Anda di halaman 1dari 53

Laporan Kasus

MANAJEMEN MASSA INTRA ORAL

Oleh :
Retno Aqilah Fatma Pertiwi, S.Ked
NIM :712020063

Pembimbing :
dr.Rizky Noviyanti Dani, Sp.An

DEPARTEMEN ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul:


MANAJEMEN MASSA INTRA ORAL

Oleh:
Retno Aqilah Fatma Pertiwi, S.Ked
71 2020 063

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik
senior di bagian ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Mei 2021


Pembimbing

dr. Rizky N Dani, Sp. An

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Manajemen Massa Intra Oral” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di bagian ilmu Anestesiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI. Shalawat teriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita
Nabi Muhammad S.AW. beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian tugas ini, penulis banyak
mendapat bantuan, bimbingan dan saran, sehingga pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. dr. Rizky Noviyanti Dani, Sp.An selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
menyelesaikan laporan kasus.
2. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI yang telah membantu
dalam usaha memperoleh data yang saya butuhkan.
Akhir kata, semoga Allah S.W.T memberikan balasan pahala atas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu dan semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.

Palembang, Mei 2021

Penulis

DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plunging Ranula.....................................................................................2

2.1.1 Definisi ........................................................................................2

2.1.1 Etiologi .........................................................................................2

2.1.3 Epidemiologi.................................................................................2

2.1.4 Patofisiologi..................................................................................2

2.1.5 Gambaran Kliniik..........................................................................3

2.1.6 Evaluasi.........................................................................................3
2.1.7 Tatalaksana ...................................................................................4
2.1.8 Komplikasi ....................................................................................4
2.1 General Anestesi .................................................................................5

2.1.1 Anestesi Intravena.........................................................................5

2.1.1 Anestesi Inhalasi............................................................................8

2.1.3 Agen Pemblokir Neuromuskular...................................................11


2.1.4Agen Analgesil ..............................................................................12
2.1.5 Pengelolaan Airway rutin ..............................................................13
2.1.6 Prosedur Bedah Oral .....................................................................14
BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................21
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ranula adalah mukokel yang berasal dari kelenjar ludah utama dan
terjadi di dasar mulut. Seperti mukokel, lesi ini juga memiliki dua jenis:
ranula oral dan ranula serviks / terjun. Sedangkan ranula oral terbentuk
karena kebocoran dan penumpukan sekresi kelenjar ludah utama di atas otot
mylohyoid, ranula serviks / plunging dihasilkan dari kumpulan lendir di
sepanjang bidang fasia leher.1
Ranulas memiliki frekuensi 0,2 kasus per 1000 orang. Lesi ini juga
menjadi predileksi remaja dan dewasa muda. Asal mula ranula mirip dengan
mukokel dengan trauma pada saluran ekskretoris dari kelenjar saliva sebagai
penyebab utama dan penyumbatan saluran (sialolith atau sumbat lendir)
sebagai penyebab yang lebih jarang. Salah satu tatalaksana pada pasien
plunging ranula adalah dengan tindakan eksisi bedah. Tindakan anastesi yang
digunakan yaitu general anesthesia dengan melakukan intubasi. 1
General Anestesi adalah perubahan keadaan fisiologis yang ditandai
dengan reversibel kehilangan kesadaran, analgesia, amnesia, dan beberapa
derajat relaksasi otot. Perjalanan anestesi umum dapat dibagi menjadi tiga
fase: (1)induksi, (2) pemeliharaan, dan (3) emergensi. General anestesi
dipertahankan dengan teknik anestesi intravena total (TIVA), dan teknik
inhalasi, atau kombinasi keduanya. 2
Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk membahas
mengenai manajemen anestesi pada pasien plunging ranula dengan
pembedahan eksisi.

PAGE \* MERGEFORMAT 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plunging Ranula


2.1.1 Definisi
Ranula adalah mukokel yang berasal dari kelenjar ludah utama dan
terjadi di dasar mulut. Seperti mukokel, lesi ini juga memiliki dua jenis:
ranula oral dan ranula serviks / terjun. Sedangkan ranula oral terbentuk
karena kebocoran dan penumpukan sekresi kelenjar ludah utama di atas otot
mylohyoid, ranula serviks / plunging dihasilkan dari kumpulan lendir di
sepanjang bidang fasia leher.1

2.1.2 Etiologi
Asal mula ranula mirip dengan mukokel dengan trauma pada saluran
ekskretoris dari kelenjar ludah utama sebagai penyebab utama dan
penyumbatan saluran (sialolith atau sumbat lendir) sebagai penyebab yang
lebih jarang. Penyebab lain yang menyebabkan pembentukan ranulas
termasuk peradangan kronis (sarkoidosis dan sindrom Sjogren) atau infeksi
(HIV) dengan jaringan parut periduktal, hipoplasia duktal, stenosis duktal,
agenesis duktal, dan neoplasia. Variasi anatomis dalam sistem duktus kelenjar
sublingual dapat meningkatkan risiko pengembangan ranula. Risiko
tampaknya meningkat ketika duktus Bartholin terhubung dan bermuara ke
duktus Wharton. 1

2.1.3 Epidemiologi
Ranulas memiliki frekuensi 0,2 kasus per 1000 orang. Lesi ini juga
menjadi predileksi remaja dan dewasa muda. 1

2.1.4 Patofisiologi
Bagian dalam dari bibir bawah, sering mengalami trauma seperti
menggigit bibir, adalah tempat yang umum untuk perkembangan mukokel.
Namun, mereka bisa berkembang di mana saja di rongga mulut. Untuk
ranula, dasar mulut adalah tempat yang paling umum untuk berkembang.

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Meskipun kelenjar sublingual menimbulkan sebagian besar ranula (90%),
kelenjar sublingual dapat muncul dari kelenjar submandibular dalam kasus
yang jarang terjadi. Patologi utama yang melatarbelakangi pembentukan
ranula adalah terganggunya aliran sekresi kelenjar ludah. Trauma adalah
penyebab tersering, setelah lendir keluar dan menumpuk di jaringan
sekitarnya. Cara lain yang mengarah pada perkembangan lesi ini adalah
penyumbatan saluran ekskretoris kelenjar ludah sekunder akibat sialolith,
jaringan parut periduktal atau fibrosis, tumor. 1

2.1.5 Gambaran Klinik


Pasien dengan ranula oral kebanyakan datang dengan pembengkakan
tanpa rasa sakit di dasar mulut. Pembengkakan ini dapat mengganggu
kemampuan bicara, menelan, pengunyahan, dan bahkan pernapasan karena
menggeser lidah ke arah atas dan medial. Kadang-kadang, lidah dapat
menekan lesi, mengganggu aliran air liur, sehingga menyebabkan tanda dan
gejala kelenjar ludah obstruktif (nyeri saat makan atau mengunyah). 1
Ranula oral, di sisi lain, muncul sebagai pembengkakan besar, kistik,
transparan hingga biru di dasar mulut yang menyerupai perut katak. [13]
Seperti mukokel, mereka memiliki konsistensi yang lembut dan tidak
memucat saat dikompresi. Ranula serviks atau ranula terjun muncul sebagai
massa yang tidak bergejala, bergerak, berfluktuasi, dan membesar di leher,
memiliki konsistensi yang lembut. Seperti ranula oral, kebanyakan terjadi
secara sepihak tetapi mungkin melewati garis tengah. 1

2.1.6 Evaluasi
 Ultrasonografi:Di tangan ahli, ultrasonografi resolusi tinggi dapat
mendeteksi batu, abses, dan kista, dan bahkan dapat menilai
dengan tepat hingga 90% tumor jinak versus tumor ganas. Namun,
lesi vaskular memerlukan pencitraan doppler warna untuk evaluasi
mereka. 1
 CT dan MRI:Mereka jarang diperlukan, kecuali jika ada ranula
terjun atau serviks yang besar yang telah menembus kerusakan
pada otot mylohyoid. Juga, mereka membantu dalam menentukan

PAGE \* MERGEFORMAT 28
tingkat pembengkakan, yang penting untuk diketahui sebelum
melanjutkan ke operasi. 1
 Biopsi:Diperlukan pembedaan antara penyakit jinak dan ganas. 1

2.1.7 Tatalaksana

 Eksisi Bedah:Ranula mulut dan serviks dapat diobati secara efektif


dengan pendekatan ini yang melibatkan pengangkatan lesi
bersama dengan kelenjar ludah mayor terkait dengan tingkat
kekambuhan yang tidak signifikan. 1
 Marsupialisasi: Beberapa penyedia lebih menyukainya sebelum
memulai operasi pengangkatan. Seluruh pseudokista dibungkus
dengan kain kasa selama 7-10 hari. Hal ini memungkinkan re-
epitelisasi rongga dan juga menutup situs kebocoran. Selain itu
juga memicu reaksi benda asing yang menyebabkan fibrosis dan
atrofi asini yang menyinggung. Jika marsupialisasi gagal
menghilangkan penyakit, maka eksisi bedah adalah pengobatan
pilihan berikutnya. 1
 Laser Ablation, Cryosurgery, dan Electrocautery: Ini juga telah
digunakan untuk pengobatan ranula yang lebih kecil baik sendiri
atau sebelum marsupialisasi. Injeksi Intralesional dari Agen
Sclerosant. 1

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi mukokel dan ranula meliputi: 1
1. Infeksi
2. Pecah dan reformasi
3. Disfagia jika ranula besar
Komplikasi bedah yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 1
Intraoperatif
1. Pendarahan
2. Kerusakan saluran wharton menyebabkan stenosis, dan sialadenitis
obstruktif

PAGE \* MERGEFORMAT 28
3. Cedera pada saraf lingual menyebabkan paresthesia sementara atau
permanen
4. Saraf wajah marginal cabang mandibula penyebab kerusakan
paresthesia
Pasca operasi
1. Hematoma
2. Infeksi
3. Dehiscence lukanya
Sekitar setengah dari ranula yang terjun atau serviks muncul sebagai
akibat dari kegagalan untuk mengeluarkan ranula oral sepenuhnya. Ranula
yang menukik ini dapat membesar dan mengakibatkan gangguan pernapasan
atau mediastinitis akut, komplikasi yang mengancam jiwa. 1

2.2 General Anesthesia


2.2.1 Klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology)3
Klasifikasi Definisi Contoh Dewasa, Contoh Pediatri, Contoh
ASA Termasuk, tapi Termasuk tapi Kebidanan,
tidak Terbatas tidak Terbatas Termasuk
pada: pada: Tapi tidak
terbatas pada:
ASA I Normal, Sehat, Tidak Sehat, BMI
sehat merokok, tidak normal
alkohol
ASA II Pasien Penyakit ringan Asimtomatik Kehamilan
dengan saja tanpa batasan disritmia, normal, HTN
penyakit substantif epilepsi, DM, kehamilan
sistemik fungsiona. BMI abnormal terkontrol,
ringan perokok, sosial persentil untuk kehamilan
peminum alkohol, usia, bawaan yang dikontrol
kehamilan, penyakit diet DM
obesitas, DM & jantung,
HTN terkontrol preeklamsia
terkontrol, asma
tanpa eksaserbas
ASA III Pasien Substantif Kelainan Preeklamsia
dengan fungsional ada bawaan jantung, dengan berat
penyakit batasan; Satu atau asma dengan fitur, DM
sistemik lebih penyakit eksaserbasi, gestasional
berat parah. Tidak tidak terkontrol dengan
terkontrol dengan dengan baik komplikasi

PAGE \* MERGEFORMAT 28
baik DM atau epilepsi, insulin atau
HTN, COPD, tergantung kebutuhan
tidak sehat diabetes insulin tinggi,
obesitas (BMI mellitus, penyakit
≥40), hepatitis obesitas, trombofilik
aktif, alkohol malnutrisi membutuhkan
ketergantungan antikoagulasi
atau
penyalahgunaan,
ditanamkan alat
pacu jantung,
moderat
pengurangan
fraksi ejeksi
ASA IV Pasien Terbaru (< 3 Sepsis, hipoksia, Preeklamsia
dengan bulan), MI, CVA, berat
penyakit TIA,
sistemik
berat yang
menganca
m jiwa
ASA V Pasien Aneurisma, Perdarahan
yang tidak perdarahan intracranial,
bisa intracranial, kegagalan multi
diharapka organ
n untuk
bertahan
tanpa
operasi.
ASA VI Pasien
mati otak.

2.2.2 Anestesi Intravena2


Anestesi umum dimulai dengan agen inhalasi eter, nitrous oxide, dan
kloroform, tetapi dalam praktik saat ini, anestesi dapat diinduksi dan
dipertahankan dengan obat yang masuk ke pasien melalui berbagai jalur. Pra
operasi atau sedasi prosedural biasanya dilakukan dengan cara oral atau
intravena rute. Induksi anestesi umum biasanya dilakukan dengan inhalasi
atau pemberian obat intravena. Alternatifnya, anestesi umum bisa diinduksi
dan dipertahankan dengan injeksi ketamin intramuskular. Umum anestesi
dipertahankan dengan teknik anestesi intravena total (TIVA), dan teknik
inhalasi, atau kombinasi keduanya. Bab ini berfokus pada agen suntik yang

PAGE \* MERGEFORMAT 28
digunakan untuk menghasilkan narkosis (tidur), termasuk barbiturat,
benzodiazepin, ketamin, etomidat, propofol, dan dexmedetomidine. 2
 Barbiturates
Barbiturat menekan sistem pengaktifan retikuler di batang
otak, yang mengontrol kesadaran. Mekanisme kerja utama mereka
diyakini melalui pengikatan pada reseptor γ-aminobutyric acid
type A (GABAA). Barbiturat mempotensiasi aksi GABA dalam
meningkatkan durasi bukaan saluran ion khusus klorida. 2

 Benzodiazepin
Benzodiazepin mengikat set reseptor yang sama di sistem
saraf pusat seperti barbiturat tetapi mengikat ke situs yang
berbeda. Benzodiazepine mengikat gabaa reseptor meningkatkan
frekuensi bukaan ion klorida terkait saluran. Pengikatan reseptor
benzodiazepine oleh agonis memfasilitasi pengikatan gaba ke
reseptornya. Flumazenil (imidazobenzodiazepine) adalah spesifik
benzodiazepine-reseptor antagonis yang efektif membalikkan
sebagian besar pusat efek sistem saraf dari benzodiazepin. 2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
 Ketamine
Ketamine memiliki banyak efek di seluruh sistem saraf
pusat, dan memang begitu diakui dengan baik untuk
menghambatN-methyl-D-aspartate (NMDA) saluran dan neuronal
saluran kationik yang diaktifkan hiperpolarisasi (HCN1). Namun
demikian, tepatnya bagaimana ketamin menghasilkan anestesi atau
analgesia masih kontroversial. Ketamine secara fungsional
"memisahkan" impuls sensorik dari korteks limbik (yang terlibat
dengan kesadaran sensasi). Secara klinis, keadaan ini anestesi
disosiatif dapat menyebabkan pasien tampak sadar (misalnya,
mata membuka, menelan, kontraktur otot) tetapi tidak dapat
memproses atau merespons masukan sensorik. Ketamin mungkin
memiliki tindakan tambahan pada analgesik endogen jalur.
Ketamine memiliki efek pada suasana hati, dan infus agen ini
sekarang sedang digunakan banyak digunakan untuk mengobati
depresi berat yang resistan terhadap pengobatan, terutama bila
pasien memiliki keinginan untuk bunuh diri. Ketamin dosis kecil
juga sedang digunakan untuk melengkapi anestesi umum dan
untuk mengurangi kebutuhan opioid keduanya selama dan setelah
prosedur pembedahan. Ketamin dosis rendah memiliki infus telah
digunakan untuk analgesia pada pasien pasca operasi dan orang
lain yang refrakter pendekatan analgesik konvensional. Ketamine
telah diidentifikasi oleh WHO sebagai agen kunci yang
diperlukan. 2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
 Propofol
Induksi propofol pada anestesi umum mungkin melibatkan
fasilitasi penghambatan neurotransmisi dimediasi oleh pengikatan
reseptor GABAA. Propofol secara alosterik meningkatkan afinitas
pengikatan GABA untuk reseptor GABAA. Reseptor ini, sebagai
sebelumnya dicatat, digabungkan ke saluran klorida, dan aktivasi
reseptor menyebabkan hiperpolarisasi membran saraf. Propofol
(seperti umumnya anestesi) mengikat beberapa saluran ion dan
reseptor. Tindakan propofol tidak dibalik oleh antagonis
benzodiazepine spesifik flumazenil. 2
 Deksedetomidin
Dexmedetomidine adalah agonis α2-adrenergik yang dapat
digunakan untuk anxiolysis, sedasi, dan analgesia. Ini juga telah
digunakan dalam kombinasi dengan anestesi lokal untuk
memperpanjang blok regional. Agen ini dapat digunakan untuk
premedikasi melalui hidung (1–2 mcg / kg) atau oral (2,5–4 mcg /
kg) administrasi pada anak-anak di mana itu sangat
menguntungkan dibandingkan dengan midazolam oral. Paling
umum, dexmedetomidine digunakan untuk sedasi prosedural. 2

2.2.3 Anestesi Inhalasi


Nitrous oksida, kloroform, dan eter adalah umum pertama yang
diterima secara universal anestesi. Agen inhalasi saat ini banyak digunakan
secara klinis anestesiologi meliputi nitrous oxide, halotan, isoflurane,

PAGE \* MERGEFORMAT 28
desflurane, dan sevoflurane dll. Perjalanan anestesi umum dapat dibagi
menjadi tiga fase: (1)induksi, (2) pemeliharaan, dan (3) emergensi. Terutama
anestesi inhalasi halotan dan sevofluran, sangat berguna dalam induksi
pediatri pasien yang mungkin sulit untuk memulai jalur intravena. Meski
sudah dewasa biasanya diinduksi dengan agen intravena, nonpungency dan
onset cepat sevoflurane membuat induksi inhalasi menjadi praktis bagi
mereka juga. Terlepas dari usia pasien, anestesi sering dipertahankan dengan
agen inhalasi. Kemunculan tergantung terutama pada redistribusi agen dari
otak diikuti dengan eliminasi paru. 2
Anestesi umum adalah perubahan keadaan fisiologis yang ditandai
dengan reversibel kehilangan kesadaran, analgesia, amnesia, dan beberapa
derajat relaksasi otot. Banyaknya zat yang mampu menghasilkan anestesi
umum luar biasa: unsur lembam (xenon), senyawa anorganik sederhana
(dinitrogen oksida), hidrokarbon terhalogenasi (halotan), eter (isoflurane,
sevoflurane, desflurane), dan struktur organik kompleks (propofol dan
ketamine). Sebuah pemersatu teori yang menjelaskan tindakan anestesi harus
mengakomodasi keragaman ini struktur. Faktanya, berbagai agen mungkin
menghasilkan anestesi dengan cara berbeda set mekanisme molekuler. Agen
inhalasi berinteraksi dengan banyak ion saluran di SSP dan sistem saraf
perifer. Nitrous oksida dan xenon dipercaya dapat menghambatN-methyl-D-
aspartate (NMDA) reseptor. NMDA reseptor adalah reseptor rangsang di
otak. Agen inhalasi lainnya mungkin berinteraksi di reseptor lain (misalnya,
ide-asam aminobutirat [GABA] -klorida aktif konduktansi saluran) yang
mengarah ke efek anestesi. Selain itu, beberapa penelitian menyarankan
bahwa agen inhalasi terus bertindak dengan cara nonspesifik, dengan
demikian mempengaruhi lapisan ganda membran. Mungkin saja anestesi
inhalasi bekerja beberapa reseptor protein yang memblokir saluran rangsang
dan mempromosikan aktivitas saluran penghambatan yang mempengaruhi
aktivitas neuronal, serta oleh beberapa efek membran nonspesifik. 2
 Nitrous Oxide
Nitrous oxide (N2O) tidak berwarna dan pada dasarnya
tidak berbau. Meskipun tidak mudah meledak dan tidak mudah

PAGE \* MERGEFORMAT 28
terbakar, dinitrogen oksida memiliki kemampuan yang sama
dengan oksigen mendukung pembakaran. Berbeda dengan agen
volatil yang kuat, nitrous oxide adalah gas pada suhu kamar dan
tekanan sekitar. Itu bisa disimpan sebagai cairan di bawah tekanan
karena suhu kritisnya berada di atas suhu kamar. Nitrogen oksida
adalah obat bius yang relatif murah; Namun, kekhawatiran
tentangnya keselamatan telah menyebabkan minat berkelanjutan
pada alternatif seperti xenon.Seperti disebutkan sebelumnya,
nitrous oksida, seperti xenon, adalah antagonis reseptor NMDA. 2
 Halothane
Halotan adalah alkana terhalogenasi (lihat Tabel 8–3).
Ikatan karbon-fluorida bertanggung jawab atas sifatnya yang tidak
mudah terbakar dan tidak mudah meledak. Timol botol pengawet
dan berwarna kuning menghambat oksidatif spontan penguraian.
Ini jarang digunakan di Amerika Serikat. 2
 Isoflurane
Isoflurane adalah anestesi volatil yang tidak mudah
terbakar dengan bau halus yang menyengat. 2
 Desflurane
Struktur desflurane sangat mirip dengan isoflurane.
Nyatanya, satu-satunya perbedaannya adalah substitusi atom fluor
untuk atom klorin isoflurane. Perubahan "kecil" itu memiliki efek
yang sangat besar pada sifat fisik obat, namun misalnya karena
tekanan uap desfluran pada suhu 20 ° C adalah 681 mm Hg, di
dataran tinggi (misalnya, Denver, Colorado) mendidih pada suhu
kamar. Masalah ini mengharuskan pengembangan vaporizer
desflurane khusus. Selanjutnya, kelarutan desfluran yang rendah
dalam darah dan jaringan tubuh menyebabkan induksi dan
munculnya anestesi yang sangat cepat. Oleh karena itu, alveolar
konsentrasi desfluran mendekati konsentrasi inspirasi lebih banyak
cepat dibandingkan dengan agen volatil lainnya, membuat ahli
anestesi lebih ketat kontrol atas tingkat anestesi.Waktu bangun

PAGE \* MERGEFORMAT 28
kira-kira 50% lebih sedikit daripada yang diamati setelah
isoflurane. Hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi
darah / gas (0,42) yang bahkan lebih rendah dari pada nitrous
oxide (0.47). Meskipun desflurane kira-kira seperempatnya sama
kuatnya dengan volatile lainnya agen itu 17 kali lebih kuat dari
nitrous oksida. Tekanan uap tinggi, sebuah durasi aksi ultrashort,
dan potensi sedang adalah yang paling khas fitur desflurane. 2
 Sevoflurane
Seperti desflurane, sevoflurane dihalogenasi dengan fluor.
Sevoflurane kelarutan dalam darah sedikit lebih besar dari
desfluran (λb / g 0,65 berbanding 0,4. Nonpungency dan
peningkatan pesat dalam anestesi alveolar konsentrasi membuat
sevoflurane pilihan yang sangat baik untuk halus dan cepat induksi
inhalasi pada pasien anak dan dewasa. Faktanya, induksi inhalasi
dengan 4% sampai 8% sevoflurane dalam campuran 50% dari
nitrous oxide dan oksigen bisa dicapai dalam 1 menit. Demikian
juga, kelarutan darahnya yang rendah menyebabkan penurunan
drastis konsentrasi anestesi alveolar setelah penghentian dan yang
lebih cepat munculnya dibandingkan dengan isoflurane (meskipun
bukan debit sebelumnya dari unit perawatan postanesthesia).
Tekanan uap sederhana Sevoflurane memungkinkan penggunaan
vaporizer bypass variabel konvensional. 2
 Konsentrasi alveolar minimum (Minimum Alveolar Concentration)
Maknanya adalah konsentrasi alveolar yang mencegah pergerakan
pada 50% pasien sebagai respons terhadap stimulus standar (mis., Insisi
bedah). MAC adalah ukuran yang berguna karena mencerminkan tekanan
parsial otak, Memungkinkan perbandingan potensi antar agen, dan
memberikan standar untuk evaluasi Eksperimental. Meskipun demikian,
itu harus diingat bahwa ini adalah nilai median dengan kegunaan terbatas
dalam menangani pasien individu, terutama selama konsentrasi alveolar
berubah dengan cepat (misalnya, induksi dan emergensi).2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
2.2.4 Agen Pemblokir Neuromuskuler
Relaksasi otot rangka dapat diproduksi dengan anestesi inhalasi yang
dalam, blok saraf regional, atau agen penghambat neuromuskuler (biasa
disebut pelemas otot). Pada tahun 1942, Harold Griffith menerbitkan hasil
penelitian menggunakan ekstrak curare (racun panah Amerika Selatan)
selama anestesi. Setelah pengenalan suksinilkolin sebagai "pendekatan baru
untuk relaksasi otot," agen ini dengan cepat menjadi bagian rutin dari gudang
obat anestesiologis. Namun, seperti dicatat oleh Beecher dan Todd pada tahun
1954: “pelumpuh otot yang diberikan secara tidak tepat dapat memberikan
kondisi [operasi] yang optimal bagi ahli bedah pada… pasien [yang] lumpuh
tetapi tidak dibius — menyatakan [bahwa] sama sekali tidak dapat diterima
oleh pasien. " Dengan kata lain, relaksasi otot tidak menjamin ketidaksadaran,
amnesia, atau analgesia. Bab ini mengulas prinsip-prinsip transmisi
neuromuskuler dan menyajikan mekanisme kerja, struktur fisik, rute
eliminasi, dosis yang dianjurkan, dan efek samping dari beberapa relaksan
otot. Agen penghambat neuromuskuler dibagi menjadi dua kelas: depolarisasi

PAGE \* MERGEFORMAT 28
dan nondepolarisasi. Pembagian ini mencerminkan perbedaan yang berbeda
dalam mekanisme kerja, respons terhadap stimulasi saraf perifer, dan
pembalikan blok. 2

2.2.5 Agen Analgesik


 Opioid
Opioid mengikat reseptor spesifik yang terletak di seluruh
sistem saraf pusat dan jaringan lain. Empat jenis reseptor opioid
utama telah diidentifikasi: mu (μ, dengan subtipe μ1 dan μ2),
kappa (κ), delta (δ), dan sigma (σ). Semua reseptor opioid
berpasangan dengan protein G; pengikatan agonis ke reseptor
opioid menyebabkan hiperpolarisasi membran. Efek opioid akut
dimediasi oleh penghambatan adenylyl cyclase (pengurangan

PAGE \* MERGEFORMAT 28
adenosine siklik intraseluler konsentrasi monofosfat) dan aktivasi
fosfolipase C. Opioid menghambat saluran kalsium dengan
gerbang tegangan dan mengaktifkan perbaikan ke dalam saluran
kalium. Efek opioid bervariasi berdasarkan durasi pemaparan, dan
Toleransi opioid menyebabkan perubahan respons opioid. 2

2.2.6 Pengelolaan Airway Rutin


Penilaian jalan nafas sebelum anestesi wajib dilakukan sebelum setiap
prosedur ansetesi. Beberapa manuver anatomis dan fungsional dapat
dilakukan memperkirakan kesulitan intubasi endotrakeal; ventilasi yang

PAGE \* MERGEFORMAT 28
berhasil (dengan atau tanpa intubasi) harus dicapai oleh ahli anestesi jika
terjadi kematian dan morbiditas harus dihindari. Penilaian meliputi:2
 Mulut terbuka: gigi seri dengan jarak 3 cm atau lebih diperlukan
pada orang dewasa.
 Klasifikasi Mallampati: tes yang sering dilakukan untuk
memeriksa ukuran lidah dalam kaitannya dengan rongga mulut.
Semakin banyak lidah menghalangi melihat struktur faring,
intubasi mungkin lebih sulit
o Kelas I: Seluruh lengkung palatal, termasuk pilar faucial
bilateral terlihat hingga ke dasar pilar.
o Kelas II: Bagian atas pilar faucial dan sebagian besar uvula
terlihat.
o Kelas III: Hanya langit-langit lunak dan keras yang terlihat.
o Kelas IV: Hanya langit-langit keras yang terlihat.
 Jarak tiromental: Ini adalah jarak antara mentum (dagu) dan takik
tiroid superior. Jarak yang lebih besar dari 3 lebar jari diinginkan.
 Lingkar leher: Lingkar leher yang lebih besar dari 17 inci adalah
terkait dengan kesulitan dalam visualisasi pembukaan glotis.

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Manajemen jalan nafas rutin yang berhubungan dengan anestesi
umum terdiri dari: 2
• Penilaian jalan napas sebelum anestesi
• Persiapan dan pemeriksaan peralatan
• Posisi pasien
• Preoksigenasi (denitrogenasi)
• Ventilasi kantong dan masker
• Intubasi atau penempatan masker laring jalan napas (jika ada
indikasi)
• Konfirmasi pemasangan selang atau jalan napas yang benar
• Ekstubasi2
 Peralatan
Peralatan berikut harus tersedia secara rutin untuk manajemen jalan
nafas:
 Sumber oksigen
 Kemampuan ventilasi dengan tas dan masker
 Laringoskop (langsung dan video)
 Beberapa ETT dengan ukuran berbeda dengan stylets dan bougie
yang tersedia
 Perangkat jalan napas lain (bukan ETT) (misalnya, saluran napas
oral, nasal, supraglotis)
 Penyedotan
 Deteksi oksimetri nadi dan CO2
 Stetoskop
 Plester
 Monitor tekanan darah dan elektrokardiografi (EKG)
 Akses intravena
Sebuah bronkoskop fiberoptik yang fleksibel harus segera tersedia
ketika intubasi yang sulit diantisipasi tetapi tidak perlu dilakukan selama
semua intubasi rutin.2
 Saluran Oral & Nasal

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Hilangnya tonus otot saluran napas atas (misalnya kelemahan otot
genioglossus) pada pasien yang dibius memungkinkan lidah dan epiglotis
untuk kembali ke dinding posterior faring. Reposisi kepala atau dorong
rahang adalah teknik yang disukai untuk membuka jalan napas. Untuk
mempertahankan pembukaan, jalan napas buatan dapat dimasukkan
melalui mulut atau hidung untuk mempertahankan saluran udara antara
lidah dan dinding faring posterior (Gambar 19–9). Pasien yang terbius atau
terbius ringan dengan refleks laring utuh dapat batuk atau bahkan
mengembangkan spasme laring selama penyisipan jalan napas.
Penempatan jalan nafas oral terkadang difasilitasi dengan menekan refleks
jalan nafas, dan, sebagai tambahan, terkadang dengan menekan lidah
dengan bilah lidah. Saluran napas oral orang dewasa biasanya berukuran
kecil (80 mm [Guedel No. 3]), sedang (90 mm [Guedel No. 4]), dan besar
(100 mm [Guedel No. 5]).2
 Desain & Teknik Sungkup
Penggunaan sungkup dapat memfasilitasi pengiriman oksigen atau
gas anestesi dari sistem pernapasan ke pasien dengan membuat segel
kedap udara pada wajah pasien (Gambar 19–10). Tepi topeng berkontur
dan sesuai dengan berbagai fitur wajah. Lubang 22-mm masker
menempel pada sirkuit pernapasan mesin anestesi melalui konektor sudut
kanan. Beberapa desain topeng tersedia. Masker transparan
memungkinkan observasi gas lembab yang dihembuskan dan segera
mengenali muntahan. Kait penahan yang mengelilingi lubang bisa
dipasang ke tali kepala sehingga topeng tidak harus terus-menerus
dipegang di tempatnya. Beberapa masker pediatrik dirancang khusus
untuk meminimalkan ruang mati peralatan.2
 Posisi
Saat memanipulasi jalan napas, posisi pasien yang benar sangat
membantu. Keselarasan relatif dari sumbu oral dan faring dicapai dengan
menempatkan pasien pada posisi "mengendus". Jika dicurigai adanya
patologi tulang belakang leher, kepala harus tetap dalam posisi netral
selama semua manipulasi jalan napas. Stabilisasi leher harus

PAGE \* MERGEFORMAT 28
dipertahankan selama manajemen jalan napas pada pasien ini, kecuali
radiografi serviks yang sesuai telah ditinjau dan dibersihkan oleh
spesialis yang sesuai. Pasien dengan obesitas morbid harus diposisikan
pada jalan ke atas 30 ° (lihat Gambar 41-2), karena kapasitas residual
fungsional (FRC) pasien obesitas memburuk dalam posisi terlentang,
yang menyebabkan deoksigenasi lebih cepat jika ventilasi terganggu.2
 Preoxygenation
Jika memungkinkan, preoksigenasi dengan oksigen masker wajah
harus mendahului semua intervensi manajemen jalan napas. Oksigen
diberikan melalui masker selama beberapa menit sebelum induksi
anestesi. Dengan cara ini, kapasitas sisa fungsional, cadangan oksigen
pasien, dibersihkan dari nitrogen. Hingga 90% FRC normal 2 L setelah
preoksigenasi diisi dengan oksigen. Mempertimbangkan kebutuhan
oksigen normal 200 sampai 250 mL / menit, pasien preoksigenasi
mungkin memiliki cadangan oksigen 5 sampai 8 menit. Meningkatkan
durasi apnea tanpa desaturasi meningkatkan keamanan, jika ventilasi
setelah induksi anestesi tertunda. Kondisi yang meningkatkan kebutuhan
oksigen (misalnya, sepsis, kehamilan) dan penurunan FRC (misalnya,
obesitas morbid, kehamilan, asites) mengurangi periode apnea sebelum
terjadi desaturasi. Dengan asumsi ada jalur udara paten, oksigen yang
dimasukkan ke dalam faring dapat meningkatkan durasi apnea yang
dapat ditoleransi oleh pasien. Karena oksigen memasuki darah dari FRC
dengan kecepatan lebih cepat daripada CO2 yang keluar dari darah,
tekanan negatif dihasilkan di alveolus, menarik oksigen ke paru-paru
(oksigenasi apnea). Dengan aliran oksigen 100% dan jalan napas paten,
saturasi arteri dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama
meskipun tidak ada ventilasi, memungkinkan beberapa intervensi jalan
napas jika jalan napas yang sulit ditemui.2
 Bag and Mask Ventilation
Ventilasi kantong dan masker (BMV) adalah langkah pertama
dalam manajemen jalan napas dalam banyak situasi, dengan
pengecualian pasien yang menjalani intubasi sekuens cepat atau intubasi

PAGE \* MERGEFORMAT 28
terjaga elektif. Induksi urutan cepat menghindari BMV untuk
meminimalkan inflasi lambung dan untuk mengurangi potensi aspirasi isi
lambung pada pasien yang tidak berpuasa dan mereka dengan
pengosongan lambung yang tertunda. Dalam situasi darurat, BMV
mendahului upaya intubasi dalam upaya memberikan oksigen kepada
pasien, dengan pemahaman bahwa terdapat risiko implisit dari aspirasi.2
Ventilasi masker yang efektif membutuhkan masker kedap gas dan
jalan napas yang paten. Teknik masker wajah yang tidak tepat dapat
mengakibatkan deflasi terus menerus pada kantong reservoir anestesi
meskipun katup pembatas tekanan yang dapat disesuaikan ditutup,
biasanya menunjukkan kebocoran substansial di sekitar masker.
Sebaliknya, pembentukan tekanan sirkuit pernapasan tinggi dengan
gerakan dada dan suara napas yang minimal menyiratkan saluran napas
yang terhalang atau tuba yang terhalang.2
Jika masker dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan dapat
digunakan untuk menghasilkan ventilasi tekanan positif dengan meremas
kantung pernapasan. Topeng dipegang pada wajah dengan tekanan ke
bawah pada topeng yang diberikan oleh ibu jari kiri dan jari telunjuk
(Gambar 19–12). Jari tengah dan jari manis memegang mandibula untuk
memfasilitasi ekstensi sendi atlantooccipital. Ini adalah manuver yang
lebih mudah diajarkan dengan manekin atau pasien daripada untuk
dijelaskan. Tekanan jari harus ditempatkan pada tulang rahang bawah
dan bukan pada jaringan lunak. Jari kelingking diletakkan di bawah sudut
rahang dan digunakan untuk mendorong rahang ke arah anterior,
manuver terpenting untuk membuka jalan napas.2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Dalam situasi yang sulit, dua tangan mungkin diperlukan untuk
memberikan dorongan rahang yang memadai dan untuk membuat
penutup masker. Oleh karena itu, mungkin diperlukan asisten untuk
meremas tas, atau ventilator mesin dapat digunakan. Dalam kasus seperti
itu, ibu jari menahan topeng, dan ujung jari atau buku jari menggeser
rahang ke depan (Gambar 19–13). Obstruksi saat kadaluwarsa mungkin
karena berlebihan tekanan ke bawah dari masker atau dari efek katup
bola dorong rahang. Yang pertama dapat dikurangi dengan mengurangi
tekanan pada sungkup, dan yang terakhir dengan melepaskan dorong
rahang selama fase siklus pernapasan ini. Ventilasi tekanan positif
dengan menggunakan masker biasanya harus dibatasi pada 20 cm H2O
untuk menghindari pembengkakan perut.

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Sebagian besar saluran napas pasien dapat dipertahankan dengan
masker wajah dan saluran napas oral atau nasal. Ventilasi masker untuk
waktu yang lama dapat menyebabkan cedera tekanan pada cabang saraf
trigeminal atau wajah. Karena tidak adanya tekanan jalan nafas positif
selama ventilasi spontan, hanya diperlukan sedikit gaya ke bawah pada
sungkup wajah untuk membuat penutup yang memadai. Jika masker
wajah dan tali masker digunakan dalam waktu lama, posisinya harus
diubah secara teratur untuk mencegah cedera. Perawatan harus digunakan
untuk menghindari masker atau kontak jari dengan mata, dan mata harus
ditutup selotip sesegera mungkin untuk meminimalkan risiko lecet
kornea.2
Jika jalan napas sudah dipatenkan, meremas kantung akan
menyebabkan dada terangkat. Jika ventilasi tidak efektif (tidak ada tanda
dada naik, tidak ada CO2 tidal akhir yang terdeteksi, tidak ada
kondensasi di clear mask), saluran napas oral atau nasal dapat dipasang
untuk meredakan obstruksi jalan napas akibat kendornya tonus otot
saluran napas atas atau jaringan faring yang berlebihan. Ventilasi
sungkup yang sulit sering dijumpai pada penderita obesitas morbid,
jenggot, dan kelainan bentuk kraniofasial. Terkadang sulit untuk
membentuk masker yang memadai yang pas dengan pipi pasien
edentulous. Dahulu kala, anestesi diberikan secara rutin hanya dengan
masker atau pemberian ETT. Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai
perangkat supraglotis telah memungkinkan penyelamatan jalan napas
(bila BMV yang memadai tidak memungkinkan) dan manajemen jalan
napas anestesi rutin (bila intubasi tidak diperlukan).2
 Laryngeal Mask Airway
Laryngeal mask airway (LMA) terdiri dari tabung lubang lebar
yang ujung proksimalnya terhubung ke sirkuit pernapasan dengan
konektor standar 15-mm, dan ujung distalnya dipasang ke manset elips
yang dapat dipompa melalui tabung pilot. Manset yang kempes dilumasi
dan dimasukkan secara membabi buta ke dalam hipofaring sehingga,
setelah dipompa, manset membentuk segel bertekanan rendah di sekitar

PAGE \* MERGEFORMAT 28
pintu masuk ke laring. Ini membutuhkan kedalaman anestesi dan
relaksasi otot sedikit lebih besar dari yang dibutuhkan untuk pemasangan
jalan nafas oral. Meskipun penyisipan relatif sederhana, perhatian
terhadap detail akan meningkatkan tingkat keberhasilan. Manset yang
ditempatkan secara ideal dibatasi oleh pangkal lidah superior, sinus
piriformis lateral, dan sfingter esofagus bagian atas secara inferior. Jika
kerongkongan terletak di dalam tepi manset, distensi lambung dan
regurgitasi menjadi mungkin. Variasi anatomi mencegahnya secara
memadai berfungsi pada beberapa pasien. Namun, jika LMA tidak
berfungsi dengan baik setelah upaya untuk meningkatkan “kesesuaian”
LMA gagal, sebagian besar praktisi akan mencoba LMA lain dengan
ukuran yang lebih besar atau lebih kecil. Batangnya bisa diikat dengan
selotip ke kulit wajah. LMA sebagian melindungi laring dari sekresi
faring (tapitidak regurgitasi lambung), dan harus tetap di tempatnya
sampai pasien mendapatkan kembali refleks jalan napas. Ini biasanya
ditandai dengan batuk dan membuka mulut sesuai perintah. LMA
tersedia dalam berbagai ukuran.2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
 Intubasi Endotracheal
Intubasi endotrakeal digunakan untuk anestesi umum dan untuk
memfasilitasi manajemen ventilator pada pasien yang sakit kritis.2

Standar mengatur manufaktur ETT (di Amerika Serikat, Standar


Nasional Amerika untuk Peralatan Anestesi; ANSI Z – 79). ETT paling
sering dibuat dari polivinil klorida. Bentuk dan kekakuan ETT dapat
diubah dengan memasukkan stylet. Ujung tabung pasien dimiringkan
untuk membantu visualisasi dan penyisipan melalui pita suara. Tabung
murphy memiliki lubang (mata Murphy) untuk mengurangi risiko oklusi,
jika bukaan tabung distal berbatasan dengan karina atau trakea.2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Resistensi terhadap aliran udara terutama bergantung paDa
diameter tabung, tetapi juga dipengaruhi oleh panjang dan kelengkungan
tabung. Ukuran ETT biasanya ditentukan dalam milimeter diameter
internal, atau, lebih jarang, dalam skala Prancis (diameter luar dalam
milimeter dikalikan 3). Pemilihan diameter tabung selalu merupakan
kompromi antara memaksimalkan aliran dengan ukuran yang lebih besar
dan meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran yang lebih kecil.2
Kebanyakan ETT dewasa memiliki sistem inflasi manset yang
terdiri dari katup, balon pilot, tabung pemompa, dan manset (Gambar 19-
17). Katup mencegah kehilangan udara setelah inflasi manset. Balon pilot
memberikan indikasi kasar dari inflasi manset. Tabung pemompa
menghubungkan katup ke manset dan dimasukkan ke dalam dinding
tabung. Dengan membuat segel trakea, manset ETT memungkinkan
ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan aspirasi. Tabung
yang tidak diborgol sering digunakan pada bayi dan anak kecil; Namun,
dalam beberapa tahun terakhir, tabung pediatrik dengan manset telah
digunakan semakin disukai.2
Ada dua jenis manset utama: tekanan tinggi (volume rendah) dan
tekanan rendah (volume tinggi). Manset bertekanan tinggi dikaitkan
dengan lebih banyak kerusakan iskemik pada mukosa trakea dan kurang
cocok untuk intubasi dalam durasi lama. Manset bertekanan rendah dapat
meningkatkan kemungkinan sakit tenggorokan (area kontak mukosa yang
lebih besar), aspirasi, ekstubasi spontan, dan insersi yang sulit (karena
floppy cuff). Meskipun demikian, karena insiden kerusakan mukosa yang
lebih rendah, manset bertekanan rendah paling sering digunakan.
Tekanan manset bergantung pada beberapa faktor: volume pemompaan,
diameter manset dalam hubungannya dengan trakea, kepatuhan trakea
dan manset, dan tekanan intratoraks (tekanan manset meningkat dengan
batuk). Tekanan manset dapat meningkat selama anestesi umum akibat
difusi nitrous oxide dari trakea mukosa ke dalam manset ETT.2
ETT telah dimodifikasi untuk berbagai aplikasi khusus. ETT yang
fleksibel, luka spiral, dan diperkuat kawat (tabung lapis baja) tahan

PAGE \* MERGEFORMAT 28
terhadap kekusutan dan mungkin terbukti bermanfaat dalam beberapa
prosedur bedah kepala dan leher atau pada pasien yang rawan. Jika
tabung lapis baja menjadi bengkok karena tekanan ekstrim (misalnya,
pasien yang terjaga menggigitnya), bagaimanapun, lumen akan tetap
tersumbat secara permanen, dan tabung perlu diganti. Tabung khusus
lainnya termasuk tabung mikrolaring, tabung endotrakeal lumen ganda
(untuk memfasilitasi isolasi paru-paru dan ventilasi satu paru), ETT yang
dilengkapi dengan penghambat bronkial (untuk memfasilitasi isolasi
paru-paru dan ventilasi satu paru), tabung logam yang dirancang untuk
operasi saluran napas laser untuk mengurangi bahaya kebakaran, dan
tabung melengkung yang dibentuk sebelumnya untuk intubasi hidung
dan mulut dalam operasi kepala dan leher.2
 Laryngoscopes
Laringoskop adalah alat yang digunakan untuk memeriksa laring
dan memfasilitasi intubasi trakea. Gagang biasanya berisi baterai untuk
menyalakan bohlam di ujung bilah, atau, secara bergantian, untuk
memberi daya pada bundel fiberoptik yang berakhir di ujung mata pisau.
Laringoskop dengan bundel cahaya fiberoptik di bilahnya dapat dibuat
kompatibel dengan pencitraan resonansi magnetik. Bilah Macintosh dan
Miller masing-masing adalah desain melengkung dan lurus yang paling
populer di Amerika Serikat. Pilihan bilah tergantung pada preferensi
pribadi dan anatomi pasien. Karena tidak ada bilah yang sempurna untuk
semua situasi, dokter harus terbiasa dan mahir dengan berbagai desain
bilah.2
Antisipasi dari intubasi endotrakeal yang sulit dapat membantu
mengurangi kejadian gagal intubasi. Pemeriksaan leher, mandibula, gigi,
dan orofaring sering membantu memprediksi pasien mana yang mungkin
mengalami masalah. Prediktor yang berguna untuk intubasi yang sulit
termasuk klasifikasi Mallampati, leher pendek, mandibula yang surut,
gigi seri rahang atas yang menonjol, dan riwayat kesulitan intubasi.
Insiden yang lebih tinggi dari kegagalan intubasi pada wanita hamil
dibandingkan dengan pasien bedah tidak hamil mungkin karena edema

PAGE \* MERGEFORMAT 28
jalan nafas, gigi penuh lebih mungkin ditemukan pada pasien muda, atau
payudara besar yang dapat menghalangi pegangan laringoskop pada
pasien dengan leher pendek. Penempatan kepala dan leher yang tepat
dapat memfasilitasi intubasi endotrakeal pada pasien obesitas: peninggian
bahu, fleksi tulang belakang leher). Berbagai bilah laringoskop, gagang
laringoskop pendek, setidaknya satu tabung endotrakeal stiletted ekstra (6
mm), tang Magill (untuk intubasi hidung), masker saluran napas laring
(LMA), LMA intubasi (Fastrach), bronkoskop fiberoptik, laringoskop
dengan bantuan video (GlideScope atau Stortz CMAC), kemampuan
untuk ventilasi jet transtrakea, dan mungkin Combitube esofagus-trakea
harus siap tersedia.
Jika dicurigai adanya kesulitan jalan napas, alternatif untuk induksi
rapidsequence standar dengan laringoskopi konvensional, seperti anestesi
regional atau teknik fiberoptik terjaga, harus dipertimbangkan. Kami
telah menemukan bahwa laringoskopi dengan bantuan video telah sangat
mengurangi kemungkinan sulit atau gagal intubasi trakea di institusi
kami. Selain itu, rencana yang jelas harus diformulasikan untuk intubasi
endotrakeal yang gagal setelah induksi anestesi. Jika tidak ada gawat
janin, pasien harus dibangunkan, dan intubasi terjaga dengan anestesi
lokal regional atau topikal harus dimulai. Jika terdapat gawat janin, jika
ventilasi spontan atau tekanan positif dengan sungkup atau LMA dengan
tekanan krikoid dimungkinkan, persalinan janin harus dimulai. Dalam
kasus seperti itu, agen volatil yang kuat dengan oksigen digunakan untuk
anestesi umum, tetapi setelah janin dilahirkan, nitrous oksida dapat
ditambahkan untuk mengurangi konsentrasi agen volatil; sevoflurane
mungkin merupakan agen volatil terbaik karena kemungkinannya paling
kecil untuk menekan ventilasi. Ketidakmampuan untuk mengintubasi
pasien atau memberikan ventilasi kepada pasien melalui masker atau
LMA akan membutuhkan ventilasi jet transtrakeal atau krikotirotomi
segera atau trakeostomi.2

 Intubasi Fiberoptic Fleksibel

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Intubasi fiberoptik (FOI) secara rutin dilakukan pada pasien dalam
keadaan sadar atau dibius dengan saluran udara bermasalah. FOI sangat
ideal untuk:
 Mulut kecil terbuka
 Meminimalkan gerakan tulang belakang leher pada trauma atau
artritis reumatoid
 Obstruksi jalan napas bagian atas, seperti angioedema atau
massa tumor
 Deformitas wajah, trauma wajah.2
FOI dapat dilakukan saat bangun atau tidur melalui rute oral atau
nasal dalam skenario berikut:
 Bangun FOI—Dugaan ketidakmampuan untuk berventilasi
dengan sungkup, jalan napas bagian atas halangan
 FOI tertidur-Intubasi gagal, keinginan untuk gerakan tulang
belakang leher minimal pada pasien yang menolak intubasi
terjaga, diantisipasi bila intubasi sulit ventilasi dengan masker
tampak mudah
 FOI lisan—Facial, cedera tengkorak
 FOI hidung—Bukaan mulut yang buruk.2
Jika FOI dipertimbangkan, perencanaan yang cermat diperlukan,
karena jika tidak, akan menambah waktu anestesi sebelum operasi.
Pasien harus diberitahu tentang perlunya intubasi terjaga sebagai bagian
dari proses persetujuan. Jalan napas dianestesi dengan semprotan anestesi
lokal, dan pasien sedasi diberikan, sesuai toleransi. Dexmedetomidine
memiliki keuntungan dalam mengawetkan pernapasan sambil
memberikan sedasi. Anestesi jalan nafas dibahas dalam Diskusi Kasus di
akhir bab ini.2
Jika FOI hidung direncanakan, kedua lubang hidung disiapkan
dengan semprotan vasokonstriksi. Lubang hidung tempat pasien bernafas
lebih mudah diidentifikasi. Oksigen dapat dimasukkan melalui lubang
hisap dan menuruni saluran aspirasi FOB untuk meningkatkan oksigenasi
dan mengeluarkan sekresi dari ujung. Sebagai alternatif, jalan napas

PAGE \* MERGEFORMAT 28
hidung yang besar (misalnya, 36FR) dapat dimasukkan ke dalam lubang
hidung kontralateral. Sirkuit pernapasan dapat langsung dihubungkan ke
ujung saluran napas hidung ini untuk memberikan 100% oksigen selama
laringoskopi. Jika pasien tidak sadar dan tidak bernapas secara spontan,
mulut dapat ditutup dan ventilasi dicoba melalui nasal airway tunggal.
Jika teknik ini digunakan, ventilasi dan oksigenasi yang memadai harus
dikonfirmasi dengan kapnografi dan oksimetri nadi. Poros yang dilumasi
dari FOB dimasukkan ke dalam lumen ETT. Penting untuk menjaga agar
batang bronkoskop tetap lurus sehingga jika kepala bronkoskop diputar
ke satu arah, ujung distal akan bergerak ke derajat yang sama dan ke arah
yang sama. Saat ujung FOB melewati ujung distal ETT, epiglotis atau
glotis harus terlihat. Ujung bronkoskop adalah dimanipulasi, sesuai
kebutuhan, untuk melewati kabel yang diculik.2
Teknik yang benar untuk memanipulasi bronkoskop fiberoptik
melalui tabung endotrakeal ditunjukkan di panel atas; hindari lengkungan
pada bronkoskop, yang membuat manipulasi menjadi sulit.2
Memiliki asisten yang mendorong rahang ke depan atau
menerapkan tekanan krikoid dapat meningkatkan visualisasi dalam kasus
yang sulit. Menggenggam lidah dengan kain kasa dan menariknya ke
depan juga dapat memfasilitasi intubasi. Setelah berada di trakea, FOB
maju ke depan carina. Adanya cincin trakea dan karina adalah bukti
posisi yang tepat. ETT didorong dari FOB. Sudut tajam di sekitar
kartilago arytenoid dan epiglotis dapat mencegah kemajuan tabung.
Penggunaan tabung lapis baja biasanya mengurangi masalah ini karena
fleksibilitas lateral yang lebih besar dan ujung distal yang lebih tumpul.
Posisi ETT yang tepat dipastikan dengan melihat ujung tabung pada jarak
yang sesuai (3 cm pada orang dewasa) di atas karina sebelum FOB
ditarik. FOI oral menghasilkan hasil yang sama, dengan bantuan berbagai
perangkat jalan nafas oral arahkan FOB ke glotis dan untuk mengurangi
halangan pandangan oleh lidah.2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
 Trakeostomi
Prosedur pembedahan untuk membuat lubang di trakea anterior
untuk memfasilitasi pernapasan. Secara historis, trakeostomi merupakan
satu-satunya pengobatan yang tersedia untuk obstruksi jalan napas atas,
dan ini tetap menjadi indikasi penting untuk trakeostomi saat ini,
meskipun ada banyak pengobatan lainnya. Trakeostomi mungkin
diperlukan dalam keadaan darurat untuk memotong jalan napas yang
terhalang, atau (lebih umum) dapat dipasang secara elektif untuk
memfasilitasi ventilasi mekanis, untuk menyapih dari ventilator, atau
untuk memungkinkan pengelolaan sekresi yang lebih efisien (disebut
sebagai toilet paru), di antara alasan-alasan lain. Biasanya trakeostomi
dilakukan sebagai prosedur bedah terbuka, namun teknik trakeostomi
perkutan yang aman dan andal telah dikembangkan secara relatif,
memungkinkan penempatan trakeostomi di samping tempat tidur pada
banyak pasien.4

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Landmark anatomi untuk trakeostomi:
 Tiroid takik - tanda teraba untuk mengidentifikasi aspek superior
laring di garis tengah.
 Membran krikotiroid - depresi yang teraba antara tulang rawan krikoid
dan tiroid. Ini adalah lokasi untuk krikotirotomi yang muncul.
 Tulang rawan krikoid - tengara teraba untuk mengidentifikasi
persimpangan laring dan trakea. Sayatan kulit biasanya ditempatkan 1-
2 cm lebih rendah dari krikoid.
 Takik bagian dalam - tengara teraba untuk mengidentifikasi saluran
masuk toraks. Penting untuk melakukan palpasi di sini untuk
kemungkinan arteri innominata high-riding yang mungkin ditemui
selama trakeostomi.
Indikasi
Indikasi trakeostomi dapat dibagi antara trakeostomi emergent dan
trakeostomi elektif. Indikasi untuk trakeostomi yang muncul meliputi:
 Obstruksi jalan napas atas akut dengan gagal intubasi endotrakeal
(benda asing, angioedema, infeksi, anafilaksis, dll.)
 Pasca-krikotirotomi (jika krikotirotomi telah dipasang, maka harus
segera diformalkan menjadi trakeostomi setelah jalan napas sudah
diamankan)
 Menembus trauma laring
 Fraktur LeFort III

Trakeostomi darurat paling sering dilakukan pada keadaan


obstruksi jalan nafas akut seperti aspirasi benda asing ke jalan nafas atas,
angina Ludwig, atau trauma tembus pada jalan nafas yang tidak dapat
menerima intubasi endotrakeal. Trakeostomi darurat mungkin juga
diperlukan untuk pengaturan trauma wajah atau serviks yang parah,
terutama pada fraktur pan-wajah di mana dislokasi kraniofasial merupakan
kontraindikasi terhadap intubasi hidung. Dalam kebanyakan kasus (dengan
pengecualian trauma tembus laring dan fraktur LeFort III), ada strategi
manajemen jalan nafas yang kurang invasif yang dapat dicoba sebelum
melanjutkan untuk membangunkan trakeostomi darurat, tetapi semua

PAGE \* MERGEFORMAT 28
instrumen harus siap dan tersedia untuk melanjutkan dengan trakeostomi
darurat sebelum manipulasi jalan napas terjadi.
Indikasi untuk trakeostomi elektif meliputi:
 Ketergantungan ventilator yang berkepanjangan
 Trakeostomi profilaksis sebelum pengobatan kanker kepala dan leher
 Apnea tidur obstruktif yang refrakter terhadap pengobatan lain
 Aspirasi kronis
 Penyakit neuromuskuler
 Stenosis subglotis
Pemilihan waktu trakeostomi elektif untuk intubasi lama
(kegagalan ventilasi mekanis) telah menjadi subyek banyak perdebatan.
Pengajaran klasik mengharuskan trakeostomi dilakukan 5-7 hari setelah
intubasi endotrakeal untuk meminimalkan risiko komplikasi yang terkait
dengan intubasi jangka panjang, terutama stenosis subglotis.
Pengembangan manset bertekanan rendah pada tabung endotrakeal
(dengan tekanan maksimum 20 cm H2O) memungkinkan perpanjangan
waktu ini jika ada kemungkinan ekstubasi. Sebagai alternatif, trakeostomi
dini telah dianjurkan untuk meningkatkan kenyamanan pasien,
mengurangi sedasi, dan berpotensi menurunkan hari ICU / ventilator.
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk trakeostomi kecuali selulitis
aktif pada kulit leher anterior. Masalah akhir hidup harus didiskusikan
pada pasien yang sakit parah dan tujuan perawatan lanjutan ditetapkan
sebelum melanjutkan dengan trakeostomi atau prosedur invasif.
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan di OR termasuk baki trakeostomi, serta
alat pelindung diri. Untuk trakeostomi perkutan, bronkoskop juga
diperlukan. Laringoskopi fiberoptik atau bronkoskopi dapat membantu
dalam kasus yang sulit.
Teknik
 Trakeostomi bedah terbuka

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Penanda anatomi seperti takik tiroid, tulang rawan krikoid,
dan takik sternum diraba dan ditandai. Dokter bedah harus
memperhatikan palpasi di sternal notch untuk mendeteksi arteri
innominata yang tinggi. Sayatan kulit kemudian ditandai di garis
tengah leher anterior 1 sampai 2 cm di bawah kartilago karotis.
Sayatan horizontal atau vertikal dapat digunakan. Sayatan
diperpanjang melalui otot platysma untuk mengekspos otot strap
(sternohyoid dan sternothyroid), mengidentifikasi raphe median.
Otot tali kemudian ditarik ke samping, memperlihatkan tulang
rawan krikoid dan kelenjar tiroid. Tanah genting tiroid
diidentifikasi dan diikat, jika perlu, bergantung pada lokasinya di
sepanjang trakea. Hemostat dapat digunakan untuk menjepit tanah
genting, kemudian menjepit setiap tunggul dengan jahitan sutra
untuk memastikan hemostasis jaringan tiroid. Sebuah kait krikoid
kemudian ditempatkan di bawah tulang rawan krikoid untuk
mengangkat laring dan trakea ke dalam bidang operasi. Cincin
trakea kedua dan ketiga diidentifikasi.
Ligatur tetap dapat dipasang secara lateral untuk
memfasilitasi traksi pada trakea untuk penempatan tabung, serta
keamanan tabung pada periode pasca operasi. Sayatan dibuat di
antara cincin kedua dan ketiga, dan tabung trakeostomi dipasang.
Berbagai modifikasi telah diusulkan termasuk pengangkatan
jendela anterior tulang rawan (sering menghilangkan segmen 1
hingga 2 cincin), penggunaan sayatan anterior vertikal di 1-2 cincin
(digunakan dalam trakeostomi pediatrik), atau pembuatan Bjork
flap, di mana flap tulang rawan berbasis inferior dibuat dan
diamankan ke jaringan subkutan.
Dering pertama dihindari untuk mengurangi risiko stenosis
berikutnya. Dengan tabung terpasang, itu terhubung ke sirkuit
anestesi, dan CO2 pasang surut dikonfirmasi. Baru setelah itu kail
krikoid dilepaskan. Tabung trakeostomi diikat dengan ikatan trans-

PAGE \* MERGEFORMAT 28
serviks yang lembut serta dijahit ke kulit leher anterior sampai
tabung trakeostomi pertama diganti pada hari kelima pasca operasi.
 Trakeostomi Perkutan
Teknik perkutan lebih cocok untuk kinerja samping tempat
tidur, menghindari pengangkutan pasien yang berpotensi sakit
kritis ke ruang operasi. Teknik perkutan juga dikaitkan dengan
kehilangan darah yang lebih sedikit dan tingkat infeksi yang lebih
rendah daripada teknik terbuka. Teknik perkutan telah dikaitkan
dengan beberapa komplikasi yang merusak seperti laserasi trakea,
cedera aorta, dan perforasi esofagus, yang sangat tidak biasa
setelah prosedur terbuka.
Komplikasi
Komplikasi setelah trakeostomi dapat dianggap paling baik terjadi
selama periode operasi, periode pasca operasi awal, dan periode pasca
operasi akhir.
Komplikasi intraoperatif yang paling umum adalah perdarahan.
Banyak pasien yang memerlukan trakeostomi dalam keadaan sakit kritis
dan memiliki koagulopati yang mendasari, yang harus dikoreksi sebelum
operasi jika memungkinkan. Jika trombositopenik, mereka mungkin
memerlukan transfusi trombosit ke trombosit> 50.000 sebelum
melanjutkan dengan operasi saluran napas.
Secara anatomis, vena jugularis anterior biasanya dapat ditarik ke
lateral; namun, vena jugularis anterior yang menyimpang atau
menjembatani mungkin ada, yang harus diikat. Sebagian kecil pasien,
sekitar 5%, akan memiliki arteri tiroidia ima, yang mengalir di sepanjang
permukaan anterior trakea. Setelah terbagi, dapat ditarik kembali ke
inferior dan berkontribusi pada perdarahan yang sedang berlangsung,
sehingga teknik yang cermat diperlukan saat mengikatnya. Seperti yang
disebutkan sebelumnya, ligasi yang hati-hati pada isthmus tiroid dengan
ligatur yang mengikat dapat meminimalkan risiko perdarahan dari situs
ini.

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Komplikasi intraoperatif yang jarang tetapi berbahaya adalah
kebakaran jalan napas. Hal ini terjadi karena adanya konsentrasi oksigen
yang tinggi dalam tabung anestesi dan sumber penyalaan yang disediakan
oleh unit elektrokauter. Ini dapat dicegah dengan komunikasi yang tepat
antara ahli bedah dan tim anestesi. Jika terjadi kebakaran, seluruh sirkuit
harus dikeluarkan dari pasien, dan pasien dibungkus dengan masker
sampai trakeostomi dipasang. Saluran aerodigestif kemudian harus
dievaluasi untuk setiap potensi cedera termal melalui laringoskopi,
bronkoskopi, dan esofagoskopi.
Komplikasi operasi terakhir adalah pneumotoraks atau
pneumomediastinum. Hal ini dapat terjadi dengan terciptanya bagian yang
salah secara tidak sengaja jika selang trakeostomi ditempatkan di anterior
trakea. Lepuh yang pecah atau cedera pada puncak paru-paru dapat
menyebabkan pneumotoraks juga.
Pneumomediastinum umumnya sembuh sendiri, jika pneumotoraks
menjadi perhatian, foto thoraks harus dilakukan pasca operasi, dan chest
tube dipasang jika diindikasikan. Ini juga sangat jarang terjadi setelah
trakeostomi rutin, meskipun beberapa ahli bedah mendapatkan rontgen
dada pasca operasi pada semua pasien trakeostomi.4

2.3 Prosedur Bedah Oral


Sebagian besar prosedur bedah mulut minor dilakukan di klinik atau
kantor memanfaatkan anestesi lokal, ditambah dengan berbagai derajat sedasi.
Jika obat penenang intravena digunakan, atau jika prosedurnya rumit, memenuhi
syarat penyedia anestesi harus hadir. Penyedia anestesi yang berkualifikasiharus
menjadi hadir untuk memberikan sedasi dalam atau anestesi umum jika
digunakan.
Biasanya, blok gigitan dan kantong tenggorokan orofaring melindungi
jalan napas. Untuk tingkat sedasi ringan hingga sedang, paket orofaringeal
mencegah pengairan cairan dan kotoran gigi memasuki jalan napas. Sedasi dalam
dan pembiusan memerlukan peningkatan tingkat manajemen jalan nafas yang
mumpuni penyedia anestesi. Terlepas dari apakah sedasi dalam atau anestesi

PAGE \* MERGEFORMAT 28
umum peralatan, perlengkapan, dan obat-obatan yang tidak disengaja atau
disengaja harus segera tersedia untuk membantu memastikan bahwa ada yang
diantisipasi atau tidak terduga. Masalah terkait anestesi yang terjadi di
lingkungan kantor atau klinik bisa jadi ditangani secara aman dengan standar
perawatan yang sama yang diperlukan di rumah sakit atau pengaturan pusat
operasi rawat jalan. 2
Prosedur bedah mulut kecil, seperti pencabutan gigi, biasanya tidak
berlangsung lama lebih dari 1 jam. Blok saraf atau infiltrasi anestesi lokal
biasanya digunakan. Pada orang dewasa, kebanyakan ahli bedah mulut
menggunakan 2% lidokain dengan 1: 100.000 epinefrin atau 0,5% bupivakain
dengan 1: 200.000 epinefrin dalam jumlah tidak lebih dari 12 mL dan 8 mL,
masing-masing. Articaine umumnya digunakan di Eropa. Penyedia anestesi harus
diberitahu oleh ahli bedah tentang anestesi lokal yang digunakan dan konsentrasi
dan volumenya diinjeksikan sesuai dengan dosis yang diperbolehkan berat pasien
tidak terlampaui. Pasien anak-anak sangat berisiko lokal toksisitas anestesi akibat
pemberian dosis anestesi lokal yang berlebihan atau injeksi intravaskular yang
tidak disengaja. Sedasi intravena selama prosedur bedah mulut sangat
meningkatkan kenyamanan pasien dan memfasilitasi pembedahan. Fentanil dan
midazolam dosis kecil biasanya cukup untuk orang dewasa sebelum injeksi
anestesi lokal. Obat dapat lebih ditingkatkan dengan tambahan dosis kecil
fentanil, midazolam, atau propofol. Dosis tambahan propofol, 20 sampai 30 mg
untuk dewasa, sering digunakan jika ahli bedah memerlukan episode singkat
sedasi dalam atau umum anestesi. 2
Teknik-teknik ini membutuhkan kerjasama dan partisipasi tingkat tinggi
dari keduanya, dokter bedah dan penyedia anestesi. Jika ada kemungkinan resiko
meningkat karena kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, jalan napas kurang
dari ideal, atau luasnya prosedur pembedahan yang direncanakan, lebih aman
untuk melakukan prosedur di pengaturan rumah sakit atau pusat bedah rawat jalan
dengan endotrakeal umum anestesi. 2

PAGE \* MERGEFORMAT 28
PAGE \* MERGEFORMAT 28
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identifikasi
Nama : Ny. IA
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Jl. Merdeka
Tanggal MRS : 30 April 2021
No. RM : 263.87.89

II. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
 Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan pembengkakan padaarea
dalam mulut.
 Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien wanita berusia 40 tahun datang ke Rumah Sakit dengan

keluhan nyeri dan pembengkakan pada area dalam mulut, ukuran


bengkak sekitar 10 cm x 8 cm di bagian dalam mulut. Ukuran
bengkak terus meningkat sejak lima tahun terakhir dan melebar dari
dalam mulut dan melebar dari dalam mulut ke regio submental dan
submandibular yang menempati bagian lateral atas mandibula dan
leher. Pasien mengeluh susah menelan, terganggu ketika makan dan
tidur sejak satu tahun lalu. Pada bagian intraoral terdapat
pembengkakan yang nelebar ke arah kanan dan mendorong lidah ke
atas dan kiri sehingga penampakan dari uvula dan jaringan lunak tidak
terlihat.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Penyakit asma (-)
Penyakit hipertensi (-)
Penyakit DM (-)
Penyakit jantung (-)
Penyakit alergi (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit asma (-)
Penyakit hipertensi (-)
Penyakit DM (-)
Penyakit alergi (-)
Penyakit jantung (-)

III. Pemeriksaan Fisik


1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M5V6
BB : 60 kg
TB : 165 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Pernafasan : 21 x/menit, reguler
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 37 0C
SpO2 : 98 %

Pemeriksaan Jalan Nafas


L (Look) : Normocephali, trauma facialis (-)
E (Evaluation) : Buka mulut > 3 jari
Jarak hyoid mental > 3jari
Jarak thyromental > 2 jari.
M (mallampati Score): IV
O (Obstruction) : (+)
N (Neck Mobility) : Mobilisasi maksimal

PAGE \* MERGEFORMAT 28
2. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normochepali, Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/-)

Leher : Pembengkakan pada leher kanan, Pembesaran KGB (-),


JVP normal

Thorax : Paru:

Statis dan dinamis, simetris, suara nafas vesikuler (+)


normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung:

BJ I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time (CRT)< 2 detik, edema


(-).

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 12 12-16 gr/dl

Hematokrit 40 38-46%

PAGE \* MERGEFORMAT 28
Leukosit 7.000/mm3 4.000-10.000/mm3

Trombosit 165.000 150-500 ribu/mm3

BSS 175 <180 mg/dl

V. Diagnosis Kerja
Plunging Ranula

VI. Rencana Anestesi


a. Jenis pembedahan : Eksisi
b. Jenis anestesi : General Anestesi
c. Lama anestesi: : 35 menit
d. Lama tindakan : 30 menit
e. Tehnik anestesi : Pada pasien dilakukan general anestesia dengan
trakeostomi kanul nomor 6 dengan sevoflurane
2%
f. Premedikasi : Inj. Ondansetron 4 mg
g. Medikasi tambahan: -

VII. Durante Operasi (CatatanAnestesi)


Mulai anestesi : 1 Mei 2021
Lama anestesi : 35 menit
Lama operasi : 30 menit

1. Status Fisik ASA


ASA I
2. Penyulit Praanestesi
-
3. Checklist Sebelum Induksi
- Izin operasi :+

PAGE \* MERGEFORMAT 28
- Cek mesin anestesi :+
- Check suction unit :+
- Persiapan obat-obatan :+
4. Teknik Anestesi
Anestesi Umum, Pemasangan tracheotomy kanul nomor 6
5. Monitoring
 SpO2 :+
 ECG :+
 TD :+
 HR :+
6. Posisi Pasien
Terlentang
7. Premedikasi
Inj. Ondansetron 4 mg
Medikasi
Propofol 2 mg/kgbb, fentanyl 2 mcg/kgbb, atracurium 0,5 mg/kgbb
8. Observasi Tanda Vital

VIII. Post Operasi


a. Operasi berakhir
Selesai operasi pasien sadar lalu pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
(Recovery Room).

b. Observasi tanda-tanda vital:


 Kesadaran : Compos mentis
 Nadi : 98x/menit
 Respirasi : 18x/menit
 Jalan nafas: tidak ada hambatan
 Pernafasan: Spontan
 Pindah ke ruang rawat inap

PAGE \* MERGEFORMAT 28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasien wanita berusia 40 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan

nyeri dan pembengkakan pada area dalam mulut, ukuran bengkak sekitar 10 cm x
8 cm di bagian dalam mulut. Ukuran bengkak terus meningkat sejak lima tahun
terakhir dan melebar dari dalam mulut dan melebar dari dalam mulut ke regio
submental dan submandibular yang menempati bagian lateral atas mandibula dan
leher. Pasien mengeluh susah menelan, terganggu ketika makan dan tidur sejak
satu tahun lalu. Pada bagian intraoral terdapat pembengkakan yang nelebar ke
arah kanan dan mendorong lidah ke atas dan kiri sehingga penampakan dari uvula
dan jaringan lunak tidak terlihat, Mallampati IV dan terdapat obstruksi jalan nafas,
pasien didiagnosis plunging ranula. Kasus sesuai Ny. IA dengan teori yang
menjelaskan Plunging ranula adalah mukokel yang berasal dari kelenjar
eksokrindan terjadi di dasar mulut. Ranula oral terbentuk karena kebocoran dan
penumpukan sekresi kelenjar ludah utama di atas otot mylohyoid, ranula serviks /
plunging dihasilkan dari kumpulan lendir di sepanjang bidang fasia leher.1
Sebelum dilakukan tindakan operasi, Preoperatif dilakukan terlebih dahulu
dan didapatkan kondisi pasien baik dengan skor American Society of
Anesthesiologist (ASA) I yaitu pada Ny. IA tidak mengalami gangguan sistemik
ringan/berat seperti hipertensi, diabetes mellitus terkontrol/tidak terkonrol.
Dimana sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa definisi ASA I yaitu pasien
normal dan sehat serta tidak mengalami gangguan sistemik ringan/berat. ASA II,
yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan, ASA III yaitu pasien dengan
penyakit sistemik berat, ASA IV yaitu pasien dengan penyakit sistemik berat yang
mengancam nyawa, ASA V yaitu pasien yang tidak bisa dipertahankan apabila
tidak dilakukan operasi, ASA VI yaitu pasien mati batang otak, dan E yaitu
emergensi.3
Prosedur anestesi yang dilakukan pada pasien ini adalah general anestesi.
Pada kasus ini pasien diberikan premedikasi berupa Ondansetrone 4 mg.
Ondansetrone merupakan antagonis selektif reseptor 5-HT3 memiliki sifat

PAGE \* MERGEFORMAT 21
antiemetic kuat yang diperantarai sebagian melalui blockade reseptor 5-HT3
sentral di pusat muntah. Pada Ny. IA diberikan ondansetron sebagai premedikasi
untuk mencegah mual dan muntah dimana pada postoperasi dengan anestesi
general keluhan tersebut seringkali ada. Dosis yang diberikan adalah 4 mg dimana
sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa dosis ondansetrone 4 – 8 mg yang
berguna sebagai postdischarge mual dan muntah.3
Kemudian pasien diberikan obat yaitu propofol 2 mg/kgbb dengan BB 60 kg
yaitu menjadi 120 mg atau 12 cc. Dosis yang diberikan sesuai dengan teori yang
menjelaskan bahwa dosis induksi propofol dengan rute intravena yaitu 2 - 2,5
mg/kg. Propofol merupakan salah satu induksi anestesi general yang membuat
efek sedasi yang dalam. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan
oleh GABA, meningkatkan afinitas ikatan dari GABA ke reseptor GABA A untuk
mengaktivasi membrane hiperpolarisasi, menurunkan tekanan arterial darah,
preload, dan kontraktilitas jantung, Propofol juga merupakan depressant
respiratori, anticolvunsant, menurunkan tekanan intraocular. Pada Ny. A diberikan
propofol karena ingin memberikan efek sedatif yang berkaitan dengan anestesi
general.
Pasien juga diberikan fentanyl 2 mcg/kgbb dengan BB 60 kg yaitu menjadi
120 mcg atau 2,4 cc. Dosis yang diberikan sesuai dengan teori yang menjelaskan
bahwa dosis anestesi intraoperative fentanyl dengan rute intravena yaitu 2 – 50
mcg/kg. Fentanyl termasuk ke dalam agen analgesic opioid. Agen tersebut
menghambat kanal kalsium dan mengaktivasi kanal potassium. Opioid juga
memberikan efek sedasi. Opioid juga memberikan efek pada system saraf pusat. 3
Pada Ny. A diberikan sebagai pengobatan nyeri atau analgesic.
Pasien juga diberikan atracurium 0,5 mg/kgbb dengan BB 60 kg yaitu
menjadi 12 mg atau 1,2 cc. Dosis yang diberikan sesuai dengan teori yang
menjelaskan bahwa dosis intubasi atracurium yaitu 0,5 mg/kg. Atracurium
termasuk dalam agen blok neuromuscular. Agen blok neuromuscular (relaksan
otot) menyebabkan otot skeletal berelaksasi. Atracurium memberikan efek
relaksan pada otot guna mempermudah intubasi.3
Pasien dilakukan pemasangan tracheostomy dengan kanul nomor 6. Indikasi
dilakukannya trakeostomi pada Ny. IA adalah adanya obstruksi pada jalur

PAGE \* MERGEFORMAT 21
pernapasan pada Ny. IA yang didapatkan pada pemeriksaan jalan nafas yaitu
mallampati IV dan adanya obstruksi, dimana sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa indikasi pemasangan trakeostomi adalah Obstruksi jalan
napas atas akut dengan gagal intubasi endotrakeal (benda asing, angioedema,
infeksi, anafilaksis, dll., Pasca-krikotirotomi (jika krikotirotomi telah dipasang,
maka harus segera diformalkan menjadi trakeostomi setelah jalan napas sudah
diamankan), Menembus trauma laring, dan Fraktur LeFort III. Ukuran Kanul
yang digunakan Ny. IA sesuai dengan teori Jackson Size yaitu pada wanita
digunakan kanul nomor 6 dengan diameter luar 10mm, sedangkan pada pria
menggunakan kanul nomor 7 – 8 dengan diameter luar 11 mm. 5 Teknik yang
dilakukan terdapat dua yaitu, trakeostomi bedah terbuka dan perkutan.
Trakeostomi bedah terbuka dengan sayatan kulit kemudian ditandai di garis
tengah leher anterior 1 sampai 2 cm di bawah kartilago karotis. Sayatan horizontal
atau vertikal dapat digunakan. Sayatan diperpanjang melalui otot platysma untuk
mengekspos otot strap (sternohyoid dan sternothyroid), mengidentifikasi raphe
median. Otot tali kemudian ditarik ke samping, memperlihatkan tulang rawan
krikoid dan kelenjar tiroid. Tanah genting tiroid diidentifikasi dan diikat, jika
perlu, bergantung pada lokasinya di sepanjang trakea. Hemostat dapat digunakan
untuk menjepit tanah genting, kemudian menjepit setiap tunggul dengan jahitan
sutra untuk memastikan hemostasis jaringan tiroid. Sebuah kait krikoid kemudian
ditempatkan di bawah tulang rawan krikoid untuk mengangkat laring dan trakea
ke dalam bidang operasi. Cincin trakea kedua dan ketiga diidentifikasi.
Trakeostomi perkutan lebih cocok untuk menghindari pengangkutan pasien yang
berpotensi sakit kritis ke ruang operasi. Teknik perkutan juga dikaitkan dengan
kehilangan darah yang lebih sedikit dan tingkat infeksi yang lebih rendah daripada
teknik terbuka. Teknik perkutan telah dikaitkan dengan beberapa komplikasi yang
merusak seperti laserasi trakea, cedera aorta, dan perforasi esofagus, yang sangat
tidak biasa setelah prosedur terbuka.2
Pasien juga diberikan gas inhalasi sevoflurane 2%. Dimana sesuai dengan
teori yaitu MAC (Minimum Alveolar Concentration) adalah konsentrasi alveolar
yang mencegah pergerakan pada 50% pasien sebagai respons terhadap stimulus
standar (mis., Insisi bedah). MAC adalah ukuran yang berguna karena

PAGE \* MERGEFORMAT 21
mencerminkan tekanan parsial otak, Memungkinkan perbandingan potensi antar
agen, dan memberikan standar untuk evaluasi Eksperimental. Meskipun demikian,
itu harus diingat bahwa ini adalah nilai median dengan kegunaan terbatas dalam
menangani pasien individu, terutama selama konsentrasi alveolar berubah dengan
cepat (misalnya, induksi dan emergensi).2

Sevoflurane termasuk dalam agen inhalasi yang berguna untuk


memperdalam efek sedasi. Agen inhalasi berinteraksi dengan banyak ion saluran
di SSP dan sistem saraf perifer. Nitrous oksida dan xenon dipercaya dapat
menghambatN-methyl-D-aspartate (NMDA) reseptor. NMDA reseptor adalah
reseptor rangsang di otak. Agen inhalasi lainnya mungkin berinteraksi di reseptor
lain (misalnya, ide-asam aminobutirat [GABA] -klorida aktif konduktansi saluran)
yang mengarah ke efek anestesi. Selain itu, beberapa penelitian menyarankan
bahwa agen inhalasi terus bertindak dengan cara nonspesifik, dengan demikian
mempengaruhi lapisan ganda membran. Mungkin saja anestesi inhalasi bekerja
beberapa reseptor protein yang memblokir saluran rangsang dan mempromosikan
aktivitas saluran penghambatan yang mempengaruhi aktivitas neuronal, serta oleh
beberapa efek membran nonspesifik.2

Cairan intraoperatif yang digunakan adalah sebagai berikut:

PAGE \* MERGEFORMAT 21
IWL: Jenis operasi (ringan) x BB
= 2 x 56 kg
= 112 cc
Maintenance: 4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 36 = 36
----------------+
96 cc
Puasa : jamperatif:
1 jam pertama: ½ puasa + maintenance + IWL
= ½ x 576 + 96 + 112
= 496 cc
1 jam pertama: 1/4 puasa + maintenance + IWL
= 1/4 x 576 + 96 + 112
= 352 cc
Pada saat pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pemulihan (Recovery
Room) untuk diawasi secara lengkap dan baik. Hingga kondisi penderita stabil,
penderita kemudian dibawa ke bangsal untuk perawatan selanjutnya.

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan penjelasan yang telah diaparkan


adalah pada pasien plunging ranula dapat dilakukan tindakan eksisi bedah dengan
pemilihan anestesi menggunakan teknik general anestesi dengan pemakaian
trakeostomi dengan menggunakan propofol, fentanyl, dan atracurium dan premedi
kasi berupa ondansetron. Setelah selesai dilakukan anestesi, pasien diobservasi
untuk pemindahan ruangan menjadi ruang pemulihan.

PAGE \* MERGEFORMAT 21
PAGE \* MERGEFORMAT 21
DAFTAR PUSTAKA

1. Huzaifa M, Soni A.. Mucocele and Ranula. [Updated 2021 Feb 13]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560855/
2. Butterworth, J. F., Mackey, D C., dan Wasnick, D J. 2018. Morgan &
Mikhail’s Clinical Anesthesiology Edisi 6. United State: Mc.Graw-Hill..
3. American Society of Anesthesiologist. 2020. ASA Physical Status
Classification System.
4. Raimonde, AJ, Westhoven, N, dan Witers, R. 2020. Tracheostomy. [Updated
2020 Nov 30]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020 Nov -. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559124/
5. Hess, DR & Altobelli, NP. 2014. Tracheostomy Tubes. Volume 59 Nomor 6.
June 2014. Available from http://rc.rcjournal.com/content/59/6/956.

27

Anda mungkin juga menyukai