Masuk alveoli
dlm alveoli
Peningkatan suhu
tubuh
Gg
SDM dan Lekosit PMN pertukaran
Gg fungsi mengisi alveoli gas
otak
Keringat berlebihan
kejang
Lekosit dan fibrin
Resti
mengalami konsolidasi
kekurangan
dalam paru
vol. cairan
Resti
injur
y
PMN meningkat Konsolidasi jaringan paru
Intervensi:
- Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi
respiratory rate, penggunaan otot bantu
nafas, warna kulit
- Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan
nafas
- Posisikan kepala lebih tinggi
- Lakukan postural drainage
- Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk
melaakukan fisiotherapi dada
- Jaga humidifasi oksigen yang masuk
- Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan
lendir
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya
penumpukan cairan di alveoli paru
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam
pertukaran gas dalam alveoli
adekuat.
Kriteria:
- Akral hangat
- Tidak ada tanda sianosis
- Tidak ada hipoksia jaringan
- Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas
- Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter
per menit
- Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/
sianosis
- Awasi tingkat kesadaran klien
DHF
b. RIWAYAT KEPERAWATAN
2. Keluhan Utama :
Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi
mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, terdapat
petechie pada seluruh kulit, perdarahan gusi, neyri
epigastrium, epistaksis, nyeri pada sendi-sendi.
DIARE
Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus
DIARE
Gangg. Tumbang
Manifestasi Klinis 1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair
atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena
bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi
dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam
laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas
(elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung
membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat
tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat
lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora
komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat
dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan tinja
Penunjang a) Makroskopis dan mikroskopis
b) pH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa
dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan
alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium
dan Posfat.
Pengkajian 1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi
pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman
usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit
pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama
dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan
darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi
lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih
dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian
antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan
seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali
setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,.
Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga
kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang
menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 3 tahun
berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg),
PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun
pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu;
geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi
taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut
Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan
libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta
diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan
tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa
(meniru dan mengulang kata sederhana,
hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut
Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan
bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan
dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak
tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk
makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang
tua terlalu over protektif menuntut harapan
yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa
malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan
kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3
tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa
berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan
dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan
menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel,
lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena
sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering,
distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,
minum normal atau tidak haus, minum lahap
dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat
> 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi
otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt
dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor
menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral
hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada
daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria
sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang
MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain,
terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan
kemudian menerima.
Diagnosa 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Keperawatan berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan
intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang
berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan
invasive
Rencana Keperawatan Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt,
S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata
tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan
elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan
menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki defisit
2. Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi
glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
3. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg
BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada
kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang
secara oral
5. Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na,
K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN
untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara
adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik,
antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan
dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk
proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti
bakteri berspektrum luas untuk menghambat
endotoksin.
THYPOID
Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perporasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi
(renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik,
trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan
pleuritis
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
hepatitis, kolesistitis.
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis,
pyelonepritis dan perinepritis.
6. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis,
osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium,
meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Penunjang Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau
kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT
ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi
(aglutinin) yaitu:
Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang
berasal dari tubuh bakteri
Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang
berasal dari flagela bakteri
Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang
berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H
yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid.
Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)
Pengkajian 1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam
yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual,
muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman
salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes
melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme
yang digunakan. Gangguan dalam beribadat karena
klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh
meningkat 38 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat
dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif,
hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak
pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering,
lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan
konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan
adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar
dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada
abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung
serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
Diagnosa 1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses
Keperawatan infeksi kuman Salmonella typhi
2) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan
yang berlebihan.
3) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat)
sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
4) Kecemasan sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
5) Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit
sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
6) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan
pemasangan infus.
Rencana a. Diagnosa keperawatan I
Keperawatan Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses
infeksi
1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas
normal
2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 37 0 C
b) Klien bebas demam
3) Rencana tindakan
a) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
b) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk
memakai es atau handuk pada tubu, khususnya
pada aksila atau lipatan paha.
c) Peningkatan kalori dan beri banyak minuman
(cairan)
d) Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap
keringat.
e) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan
denyut nadi
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat-obatan terutama anti piretik.
4) Rasional
a) Dengan hubungan yang baik dapat
meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga
pengobatan dan perawatan mudah
dilaksanakan.
b) Pemberian kompres dingin merangsang
penurunan suhu tubuh.
c) Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada
kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan
metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan
setiap ada kenaikan suhu tubuh.
d) Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap
keringat yang keluar.
e) Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi
dini untuk mengetahui komplikasi yang terjadi
sehingga cepat mengambil tindakan
f) Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan
membunuh kuman Salmonella typhi sehingga
mempercepat proses penyembuhan sedangkan
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.
b. Diagnosa keperawatan II
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan
yang berlebihan.
1) Tujuan : kekurangan
2) Kriteria hasil :
a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit
normal.
b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah,
pernafasan) dalam batas normal.
3) Rencana tindakan
a) Monitor intake atau output tiap 6 jam
b) Beri cairan (minum banyak 2 3 liter perhari)
dan elektrolit setiap hari.
c) Masukan cairan diregulasi pertama kali karena
adanya rasa haus.
d) Hindarkan sebagian besar gula alkohol, kafein.
e) Timbang berat badan secara efektif.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
cairan secara intravena.
4) Rasional :
a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap
kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini
terhadap keseimbangan cairan.
b) Cairan yang terpenuhi dapat membantu
metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
c) Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan
ginjal untuk memekatkan urine.
d) Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik
meningkatkan produksi urine dan menyebabkan
dehidrasi.
e) Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan
dehidrasi ringan, 5-9 % menunjukkan dehidrasi
sedang.
f) Sebagai perawat melakukan fungsinya
(independen) sebaik-baiknya.
c. Diagnosa keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur)
sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman (istirahat
dan tidur) terpenuhi
2) Kriteria hasil :
a) Klien dapat/mampu mengekspresikan
kemampuan untuk istirahat dan tidur.
b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu.
3) Rencana tindakan
a) Pertahankan tempat tidur yang hangat dan
bersih dan nyaman.
b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi
sebagian)
c) Mengkaji rutinitas istirahat dan tidur klien
sebelum dan sesudah masuk rumah sakit.
d) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau
kebisingan.
e) Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan
tidur.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi (antipiretik).
4) Rasional :
a) Tempat tidur yang nyaman dapat memberi
kenyamanan dalam masa istirahat klien.
b) Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa
nyaman dan dapat membantu kenyamanan klien
dalam istirahat dan tidur.
c) Dapat memantau gangguan pola tidur dan
istirahat yang dirasakan.
d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan
cepat menambah beban atau penderitaannya.
e) Pengunjung yang banyak akan mengganggu
istirahat dan tidur klien.
f) Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi
sehingga kebutuhan istirahat dan tidur klien
terpenuhi atau gangguan yang selama ini dialami
akan berkurang.
d. Diagnosa keperawatan IV
Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
klien tentang penyakitnya.
1) Tujuan : cemas berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil :
a) Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan
hilang atau berkurang.
b) Klien menerima akan keadaan penyakit yang
dideritanya.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya
b) Kaji tingkat kecemasan klien
c) Dampingi klien terutama saat-saat cemas.
d) Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi
kontak dengan orang lain, klien lain dan keluarga
yang menimbulkan cemas.
4) Rasional :
a) Klien mengerti dan merespon dari penjelasan
secara kooperatif.
b) Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang
menjadi alternatif tindakan yang direncanakan.
c) Klien merasa diperhatikan dan dapat
menurunkan tingkat kecemasan.
d) Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi
kecemasannya
e. Diagnosa keperawatan V
Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan
pemasangan infus.
1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada daerah
pemasangan infus.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b) Infeksi tidak terjadi.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang
tanda-tanda infeksi.
b) Mengganti atau merawat daerah pemasangan
infus.
c) Lakukan pemasangan infus secara steril dan
jangan lupa mencuci tangan sebelum dan
sesudah pemasangan.
d) Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau
plebitis.
e) Observasi tanda-tanda vital dan tand-tanda
infeksi di daerah pemasangan infus.
4) Rasional :
a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn
melaporkan segera bila terasa sakit di daerah
pemasangan infus.
b) Mencegah terjadinya infeksi karena pemasangan
infus yang lama.
c) Dengan cara steril adalah tindakan preventif
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
d) Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih
buruk lagi akibat infeksi.
e) Dengan observasi yang dilakukan akan dapat
mengetahui secara dini gejala atau tanda-tanda
infeksi dan keadaan umum klien.
f. Diagnosa keperawatan VI
Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan
dengan peningkatan suhu tubuh
1) Tujuan : tidak terjadi gangguan
intregitas kulit.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas
kulit (kemerahan, lecet).
b) Tidak terjadi luka lecet.
3) Rencana tindakan
a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan jika mungkin.
b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
d) Jaga suhu dan kelembaban lingkungan yang
berlebihan.
4) Rasional :
a) Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi
penekanan yang berlebihan .
b) Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi
darah dan mengurangi penekanan yang
berlebihan di daerah yang menonjol.
c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat
mengurangi masuknya penyakit yang
menyebabkan infeksi.
d) Panas tubuh / demam dengan kelembaban
lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan
lingkungannya serta dapat mencegah terjadinya
infeksi.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas
yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan
untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan
perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan
keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan
institusi.
Referensi 1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S.
Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI.
Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih
bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor:
Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus
pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates.
Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi
Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi
Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi.
EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa
dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.
2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek
Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. EdisiI. CV
Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah
Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/
2005/02/03brk
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/6
TB PARU
M. Tuberculosis terhirup
masuk paru-paru
Menempel
bronkhiolus/a
Proliferasi sel epitel di sekililing basil dan membentuk
lveoli
dinding antara basil dan organ terinfeksi
penyebaran infeksi
Lesi primer
Panas menimbulkan
kerusakan
Hipertermi
jaringan paru
Produksi sekret
Mengalami
meningkat
perkejuan
Meningkatkan Tidak efektifnya
bersihan jalan Difuse O2
rangsang batuk nafas menurun
ASTHMA
Astma
Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas.
Perencanaan Pemulangan
Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan
gambar-gambar atau phantom.
Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-
debu, karpet, bulu binatang dan lainnya.
Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
Ajarkan penggunaan nebulizer.
Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama
obat, dosis, efek samping, waktu pemberian.
Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut dan stress.
Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk
latihan nafas.
Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang
adekuat.
Referensi Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman
Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya
Etiologi :
Glomerulus
- autoimun
Permiabilitas
pembagian
- Sistem imun secara glomerulus
umum
menurun
Porteinuria masif
Resiko tinggi infeksi
Hipoproteinemia
Hipoalbumin
Hipovolemia Sintesa protein
Tekanan onkotik
hepas
plasma
Aliran Hiperlipidemi
Sekresi
darah ke Volume a
ADH Malnutrisi
ginjal plasma
Pelepasan Reabsorbsi Retensi natrium renal
Gangguan nutrisi
renin air dan Edema
Vasokonst natrium Usus Efusi pleura
riksi
- Gangguan volume cairan lebih
Sesak
dari kebutuhan
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Membatasi masuknya
bakteri ke dalam tubuh.
Deteksi dini adanya infeksi
dapat mencegah sepsis.
Intervensi Rasional
Memantapkan hubungan,
9. Pertahankan kontak dengan meningkatan ekspresi
klien perasaan
Meminimalkan dampak
hospitalisasi terpisah dari
anggota keluarga.
11. Anjurkan orang tua untuk
membawakan mainan atau
foto keluarga.
KEJANG DEMAM
Patofisiologi
Kejang mioklonik
a. Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok
otot yang terjadi secara mendadak.
b. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila
patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu,
leher, lengan atas dan kaki.
c. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi
dalam kelompok
d. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
Kejang atonik
a. Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat
menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
b. Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
B. KOMPLIKASI
1. Aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
Pemeriksaan 1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu
Penunjang menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif
dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah
dalam otak
5. Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
GDA
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah
Pengkajian Pengkajian neurologik :
1. Tanda tanda vital
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
Fontanel : menonjol, rata, cekung
Lingkar kepala : dibawah 2 tahun
Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
Alam perasaan
Labilitas
6. Aktivitas kejang
Jenis
Lamanya
7. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
Refleks tendo superfisial
Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
Kemampuan menulis dan menggambar
Kemampuan membaca
Diagnosa 1. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan
Keperawatan hiperthermi.
2. Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang
ditandai :
Suhu meningkat
Anak tampak rewel
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya
tentang penyakit anaknya.
Rencana A. Diagnosa Keperawatan 1
Keperawatan Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
1) Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan
dengan hiperthermi
2) Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b) Suhu 36,5 37,5 C (bayi), 36 37,5 C (anak)
c) Nadi 110 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
d) Respirasi 30 40 x/menit (bayi)
24 28 x/menit (anak)
e) Kesadaran composmentis
3) Rencana Tindakan
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah
menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh
pakaian yang ketat dan tidak menyerap
keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan
tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan
tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat
hipotalamus dan sebagai propilaksis
B. Diagnosa Keperawatan 2
Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot
1) Tujuan:Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
2) Kriteria Hasil
a) Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
b) Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas
kejang.
c) Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika
terjadi kejang.
3) Rencana Tindakan
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan
tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik
pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter
berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral
yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang
abnormal
c. Diagnosa Keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
1) Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
2) Kriteria Hasil
Suhu tubuh 36 37,5 C, N ; 100 110 x/menit,
RR : 24 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak
rewel.
3) Rencana Tindakan
1. Kaji faktor faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya
hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat
penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur
dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban
tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada
kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas
dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari
kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi
oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak
minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan
meningkatkan panas.
d. Diagnosa Keperawatan 4
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan
informasi.
1) Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit
anaknya
2) Kriteria Hasil
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit
anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses
keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
3) Rencana Tindakan
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang
dimiliki keluarga dan kebenaran informasi
yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat
kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami
dapat membantu menambah wawasan
keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap
tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak
kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain
yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera
minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres
dingin dan beri banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah
kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat
penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi
dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena
penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman
yang menderita penyakit menular sehingga tidak
mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan
imunisasi agar memberitahukan kepada petugas
imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang
demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi
panas yang dapat menyebabkan
kejang demam
Referensi Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang
Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan,
Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak,Edisi ke 2,
PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura
Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan),
Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga,
Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K.
Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2,Info
Medika, Jakarta.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/7
Berisi M. Tuberculosis
Penyebaran Hematogen
3-10 Minggu
95% 5%
Respon Imun Selular
Sel T Spesifik
Gagal & Inadekuat
3) Rencana Keperawatan
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif
dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan
tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak
mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas
dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui
mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari
dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru
mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi
keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas
sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500
cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat
menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah
pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik
setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa
kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir
dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
b. Diagnosa Keperawatan 2
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar-kapiler.
1) Tujuan : Pertukaran gas efektif.
2) Kriteria Hasil
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
3) Rencana Keperawatan
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang
sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi
pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan
nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus
adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk
kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia,
yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
c. Diagnosa Keperwatan 3
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk,
dyspnea atau anoreksia
1) Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
2) Kriteria Hasil
Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Menu makanan yang disajikan habis
Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
3) Rencana Keperawatan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat
menurunkan ansietas dan dapat membantu
memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum
makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk
makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari
plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat
menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan
kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari
cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan
napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang
disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk
memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi
jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan
tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan,
daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran
hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk
mengkompensasi penurunan metabolisme dan
penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn
hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak
mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein,
nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
Referensi Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga
Univerciti Press
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/4
ANEMIA
Anemia
Anoreksia Resti Gg nutrisi Kadar HB
kurang dari
kebutuhan
Komparten sel
Lemas
penghantar oksigen/ zat
nutrisi ke sel <
Cepat lelah
Gg perfusi jaringan
Intoleransi
aktifitas
DERMATITIS
d. Dermatitis Statis
Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang
sering meninggalkan bekas, yang disebabkan
penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga
cenderung terjadi varises dan edema.
Patofisiologi Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian
dermis ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat
alergen ataupun zat iritan.
Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan
hipersensitifitas pada kulit yang terkena tersebut.
Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap
suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah
terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan
dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas
dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya
penyakit kulit lain
Manifestasi Klinis a. Dermatitis Kontak
Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit
berwarna coklat dan menebal.
b. Dermatitis Atopik
Gatal-gatal , muncul pada beberapa bula pertama
setelah bayi lahir, yang mengenai wajah, daerah yang
tertutup popok, tangan, lengan dan kaki.
c. Dermatitis Perioral
Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak
beruntus-beruntus kecil kemerahan.
d. Dermatitis Statis
Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa
minggu / bulan , warna menjadi coklat.
Pemeriksaan -
Penunjang
Pengkajian - Kaji faktor penyebab terjadinya gangguan.
- Kaji pengetahuan tentang faktor penyebab dan metode
kontak.
- Kaji adanya pruritas, pain dan burning.
- Kaji peningkatan stress yang diketahui pasien.
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Riwayat infeksi yang berulang-ulang.
- Kaji faktor yang memperparah.
- Pada reaksi ringan kulit terlihat merah dan terdapat
vesicle.
- Pada reaksi berat terdapat ulceration, bulla buosion.
Diagnosa 1. Nyeri : gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.
Keperawatan 2. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada
kulit.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan garukan.
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang alergen-alergen dikulit.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tahanan
primer tidak adekuat.
Rencana Dx. 1. Nyeri ; Gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.
Keperawatan Tujuan : Mengurangi rasa gatal.
Tindakan :
- Hindarikan semua bahan yang menyebabkan.
- Jelaskan pengertian untuk tidak digaruk.
- Kolaborasi dokter pemberian anti histamin.
Dx. 2. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada
kulit.
Tujuan : Menyatakan penerimaan situasi diri.
Pasien memiliki konsep diri yang positif.
Tindakan :
- Kaji makna kehilangan / perubahan pada pasien.
- Berikan penguatan positif terhadap kemampuan
dan dorong usaha untuk mengikuti tujuan
rehabilitasi.
- Berikan kelompok pendukung untuk orang
terdekat dan beri informasi bagaimana mereka
dapat membantu pasien.
Dx. 3. Ganggun integritas kulit berhubungan dengan garukan.
Tujuan : Menunjukkan regenerasi jaringan.
Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area
luka.
Tindakan :
- Kaji warna, ukuran, perhatikan jaringan nekrotik.
- Berikan kompres dingin / larutan PK untuk lesi
eksudatif dan basah.
- Jangan terlalu kuat mengusap-ngusap kulit
dengan handuk.
- Anjurkan untuk memakai stoking.
- Kurangi kontak langsung pada area luka.
- Anjurkan untuk tidak menggaruk.
- Dorong pasien menerapkan prinsip-prinsip
kebersihan diri.
- Kolaborasi pemberian antibiotik pada infeksi
sekunder.
Dx. 4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang alergen-alergen .
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan
pengobatan.
Tindakan :
- Penkes yang meliputi pengetahuan pasien untuk
mengenali agen penyebab, perjalanan penyakit ,
faktor yang memperberat dan cara perawatan.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas
eksudat purulen dan tidak demam.
Tindakan :
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik.
- Periksa area terkena.
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antibiotik.
Referensi Junaidi Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Mulyono. (1986). Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi pertama. Jakarta : Meidian Mulyajaya
A. Kenneth. (1984). Pedoman Terapi Dermatologis. Yogyakarta :
Yayasan Essentia Medica :
http://www/medicastore.com/med/detail_pyk_php?idktg:14&iUD:2
00509161940052002159.126.194.
Anderson Sylvia. (1985). Patofisiologi. Bagian I. Edisi pertama.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien.EGC : Jakarta.
RSUD
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
KABUPATEN
TASIKMALAYA No. Dokumen Tanggal Revisi Halaman
1/4
MENINGITIS
Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema
cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal,
kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
Pengkajian Riwayat penyakit dan pengobatan
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan
jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan,
sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui
adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya
faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur
tulang tengkorak, dll.
Diagnosa 1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
Keperawatan peningkatan tekanan intracranial
2. Sakit kepala sehubungan dengan adanya iritasi lapisan
otak
3. Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya
kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat
kesadaran
Rencana Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
Keperawatan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan
Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum
sakit
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rasa sakit kepala berkurang
Kesadaran meningkat
Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya
tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
INTERVENSI
A. Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang
tanpa bantal
Rasional: Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat
meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
1. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Rasional: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjut
2. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi
dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Rasional: Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik
berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan
diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi.
2. Monitor intake dan output
Rasional : hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL
dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
3. Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan
pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau
berbalik di tempat tidur.
Rasional: Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu
bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek
valsava
4. Kolaborasi Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
Rasional : Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan
tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
5. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Rasional: Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan
pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan
terjadinya iskhemik serebral
6. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel,
Antibiotika.
Rasional: Terapi yang diberikan dapat menurunkan
permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.
Kriteria evaluasi
Pasien dapat tidur dengan tenang
Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
INTERVENSI
Independent
B. Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Rasional : Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal
atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan
pasien untuk beristirahat
C. Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Rasional : Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah otak
D. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan
lembut dan hati-hati
Rasional : Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang
dan dapat menurunkan rasa sakit / discomfort
E. Kolaborasi Berikan obat analgesic
Rasional: Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.
Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena
berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk
dikaji.
Referensi Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982
Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot
Company, Philadelphia, 1984