensi keperawatan (Smeltzer & Bare, 2002).
Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan pelaksanaan
perencanaan oleh perawat dan klien. Hal hal yang harus diperhatikan ketika
melakukan implementasi adalah intervensi dilakukan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, penugasan keterampilan interpersonal, intelektual dan
tehnikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, kemampuan fisik, psikologis dilindungi dan didokumentasikan keperawatan
berupa pencatatan dan pelaporan.
Tindakan keperawatan atau implementasi merupakan pelaksanaan
perencanaan oleh perawat dan klien. Ada tiga fase implementasi keperawatan
yaitu fase persiapan klien dan lingkungan. Kedua fase operasional merupakan
puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan implementasi dapat
dilakukan dengan intervensi independen atau mandiri, serta interdependen atau
sering disebut intervensi kolaborasi. Bersamaan dengan ini, perawat tetap
melakukan going asesment yang berupa pengumpulan data yang berhubungan
17

dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Ketiga
fase interminasi, merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi
dilakukan.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal, intervensi harus
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik, dan
psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan
pelaporan. (Gaffar, 1999).
Pelaksanaan adalah implementasi atau penerapan tindakan-tindakan
keperawatan yang telah direncanakan. Pada tahap ini ada beberapa yang perlu
dikerjakan, antara lain :
1. Melaksanakan/menerapkan tindakan-tindakan keperawatan yang ada
dalam rencana.
2. Mengisi format asuhan keperawatan.
Beberapa prioritas keperawatan yang diterapkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan Hematemesis Melena merujuk
pada kasus Perdarahan Gastrointestinal Atas menurut Doenges (2000)
adalah kontrol perdarahan, meningkatkan/mempertahankan stabilitas
hemodinamik, meningkatkan penurunan stres, dan memberikan informasi
tentang proses penyakit/prognosis, kebutuhan pengobatan, dan potensial
komplikasi.

1.13 Evaluasi
Evaluasi adalah penentuan dari respon pasien terhadap intervensi
keperawatan dan sejauh mana tujuan sudah dicapai (Smeltzer & Bare, 2002).
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktifitas
berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) dan
melibatkan pasien/keluarga. Evaluasi bertujuan untuk menilai efektifitas rencana
dan strategi asuhan keperawatan. Evaluasi terdiri dari evaluasi proses, untuk
menilai apakah prosedur dilakukan sesuai dengan rencana dan evaluasi hasil
berfokus kepada perubahan perilaku dan keadaan kesehatan pasien sebagai hasil
tindakan keperawatan. Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :
1. Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah
laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tu-
juan yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan
dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tu-
juan yang telah ditetapkan.
3. Masalah belum teratasi
18

Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tidak menunjukkan


perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru (Nursalam, 2000).

BAB 2
TINJAUAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. U
Umur : 41 Tahun
Tanggal MRS : 13 Februari 2015 ; 12.00 WIB
No. MR : 18.41.60
Diagnosa : Cronic Kidney Disease

2.2 Data Primer


2.2.1 Airway
1. Tidak terdapat sputum, darah, benda asing atau muntahan serta
lidah tidakjatuh ke belakang.
2.2.2 Breathing
1. Sesak nafas
2. Frekuensi nafas 32 x/menit
3. Suara nafas ronchi pada lapang paru kanan dan kiri
4. Irama nafas irreguler
5. Menggunakan otot bantu pernafasan perut.
2.2.3 Circulation
1. Frekuensi nadi : 98 x/menit
2. Tekanan darah : 160/110 mmHg
3. Suhu tubuh 362 C (axila)
4. Denyut nadi cepat
5. Irama nadi irreguler
19

6. Akral terasa dingin


7. Warna kulit sianosis pada ujung jari tangan pasien
8. Pengisian kapiler 4 detik
2.2.4 Desability
1. Tingkat kesadaran Compos Menthis
2. E4MV
3. GCS 15
4. Pupil Isokor
5. Refleks cahaya positif (+)
6. Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5 dan eksterimas bawah 5/5
2.2.5 Exposure
1. Terdapat edema pada ekstremitas bawah

2.3 Data Sekunder


2.3.1 Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas.

2.3.2 Riwayat Penyakit Sebelumnya


Keluarga pasien mengatakan bahwa pada hari pada hari Jumat,
13/02/2014 pasien menjalani tindakan cuci darah di ruang
Hemodialisa, namun karena keadaan pasien tidak memungkinkan
untuk melanjutkan cuci darah akibat sesak yang dialami akhirnya
pasien dibawa menuju ruang IGD untuk mendapatkan penangan
lebih lanjut. Di IGD pasien diberikan terapi O2 nassal 4 liter/menit,
pemasangan vemflon, pemasangan selang kateter, pemeriksaan
elektrokardiograf dan pemeriksaan laboratorium. Selain itu pasien
juga diberikan terapi obat-obatanfarmakologi berupa Injeksi
Furosemid 2 ampul melalui intravena, beserta dengan obat oral
berupa Ketoid 1 tab, Asam Folat 1 tab dan CaCO3 1 tab.
Selanjutnya untuk mendapatka penangan medis lebih lanjut pasien
disarnkan untuk menjalani rawat inap di raung B.

2.3.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien pernah mengalami
penyakit Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Akibat konsumsi obat-
obatan kimia secara terus menerus akhirnya pasien divonis
menderita gagal ginjal sejak 3 bulan yang lalu dan baru menjalani
tindakan cuci darah sejak akhir Januari 2015.

2.3.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan bahwa keluarganya ada yang menderita
penyakit Hipertensi dan gagal ginjal seperti pasien, yaitu ayah
20

kandung pasien. Namun, didalam keluarganya tidak ada yang


menderita penyakit menular seperti TB Paru dan Hepatitis.

2.4 Therapy Medis


2.4.1 Tindakan Keperawatan
1. Memberikan O2 nassal 4 liter per menit
2. Pemeriksaan Electrokardiograf
3. Memasang selang DC
2.4.2 Obat-Obatan yang diberikan selama Observasi di IGD
1. Furosemid 2 ampul melalui intravena
2. Ketoid 1 tab melalui oral
3. Asam Folat 1 tab melalui oral
4. CaCO3 1 tab melalui oral

2.5 Data Penunjang


Tanggal 13 Februari 2015
Laboratorium
No Parameter Hasil Nilai Normal
1 Glukosa S 139 < 200 mg/dl
2 Creatinin 5,97 0,17-1,5 mg/dl
3 WBC 6,16 X 10^3/uL 4,00 - 10,00
4 RBC 2,92 X 10^6/uL 3,50 5,50
5 HGB 8,4 g/Dl 11,0 16,0
6 PLT 281 X 10^3/uL 150 400

2.6 Hasil Pemeriksaan EKG


Tanggal 13 Februari 2015
Ventricular rate 97 bpm
PR Interval 165 ms
QRS Duration 77 ms
QT/QTC Interval 350/448 ms
P/QRS/T Axis 352/ 83/ 118
RV5/5V1 Amplitude 0,67/ 0,67 mV
RV5 + 5V1 Amplitude 1, 34 Mv

2.7 Analisa Data


No Data Subjektif & Data Objektif Diagnosa
Keperawatan
1 Data Subjektif : Pola Nafas Tidak
Pasien mengatakan sesak nafas Efektif
Data Objektif :
Sesak nafas
Frekuensi nafas 32 x/menit
Suara nafas ronchi pada lapang
paru kanan dan kiri
Irama nafas irreguler
21

Menggunakan otot bantu


pernafasan perut.
Frekuensi nadi : 98 x/menit
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Suhu tubuh 362 C (axila)
Denyut nadi cepat
Irama nadi irreguler
Akral terasa dingin
Warna kulit sianosis pada ujung
jari tangan pasien
Pengisian kapiler 4 detik
Terdapat edema pada ekstremitas
bawah
Hasil laboratorium : Creatinin =
5,97 mg/dl

2.8 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan volume cairan di
dalam tubuh

2.9 Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan


Diagnosa 1
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan volume cairan di
dalam tubuh
Kriteria Hasil:
Terbebas dari edema, efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan
vital sign dalam batas normal
Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
Menjelaskanindikator kelebihan cairan
No Intervensi Rasional
1 Observasi tanda tanda vital dan Mengetahui perkembangan status
keadaan umum pasien. kesehatan pasien.
2 Kaji lokasi dan luas edema Mengetahui ada atau tidaknya
edema akibat kelibihan cairan
yang terjadi pada pasien.
3 Auskultasi bunyi nafas pasien Mengindikasikan apakah cairan
sudah sampai ke paru-paru.
4 Berikan posisi semi fowler Membantu pengemangan ekspansi
paru pasien.
5 Monitor hasil laboratorium pasien Mengindikasikan adanya
22

(cretinin) gangguan pada ginjal


6 Pasang vemflon sebagai jalur Vemflon digunakan untuk
pemberian obat via intravena membatasi cairan yang masuk.
7 Berikan Terapi O2 sesuai indikasi Membantu sirkulasi oksigen
pasien
8 Anjurkan pada keluarga untuk Kelebihan volume cairan akan
tidak memberikan minum terlalu menambah rasa sesakpada pasien
banyak
9 Kolaborasi pemberian obat Memperlancar pngeluaran cairan
diuretik melalui urin
10 Berikan penjelasan kepada Membantu memberikan motivasi
keluarga tentang pentingnya pada pasien
pemasangan kateter
11 Lakukan pemasangan kateter Mengeluarkan cairan melalui
urine.
12 Pantau intake output pasien Mengetahui keseimbangan cairan
pasien.

2.10 Implementasi Keperawatan


Diagnosa Intervensi/Implementasi
Pola nafas tidak efektif 1. Mengobservasi tanda tanda vital
berhubungan dengan kelebihan dan keadaan umum pasien.
volume cairan di dalam tubuh 2. Mengkaji lokasi dan luas edema
3. Mengauskultasi bunyi nafas pasien
4. Memberikan posisi semi fowler
5. Memonitor hasil laboratorium
pasien (cretinin)
6. Memasang vemflon sebagai jalur
pemberian obat via intravena
7. Memberikan Terapi O2 sesuai
indikasi
8. Menganjurkan pada keluarga untuk
tidak memberikan minum terlalu
banyak
9. Melakukan kolaborasi pemberian
obat diuretik : Furosemid 2 ampul
10. Memberikan penjelasan kepada
keluarga tentang pentingnya
pemasangan kateter
11. Melakukan pemasangan kateter
12. Memantau intake output pasien

2.11 Evaluasi Keperawatan


Diagnosa Waktu Evaluasi
Pola nafas tidak efektif 13/02/2015 S : Pasien mengatakan sesaknya
23

berhubungan dengan 14.00 WIB sedikit berkurang


kelebihan volume cairan O:
di dalam tubuh Pasien masih tampak sesak
nafas
Frekuensi nafas 28 x/menit
Suara nafas ronchi pada
lapang paru kanan dan kiri
Irama nafas irreguler
Menggunakan otot bantu
pernafasan perut.
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Tekanan darah : 150/110
mmHg
Suhu tubuh 36 C (axila)
Denyut nadi cepat
Irama nadi irreguler
Akral terasa dingin
Warna kulit sianosis pada
ujung jari tangan pasien
Pengisian kapiler 3 detik
Terdapat edema pada
ekstremitas bawah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Anda mungkin juga menyukai