Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

MANAJEMEN ANESTESI PADA FRAKTUR PHALANG


PROXIMAL 1/3 DISTAL

Oleh :
Mutiara Irma Khairunnisa, S.Ked
NIM :712021059

Pembimbing :
dr.Rizky Novianti Dani, Sp.An

DEPARTEMEN ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:


MANAJEMEN ANESTESI PADA FRAKTUR PHALANG PROKSIMAL
1/3 DISTAL

Oleh:
Mutiara Irma Khairunnisa, S.Ked
71 2021 059

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik
senior di bagian ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, April 2022


Pembimbing

dr. Rizky Novianti Dani, Sp.An

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Manajemen Anestesi pada fraktur phalang proksimal 1/3 distal ” sebagai
syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian ilmu Anestesiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI. Shalawat teriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad S.AW. beserta para keluarga,
sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian tugas ini, penulis banyak
mendapat bantuan, bimbingan dan saran, sehingga pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. dr. Rizky Novianti Dani, Sp.An selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
menyelesaikan laporan kasus.
2. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI yang telah membantu
dalam usaha memperoleh data yang saya butuhkan.
Akhir kata, semoga Allah S.W.T memberikan balasan pahala atas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.

Palembang, April 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fraktur Phalangeal.................................................................................2
2.1.1 Anatomi...........................................................................................2
2.1.2 Epidemiologi...................................................................................3
2.1.3 Diagnosis.........................................................................................3
2.1.4 Tatalaksana ......................................................................................4
2.1.5 Komplikasi .......................................................................................4
2.2 Manajemen Anestesi Untuk Bedah Ortopedi.........................................5
2.2.1Anestesi Intravena............................................................................8
2.3 Manajemen jalan nafas ........................................................................15
2.3 Laryngeal mask airway.........................................................................20
BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................21
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur phalanx tangan adalah patah tulang yang paling umum terjadi pada
manusia. Fraktur ini merupakan fraktur yang paling umum dari semua fraktur
ekstremitas atas dan dengan komplikasi pasca cedera dan berkaitan dengan fungsi
jari dan tangan. Pada fraktur phalanx digunakan klasifikasi pola deskriptif yang
mencatat lokasi, angulasi dan displacment. Fraktur ini terbagi menjadi basis,
poros maupun kondilus dari masing-masing phalanx. Fraktur phalanx tangan
sering dikaitkan dengan trauma tumpul, tembus, hancur dan lainnya meskipun
tumor dan infeksi tidak dapat diabaikan.1
Anestesiologi adalah ilmu dibidang kedokteran khusus sebagai praktik
dokter yang bertujuan untuk pemberian anestesi, perawatan pada pasien sebelum,
selama dan setelah operasi atau pembedahan, dan memberi bantuan hidup dasar
pada pasien gawat darurat. Keistimewaan anestesi dimulai pada pertengahan abad
kesembilan belas. Peradaban kuno telah menggunakan opium poppy, daun coca,
akar mandrake, alkohol, dan bahkan proses mengeluarkan darah (sampai tidak
sadar) untuk memungkinkan ahli bedah beroperasi. Orang Mesir kuno
menggunakan kombinasi opium poppy (mengandung morfin) dan hyoscyamus
(mengandung skopolamin) untuk tujuan ini. Kombinasi yang serupa, morfin dan
skopolamin, digunakan secara luas untuk premedikasi hingga saat ini. Apa yang
dianggap anestesi regional pada zaman kuno terdiri dari kompresi batang saraf
(iskemia saraf) atau penerapan dingin (cryoanalgesia). Suku Inca mungkin telah
mempraktikkan anestesi lokal saat ahli bedah mereka mengunyah daun koka dan
mengoleskannya pada luka operasi, terutama sebelum trephining untuk sakit
kepala
General Anestesi adalah perubahan keadaan fisiologis yang ditandai dengan
reversibel kehilangan kesadaran, analgesia, amnesia, dan beberapa derajat
relaksasi otot.Perjalanan anestesi umum dapat dibagi menjadi tiga fase: (1)
induksi, (2) pemeliharaan, dan (3) emergensi. General anestesi dipertahankan
dengan teknik anestesi intravena total (TIVA), dan teknik inhalasi, atau kombinasi
keduanya.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraktur phalanx


2.1.1. Anatomi

Gambar 2.1 Ossa Metacarpi2

Terdapat delapan buah ossa carpi yang tersusun dalam dua


baris, masing-masing terdiri dari empat tulang. Baris proksimal
terdiri dari (dari lateral ke medial) scaphoideum, lunatum,
triquetrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri dari (dari lateral ke
medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. Secara
bersama-sama ossa carpi pada permukaan anteriomya membentuk
cekungan yang pada ujung lateral dan medialnya melekat sebuah
pita membranosa yang kuat, disebut retinaculum musculorum
flexorum. Dengan cara ini terbentuk saluran osteofascial, canalis
carpi, untuk lewatnya nervus medianus dan tendo-tendo flexor jari.
Tulang-tulang tangan pada waktu lahir merupakan tulang rawan.
Os capitafum mengalami osifikasi selama tahun pertama
kehidupary dan tulang-tulang lainnya mengalami osifikasi dengan
berbagai interval waktu sampai umur 12 tahun pada usia ini semua
tu1ang telah mengalami osifikasi. Meskipun pengetahuan secara
rinci darl tulang-tulang tangan tidak perlu bagi mahasiswa

2
kedokterary tetapi posisi, bentuk, dan ukuran dari os scaphoideum
seharusnya dipelajari karena sering fraktur. Rigi pada trapezium
dan hamulus ossis hamati sebaiknya dipelajari.2

Gambar 2.2. Ossa Metacarpi2

Ossa Metacarpi dan Phalanges


Ada lima buah ossa metacarpi, masing-masing tulang
mempunyai basis, corpus, dan caput. Os metacarpal I ibu jari
adalah yang terpendek dan sangat mudah bergerak. Tulang tersebut
tidak terletak pada bidang yang sama dengan hrlang-tulang
metacarpi lairmya, tetapi terletak lebih dnterior. Tulang ini juga
berotasi ke medial sembilan puluh derajat, sehingga permukaan
extensor menghadap ke lateral bukan ke dorsal. Basis ossa
metacarpi bersendi dengan barisan distal ossa carpi; caputnya yang
membenfuk buku tangan bersendi dengan phalalx proximalis.
Masing-masing corpus ossis metacarpi sedikit cekung ke depan dan
mempunyai penampang berbentuk segitiga. Corpus mempunyai
permukaan posterior, lateral dan medial Terdapat tiga buah phalanx
untuk setiap jari, tetapi hanya dua phalanx untuk ibu jari.2

3
2.1.2. Etiologi
Paling sering dikaitkan dengan trauma tumpul, tembus ataupun
remuk, namun penyebab patologis seperti tumor dan infeksi tidak
dapat diabaikan. Fraktur ini paling sering disebabkan oleh jatuh,
cedera dan olahraga. Pada anak-anak di bawah delapan tahun,
mekanisme paling umum adalah cedera yang disebabkan oleh
bantingan pintu. Penyebab lainnya adalah terlindas mesin,
kecelakaan mobil dan cedera oleh benda berat.1

2.1.3. Epidemiologi
Insiden fraktur phalanx adalah sekitar 0,012%. Fraktur phalanx
tercatat menurun insidennya dengan meningkatnya status sosial
ekonomi. Fraktur phalanx juga sedikit lebih sering terjadi pada pria
dewasa daripada wanita. Tangan kanan dan kiri sama-sama
terpengaruh. Jari kecil, jari manis dan jari yang panjang lebih
sering patah daripada ibu jari atau jari telunjuk. Phalanx proksimal
merupakan tulang yang paling sering retak ditangan yang sebagian
besar pada usia anak-anak dan dewasa.
Distribusi fraktur phalanx diantara semua fraktur ekstremitas
atas tampak bimodal, jatuh antara usia 45 hingga 85 tahun dan
kemudian menjadi fraktur ekstremitas yang paling umum diantara
pasien yang berusia lebih dari 85 tahun.1

2.1.4. Diagnosis
Deformitas rotasi paling baik dinilai dengan fleksi dan ekstensi
jari-jari di mana semuanya harus mengarah ke tuberkulum skafoid.
Palpasi mengungkapkan nyeri tekan di atas lokasi fraktur dan
struktur jaringan lunak yang cedera. Rentang gerak aktif dari jari
yang terkena pada artikulasi terdekat sering terbatas karena nyeri
dan pembengkakan dini. Anestesi lokal dalam bentuk hematoma
atau blok saraf digital dapat membantu menghilangkan rasa sakit
dan bermanfaat untuk mengevaluasi keselarasan, rentang gerak
lebih lanjut, dan kekuatan; Namun, itu tidak boleh dilakukan

4
sebelum pemeriksaan neurovaskular hati-hati. Status saraf dapat
dievaluasi dengan sensasi umum, diskriminasi dua titik, dan fungsi
motorik. Temuan dapat berkisar dari sepenuhnya utuh hingga
defisit apa pun, menunggu cedera jaringan lunak yang terjadi. Saraf
digital pada aspek radial dan ulnaris jari cenderung mempersarafi
sensasi dari setengah jari; namun, beberapa tumpang tindih dapat
terjadi pada permukaan dorsal dan volar.
Status vaskular yang disuplai oleh arteri digital pada aspek
radial dan ulnaris jari dapat diperiksa dengan melihat warna kulit
serta pengisian kapiler kulit distal dan dasar kuku. Secara umum,
jari dengan laserasi arteri digital tunggal masih akan memiliki
capillary refill yang cepat, meskipun dapat diperlambat dengan
warna kulit yang kehitaman.1

2.1.5. Tatalaksana
Tujuan pengobatan fraktur phalanx tangan adalah untuk
menyembuhkan fraktur dengan tepat sambil menghindari
komplikasi seperti kekakuan dan deformitas, yang menurunkan
fungsi. Perawatan harus mempertimbangkan cedera jaringan lunak
tambahan yang terjadi pada saat cedera dengan rencana rehabilitasi
yang memadai. Perawatan yang ideal mengikuti prinsip-prinsip
untuk memperoleh stabilitas fraktur dan memungkinkan rentang
gerak awal. Perawatan nonsurgical biasanya memiliki keuntungan
mencegah pembentukan jaringan parut dari kerusakan jaringan
lunak yang berhubungan dengan diseksi tetapi memerlukan periode
imobilisasi untuk stabilitas dan penyembuhan fraktur yang
memadai. Perawatan bedah biasanya memungkinkan peningkatan
stabilitas dan rentang gerak lebih awal dengan biaya peningkatan
kerusakan jaringan lunak dan pembentukan bekas luka yang
menyebabkan adhesi dan kontraktur jaringan.1
Perawatan nonsurgical fraktur phalangeal biasanya melibatkan
reduksi tertutup jika diindikasikan, penempelan teman ke jari yang

5
berdekatan untuk stabilisasi dan/atau bidai versus casting untuk
periode imobilisasi singkat, dan kemudian gerakan progresif dan
rehabilitasi. Fraktur phalanx distal ekstra-artikular jarang
memerlukan fiksasi bedah karena stabilitas yang melekat pada
selubung jaringan lunak di sekitarnya, termasuk lempeng kuku.
Namun, laserasi pada dasar kuku atau matriks germinal harus
ditangani dengan pencabutan kuku dan perbaikan laserasi untuk
menghindari deformitas kuku di masa mendatang.1
Perawatan bedah biasanya direkomendasikan untuk fraktur
ekstra-artikular ketika berhubungan dengan luka terbuka yang
memerlukan irigasi dan debridement eksisi untuk mencegah
osteomielitis, ketidakstabilan yang jika dibiarkan akan
menyebabkan deformitas (termasuk sudut, rotasi, dan pemendekan)
atau penurunan fungsi tangan, dan dalam kasus beberapa patah
tulang tangan tergeser. Fraktur ekstraartikular transversal biasanya
distabilkan dengan reduksi tertutup dan penjepitan perkutan dengan
menggunakan kabel Kirschner atau reduksi terbuka dengan fiksasi
internal. Penggunaan pinning perkutan biasanya memiliki
keuntungan dari gangguan jaringan lunak yang terbatas tetapi juga
membawa kerugian yang biasanya membutuhkan periode
imobilisasi untuk meningkatkan stabilitas konstruksi. Teknik yang
berbeda untuk menjepit perkutan, seperti menyematkan paralel,
menyematkan silang, dan menyematkan melintang, telah dijelaskan
dan digunakan dalam berbagai pola fraktur.1

2.1.6. Komplikasi
Pada pasien fraktur, komplikasi tersering adalah terjadi
kekakuan, kerusakan jaringan, dan infeksi adalah salah satu
komplikasi yang lebih umum dijelaskan. Usia yang lebih tua pada
saat cedera berkorelasi dengan rentang gerak akhir yang lebih
buruk setelah perawatan bedah. sebagian kecil dari mereka

6
memang memerlukan operasi berulang, termasuk fiksasi revisi,
penghapusan perangkat keras, tenolisis, dan kapsulotomi.1

2.2 General Anesthesia


2.2.1 Anestesi Intravena
Anestesi umum dimulai dengan agen inhalasi eter, nitrous oxide,
dan kloroform, tetapi dalam praktik saat ini, anestesi dapat diinduksi
dan dipertahankan dengan obat yang masuk ke pasien melalui
berbagai jalur. Pra operasi atau sedasi prosedural biasanya dilakukan
dengan cara oral atau intravena rute. Induksi anestesi umum biasanya
dilakukan dengan inhalasi atau pemberian obat
intravena.Alternatifnya, anestesi umum bisa diinduksi dan
dipertahankan dengan injeksi ketamin intramuskular. Umum anestesi
dipertahankan dengan teknik anestesi intravena total (TIVA), dan
teknik inhalasi, atau kombinasi keduanya.3

2.2.2 Anestesi Inhalasi


Agen inhalasi saat ini banyak digunakan secara klinis
anestesiologi meliputi nitrous oxide, halotan, isoflurane, desflurane,
dan sevoflurane dll. Perjalanan anestesi umum dapat dibagi menjadi
tiga fase: (1) induksi, (2) pemeliharaan, dan (3) emergensi. Terutama
anestesi inhalasi halotan dan sevofluran, sangat berguna dalam induksi
pediatri pasien yang mungkin sulit untuk memulai jalur
intravena.Meski sudah dewasa biasanya diinduksi dengan agen
intravena, nonpungency dan onset cepat sevoflurane membuat induksi
inhalasi menjadi praktis bagi mereka juga. Terlepas dari usia pasien,
anestesi sering dipertahankan dengan agen inhalasi. Kemunculan
tergantung terutama pada redistribusi agen dari otak diikuti dengan
eliminasi paru.3
Anestesi umum adalah perubahan keadaan fisiologis yang
ditandai dengan reversibel kehilangan kesadaran, analgesia, amnesia,
dan beberapa derajat relaksasi otot. Agen inhalasi berinteraksi dengan
banyak ion saluran di SSP dan sistem saraf perifer.Nitrous oksida dan

7
xenon dipercaya dapat menghambat N-methyl-D-aspartate (NMDA)
reseptor. NMDA reseptor adalah reseptor rangsang di otak.Agen
inhalasi lainnya mungkin berinteraksi di reseptor lain (misalnya, ide-
asam aminobutirat [GABA] -klorida aktif konduktansi saluran) yang
mengarah ke efek anestesi. Selain itu, beberapa penelitian
menyarankan bahwa agen inhalasi terus bertindak dengan cara
nonspesifik, dengan demikian mempengaruhi lapisan ganda membran.
Mungkin saja anestesi inhalasi bekerja beberapa reseptor protein yang
memblokir saluran rangsang dan mempromosikan aktivitas saluran
penghambatan yang mempengaruhi aktivitas neuronal, serta oleh
beberapa efek membran nonspesifik. 3
 Isoflurane
Isoflurane adalah anestesi volatil yang tidak mudah
terbakar dengan bau halus yang menyengat. 3
 Sevoflurane
Seperti desflurane, sevoflurane dihalogenasi dengan fluor.
Sevoflurane kelarutan dalam darah sedikit lebih besar dari
desfluran (λb / g 0,65 berbanding 0,4. Nonpungency dan
peningkatan pesat dalam anestesi alveolar konsentrasi membuat
sevoflurane pilihan yang sangat baik untuk halus dan cepat induksi
inhalasi pada pasien anak dan dewasa. Faktanya, induksi inhalasi
dengan 4% sampai 8% sevoflurane dalam campuran 50% dari
nitrous oxide dan oksigen bisa dicapai dalam 1 menit. Demikian
juga, kelarutan darahnya yang rendah menyebabkan penurunan
drastis konsentrasi anestesi alveolar setelah penghentian dan yang
lebih cepat munculnya dibandingkan dengan isoflurane (meskipun
bukan debit sebelumnya dari unit perawatan postanesthesia).
Tekanan uap sederhana Sevoflurane memungkinkan penggunaan
vaporizer bypass variabel konvensional. 3
 Konsentrasi alveolar minimum (Minimum Alveolar
Concentration)

8
Maknanya adalah konsentrasi alveolar yang mencegah
pergerakan pada 50% pasien sebagai respons terhadap stimulus
standar (mis., Insisi bedah). MAC adalah ukuran yang berguna
karena mencerminkan tekanan parsial otak, memungkinkan
perbandingan potensi antar agen, dan memberikan standar untuk
evaluasi eksperimental. Meskipun demikian, itu harus diingat
bahwa ini adalah nilai median dengan kegunaan terbatas dalam
menangani pasien individu, terutama selama konsentrasi alveolar
berubah dengan cepat (misalnya, induksi dan emergensi).3

2.2. Manajemen anestesi untuk bedah ortopedi


Komorbiditas pasien ini sangat bervariasi berdasarkan kelompok
usia. Pasien dapat datang sebagai neonatus dengan kelainan bentuk
tungkai bawaan, sebagai remaja dengan cedera terkait olahraga, sebagai
orang dewasa untuk prosedur mulai dari eksisi massa jaringan lunak kecil
hingga penggantian sendi, atau pada usia berapa pun dengan kanker
tulang. Bab ini berfokus pada masalah perawatan perioperatif khusus
untuk pasien yang menjalani prosedur bedah ortopedi umum. Misalnya,

9
pasien dengan patah tulang panjang cenderung mengalami sindrom
emboli lemak. Pasien berada pada peningkatan risiko tromboemboli vena
setelah operasi panggul, pinggul, dan lutut.3
Teknik anestesi regional neuraksial dan lainnya memainkan peran
penting dalam mengurangi insiden komplikasi tromboemboli perioperatif,
memberikan analgesia pascaoperasi, dan memfasilitasi rehabilitasi dini
dan pemulangan dari rumah sakit. Kemajuan dalam teknik bedah, seperti
pendekatan minimal invasif untuk penggantian lutut dan pinggul,
memerlukan modifikasi dalam anestesi dan manajemen perioperatif untuk
memfasilitasi pemulangan pasien dalam semalam atau bahkan hari yang
sama yang sebelumnya membutuhkan rawat inap berhari-hari.3

1) Manajemen perioperatif
Pada pasien ortopedi, perlunya dilakukan pemeriksaan fisik terkait
kelainan yang tidak muncul seperti tanda-tanda vital (tekanan darah,
denyut nadi, pernafasan dan suhu tubuh). Pemeriksaan jalan nafas,
jantung paru dan masalah muskuloskeletal dengan menggunakan
teknik inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
Komplikasi tindakan bedah ortopedi sebagai berikut :
a. Bone cement
Semen tulang, polimetilmetakrilat, sering diperlukan untuk
artroplasti sendi. Semen interdigitates dalam celah tulang
cancellous dan kuat mengikat perangkat prostetik ke tulang pasien.
Mencampur bubuk metilmetakrilat terpolimerisasi dengan
monomer metilmetakrilat cair menyebabkan polimerisasi dan
ikatan silang rantai polimer. Reaksi eksotermis ini menyebabkan
pengerasan semen dan ekspansi terhadap komponen prostetik.
Manifestasi klinis sindrom implantasi semen tulang termasuk
hipoksia (peningkatan pirau paru), hipotensi, aritmia (termasuk
blok jantung dan henti sinus), hipertensi pulmonal (peningkatan
resistensi pembuluh darah paru), dan penurunan curah jantung.
Sumber kekhawatiran lain yang terkait dengan penggunaan semen

10
adalah potensi melonggarnya prostesis secara bertahap dari waktu
ke waktu. Implan tanpa semen yang lebih baru terbuat dari bahan
berpori yang memungkinkan tulang alami tumbuh ke dalamnya.3

b. Pneumatic tourniquet
Tourniquet pneumatik pada ekstremitas menciptakan medan
tanpa darah yang sangat memudahkan pembedahan. Tekanan
inflasi biasanya diatur sekitar 100 mm hg lebih tinggi dari tekanan
darah sistolik dasar pasien. Inflasi yang berkepanjangan (>2 jam)
secara rutin menyebabkan iskemia otot dan dapat menyebabkan
rhabdomyolisis atau kerusakan saraf perifer permanen. Inflasi
tourniquet juga telah dikaitkan dengan peningkatan suhu tubuh
pada pasien anak yang menjalani operasi ekstremitas bawah.
Exsanguination pada ekstremitas bawah dan inflasi tourniquet
menyebabkan perpindahan cepat volume darah ke sirkulasi sentral.
Meskipun biasanya tidak penting secara klinis, ekssanguinasi
ekstremitas bawah bilateral dapat menyebabkan peningkatan
tekanan vena sentral dan tekanan darah arteri yang mungkin tidak
dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan ventrikel yang
tidak patuh dan disfungsi diastolik. Selama blok regional, nyeri
tourniquet secara bertahap dapat menjadi sangat parah pada
beberapa pasien dari waktu ke waktu sehingga mereka mungkin
memerlukan analgesia intravena tambahan yang substansial, jika
bukan anestesi umum, meskipun fakta bahwa blok tersebut
memadai untuk prosedur pembedahan. Bahkan selama anestesi
umum, stimulus berbahaya dari kompresi tourniquet sering
bermanifestasi sebagai peningkatan tekanan darah arteri rata-rata
secara bertahap.3
Kira-kira satu jam setelah inflasi manset. Tanda-tanda
aktivasi simpatis progresif termasuk hipertensi yang nyata,
takikardia, dan diaforesis. Kemungkinan nyeri tourniquet dan
hipertensi yang menyertainya dapat dipengaruhi oleh banyak

11
faktor, termasuk teknik anestesi (anestesi regional versus anestesi
umum), luasnya penyebaran dermatomal atau cakupan saraf perifer
dari blok anestesi regional, pilihan anestesi lokal dan dosis
(“densitas ” blok), dan suplementasi dengan adjuvant baik secara
intravena atau dalam kombinasi dengan larutan anestesi lokal bila
ada. Perubahan metabolik ini dapat menyebabkan peningkatan
ventilasi semenit pada pasien yang bernapas spontan dan, jarang,
aritmia. Iskemia yang diinduksi torniket pada ekstremitas bawah
dapat menyebabkan perkembangan trombosis vena dalam.3

c. Fat metabolic Syndrome


Beberapa derajat emboli lemak mungkin terjadi pada semua
fraktur tulang panjang. Sindrom ini juga dapat dilihat setelah
resusitasi kardiopulmoner, pemberian makan orang tua dengan
infus lipid, dan sedot lemak. Teori yang paling populer untuk
patogenesisnya menyatakan bahwa gumpalan lemak dilepaskan
oleh gangguan sel-sel lemak di tulang yang retak dan masuk ke
sirkulasi melalui robekan di pembuluh darah meduler. Sebuah teori
alternatif menyatakan bahwa gumpalan lemak adalah kilomikron
yang dihasilkan dari agregasi asam lemak bebas yang bersirkulasi
yang disebabkan oleh perubahan metabolisme asam lemak.
Terlepas dari sumbernya, peningkatan kadar asam lemak bebas
dapat memiliki efek toksik pada membran kapiler-alveolar yang
menyebabkan pelepasan amina vasoaktif dan prostaglandin dan
perkembangan sindrom gangguan pernapasan akut.3
Diagnosis sindrom emboli lemak disarankan oleh petekie di
dada, ekstremitas atas, aksila, dan konjungtiva. Gumpalan lemak
kadang-kadang dapat diamati di retina, urin, atau dahak. Kelainan
koagulasi seperti trombositopenia atau waktu pembekuan yang
berkepanjangan kadang-kadang hadir. Aktivitas lipase serum
mungkin meningkat tetapi tidak memprediksi keparahan penyakit.
Keterlibatan paru biasanya berkembang dari hipoksia ringan dan

12
radiografi dada normal menjadi hipoksia berat atau kegagalan
pernapasan dengan temuan radiografi kekeruhan paru difus.
Sebagian besar tanda dan gejala klasik sindrom emboli lemak
terjadi 1 sampai 3 hari setelah kejadian pencetus. Selama anestesi
umum, tanda-tanda mungkin termasuk penurunan ETCO2 dan
saturasi oksigen arteri dan peningkatan tekanan arteri pulmonalis.
Elektrokardiografi dapat menunjukkan perubahan segmen ST yang
tampak iskemik dan pola regangan jantung sisi kanan.3

d. Deep venous Trombosis dan thromboembolism


Trombosis vena dalam (DVT) dan emboli paru (PE) dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas setelah operasi ortopedi
pada panggul dan ekstremitas bawah. Faktor risiko termasuk
obesitas, usia lebih dari 60 tahun, prosedur yang berlangsung lebih
dari 30 menit, penggunaan tourniquet, fraktur ekstremitas bawah,
dan imobilisasi selama lebih dari 4 hari. Pasien dengan risiko
terbesar termasuk mereka yang menjalani operasi pinggul atau
penggantian lutut atau operasi besar untuk trauma ekstremitas
bawah. Pasien tersebut akan mengalami tingkat DVT 40% sampai
80% tanpa profilaksis. Insiden PE yang penting secara klinis
setelah operasi pinggul dalam beberapa penelitian dilaporkan
setinggi 20%, sedangkan PE yang fatal mungkin 1% hingga 3%.
Mekanisme patofisiologi yang mendasari termasuk stasis vena
dengan keadaan hiperkoagulasi akibat respon inflamasi lokal dan
sistemik terhadap pembedahan.3
Untuk pasien dengan peningkatan risiko DVT tetapi memiliki
risiko perdarahan "normal", heparin tak terpecah subkutan dosis
rendah (LUFH), warfarin, atau heparin berat molekul rendah
(LMWH) dapat digunakan sebagai tambahan profilaksis mekanis.
Anestesi neuraksial sendiri atau dikombinasikan dengan anestesi
umum dapat mengurangi komplikasi tromboemboli melalui
beberapa mekanisme, termasuk peningkatan aliran darah vena

13
ekstremitas bawah yang diinduksi oleh simpatektomi, efek
antiinflamasi sistemik dari anestesi lokal, penurunan reaktivitas
trombosit, peningkatan faktor VIII dan von Willebrand
pascaoperasi yang dilemahkan, penurunan antitrombin III pasca
operasi yang dilemahkan, dan perubahan pelepasan hormon stres.3

2) Managemen intraoperatif
Penggunaan alat bantu nafas menjadi pertimbangan selama fase
intraoperatif. Kestabilan hemodinamik tiap pasien harus dipantau
selama fase intraoperatif. Oksigenasi pada pasien sebagai volume gas
inspirasi dengan observasi dari warna kulit pasien. Monitoring volume
expired karbon dioksida, penghitungan volume respirasi, observasi
tanda-tanda pengangkatan dinding dada, pergerakan kantong resevoir
dan suara nafas. Selain itu dilakukan memantau tekanan darah tiap 5
menit, pemantauan nadi pasien dan observasi dari auskultasi suara
jantung.
Pulse oximetry dapat membantu mendeteksi kadar oksigen dalam
tubuh. penggunaan elektrokardiogram untuk memantau aktivitas
elektrik jantung. Untuk mendeteksi apakah terjadi kelainan infark.
Hipotermia harus dihindari dalam semua kasus, tetapi terutama kasus
trauma sekunder akibat gangguan koagulasi, aritmia jantung, diuresis
yang tidak tepat, metabolisme obat yang tertunda, dan peningkatan
risiko infeksi yang disebabkan oleh hipotermia yang berkepanjangan.
Output urin adalah alat tradisional yang digunakan untuk memandu
resusitasi cairan pada pasien trauma. Output adalah cerminan dari
perfusi organ. Kira-kira 0,5 mL/kg/jam diinginkan untuk urin
produksi. Semua pasien trauma harus dikateterisasi untuk evaluasi
keluaran urin yang akurat. Jika ada kekhawatiran cedera kandung
kemih yang signifikan dari trauma, ahli urologi harus berkonsultasi.

3) Managemen post operatif

14
Pada managemen post operatif, dilakukan perencanaan untuk
mengendalikan komplikasi yang sesuai standar dan efisien secepat
mungkin.
Post operative Nausea dan Vomitting (PONV) adalah komplikasi
tersering pasca operasi. Penggunaan kombinasi agen seperti
ondansetron, dexametason, dan droperidone memiliki efek efikasi
yang lebih baik dibandingkan monoterapi. Selain itu penggunaan
opioid juga membantu menurunkan PONV.
Manajemen nyeri dapat menggunakan beberapa teknik yang
menggunakan kombinasi dari obat opioid dan NSAID. Obat-obatan
NSAID berguna untuk perawatan rawat jalan. Enzim cyclooksigenase
dapat sebagai anti nyeri dan juga prototrombik.3

2.3. Manajemen Jalan Nafas


Penilaian jalan nafas pra-anestesi wajib dilakukan sebelum prosedur
anestesi, penilaian meliputi:
 Pembukaan mulut, mengukur jarak antar gigi seri, dengan ukuran
yang diinginkan adalah 3 jari,
 Kalasifikasi malampati, untuk mengetahui ukuran pada lidah dan oral
cavity.
 Jarak tyromental, jarak antara mentum (dagu) dan tiroid superior.
 Lingkar leher, ukurannya lebih dari 17 inci terkait dengan kesulitan
dalam visualisasi pembukaan glotis.

15
Gambar 2.3 Mallampati score3

2.4. Laryngeal Mask Airway


Laryngeal mask airway (LMA) terdiri dari tabung lebar yang ujung
proksimalnya terhubung ke sirkuit pernapasan dengan konektor standar
15 mm, dan ujung distalnya dipasang ke manset elips yang dapat dipompa
melalui tabung pilot. Manset yang kempes dilumasi dan dimasukkan
secara cepat ke dalam hipofaring sehingga, setelah dipompa, manset
membentuk segel bertekanan rendah di sekitar pintu masuk ke laring.
LMA tersedia dalam berbagai ukuran 3
LMA memberikan alternatif ventilasi melalui masker wajah atau
ETT. Kontraindikasi relatif untuk LMA termasuk pasien dengan patologi
faring (misalnya, abses), obstruksi faring, risiko aspirasi (misalnya,
kehamilan, hernia hiatus), atau kepatuhan paru yang rendah (misalnya,
saluran udara restriktif). Penyakityang membutuhkan tekanan inspirasi
puncak lebih besar dari 30 cm H2 O. LMA mungkin berhubungan dengan
bronkospasme yang lebih jarang daripada ETT. Meskipun bukan
pengganti intubasiendotrakeal, LMA telah terbukti sangat membantu
sebagai tindakan penyelamatan jiwa, sementara pada pasien dengan jalan
napas yang sulit (mereka yang tidak dapat dipasangi masker atau
diintubasi) karena kemudahan pemasangannya dan tingkat keberhasilan
yang relatif tinggi.3

16
Gambar 2.4 Teknik Pemasangan LMA3

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi
Nama : Tn.S Bin D
No RM : 62.11.31
Tanggal lahir : 5 Sepetember 1965
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Tanggal MRS : 10 April 2022

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis) tanggal 11 April 2022


3.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang dengan tangan kiri robek karena terkena gerinda dan
merasa nyeri

3.2.1 Riwayat Perjalanan Penyakit :


Tn. S usia 57 tahun datang ke IGD RSUD Palembang Bari merasakan
nyeri pada tangan kiri yang luka. Luka tersebut dikarenakan terkena
gerinda saat bekerja.
Riwayat penurunan kesadaran, maupun kelemahan anggota gerak
disangkal, riwayat bengkak pada tungkai bawah disangkal, riwayat sesak
maupun nyeri dada saat aktifitas disangkal, riwayat terbangun pada malam
hari karena sesak nafas disangkal.

3.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat alergi makanan disangkal
2. Riwayat asma disangkal
3. Riwayat operasi disangkal
4. Riwayat alergi obat disangkal
5. Riwayat hipertensi disangkal

18
6. Riwayat diabetes mellitus disangkal
7. Riwayat anestesi disangkal

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat alergi makanan disangkal
2. Riwayat asma disangkal
3. Riwayat operasi disangkal
4. Riwayat alergi obat disangkal
5. Riwayat hipertensi disangkal
6. Riwayat diabetes mellitus disangkal
7. Riwayat anestesi disangkal

3.2.5 Riwayat Pengobatan


Tidak mengkonsumsi obat-obatan

3.3 Keadaan Pra Anestesi


Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
BB : 70 kg
PB : 167 cm
TD : 130/80mmHg
Pernafasan : 24x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 38,6℃
Airway
- Clear, tidak ada sumbatan jalan nafas
- Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
- Respiratory Rate (RR) : 24x/menit
- Penilaian LEMON
L (Look) : trauma fasialis (-)
E (Evaluation) : Buka mulut. Jarak antar gigi incisivus >3jari
Jarak hyoid mental >3 jari

19
Jarak thyromental >2 jari
M (mallampati Score): 1
O (Obstruction) : Tidak terdapat sumbatan.
N (Neck Mobility) : mobilitas maksimal
Breathing
- Suara napas vesikuler
- Tidak ada retraksi iga
- Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan
Circulation
- Akral hangat, tidak pucat, kering.
- Heart Rate (HR) 110 kali/menit, tegangan volume kuat dan cepat.
- Capillarity refill time (CRT) < 2 detik
- Konjungtiva tidak anemis.
Disability : GCS 15 (E:4 V:5 M: 6).
Exposure : Pasien diselimuti

3.1 Pemeriksaan Khusus


Kulit :Dalam batas normal
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak
pucat.
Leher:
Dalam batas normal

Thoraks:
Cor:
I: ictuscordis tidak tampak
P: ictuscordis teraba normal di ICS V MCL Sinistra
P: batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL
sinistra

20
A: BJ I dan II normal
Pulmo:
I: Simetris, tidak ada retraksi, tidak ada ketertinggalan gerak
P: Fremitus raba normal
P: Sonor
A: Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Abdomen:
Datar, BU (+) meningkat, Nyeri tekan (-).
Ekstremitas:
Superior : pada tangan kiri terdapat luka robek, nyeri (+), edema (-/+),
kemerahan (-/+)
Inferior :Akral hangat, edema (-).

3.2 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Kesan
Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 14,5 g/dl 14.0 – 16.0 Normal
Eritrosit 4,75 10*6/ul 4.5-5.5 Normal
Hematokrit 43 % 42.0 – 52.0 Normal
Jumlah Trombosit 285 10^3/ul 150 – 400 Normal
Jumlah Leukosit 9,6 10^3/ul 5 – 10.0 Normal
Hitung Jenis
Eosinofil 2 % 1–3 Normal
Basofil 0 % 0–1 Normal
Batang 6 % 2-6 Normal
Segmen 52 % 50-70 Normal
Limfosit 28 % 20.0 – 50.0 Normal
Monosit 12 % 2–8 Normal
Kimia Darah
Gula Darah 119 mg/dl <180 Normal

21
Sewaktu
Hemostatis
Masa Pendarahan 2 Menit 1-6 Normal
(BT)
Masa Pembekuan 11 Menit 10-15 Normal
(CT)

b. Pemeriksaan Rontgen Manus Sinistra

Interpretasi :
Fraktur phalanges proximal 1/3 distal digiti II sd V dan phalanx
medius digiti V manus kiri.

Resume

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang diatas,


maka :
 Diagnosis klinis :
 Diagnosis Anestesi: ASA II
 Rencana operasi : ORIF
 Rencana Anestesi : Anestesi umum dengan LMA

22
3.7 Laporan anestesi durante operasi (Catatan Anestesi)
Mulai anestesi : 11 April 2022, pukul 14:30 WIB
Lama anestesi : 60 menit
Lama operasi : 60 menit

3.7.1 Status Fisik ASA


ASA I

3.7.2 Penyulit Pranastesi


Tidak ada

3.7.1 Ceklist Sebelum Induksi


- Izin operasi :+
- Cek mesin anestesi :+
- Check suction unit :+
- Persiapan obat-obatan : +

3.7.2 Teknik Anestesi


Anestesi umum dengan LMA

3.7.3 Monitoring
SpO2 :+
TD :+
HR :+

3.7.4 Posisi Pasien


Supine

3.7.5 Induksi
Intravena :
- Propofol 2-2,5 mg/kgbb : 2 x 70kg = 140 mg. sediaan propofol 1
amp = 20ml, 200mg/20 ml. Pada pasien diberikan 14 ml.

23
- Fentanyl 2-50 mcg/kgBB : 2x70kg = 140 mcg. Sediaan fentanyl 1
amp = 2 cc, 100 mcg/ 2 cc. Pada pasien diberikan 2,4 ml.
- Atracurium 0,5 mg/kgBB : 0,5x70 = 35 mg. 1 amp = 50 mg/ 5cc.
pada pasien diberikan 3,5 ml.
- Tramadol 30-60 mg/kgbb : 30x70 = 2100mg. 1 amp = 50mg/2ml
- Dexametashone 0,75-9mg/kgbb : 1mgx70 = 70mg 1 amp =
50mg/2ml. pada pasien diberikan 2,5ml
- Ketorolac trometheradin 1 amp = 30mg/ml. Pada pasien diberikan
1ml

Inhalasi : sevoflurane 2%

3.8 Post Operasi


Selesai operasi pasien sudah sadar kemudian pasien dipindahkan ke bangsal b
edah
3.8.1 ADLRETE Score : 10
1. Sirkulasi :2
2. Kesadaran :2
3. Oksigenasi :2
4. Warna Kulit :2
5. Aktivitas :2
* Score min 8 boleh pindah ruangan

3.8.2 Intruksi Pasca Bedah


Bila kesakitan : Sesuai instruksi dokter
Bila mual/muntah : Sesuai instruksi dokter
Antibiotik : Sesuai instruksi dokter
Obat-obatan lain : Sesuai instruksi dokter
Infus : Sesuai instruksi dokter
Minum : Sesuai instruksi dokter
Pemantauan Tanda Vital dan GCS: Tiap 60 menit selama 24 jam.

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 57 tahun datang ke IGD RSUD Palembang Bari


merasakan nyeri pada tangan kiri yang luka. Luka tersebut dikarenakan terkena
gerinda saat bekerja. Pada pemeriksaan didapatkan jalan nafas bersih, pasien sadar
penuh, tanda tanda vital dalam keadaan baik. pada tangan kiri terdapat luka robek,
nyeri (+). Sebelum dilakukan tindakan operasi, Preoperatif dilakukan terlebih
dahulu dan didapatkan kondisi pasien baik dengan skor American Society of
Anesthesiologist (ASA) I yaitu pada Tn. S yaitu pasien normal dan sehat serta
tidak mengalami gangguan sistemik ringan/berat.
Prosedur anestesi yang dilakukan pada pasien ini adalah general anestesi.
Pada kasus ini pasien diberikan berupa Ondansetrone 4 mg. Ondansetrone
merupakan antagonis selektif reseptor 5-HT3 memiliki sifat antiemetic kuat yang
diperantarai sebagian melalui blockade reseptor 5-HT3 sentral di pusat muntah.
Pada Tn. S diberikan ondansetron untuk mencegah mual dan muntah dimana pada
postoperasi dengan anestesi general keluhan tersebut seringkali ada. Dosis yang
diberikan adalah 4 mg dimana sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa dosis
ondansetrone 4 – 8 mg yang berguna sebagai postdischarge mual dan muntah.2
Kemudian pasien diberikan obat yaitu propofol 2 mg/kgbb dengan BB 70 kg
yaitu menjadi 140 mg atau 14 cc. Dosis yang diberikan sesuai dengan teori yang
menjelaskan bahwa dosis induksi propofol dengan rute intravena yaitu 2 - 2,5
mg/kg. Propofol merupakan salah satu induksi anestesi general yang membuat
efek sedasi yang dalam. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan
oleh GABA, meningkatkan afinitas ikatan dari GABA ke reseptor GABA A untuk
mengaktivasi membrane hiperpolarisasi, menurunkan tekanan arterial darah,
preload, dan kontraktilitas jantung, Propofol juga merupakan depressant
respiratori, anticolvunsant, menurunkan tekanan intraocular. Pada Tn.S diberikan
propofol karena ingin memberikan efek sedatif yang berkaitan dengan anestesi
general.
Pasien juga diberikan fentanyl 2 mcg/kgbb dengan BB 70 kg yaitu menjadi
140 mcg atau 2,4 cc. Dosis yang diberikan sesuai dengan teori yang menjelaskan

25
bahwa dosis anestesi intraoperative fentanyl dengan rute intravena yaitu 2 – 50
mcg/kg. Fentanyl termasuk ke dalam agen analgesic opioid.Agen tersebut
menghambat kanal kalsium dan mengaktivasi kanal potassium.Opioid juga
memberikan efek sedasi. Opioid juga memberikan efek pada system saraf pusat. 3
Pada Tn. S diberikan sebagai pengobatan nyeri atau analgesic.
Pasien juga diberikan atracurium 0,5 mg/kgbb dengan BB 70 kg yaitu
menjadi 35 mg atau 3,5 cc. Dosis yang diberikan sesuai dengan teori yang
menjelaskan bahwa dosis intubasi atracurium yaitu 0,5 mg/kg. Atracurium
termasuk dalam agen blok neuromuscular. Agen blok neuromuscular (relaksan
otot) menyebabkan otot skeletal berelaksasi. Atracurium memberikan efek
relaksan pada otot guna mempermudah intubasi.3
Pasien juga diberikan tramadol 2ml, dexametason 30-60mg/kgbb dengan
0,75-9mg/kgbb : 1mgx70 = 70mg 1 amp = 50mg/1ml. pada pasien diberikan 2ml.
Pasien juga diberikan ketorolac dengan BB 70 kg yaitu menjadi 210mg atau 7cc. .
Dosis yang diberikan sesuai dengan teori.3
Pasien juga diberikan gas inhalasi sevoflurane 2%. Dimana sesuai dengan
teori yaitu MAC (Minimum Alveolar Concentration) adalahkonsentrasi alveolar
yang mencegah pergerakan pada 50% pasien sebagai respons terhadap stimulus
standar (mis., Insisi bedah). MAC adalah ukuran yang berguna karena
mencerminkan tekanan parsial otak, Memungkinkan perbandingan potensi antar
agen, dan memberikan standar untuk evaluasi eksperimental. Meskipun demikian,
itu harus diingat bahwa ini adalah nilai median dengan kegunaan terbatas dalam
menangani pasien individu, terutama selama konsentrasi alveolar berubah dengan
cepat (misalnya, induksi dan emergensi).3

26
Sevoflurane termasuk dalam agen inhalasi yang berguna untuk
memperdalam efek sedasi.Agen inhalasi berinteraksi dengan banyak ion saluran
di SSP dan sistem saraf perifer.Nitrous oksida dan xenon dipercaya dapat
menghambatN-methyl-D-aspartate (NMDA) reseptor.NMDA reseptor adalah
reseptor rangsang di otak.Agen inhalasi lainnya mungkin berinteraksi di reseptor
lain (misalnya, ide-asam aminobutirat [GABA] -klorida aktif konduktansi saluran)
yang mengarah ke efek anestesi. Selain itu, beberapa penelitian menyarankan
bahwa agen inhalasi terus bertindak dengan cara nonspesifik, dengan demikian
mempengaruhi lapisan ganda membran. Mungkin saja anestesi inhalasi bekerja
beberapa reseptor protein yang memblokir saluran rangsang dan mempromosikan
aktivitas saluran penghambatan yang mempengaruhi aktivitas neuronal, serta oleh
beberapa efek membran nonspesifik.3

Cairan intraoperatif yang digunakan adalah sebagai berikut:


IWL: Jenis operasi (ringan) x BB
= 2 x 70 kg
= 140 cc
Maintenance: 4 x 10 = 40
2 x 10 = 20

27
1 x 50 = 50
----------------+
110 cc
Puasa : jam operatif:
1 jam pertama: ½ puasa + maintenance + IWL
= ½ x 400 + 110+ 140
= 450 cc
1 jam selanjutnya: 1/4 puasa + maintenance + IWL
= 1/4 x 400 + 110+ 140
=350 cc
Pada saat pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pemulihan (Recovery
Room) untuk diawasi secara lengkap dan baik. Hingga kondisi penderita stabil,
penderita kemudian dibawa ke bangsal untuk perawatan selanjutnya.

28
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan penjelasan yang telah diaparkan


adalah pada pasien fraktur phalang dapat dilakukan tindakan bedah ORIF dengan
pemilihan anestesi menggunakan teknik general anestesi dengan pemakaian
propofol, fentanyl, atracurium, tramadol, ketorolac, dexametason dan premedikasi
berupa ondansetron.Setelah selesai dilakukan anestesi, pasien diobservasi untuk
pemindahan ruangan menjadi ruang pemulihan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. McDaniel DJ, Rehman UH. Phalanx Fractures of the Hand. [Updated 2021
Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing,
2021 Jan-. Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
books/NBK557625/#_NBK557625_pubdet_
2. Drake, RL., Vogl, W., MitchelA.W.M. Grays Anatomy: Anatomy of the
Human Body. Elsevier; 2014
3. Butterworth, J. F., Mackey, D C., dan Wasnick, D J. 2018. Morgan &
Mikhail’s Clinical Anesthesiology Edisi 6. United State: Mc.Graw-Hill..

30

Anda mungkin juga menyukai