Anda di halaman 1dari 82

RSUD

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/7

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
BRONKOPNEUMO
NIA

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim
paru ( Betz C, 2002 )
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim
paru yang terjadi pada anak. (Suriadi Yuliani, 2001)
Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
dan benda asing (IKA, 2001)
Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada
jaringan paru terutama alveoli atau parenkim yang sering
menyerang pada anak - anak
Etiologi Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit
yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena
etiologi di bawah ini
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang
dapat menimbulkan pneumonia sedang timbulnya setelah
ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan
timbulnya.
Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia
bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus
aureus dan streptococcus pyogenis.
Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling
umum ini disebabkan oleh virus influenza yang menyebar
melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang
merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus.
Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti
histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara
yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung.
Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami
imunosupresi seperti pada pasien yang mengalami
imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
Patofisiologi Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh
mikroorganisme patogen yaitu virus dan stapilococcus
aurens, H. Influenza dan streptococcus pneumoniae bakteri.
Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multipel
lobus. Terjadinya destruksi sel dengan menanggalkan
debris celluler ke dalam lumen yang mengakibatkan
gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
Pada anak kondisi ini dapat akut maupun kronik misal pad
AIDS, Cystic Fibrosis, aspirasi benda asing dan congenital
yang dapat meningkatkan risiko pneumonia.

Jamur, virus, bakteri, protozoa

Masuk alveoli

Eksudat dan serous


masuk alveoli melalui Penumpukan
pembuluh darah cairan

dlm alveoli
Peningkatan suhu
tubuh
Gg
SDM dan Lekosit PMN pertukaran
Gg fungsi mengisi alveoli gas
otak
Keringat berlebihan

kejang
Lekosit dan fibrin
Resti
mengalami konsolidasi
kekurangan
dalam paru
vol. cairan
Resti
injur
y
PMN meningkat Konsolidasi jaringan paru

Sputum Kompliance paru turun


mengental

Bersihan jalan Gangguan pola nafas


nafas
Manifestasi Klinik Pneumonia bakteri
Gejala awal :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
Berlanjut sampai :
- Demam
- Malaise
- Nafas cepat dan dangkal ( 50 80 )
- Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lobar
Pneumonia virus
Gejala awal :
- Batuk
- Rinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai
demam tinggi, batuk hebat dan lesu
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah
- Penurunan leukosit
Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Mialgia
Berkembang menjadi :
- Rinitis
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
Pemeriksaan 1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya
Penunjang infeksi di paru dan status pulmoner
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status
kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan
untuk menetapkan adanya anemia, infeksi dan
proses inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan
kemungkinan terjadi tuberkulosis jika anak tidak
berespon terhadap pengobatan
6. jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia
bakterial
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi
fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya
penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah
udara yang diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan
agen penyebab seperti virus
Pengkajian - Kaji status pernafasan
- Kaji tanda- tanda distress pernafasan
- Kaji adanya demam, tachicardia, malaise, anoreksia,
kegeisahan
Diagnosa 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
Keperawatan penumpukan sekret di jalan nafas
2. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan
meningkatnya sekresi dan akumulasi exudat
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
demam, menurunnya intake dan tachipnea
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan
tindakan invasif pemasangan infus
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit
berhubungan dengan bed rest total
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang
Rencana 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
Keperawatan penumpukan sekret di jalan nafas
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama
3 x 24 jam jalan nafas menjadi bersih
Kriteria:
- Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau
rales, wheezing
- Sekret di jalan nafas bersih
- Cuping hidung tidak ada
- Tidak ada sianosis

Intervensi:
- Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi
respiratory rate, penggunaan otot bantu
nafas, warna kulit
- Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan
nafas
- Posisikan kepala lebih tinggi
- Lakukan postural drainage
- Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk
melaakukan fisiotherapi dada
- Jaga humidifasi oksigen yang masuk
- Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan
lendir
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya
penumpukan cairan di alveoli paru
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
pertukaran gas dalam alveoli
adekuat.
Kriteria:
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas
- Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter
per menit
- Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/
sianosis
- Awasi tingkat kesadaran klien

3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


demam, menurunnya intake dan tachipnea
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda dehidrasi
- Suhu tubuh normal 36,5-37 0C
- Kelopak mata tidak cekung
- Turgor kulit baik
- Akral hangat
Intervensi:
- Kaji adanya tanda dehidrasi
- Jaga kelancaran aliran infus
- Periksa adanya tromboplebitis
- Pantau tanda vital tiap 6 jam
- Lakukan kompres dingin jika terdapat
hipertermia suhu diatas 38 C
- Pantau balance cairan
- Berikan nutrisi sesuai diit
- Awasi turgor kulit

4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan


tindakan invasif pemasangan infus
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam tidak terjadi infeksi akibat pemasangan infus.
Kriteria hasil:
- Aliran infus lancar
- Tidak ada tanda infeksi pada tempat pemasangan
infus
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tromboplebitis
Intervensi:
- Awasi adanya tanda- tanda infeksi pada tempat
pemasangan infus
- Jaga kelancaran aliran infus
- Jaga kenbersihan tempat pemasangan infus
- Jaga tempat pemasangan infus tetap kering
- Tutup tempat pemasangan infus dengankasa
betadin
- Ganti lokasi pemasangan infus tiap 3 x 24 jam

5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit


berhubungan dengan bed rest total
Tujuan: seletah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil:
- Tidak terdapat luka dekubitus pda lokasi yang
tertekan
- Warna kulit daerah tertekan tidak hipoksia,
kemerahan
Intervensi:
- Lakukan massage pada kulit tertekan
- Monitor adanya luka dekubitus
- Jaga kulit tetap kering
- Berikan kamfer spiritus pada punggung dan daerah
tertekan
- Jaga kebersihan dan kekencangan linen

6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam tidak terjadi injuri akibat
kejang
Kriteria hasil:
- Tidak ada injuri pada bagian tubuh jika terjadi kejang
- Orang tua selalu mengawasi disamping anaknya
- Orang tua melapor jika terjadi kejang
- Tempat tidur terpasang pengaman
Intervensi:
- Pasang pengaman di sisi tempat tidur
- Anjurkan orang tua untuk melapor jika terjadi kejang
- Siapkan sudip lidah/ pasang pada mulut pasien
- Kolaborasi berikan anti kejang luminal dan diazepam
- Berikan obat sesuai program
- Awasi adanya kejang tiap 15 menit sekali
Referensi 1. Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Jakarta: CV Sagung Seto;2001
2. Staf Pengajar FKUI. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah
3. Jakarta:
3. Infomedika;2000
4. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC; 1997
5. Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi
3. Jakarta: EGC;2002
6. Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric
Nursing. Philadelphia:
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/8

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

DHF

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala
demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan
bertendensi menimbulkan syock, nyeri otot dan sendi dan
kematian (Cristianti,1995). Penyakit ini ditularkan lewat nyamuk
Aides aegepty yang menbawa virus dengue (antropad bone
virus) atau disebut arbo virus
Etiologi Virus Dengue serotipe 1,2,3,4 yang ditularkan melalui vektor
nyamuk Aedes Aegypti.
Patofisiologi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien
akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,
hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa.
Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah
dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system
kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal
ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler
ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa,
yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis
metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF
adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya
kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS,
terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
Manifestasi Klinis KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat
penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan
hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat ( >120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120
mmHg ), tekanan darah menurun, ( 120/80 120/100
120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur ( denyut jantung
140x/mnt ) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.

TANDA & GEJALA


Tanda dan gejala bervariasi menurut umur dan dari penderita.
Pada bayi dan anak kecil (muda) penyakit ini mungkin
tidak terdiferensiasi atau ditandai oleh demam 1-5 hari, radang
faring, rhinitis dan batuk ringan. Pada wabah sebagian besar
yang terinfeksi adalah anak yang lebih tua.
Sesudah masa inkubasi 1-7 hari, ada demam yang
dimulai mendadak, yang ringan cepat naik sampai 39,4-41,10C,
biasanya disertai dengan nyeri frontal. Kadang-kadang, nyeri
punggung mendahului demam. Ruam sementara, menyeluruh
yang memucat pada penekanan dapat dilihat selama 24-48
jam pertama demam. Frekuensi nadi mungkin lambat relatif
terhadap tingkat demam. Dari demam hari 2-6, limfadenopati
menyeluruh, hiperanestesia kulit, penyimpangan rasa, mual
dan muntah dan anoreksia yang menonjol terjadi
Epistaksis, petekie dan lesi purpura tidak biasa tetapi
dapat terjadi pada setiap stadium. Darah yang tertelan dari
epistaksis dimuntahkan atau lewat melalui rektum, mungkin
secara salah diinterpretasi sebagai perdarahan saluran cerna.
Klinis
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya
bendungan positif dan bentuk lain (petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis atau
melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan
nadi menurun, TD menurun disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,
pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
Pemeriksaan o Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit
Penunjang > 20 %. Meningginya hematokrit sangat berhubungan
dengan beratnya renjatan. Hemokonsentrasi selalu
mendahului perubahan tekanan darah dan nadi, oleh
kerena itu pemeriksan hematokrit secara berkala dapat
menentukan sat yang tepat penghentian pemberian cairan
atau darah.
o Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai
dibawah 100.000 mm3
o sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang
menandakan terjadinya hemolisis
o Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik
disertai hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag
dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
o Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi
karena adanya kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya
keringat, muntah dan intake yang kurang
o Hiperkalemi , asidosis metabolic
o Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun,
o Serum transaminasi meningkat.
Pengkajian a. IDENTITAS
DHF dapat terjadi pada siapa saja dari anak-anak sampai
orang dewasa dan pada semua jenis kelamin, kebanyakan
penyakit ini ditemukan pada anak perempuan daripada anak
laki-laki (Rampengan, 1997). Tempat atau daerah yang bisa
terjangkit adalah disemua tempat baik dikota ataupun didesa,
biasanya nyamuk pembawa vector banyak ditemukan pada
daerah yang banyak genangan air atau didaerah yang lembab.

b. RIWAYAT KEPERAWATAN
2. Keluhan Utama :
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi
mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, terdapat
petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi, neyri
epigastrium, epistaksis, nyeri pada sendi-sendi.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Sering menunjukan sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh
tubuh, panas, sakit saat menelan, lemah, nyeri
uluhati(epigastrium), mual, muntah, nafsu makan menurun.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Ada kemungkinan anak yang telah terinfeksi penyakit DHf
bisa terulang terjangkit DHF lagi, tetapi penyakit ini tak ada
hubungan dengan penyakit yang perna diderita dahulu.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit DHF dibawah oleh nyamuk jadi bila terdapat
anggota keluarga yang menderita penyakit ini dalam satu
rumah besar kemungkinan tertular karena penyakit ini
ditularkan lewat gigitan nyamuk.

6. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat tinggal
nyamuk ini adalah lingkungan yang kurang pencahayaan
dan sinar matahari, banyak genangan air, vas bunga yang
jarang diganti airnya, kaleng bekas tempat penampungan
air, botol dan ban bekas. Tempat tempat seperti ini
biasanya banyak dibuat sarang nyamuk Janis ini. Perlu
ditanyakan pula apakah didaerah itu ada riwayat wabah
DHF karena inipun juga dapat terulang kapan-kapan.

7. Riwayat Tumbuh Kembang

C. Pengkajian Per Sistem


1. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal,
epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada
auskultasi terdengar ronchi, krakles.
2. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan
kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
3. Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet
positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi
kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis
sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak
teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
4. Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan
pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
5. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam,
akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna
merah.
6. Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I
terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada
grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
Diagnosa 1.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus
Keperawatan dengue
1.2 Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya
ciran intravaskuler ke ekstravaskuler
1.3 Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan
perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
1.4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun.
1.5 Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan
penurunan factor-fakto pembekuan darah (
trombositopeni )
1.6 Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang
memburuk dan perdaahan
1.7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya
informasi.
Rencana 1. Rencana Asuhan Keperawatan.
Keperawatan DP : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 37
Nyeri otot hilang
Intervensi :
a. Beri komres air kran
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan
panas secara konduksi
b. Berika / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-
2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
akibat evaporasi.
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis
dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang
peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi,
tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian
obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk
menurunkan suhu tubuh pasien.

DP 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan


pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada tanda presyok
Akral hangat
Capilarry refill < 3 detik
Intervensi :
a. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi
fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine /
konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan
peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai
toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh
peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh,
untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.

DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan


perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Raional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama
perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat
segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital
sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan,
dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka
tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan
tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi
kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran
pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan
melakukan tindakan lebih lanjut.

DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas
kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi
efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan
diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah
distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan
peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung
gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan


penurunan factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni
)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler,
pulsasi kuat
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit
meningkat
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai
tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda
adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap
tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti
epistaksis, ptike.
b. Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari,
dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk
melaporkan jika ada tanda perdarahan spt :
hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat
membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.
e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang
lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10
menit setiap selesai ambil darah.
Referensi Carpenitto,Lj. 2001, Diagnosa Keperawatan. Ed 6. EGC.
Jakarta.
Effendi, C.1995. Perawatan klien DHF. EGC. Jakarta.
Ngatiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Rampengan,TH& laurentz,LR 1997. Penyakit infeksi
tropicpada Anak.EGC . Jakarta
Tim pengajar perawtan Anak. 1999. Diktat Kuliah
PSIKPerawatan Anak.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/9

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

DIARE

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja
yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja).
Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai
frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah
buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2
berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis
(Mansjoer,A.1999,501).
Etiologi 1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio
kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida
(Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering
terjadi pada anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau
banyak lemak, sayuran dimasak kutang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
Patofisiologi

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F.


Psikologi
KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit


berlebihan perianal

gg. kes. cairan& elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
Manifestasi Klinis 1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair
atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena
bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi
dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam
laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas
(elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung
membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat
tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat
lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora
komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat
dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan tinja
Penunjang a) Makroskopis dan mikroskopis
b) pH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa
dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan
alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium
dan Posfat.
Pengkajian 1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi
pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman
usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit
pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama
dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan
darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi
lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih
dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian
antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan
seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali
setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,.
Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga
kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang
menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 3 tahun
berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg),
PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun
pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu;
geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi
taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut
Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan
libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta
diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan
tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa
(meniru dan mengulang kata sederhana,
hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut
Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan
bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan
dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak
tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk
makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang
tua terlalu over protektif menuntut harapan
yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa
malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan
kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3
tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa
berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan
dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan
menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel,
lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena
sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering,
distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,
minum normal atau tidak haus, minum lahap
dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat
> 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi
otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt
dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor
menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral
hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada
daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria
sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang
MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain,
terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan
kemudian menerima.
Diagnosa 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Keperawatan berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan
intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang
berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan
invasive
Rencana Keperawatan Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt,
S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata
tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan
elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan
menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki defisit
2. Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi
glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
3. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg
BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada
kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
secara oral
5. Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na,
K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN
untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara
adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik,
antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan
dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk
proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti
bakteri berspektrum luas untuk menghambat
endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan
selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet
(makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu
panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin
dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
2. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang
tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam
keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang
nafsu makan.
3. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang
berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4. Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan
jumlah makanan.
5. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses
pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan


dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama
3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor,
tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
2. R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal
fungsi tubuh ( adanya infeksi)
3. Berikan kompres hangat
4. R/ merangsang pusat pengatur panas untuk
menurunkan produksi panas tubuh
5. Kolaborasi pemberian antipirektik
6. R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal


berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di
rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet,
kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan
perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat
tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan
kuman
2. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat
perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah
serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak
diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
3. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3
jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi
penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi
dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan


tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan
selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien
tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau
keluarga
Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat
dan lingkungan RS
Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan
perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan
keberanian dan kemampuannya
Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan
komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan,
belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan
menunbuhkan rasa aman pada klien.
Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
Referensi Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa
KeperawatanAplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan
Terapi .RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC.
Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC.
Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/
Bayi. EGC. Jakarta
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/9

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

THYPOID

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk
melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang


disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang


disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella
para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid
dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer ).
Etiologi Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para
typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella
typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella
typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Patofisiologi Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu
Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat


menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain.
Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian
kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada


typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang
Manifestasi Klinis Masa tunas typhoid 10 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore
hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala
demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,
batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di
perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya
hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan
kesadaran.

Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi
(renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik,
trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan
pleuritis
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis,
pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis,
osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium,
meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Penunjang Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau
kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT
ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi
(aglutinin) yaitu:
Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang
berasal dari tubuh bakteri
Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang
berasal dari flagela bakteri
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang
berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H
yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid.
Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)
Pengkajian 1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam
yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual,
muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman
salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes
melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme
yang digunakan. Gangguan dalam beribadat karena
klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh
meningkat 38 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat
dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif,
hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak
pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering,
lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan
konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan
adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar
dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada
abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung
serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
Diagnosa 1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses
Keperawatan infeksi kuman Salmonella typhi
2) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan
yang berlebihan.
3) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat)
sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
4) Kecemasan sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
5) Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit
sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
6) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan
pemasangan infus.
Rencana a. Diagnosa keperawatan I
Keperawatan Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses
infeksi
1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas
normal
2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 37 0 C
b) Klien bebas demam
3) Rencana tindakan
a) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
b) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk
memakai es atau handuk pada tubu, khususnya
pada aksila atau lipatan paha.
c) Peningkatan kalori dan beri banyak minuman
(cairan)
d) Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap
keringat.
e) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan
denyut nadi
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat-obatan terutama anti piretik.
4) Rasional
a) Dengan hubungan yang baik dapat
meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga
pengobatan dan perawatan mudah
dilaksanakan.
b) Pemberian kompres dingin merangsang
penurunan suhu tubuh.
c) Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada
kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan
metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan
setiap ada kenaikan suhu tubuh.
d) Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap
keringat yang keluar.
e) Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi
dini untuk mengetahui komplikasi yang terjadi
sehingga cepat mengambil tindakan
f) Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan
membunuh kuman Salmonella typhi sehingga
mempercepat proses penyembuhan sedangkan
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.
b. Diagnosa keperawatan II
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan
yang berlebihan.
1) Tujuan : kekurangan
2) Kriteria hasil :
a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit
normal.
b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah,
pernafasan) dalam batas normal.
3) Rencana tindakan
a) Monitor intake atau output tiap 6 jam
b) Beri cairan (minum banyak 2 3 liter perhari)
dan elektrolit setiap hari.
c) Masukan cairan diregulasi pertama kali karena
adanya rasa haus.
d) Hindarkan sebagian besar gula alkohol, kafein.
e) Timbang berat badan secara efektif.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
cairan secara intravena.
4) Rasional :
a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap
kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini
terhadap keseimbangan cairan.
b) Cairan yang terpenuhi dapat membantu
metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
c) Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan
ginjal untuk memekatkan urine.
d) Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik
meningkatkan produksi urine dan menyebabkan
dehidrasi.
e) Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan
dehidrasi ringan, 5-9 % menunjukkan dehidrasi
sedang.
f) Sebagai perawat melakukan fungsinya
(independen) sebaik-baiknya.
c. Diagnosa keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur)
sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman (istirahat
dan tidur) terpenuhi
2) Kriteria hasil :
a) Klien dapat/mampu mengekspresikan
kemampuan untuk istirahat dan tidur.
b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu.
3) Rencana tindakan
a) Pertahankan tempat tidur yang hangat dan
bersih dan nyaman.
b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi
sebagian)
c) Mengkaji rutinitas istirahat dan tidur klien
sebelum dan sesudah masuk rumah sakit.
d) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau
kebisingan.
e) Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan
tidur.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi (antipiretik).
4) Rasional :
a) Tempat tidur yang nyaman dapat memberi
kenyamanan dalam masa istirahat klien.
b) Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa
nyaman dan dapat membantu kenyamanan klien
dalam istirahat dan tidur.
c) Dapat memantau gangguan pola tidur dan
istirahat yang dirasakan.
d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan
cepat menambah beban atau penderitaannya.
e) Pengunjung yang banyak akan mengganggu
istirahat dan tidur klien.
f) Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi
sehingga kebutuhan istirahat dan tidur klien
terpenuhi atau gangguan yang selama ini dialami
akan berkurang.
d. Diagnosa keperawatan IV
Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
klien tentang penyakitnya.
1) Tujuan : cemas berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil :
a) Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan
hilang atau berkurang.
b) Klien menerima akan keadaan penyakit yang
dideritanya.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya
b) Kaji tingkat kecemasan klien
c) Dampingi klien terutama saat-saat cemas.
d) Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi
kontak dengan orang lain, klien lain dan keluarga
yang menimbulkan cemas.
4) Rasional :
a) Klien mengerti dan merespon dari penjelasan
secara kooperatif.
b) Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang
menjadi alternatif tindakan yang direncanakan.
c) Klien merasa diperhatikan dan dapat
menurunkan tingkat kecemasan.
d) Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi
kecemasannya
e. Diagnosa keperawatan V
Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan
pemasangan infus.
1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada daerah
pemasangan infus.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b) Infeksi tidak terjadi.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang
tanda-tanda infeksi.
b) Mengganti atau merawat daerah pemasangan
infus.
c) Lakukan pemasangan infus secara steril dan
jangan lupa mencuci tangan sebelum dan
sesudah pemasangan.
d) Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau
plebitis.
e) Observasi tanda-tanda vital dan tand-tanda
infeksi di daerah pemasangan infus.
4) Rasional :
a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn
melaporkan segera bila terasa sakit di daerah
pemasangan infus.
b) Mencegah terjadinya infeksi karena pemasangan
infus yang lama.
c) Dengan cara steril adalah tindakan preventif
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
d) Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih
buruk lagi akibat infeksi.
e) Dengan observasi yang dilakukan akan dapat
mengetahui secara dini gejala atau tanda-tanda
infeksi dan keadaan umum klien.
f. Diagnosa keperawatan VI
Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan
dengan peningkatan suhu tubuh
1) Tujuan : tidak terjadi gangguan
intregitas kulit.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas
kulit (kemerahan, lecet).
b) Tidak terjadi luka lecet.
3) Rencana tindakan
a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan jika mungkin.
b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
d) Jaga suhu dan kelembaban lingkungan yang
berlebihan.
4) Rasional :
a) Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi
penekanan yang berlebihan .
b) Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi
darah dan mengurangi penekanan yang
berlebihan di daerah yang menonjol.
c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat
mengurangi masuknya penyakit yang
menyebabkan infeksi.
d) Panas tubuh / demam dengan kelembaban
lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan
lingkungannya serta dapat mencegah terjadinya
infeksi.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas
yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan
untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan
perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan
keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan
institusi.
Referensi 1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S.
Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI.
Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih
bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor:
Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus
pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates.
Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi
Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi
Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi.
EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa
dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.
2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek
Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. EdisiI. CV
Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah
Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/
2005/02/03brk
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/6

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

TB PARU

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang dapat
menyerang berbagai organ tubuh manusia seperti paru,
ginjal, kelenjar getah bening, selaput jantung, selaput otak
usus, dan lain-lain, tetapi yang paling banyak adalah organ
paru. (Bahar,2001). Seseorang disebut penderita tuberculosis
paru jika kuman M.Tuberculosis menyerang paru.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosa, yaitu suatu
bakteri tahan asam. (Suriadi,2001)
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh M.Tuberculosis yang biasanya ditularkan
dari orang ke orang melalui nuclei droplet lewat udara.
(Netina,2002).
Etiologi mycobacterium tuberculosa
Patofisiologi Masuknya kuman .tuberculosis kedalam tubuh tidak selalu
menimbulkan penyakit infeksi dipengaruhi oleh virulensi
dan banyaknya kuman tuberculosis serta daya tahan
tubuh.
Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup
kedalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan
konsolidasi yang terbatas disebut focus primer. Basil
tuberculosis akan menyebar , histosit mulai mengengkut
organisme tersebut ke kelenjar limfe regional melalui
saluran getah bening menuju ke kelenjar regional
sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan
reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu pasca infeksi.
Bersamaan dengan terbentuknya komplek primer terjadi
pula hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang
dapat diketahui melalui uji tuberkuli. Masa terjadinya
infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut
masa inkubasi.
Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun
terutama diperifer dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi
di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan
atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta
penyembuhanya mengarah kekalsifikasi dan
penyebaranya lebih banyak terjadi melalui hematogen.
Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear
tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuhnya. Kemudian basil menyebar kelimfe dan
sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi
sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan
limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang
biak dalam sel.makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Nekrosis pada bagian sentral lesi memberikan
gambaran yang relatif padat, seperti keju yang disebut
nekrosis kaseosa.
Terdapat 3 macam penyebaran secara pathogen pada
tuberculosis anak ; penyebaran hematogen tersembunyi
yang kemudian mungkin timbul gejala atau tanpa gejala
klinis , penyebaran hematogen umum, penyebaran millier,
biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut,
kadang-kadang kronis, penyebaran hematogen berulang.
Pathway

M. Tuberculosis terhirup

masuk paru-paru

Menempel

bronkhiolus/a
Proliferasi sel epitel di sekililing basil dan membentuk
lveoli
dinding antara basil dan organ terinfeksi

Menyebar melalui kelenjar getah bening ke kelenjar

regional menimbulkan reaksi eksudasi

Resiko tinggi Proses peradangan

penyebaran infeksi
Lesi primer
Panas menimbulkan
kerusakan
Hipertermi
jaringan paru
Produksi sekret
Mengalami
meningkat
perkejuan
Meningkatkan Tidak efektifnya
bersihan jalan Difuse O2
rangsang batuk nafas menurun

Sekret terdorong Tidak efektifnya Intoleransi


aktifitas
ke mulut pola nafas
Mempengaruhi pusat sensasi di
hipotalamus
Gangguan
Anoreksia
pertukaran
pemenuhan nutrisi kurang
gas
dari kebutuhan
Manifestasi Klinis Demam , malaise, anoreksia, berat badan menurun,
kadang-kadang batuk ( Batuk tidak selalu ada , menurun
sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri dada,
hemoptisis.
Gejala lanjut ( jaringan paru-paru sudah banyak yang
rusak) : pucat, anemia, lemah, dan berat bada menurun.
Permulaan tuberculosis primer biasanya sukar diketahui
secara klinis karena mulainya penyakit secara berlahan.
Kadang tuberculosis ditemukan pada nak tanpa gejala
atau keluhan .tetapi secara rutin dengan uji tuiberkulin
dapat ditemukan penyakit tersebut. Gejala tuberculosis
primer dapat berupa demam yang naik turun selama 1-2
minggu, dengan atau tanpa batuk pilek. Gambaran
klinisnya; demam, batuk, anoreksia, dan berat badan
menurun.
Pemeriksaan Tes tuberculin : reaksi tes positif ( Diameter = 5)
Penunjang menunjukan adanta infeksi primer
Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa
perkapuran, pembesaran kelenjar paratrakheal,
penyebaran millier, penyebaran bronkogen, pleuritis
dengan efusi.
Kultur sputum : ditemukan basil tuberculosis.
Patologi Anatomi : dilakukan pada kelenjar getah bening,
hepar pleura, peritoneum, kulit ditemukan tuberkel dan
basil tahan asam.
Uji BCG : reaksi positif jika setelah mendapat suntikan
BCG langsung terdapat reaksi lokalyang besar dalam
waktu kurang dari 8 hari setelah penyuntikan.
Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin tes tuberculin
positif.
Penyakit TB : gambaran radiology positif, kultur sputum
positif, dan adanya gejala-gejala penyakit.
Pengkajian - Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu
yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita
sebelumnya.
- Kaji adanya gejala-gejala panas yang naik turun dan
dalam jangka waktu yang lam, batuk yang hilang timbul,
anoreksia, lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis
Diagnosa Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
Keperawatan jaringan paru
1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
adanya batuk, nyeri dada
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan
dengan adanya secret
3. Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan
isolasi dari kelompok sebaya
4. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
5. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan
organisme virulen
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan anoreksia.
Rencana 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
Keperawatan kerusakan jaringan paru
Tujuan : Meningkatkan pertukaran gas yang adekuat
Intervensi :
Monitor tanda-tanda vital
Observasi adanya sianosis pada mulut
Kaji irama, kedalaman, dan ekspansi pernafasan
Lakukan auskultasi suara nafas
Ajarkan cara bernafas efektif
Berikan oksigen sesuai indikasi
Monitor hasil analisa gas darah
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
adanya batuk, nyeri dada
Tujuan : Meningkatkan pola nafas yang efektif
Intervensi :
Kaji ulang status pernafasanya ( irama, kedalaman, ,
suara nafas , penggunaan otot Bantu pernafasan,
bernafas melalui mulut)
Kaji ulang Tanda-tanda vital
Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
Anjurkan untuk banyak minum
Berikan oksigen sesuai indikasi
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan
dengan adanya secret
Tujuan : Meningkatkan kepatenan jalan nafas
Intervensi :
Kaji ulang status pernafasanya ( irama, kedalaman, ,
suara nafas , penggunaan otot Bantu pernafasan,
bernafas melalui mulut)
Kaji ulang Tanda-tanda vital
Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
Anjurkan untuk banyak minum
Berikan oksigen sesuai indikasi
Berikan obat-obat yang dapat meningkatkan efektifnya
jalan nafas seperti: bronkhodilator
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
Intervensi :
Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
Berikan anak makanan yang disertai suplemen nutrisi
untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika
kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi
Kaji ulang berat badan, lingkar lengan , membran
mukosaAnjurkan orang tua untuk memberikan
makanan dengan porsi kecil tapi sering.
Pertahankan kebersihan mulut anak
Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan penyakit
5. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
Monitor suhu tubuh anak untuk mengetahui
peningkatan suhu
Berikan intake cairan adekuat
Berikan kompres bila perlu
Kollaborasi pemberian antipiretik dan antibiotik
6. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan
organisme virulen
Tujuan: Perluasan infeksi tidak terjadi
Intervensi :
Tempatkan anak pada ruang khusus
Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit pada
anak dengan TB.aktif
Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika
melakukan kontak dengan anak.
lakukan uji tuberculin
Berikan anti tuberculosis sesuai order
7. Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan
isolasi dari kelompok sebaya
Tujuan : Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
usia dan tugas perkembangan selama menjalani isolasi
dari teman sebaya atau anggota keluarga.
Intervensi :
Berikan aktifitas ringan yang sesuai dengan usia anak
( permainan, keterampilan tangan,, video game,
televisi)
Berikan makanan yang menarik untuk memberikan
stimulus yang bervariasi bagi anak.
Libatkan anak dengan mengatur jadual harian dan
memilih aktifitas yang diinginkan.
Ijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama
di rumah sakit
Anjurkan anak untukberhubungan dengan teman
melalui telepon jika memungkinkan.
Referensi Bahar asril. Tuberculosis Paru. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
2001
Nettina SM Lippincont. Pocket Manual of Nursing Practice.
ECG. Jakarta. 2001
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. 1997
Suriadi, Yuliani Rita. Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV.
Agung Seto. Jakarta. 2001
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/7

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

ASTHMA

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD),
adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara
riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi
dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai
stimulan.
Etiologi Faktor ekstrinsik :reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi
alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang).
Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus,
pneumonia,Mycoplasma..Kemudian dari fisik; cuaca
dingin, perubahan temperatur. Iritan; kimia.Polusi udara (
CO, asap rokok, parfum ). Emosional; takut, cemas, dan
tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi
faktor pencetus.
Patofisiologi Astma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan
nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap bahan iritasi
dan stimulus lain.

Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot


bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul (
immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di
muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE
dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat
mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan
gejala asthma.

Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap


immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi ( 1-2 jam
); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang
dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ;
tahap late yang ditandai dengan peradangan dan
hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.

Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena


latihan, kecemasan, dan udara dingin.

Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi


meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini
menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak,
kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat
menimbulkan distres pernafasan

Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan


sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan
nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan
perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi
yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02,
sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama
serangan astmati, CO2 terthan dengan meningkatnya
resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan menyebabkan
acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem
pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan
meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi
tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat
menurunkan kadar CO2 dalam darah
(hypocapnea).Alergen, Infeksi, Exercise ( Stimulus
Imunologik dan Non Imunologik )

Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel


T helper

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di


jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama,


maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada
pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi


dan melepaskan mediator radang ( histamin )

Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )


Peningkatan produksi mukus ( sumbatan sekret )
Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan
simpatis ( N.X )

Hiperresponsif jalan napas

Astma

Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan


nafas, dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan
bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya
produksi sekret.
Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya
usaha nafas.
Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan
distress pernafasan
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake cairan
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi
kronik
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses
penyakit dan pengobatan
Manifestasi Klinis Auskultasi :Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah
sedang.
Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot
asesori pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan
stridor.
Batuk kering ( tidak produktif ) karena sekret kental dan
lumen jalan nafas sempit.
Tachypnea, orthopnea.
Diaphoresis
Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam
pernafasan.
Fatigue.
Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain,
berjalan, bahkan bicara.
Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran.
Meningkatnya ukuran diameter anteroposterior (barrel
chest) akibat ekshalasi yang sulit karena udem bronkus
sehingga kalau diperkusi hipersonor.
Serangan yang tiba-tiba atau berangsur.
Bila serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat,
mungkin sianosis.
X foto dada : atelektasis tersebar, Hyperserated
Pemeriksaan Foto rontgen
Penunjang Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume,
kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah
dan sputum
Pemeriksaan alergi
Pulse oximetri
Analisa gas darah.
Pengkajian Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat
pada anak umur 3-8 tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran
pernapasan bagian atas. Pada asma episodikyang sering
terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan
berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur
5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang
jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan
cuaca, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma
tipe ini frekwensi serangan paling sering pada umur 8-13
tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur
sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi
obstruksi saluran pernapasan yang persisten dan hampir
terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis kelamin tidak ada
perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.

Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas.

Riwayat penyakit sekarang


Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.

Riwayat penyakit terdahulu


Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia
sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga


Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah
atau ibu, disamping faktor yang lain.

Riwayat kesehatan lingkungan


Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu
rumah, misalnya tungau, serpih atau buluh binatang, spora
jamur yang terdapat di rumah, bahan iritan: minyak wangi,
obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang
dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara
dapat dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan
asma.
Riwayat imunisasi
Riwayat nutrisi
Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
Diagnosa 1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas,
Keperawatan dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan
bronkospasme, udem mukosal dan meningkatnya sekret.
2. Fatique berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya
usaha nafas.
3. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres
pernafasan.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake cairan.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses
penyakit dan pengobatan.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi
kronik.
Rencana 7. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas,
Keperawatan dan tidak efektif pola nafas berhubungan dengan
bronkospasme, udem mukosal dan meningkatnya sekret.
Tujuan : Anak menunjukkan pertukaran gas yang
normal, bersihan jalan nafas yang
efektif dan pola nafas dalam batas
normal.
Kriteria hasil : PO2dan CO2 dalam batas nilai normal,
tidak sesak nafas, batuk produktif,
cianosis tdak ada, tidak ada
tachypnea,ronki dan wheesing tidak ada
Intervensi :
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas; pertahankan support
ventilasi bila diperlukan ( oksigen 2 ml dengan kanule ).
2. Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit
setiap 15 menit sampai 4 jam.
3. Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse
oximetry.
4. Kaji kenyamanan posisi tidur anak.
5. Monitor efek samping pengobatan; monitor serum
darah;theophyline dan catat kemudian laporkan dokter.
Normalnya 10-20 ug/ml pada semua usia.
6. Berikan cairan yang adekuat per oral atau peranteral
7. Pemberian terapi pernafasan; nebulizer, fisioterapi dada,
ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah
pengobatan dan pengisapan sekret ( suction ).
8. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan pada
anak untuk menurunkan kecemasan.
9. Berikan terapi bermai sesuai usia.

8. Fatique berhubungan dengan hipoksia dan meningkatnya


usaha nafas.
Tujuan : Anak tidak tampak fatigue.
Kriteria : Tidak iritabel, dapat beradaptasi
danaktivitas sesuai dengan kondisi.
Intervensi :
1. Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahann fatigue,
iritabel, tachycardia, tachypnea.
2. Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak
penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat
yang cukup.
3. Intrusikan pada orang tua untuk tetap berada didekat
anak.
4. Berikan kenyamanan fisik; support dengan bantal dan
pengaturan posisi.
5. Berikan oksigen humidifikasi sesuai program.
6. Berikan nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas, dan
usaha nafas setelah terapi.
7. Setelah krisis, ajarkan untuk aktivitas yang sesuai
dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan untuk
meningkatkan ventilasi,dan memperluas perkembangan
psikososial.

9. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distres


pernafasan.
Tujuan : Kecemasan menurun
Kriteria : Anak tenang dan dapat mengekspresikan
perasaannya, orang tua merasa tenang
dan berpartisipasi dalam perawatan
anak.
Intervensi :
1. Ajarkan teknik relaksasi; latihan nafas, melibatkan
penggunaan bibir dan perut, dan ajarkan untuk
berimajinasi.
2. Pertahankan lingkungan yang tenang ; temani anak, dan
berikan support.
3. Ajarkan untuk ekspresi perasaan secara verbal
4. Berikan terapi bermain sesuai dengan kondisi.
5. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi
anak.
6. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.

10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi


kronik.
Goal : Orang tua mendemonstrasikan koping
yang tepat
Kriteria : Mengekspresikan perasaan dan
perhatian serta memberikan aktivitas
yang sesuai usia atau kondisi dan
perkembangan psikososial pada anak.
Intervensi :
1. Berikan kesempatan pada orang tua untuk ekspresi
perasaan.
2. Kaji mekanisme koping sebelumnya pada waktu stress
3. Jelaskan prosedur dan pengobatan yang diberikan
4. Informasikan kepada orang tua tentang kondisi anak
Identifikasi sumber-sumber psikososial keluarga dan
finansial

11. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses


penyakit dan pengobatan.
Goal : Orang tua secara verbal memahami
proses penyakit dan pengobatan dan
mengikuti regimen terapi yang diberikan.
Kriteria : Berpartispasi dalam memberikan
perawatan pada anak sesuai dengan
program medik atau perawatan.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit,
pengobatan dan intervensi.
2. Bantu untuk mengidentifikasi faktor pencetus.
3. Jelaskan tentang emosi dan stres yang dapat menjadi
faktor pencetus.
4. Jelaskan tentang pentingnya pengobatan; dosis, efek
samping, waktu pemberian dan pemeriksaan darah.
5. Informasikan tanda dan gejala yang harus dilaporkan dan
kontrol ulang.
6. Informasikan pentingnya program aktivitas dan latihan
nafas.
7. Jelaskan tentang pentingnya terapi bermain sesuai usia.

Perencanaan Pemulangan
Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan
gambar-gambar atau phantom.
Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-
debu, karpet, bulu binatang dan lainnya.
Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
Ajarkan penggunaan nebulizer.
Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama
obat, dosis, efek samping, waktu pemberian.
Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut dan stress.
Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk
latihan nafas.
Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang
adekuat.
Referensi Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman
Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya

Soetjiningsih. (1998). Tumbuh kembang anak . Cetakan


kedua. EGC. Jakarta

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Ilmu


Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika Jakarta.

Suriadi dan Yuliana R.(2001) Asuhan Keperawatan pada


Anak. Edisi 1 Penerbit CV Sagung Seto Jakarta.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/7

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
NEFROTIC
SINDROME
(NS)
dr.Faisal Soeparianto, M.Si
NIP. 197104062002121005
Definisi NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk.
2000, 832).
Etiologi Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :
a. Nefrotic syndrome bawaan.
Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.
b. Nefrotic syndrome sekunder
Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous
diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis.
c. Nefrotic syndrome idiopatik
d. Sklerosis glomerulus.
Patofisiologi Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan
proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya
tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran
cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi
glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar
albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di
hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan
trigliserida.
PATHWAY

Etiologi :
Glomerulus
- autoimun
Permiabilitas
pembagian
- Sistem imun secara glomerulus
umum
menurun
Porteinuria masif
Resiko tinggi infeksi

Hipoproteinemia

Hipoalbumin
Hipovolemia Sintesa protein
Tekanan onkotik
hepas
plasma
Aliran Hiperlipidemi
Sekresi
darah ke Volume a
ADH Malnutrisi
ginjal plasma
Pelepasan Reabsorbsi Retensi natrium renal
Gangguan nutrisi
renin air dan Edema
Vasokonst natrium Usus Efusi pleura
riksi
- Gangguan volume cairan lebih
Sesak
dari kebutuhan

- Kerusakan integritas kulit


Hospitalisasi Penatalaksanaan
Tirah baring
Diet
Kec Kurang Intoleransi
Ketidapatuhan
ema pengetahuan : aktivitas
san kondisi,
Resti gangguan pemeliharaan
ana prognosa dan
kesehatan
k program
dan perawatan
ora
ng
tua
Manifestasi Klinis - Edema, sembab pada kelopak mata
- Rentan terhadap infeksi sekunder
- Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
- Kadang-kadang sesak karena ascites
- Produksi urine berkurang
Pemeriksaan - BJ urine meninggi
Penunjang - Hipoalbuminemia
- Kadar urine normal
- Anemia defisiensi besi
- LED meninggi
- Kalsium dalam darah sering merendah
- Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.
Pengkajian a. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio
laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria
banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik
dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda,
oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra
kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative
vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari
pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa
bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang
dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-
jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal
empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang
dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,
kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi,
perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam
keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur
dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi :< 60 % (gizi buruk),
< 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit,
efusi pleura karena distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg,
hipertensi ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri
daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j. Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
Diagnosa a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
Keperawatan sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan
napsu makan.
c) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang
asing (dampak hospitalisasi).
d) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
Rencana a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
Keperawatan sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil
penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output
urine adekuat 600 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas
normal.

Intervensi Rasional

1. Catat intake dan output Evaluasi harian keberhasilan terapi


secara akurat dan dasar penentuan tindakan

Tekanan darah dan BJ urine dapat


2. Kaji dan catat tekanan menjadi indikator regimen terapi
darah, pembesaran
abdomen, BJ urine Estimasi penurunan edema tubuh
3. Timbang berat badan tiap
hari dalam skala yang sama
4. Berikan cairan secara hati- Mencegah edema bertambah berat
hati dan diet rendah garam.
5. Diet protein 1-2 gr/kg
BB/hari.
Pembatasan protein bertujuan untuk
meringankan beban kerja hepar dan
mencegah bertamabah rusaknya
hemdinamik ginjal.

b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan


malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan
napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu
makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang
dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.

Intervensi Rasional

1. Catat intake dan output makanan Monitoring asupan nutrisi


secara akurat bagi tubuh
2. Kaji adanya anoreksia,
hipoproteinemia, diare.
Gangguan nuirisi dapat
3. Pastikan anak mendapat terjadi secara perlahan.
makanan dengan diet yang Diare sebagai reaksi edema
cukup intestinal

Mencegah status nutrisi


menjadi lebih buruk
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi
tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku
keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi Rasional

4. Lindungi anak dari orang-orang Meminimalkan masuknya


yang terkena infeksi melalui organisme
pembatasan pengunjung.
5. Tempatkan anak di ruangan non
infeksi
6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan. Mencegah terjadinya infeksi
7. Lakukan tindakan invasif secara nosokomial
aseptik
Mencegah terjadinya infeksi
nosokomial

Membatasi masuknya
bakteri ke dalam tubuh.
Deteksi dini adanya infeksi
dapat mencegah sepsis.

d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang


asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil
kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat,
secara verbal mengatakan tidak takur.

Intervensi Rasional

8. Validasi perasaan takut atau Perasaan adalah nyata dan


cemas membantu pasien untuk
tebuka sehingga dapat
menghadapinya.

Memantapkan hubungan,
9. Pertahankan kontak dengan meningkatan ekspresi
klien perasaan

Dukungan yang terus menerus


10. Upayakan ada keluarga mengurangi ketakutan atau
yang menunggu kecemasan yang dihadapi.

Meminimalkan dampak
hospitalisasi terpisah dari
anggota keluarga.
11. Anjurkan orang tua untuk
membawakan mainan atau
foto keluarga.

Referensi Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders,


Philadelphia.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa
Made Kariasa, EGC, Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto,
Jakarta
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica,
Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-
Lab/UPF IKA, Surabaya.
RSUD ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
TASIKMALAYA 1/9

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

KEJANG DEMAM

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu


tubuh (suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang
demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.
(Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, ).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah


bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang
sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Etiologi Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk
tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis,
gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan
metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia
serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui
etiologinya).
Patofisiologi 1. Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau
intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom
zelluarge, Sindrom Smith Lemli Opitz.
2. Ekstra kranial
Gg. metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na & K),
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,
ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3. Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day
fits)

Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak


diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat
proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru
dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa
yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon
dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu
tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan
konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat
perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan
perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan
yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya
membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang
anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada
anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya
muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga
mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya
disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk
kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan
menimbulkan terjadinya asidosis.
Manifestasi Klinis Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat,
yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang
demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang
manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam
menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off
fever

Kejang parsial ( fokal, lokal )


Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal
berikut ini :
a. Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu
sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b. Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
c. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar
musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
d. Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

Kejang parsial kompleks


a. Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya
sebagai kejang parsial simpleks
b. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik :
mengecap ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan
menongkel yang berulang ulang pada tangan dan gerakan
tangan lainnya.
c. Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

3. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )


Kejang absens
a. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
b. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya
berlangsung kurang dari 15 detik
c. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada
dan konsentrasi penuh

Kejang mioklonik
a. Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok
otot yang terjadi secara mendadak.
b. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila
patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu,
leher, lengan atas dan kaki.
c. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi
dalam kelompok
d. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

Kejang tonik klonik


a. Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik,
kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan
wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
b. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung
kemih
c. Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan
bawah.
d. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

Kejang atonik
a. Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
b. Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

B. KOMPLIKASI
1. Aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
Pemeriksaan 1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu
Penunjang menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif
dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah
dalam otak
5. Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
GDA
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah
Pengkajian Pengkajian neurologik :
1. Tanda tanda vital
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
Fontanel : menonjol, rata, cekung
Lingkar kepala : dibawah 2 tahun
Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
Alam perasaan
Labilitas
6. Aktivitas kejang
Jenis
Lamanya
7. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
Refleks tendo superfisial
Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
Kemampuan menulis dan menggambar
Kemampuan membaca
Diagnosa 1. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan
Keperawatan hiperthermi.
2. Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang
ditandai :
Suhu meningkat
Anak tampak rewel
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya
tentang penyakit anaknya.
Rencana A. Diagnosa Keperawatan 1
Keperawatan Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
1) Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan
dengan hiperthermi
2) Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b) Suhu 36,5 37,5 C (bayi), 36 37,5 C (anak)
c) Nadi 110 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
d) Respirasi 30 40 x/menit (bayi)
24 28 x/menit (anak)
e) Kesadaran composmentis

3) Rencana Tindakan
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah
menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh
pakaian yang ketat dan tidak menyerap
keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan
tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan
tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan sebagai propilaksis

B. Diagnosa Keperawatan 2
Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot
1) Tujuan:Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
2) Kriteria Hasil
a) Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
b) Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas
kejang.
c) Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika
terjadi kejang.

3) Rencana Tindakan
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan
tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik
pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter
berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral
yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang
abnormal

c. Diagnosa Keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
1) Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
2) Kriteria Hasil
Suhu tubuh 36 37,5 C, N ; 100 110 x/menit,
RR : 24 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak
rewel.
3) Rencana Tindakan
1. Kaji faktor faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya
hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat
penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban
tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada
kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas
dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari
kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi
oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak
minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan
meningkatkan panas.

d. Diagnosa Keperawatan 4
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan
informasi.
1) Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit
anaknya
2) Kriteria Hasil
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit
anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses
keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.

3) Rencana Tindakan
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang
dimiliki keluarga dan kebenaran informasi
yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat
kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami
dapat membantu menambah wawasan
keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap
tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak
kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain
yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera
minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres
dingin dan beri banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah
kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat
penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi
dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman
yang menderita penyakit menular sehingga tidak
mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan
imunisasi agar memberitahukan kepada petugas
imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang
demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi
panas yang dapat menyebabkan
kejang demam
Referensi Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang
Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan,
Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak,Edisi ke 2,
PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura
Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan),
Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga,
Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K.
Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2,Info
Medika, Jakarta.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/7

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya
TUBERKULOSIS

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya
tuberkel granuloma pada parudisebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999)..
Etiologi Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh M.Tuberculosis yang biasanya ditularkan dari orang ke
orang melalui nuclei droplet lewat udara
Patofisiologi Masuknya kuman .tuberculosis kedalam tubuh tidak selalu
menimbulkan penyakit infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan
banyaknya kuman tuberculosis serta daya tahan tubuh.
Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup kedalam
paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang
terbatas disebut focus primer. Basil tuberculosis akan
menyebar , histosit mulai mengengkut organisme tersebut ke
kelenjar limfe regional melalui saluran getah bening menuju
ke kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan
mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu
pasca infeksi.
Bersamaan dengan terbentuknya komplek primer terjadi pula
hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat
diketahui melalui uji tuberkuli. Masa terjadinya infeksi sampai
terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun
terutama diperifer dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi di
lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas.
Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta
penyembuhanya mengarah kekalsifikasi dan penyebaranya
lebih banyak terjadi melalui hematogen.
Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear tampak
pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuhnya. Kemudian basil menyebar kelimfe dan
sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi
sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan
limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat berjalan
terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam
sel.makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada
bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat, seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa.
Terdapat 3 macam penyebaran secara pathogen pada
tuberculosis anak ; penyebaran hematogen tersembunyi
yang kemudian mungkin timbul gejala atau tanpa gejala
klinis , penyebaran hematogen umum, penyebaran millier,
biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut,
kadang-kadang kronis, penyebaran hematogen berulang.

Inhalasi Droplet Nuclei

Berisi M. Tuberculosis

Droplet Nuclei > 10 Droplet Nuclei 5


Tidak Ada Infeksi
Mukosa Intak Saluran Menembus Lapisan
Nafas Atas Mukosa Silier Atas

Reaksi Inflamasi Non


Spesifik Alveolus

Basil TB Dalam Makrofag


Alveolus

Penyebaran Limfogen Lokal

Penyebaran Hematogen
3-10 Minggu

95% 5%
Respon Imun Selular
Sel T Spesifik
Gagal & Inadekuat

Makrofag Aktif TB Aktif/Penyakit


Membunuh/Menghambat Basil TB (Limfadenitis TB)
Reaktifitas

TB In Aktif Mungkin Imunitas Menurun


Masih Ada Basil TB
Atau Gagal
Manifestasi Klinis Demam , malaise, anoreksia, berat badan menurun,
kadang-kadang batuk ( Batuk tidak selalu ada , menurun
sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri dada, hemoptisis.
Gejala lanjut ( jaringan paru-paru sudah banyak yang rusak)
: pucat, anemia, lemah, dan berat bada menurun.
Permulaan tuberculosis primer biasanya sukar diketahui
secara klinis karena mulainya penyakit secara berlahan.
Kadang tuberculosis ditemukan pada nak tanpa gejala atau
keluhan . tetapi secara rutin dengan uji tuiberkulin dapat
ditemukan penyakit tersebut. Gejala tuberculosis primer
dapat berupa demam yang naik turun selama 1-2 minggu,
dengan atau tanpa batuk pilek. Gambaran klinisnya; demam,
batuk, anoreksia, dan berat badan menurun.
Pemeriksaan Tes tuberculin : reaksi tes positif ( Diameter = 5) menunjukan
Penunjang adanta infeksi primer
Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa
perkapuran, pembesaran kelenjar paratrakheal, penyebaran
millier, penyebaran bronkogen, pleuritis dengan efusi.
Kultur sputum : ditemukan basil tuberculosis.
Patologi Anatomi : dilakukan pada kelenjar getah bening,
hepar pleura, peritoneum, kulit ditemukan tuberkel dan basil
tahan asam.
Uji BCG : reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG
langsung terdapat reaksi lokalyang besar dalam waktu
kurang dari 8 hari setelah penyuntikan.
Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin tes tuberculin
positif.
Penyakit TB : gambaran radiology positif, kultur sputum
positif, dan adanya gejala-gejala penyakit.
Pengkajian - Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu yang
terinfeksi, penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
- Kaji adanya gejala-gejala panas yang naik turun dan dalam
jangka waktu yang lam, batuk yang hilang timbul, anoreksia,
lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis
Diagnosa 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi
Keperawatan yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk,
dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia,
stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
Rencana a. Diagnosa Keperwatan 1
Keperawatan Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan
sekresi yang kental/darah.
1) Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
2) Kriteria Hasil
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan
peningkatan pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

3) Rencana Keperawatan
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif
dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan
tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak
mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas
dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui
mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari
dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru
mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas
sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500
cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat
menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah
pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik
setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa
kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir
dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

b. Diagnosa Keperawatan 2
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
1) Tujuan : Pertukaran gas efektif.
2) Kriteria Hasil
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

3) Rencana Keperawatan
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang
sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi
pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan
nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus
adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk
kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia,
yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

c. Diagnosa Keperwatan 3
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk,
dyspnea atau anoreksia
1) Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
2) Kriteria Hasil
Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Menu makanan yang disajikan habis
Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

3) Rencana Keperawatan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat
menurunkan ansietas dan dapat membantu
memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum
makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk
makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari
plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat
menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan
kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari
cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan
napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang
disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk
memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi
jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan
tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan,
daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran
hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk
mengkompensasi penurunan metabolisme dan
penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn
hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak
mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein,
nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
Referensi Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga
Univerciti Press
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/4

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

ANEMIA

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau
hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah
berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm 3
darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed
red cells volume) dalam 100 ml darah.
Etiologi Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan
pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah
serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai
berikut:
1. Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif
seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan
perdarahan atau perdarahan menahun:cacingan.
2. Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel
darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis
kurang, keperluan yang bertambah.
3. Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang
berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia,
hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi,
infeksi malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel
darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).
Patofisiologi

Perdarahan masif Kurang bahan Penghancuran Terhentinya pembuatan


baku pembuat eritrosit yang sel darah oleh sum-sum
sel darah berlebihan tulang

Anemia
Anoreksia Resti Gg nutrisi Kadar HB
kurang dari
kebutuhan
Komparten sel
Lemas
penghantar oksigen/ zat
nutrisi ke sel <

Cepat lelah
Gg perfusi jaringan

Intoleransi
aktifitas

Manifestasi Klinis a. Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral,


infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
b. Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl),
telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia,
takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat,
kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak
tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat,
sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada
mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku.
Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang
fungsional.
c. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.
Pemeriksaan 1. Kadar Hb.
Penunjang Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-
rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit
normal, serum iron merendah, iron binding capacity
meningkat.
2. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe
anemia :
a. Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
b. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin
indirek dan total naik, urobilinuria.
c. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni,
pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan
pada anemia aplastik karena keganasan.
Pengkajian -
Diagnosa 1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
Keperawatan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk
menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan
tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai
oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya selera makan.
Rencana 1. Perfusi jaringan adekuat
Keperawatan - Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, wama
kulit, membran mukosa.
- Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
- Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
- Observasi adanya keterlambatan respon verbal,
kebingungan, atau gelisah
- Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa
dingin.
- Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat
sesuai kebutuhan tubuh.
- Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
- Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas
sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan
anak.
- Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah
melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon
fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung
peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
- Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga
untuk berhentimelakukan aktivitas jika teladi
gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
- Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan
kegiatan sehari hari sesuai dengan kemampuan anak.
- Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan
reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
- Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga
dengan melibatkan tim kesehatan lain.
- Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada
sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan
aktivitas, memonitor kemampuan melakukan aktivitas
secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan
sekolah.
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
- Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat
ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas
gizi pada saat selera makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi
untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
- Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan
pemilihan makanan
- Mengevaluasi berat badan anak setiap hari
Referensi 1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi 2. Jakarta, EGC.
2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak.
Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
3. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V.
Jakarta, EGC.
4. Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
5. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta,
FKUI.
6. Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2.
Jakarta, EGC.
7. ACS. (2003). What is Anemia ?. Available (online) http: //
www // yahoo / nurse / leucemia / htm.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/5

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

DERMATITIS

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis
yang dalam perkembangannya memberikan gambaran klinik
berupa efloresensi polimorf dan pada umumnya memberikan
gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986)
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang
memberikan g ejala subjektif gatal dan dalam perkembangannya
memberikan efloresensi yang polimorf. (Junaidi Purnawan : 1982)
Etiologi Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam type :
a. Dermatits kontak
- Dermatitis kontak toksis akut
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer
kuat / absolut. Contok : H2SO4 , KOH, racun
serangga.
- Dermatitis Kontak Toksis Kronik
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer
lemah / relatif. Contoh : sabun , detergen.
- Dermatitis Kontak Alergi
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen
.Contoh : logam (Ag, Hg), karet, plastik, dll.
b. Dermatitis Atopik
Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang
disebabkan zat-zat yang bersifat alergen. Contoh : inhalan
(debu, bulu).
c. Dermatitis Perioral
Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-
beruntus merah disekitar mulut. Penyebabnya tidak
diketahui, menyerang wanita berusia 20-60 tahun dan
bisa muncul pemakaian salep kortikosteroid diwajah
untuk mengobati suatu penyakit.

d. Dermatitis Statis
Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang
sering meninggalkan bekas, yang disebabkan
penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga
cenderung terjadi varises dan edema.
Patofisiologi Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian
dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat
alergen ataupun zat iritan.
Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan
hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut.
Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap
suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah
terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan
dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas
dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya
penyakit kulit lain
Manifestasi Klinis a. Dermatitis Kontak
Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit
berwarna coklat dan menebal.
b. Dermatitis Atopik
Gatal-gatal , muncul pada beberapa bula pertama
setelah bayi lahir, yang mengenai wajah, daerah yang
tertutup popok, tangan, lengan dan kaki.
c. Dermatitis Perioral
Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak
beruntus-beruntus kecil kemerahan.
d. Dermatitis Statis
Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa
minggu / bulan , warna menjadi coklat.
Pemeriksaan -
Penunjang
Pengkajian - Kaji faktor penyebab terjadinya gangguan.
- Kaji pengetahuan tentang faktor penyebab dan metode
kontak.
- Kaji adanya pruritas, pain dan burning.
- Kaji peningkatan stress yang diketahui pasien.
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Riwayat infeksi yang berulang-ulang.
- Kaji faktor yang memperparah.
- Pada reaksi ringan kulit terlihat merah dan terdapat
vesicle.
- Pada reaksi berat terdapat ulceration, bulla buosion.
Diagnosa 1. Nyeri : gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.
Keperawatan 2. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada
kulit.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan garukan.
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang alergen-alergen dikulit.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tahanan
primer tidak adekuat.
Rencana Dx. 1. Nyeri ; Gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.
Keperawatan Tujuan : Mengurangi rasa gatal.
Tindakan :
- Hindarikan semua bahan yang menyebabkan.
- Jelaskan pengertian untuk tidak digaruk.
- Kolaborasi dokter pemberian anti histamin.
Dx. 2. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada
kulit.
Tujuan : Menyatakan penerimaan situasi diri.
Pasien memiliki konsep diri yang positif.
Tindakan :
- Kaji makna kehilangan / perubahan pada pasien.
- Berikan penguatan positif terhadap kemampuan
dan dorong usaha untuk mengikuti tujuan
rehabilitasi.
- Berikan kelompok pendukung untuk orang
terdekat dan beri informasi bagaimana mereka
dapat membantu pasien.
Dx. 3. Ganggun integritas kulit berhubungan dengan garukan.
Tujuan : Menunjukkan regenerasi jaringan.
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area
luka.
Tindakan :
- Kaji warna, ukuran, perhatikan jaringan nekrotik.
- Berikan kompres dingin / larutan PK untuk lesi
eksudatif dan basah.
- Jangan terlalu kuat mengusap-ngusap kulit
dengan handuk.
- Anjurkan untuk memakai stoking.
- Kurangi kontak langsung pada area luka.
- Anjurkan untuk tidak menggaruk.
- Dorong pasien menerapkan prinsip-prinsip
kebersihan diri.
- Kolaborasi pemberian antibiotik pada infeksi
sekunder.
Dx. 4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang alergen-alergen .
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan
pengobatan.
Tindakan :
- Penkes yang meliputi pengetahuan pasien untuk
mengenali agen penyebab, perjalanan penyakit ,
faktor yang memperberat dan cara perawatan.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas
eksudat purulen dan tidak demam.
Tindakan :
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik.
- Periksa area terkena.
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antibiotik.
Referensi Junaidi Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Mulyono. (1986). Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi pertama. Jakarta : Meidian Mulyajaya
A. Kenneth. (1984). Pedoman Terapi Dermatologis. Yogyakarta :
Yayasan Essentia Medica :
http://www/medicastore.com/med/detail_pyk_php?idktg:14&iUD:2
00509161940052002159.126.194.
Anderson Sylvia. (1985). Patofisiologi. Bagian I. Edisi pertama.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien.EGC : Jakarta.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/4

Tanggal Terbit : Ditetapkan oleh :


Direktur RSUD Kab. Tasikmalaya

MENINGITIS

dr.Faisal Soeparianto, M.Si


NIP. 197104062002121005
Definisi Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan
piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari
meningitis.
Etiologi Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi
kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor
predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi
otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas
bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka
meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis
purulenta dan meningitis serosa.
Patofisiologi Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater,
arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam
pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub
arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan
sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid
yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan
meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam
pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret
telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat
menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara
cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme
yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan
subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis
merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid,
cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan
menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat
menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat
ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan
dapat menyebabkan hydrocephalus.
Manifestasi Klinis Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat,
perubahan tingkah laku.
Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi
stupor.
Sakit kepala
Sakit-sakit pada otot-otot
Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya
diarahkan pada mata pasien
Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya
normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese,
hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial
meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
Nausea
Vomiting
Demam
Takikardia
Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri
atau hiponatremia
Pasien merasa takut dan cemas.
Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah
Penunjang analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada
pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi
glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang
biasanya meningkat diatas nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa
cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3
dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal,
kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
Pengkajian Riwayat penyakit dan pengobatan
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan
jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan,
sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui
adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya
faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur
tulang tengkorak, dll.
Diagnosa 1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
Keperawatan peningkatan tekanan intracranial
2. Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan
otak
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya
kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat
kesadaran
Rencana Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
Keperawatan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan
Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum
sakit
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rasa sakit kepala berkurang
Kesadaran meningkat
Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya
tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
INTERVENSI
A. Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang
tanpa bantal
Rasional: Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat
meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
1. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Rasional: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjut
2. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi
dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Rasional: Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik
berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan
diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi.
2. Monitor intake dan output
Rasional : hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL
dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
3. Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan
pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau
berbalik di tempat tidur.
Rasional: Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu
bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek
valsava
4. Kolaborasi Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
Rasional : Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan
tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
5. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Rasional: Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan
pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan
terjadinya iskhemik serebral
6. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel,
Antibiotika.
Rasional: Terapi yang diberikan dapat menurunkan
permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.

Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan


otak
Tujuan
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol

Kriteria evaluasi
Pasien dapat tidur dengan tenang
Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
INTERVENSI
Independent
B. Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Rasional : Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal
atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan
pasien untuk beristirahat
C. Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Rasional : Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah otak
D. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan
lembut dan hati-hati
Rasional : Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang
dan dapat menurunkan rasa sakit / discomfort
E. Kolaborasi Berikan obat analgesic
Rasional: Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.
Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena
berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk
dikaji.
Referensi Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot
Company, Philadelphia, 1984

Anda mungkin juga menyukai