Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

PENINGKATAN TEKANAN INTRA KRANIAL

Diajukan Kepada :

dr. Izati Rahmi, Sp.S

Disusun Oleh :

Indriyani Febiya Ningrum 2120221192

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA

PERIODE 18 APRIL – 22 MEI 2022


LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

DEPARTEMEN SARAF

REFERAT :

“Peningkatan Tekanan Intrakranial”

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di


Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu

Disusun oleh :

Indriyani Febiya Ningrum 2120221192

Jakarta, 10 Mei 2022

Mengesahkan :

Pembimbing Klinik Kepaniteraan Departemen Saraf

dr. Izati Rahmi, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat
dengan judul “Peningkatan Tekanan Intrakranial”. Referat ini merupakan salah
satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter
di SMF Saraf RSUD Pasar Minggu.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih


kepada dr. Izati Rahmi, Sp.S selaku pembimbing dalam pembuatan pembuatan
referat ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran.

Jakarta, 10 Mei 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….

KATA PENGANTAR……………………………………………………………

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………… … 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Basic Science …..6

II.2 Peningkatan TIK…….…

BAB III

KESIMPULAN………………………………………………………. ….22

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….……….23

4
BAB I

PENDAHULUAN

Tekanan Intrakranial merupakan keadaan kegawatdaruratan neurologis


yag disebabkan karena adanya ketidakseimbangan pada parenkim otak,
vaskularisasi serta cairan serebrospinal. Peningkatan tekanan intracranial
berhubungan dengan outcome yang buruk, termasuk iskemia otak dan bahkan
kematian. Patofisiologi atau perjalanan dari peningkatan tekanan intracranial
penting diketahui untuk kompetensi dokter umum. Diagnosis cepat, analisis
cermat terhadap patofisiologi yang terlibat, dan pemantauan invasif serta terapi
sangat penting untuk keberhasilan penatalaksanaan kondisi yang berpotensi
berbahaya ini. Peningkatan tekanan intracranial bisa disebabkan karena banyak
faktor, gangguan vascular, adanya suatu masa dan infeksi.

Normal tekanan Intrakranial adalah 8-14mmhg. Jika TIK >20mmHg


pasien akan mulai timbul beberapa gejala, yang paling sering dialami adalah nyeri
kepala, mual dan muntah. TIK yang terlalu meningkat hingga >40mmHg, diduga
memiliki tingkat perburukan 3x lipat dari TIK >20mmHg. Perburukan dapat
dilihat jika sudah terdapat gejala trias cushing serta gambaran pupil yang
anisokor. Tekanan Intrakranial merupakan suatu kegawatdaruratan yang harus
segera dilakukan tatalaksana. Tatalaksana pada TIK berupa menghilangkan dari
etiologi peningkatan TIK.

Dalam referat ini saya akan membahas mengenai anatomi dari otak,
ventrikel otak dan fisiologis cairan serebrospinal. Serta, pembahasan mengenai
managemen pada pasien peningkatan TIK, faktor resiko terjadinya TIK,
manifestasi klinis pada kondisi peningkatan TIK. Sehingga, diharapkan
pengetahuan ini dapat membantu mengurangi angka kematian akibat peningkatan
TIK.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI

II.1.1 Cavitas cranii

Cavitas cranii adalah ruangan di dalam cranium yang berisi encephalon,


meninges, bagian proximal nervi craniales, pembuluh-pembuluh darah, dan sinus
durae matris1.

A. Atap

Atap atau Calvaria adalah atap berbentuk kubah yang melindungi aspectus
posterior encephalon. Terutama atap tersusun dari tulang frontale di anterior,
sepasang tulang parietale di tengah, dan tulang occipitale di posterior1.

Gambar 1. Atap Cavitas Cranii

Dari anterior ke posterior, ciri-ciri yang tampak pada atap tulang cavitas cranii
(Gambar 1) :

● crista tulang di garis tegah, yang memanjang dari permukaan tulang


frontale (crista frontalis), yang merupakan titik perlekatan untuk falx

6
cerebri (suatu kekhususan dura mater yang memisahkan sebagai dari
kedua hemisperium cerebri);
● pada titik superior akhir crista frontalis terdapat permulaan sulcus sinus
sagittalis superioris, yang melebar dan menjadi dalam di posterior dan
menandai posisi sinus sagittalis superioris (sebuah struktur
venosusintradulare);
● pada kedua sisi sulcus sinus sagittalis superioris di sepanjang
perjalanannya, sejumlah kecil cekungan dan lubang (foveolae granulares),
yang menandai lokasi granulationes arachnoidales (struktur-struktur yang
menonjol yang langsung dapat diidentifikasi ketika encephalon dengan
pembungkus meningesnya diperiksa; granulationes arachnoidales terlibat
dalam reabsorbsi liquor cerebrospinalis); dan pada aspectus lateralis atap
cavitas cranii, sulci yang lebih kecil dibentuk oleh bermacam-macam
pembuluh darah meningeales1.

B. Dasar

Dasar cavitas cranii dibagi menjadi fossa cranii anterior, fossa cranii media,
dan fossa cranii posterior. Fossa cranii anterior Bagian-bagian tulang frontale,
tulang ethmoidale, dan tulang sphenoidale membentuk fossa cranii anterior 1.
Dasarnya disusun dari:

● Tulang frontale pada arah anterior dan lateral;


● Tulang ethmoidale pada garis tengah; dan
● Dua bagian tulang sphenoidale di posterior, corpus (garis tengah), dan ala
minor (di lateral).

Gambar 2. Fossa Cranii Anterior

7
Fossa cranii media Fossa cranii media terdiri dari bagian-bagian tulang
sphenoidale dan tulang temporale. Batas antara fossa cranii anterior dan fossa
cranii media pada garis tengah adalah tepi anterior sulcus chiasmatis, yang
merupakan sebuah sulcus kecil yang membentang di antara canalis opticus
melintasi corpus sphenoidale. Batas-batas posterior fossa cranii media pada setiap
sisinya dibentuk oleh facies anterior, setinggi margo superior partis petrosae dari
pars petromastoidea tulang temporale1.

Gambar 3. Fossa Cranii Media

Fossa cranii posterior Sebagian besar fossa cranii posterior terdiri dari bagian-
bagian tulang temporale dan tulang occipitale, dengan sedikit kontribusi dari
tulang sphenoidale dan tulang parietale. Fossa ini adalah yang paling besar dan
dalam dari ketiga fossa cranii dan berisi truncus encephali (mesencephalon, pons,
dan medulla oblongata) dan cerebellum1.

Gambar 4. Fossa Cranii Posterior

8
II.1.2 Otak (Martini 2014)

Otak manusia dewasa memiliki hampir 97% terdiri dari jaringan saraf.
Berat otak sekitar 1.4 Kg dan memiliki volume 1200 mL. Otak pada pria lebih
besar 10% dibandingkan dengan wanita. Terdapat 6 bagian besar di otak yaitu,
Serebrum, Serebellum, Diensefalon, Midbrain, Pons dan medulla Oblongata.
Bagian yang terbesar ditempati oleh serebrum2.

Serebrum memiliki ukuran yang besar karena memiliki pasangan hemisfer


kanan dan kiri. Otak memiliki area korteks yang luas, lapisan superfisial dengan
materi berwarna abu-abu menutupi sebagian besar permukaannya. Permukaan
hemisfer serebral terlihat berlekuk-lekuk dan ditutupi oleh korteks saraf yang
disebut korteks serebral. Korteks serebral terbentuk dari serangkaian lekukan
yaitu gyrus. Gyrus meningkatkan luas permukaannya. Gyrus dipisahkan oleh
cekungan yang dangkal disebut dengan sulcus. Serebrum memiliki fungsi sebagai
pusat mental yang paling tinggi, pikiran sadar, sensasi, intelektual, memori dan
gerakan kompleks2.

Serebellum merupakan bagian terbesar kedua di otak setelah serebrum.


Sebagian serebellum tersembunyi diantara hemisfer serebral. Serebellum juga
memiliki lapisan seperti sereberum, yang dinamakan dengan korteks serebellar.
Serebellum atau otak kecil, menyesuaikan gerakan yang sedang berlangsung
dengan membandingkan sensasi yang datang dengan sensasi yang dialami
sebelumnya, dan memungkinkan manusia melakukan gerakan yang sama
berulang-ulang2.

Bagian terbesar ketiga dari otak adalah diensefalon terdiri dari thalamus
(kiri dan kanan thalamus). Setiap thalamus memproses pusat informasi sensorik.
Hipotalamus merupakan dasar bagi diensefalon, sebagai pusat yang berkaitan
dengan emosi, fungsi autonomy dan produksi hormone. Infundibulum merupakan
batang sempit yang menghubungkan hipotalamus dengan glandula pituitry.
Diensefalon merupakan sebagai penghubung structural maupun fungsional antara
hemisfer serebrum dan batang otak2.

9
Batang otak merupakan organ yang penting sebagai prosesnya pusat
maupun nucleus dari informasi. Batang otak terbagi menjadi otak tengah
(mesensefalon), pons, dan medulla oblongata. Otak tengah merupakan pusat
proses informasi visual dan auditory serta reflex control yang dipicu oleh
stimulus. Misalnya, reflex dari respon suara yang keras atau berisik, mata akan
bergerak dan kepala akan terangkat. Regio otak tengah juga berperan sebagai
kesadaran. Pons, yang menghubungkan antara serebelum dengan batang otak,
memiliki fungsi yang berkaitan dengan pusat motoric somatic maupun visceral.
Medulla oblongata yang menghubungkan antara otak dengan spinal cord2.

Gambar 5. Struktur dan fungsi Otak

10
II.1.3 Ventrikel Otak

Setiap hemisfer serebral memiliki ruang yang besar yaitu ventrikel lateral.
Karena terdapat dua ventrikel lateral, ventrikel pada diensefalon dinamakan third
ventrikel. Dua ventrikel lateral tidak langsung berhubungan, tapi setiap ventrikel
berkomunikasi melalui ventrikel ketiga melalui foramen interventricular (foramen
monro). Otak tengah memiliki saluran yang sempit yang diketahui sebagai
aqueduct cerebral. Aqueduct cerebral yang menghubungkan antara ventikel ketiga
dengan ventrikel keempat. Ventrikel keempat akan meluas ke superior dari
medulla oblongata. Lalu, ventrikel keempat akan menyempit dan berlanjut ke
saluran sentral ke spinal cord (sumsum tulang belakang). Ventrikel akan berisi
cairan serebrospinal (CSF). CSF akan berlanjut sirkulasi dari ventrikel dan saluran
sentral ke subarachnoid space mengelilingi meningens kranial. CSF akan
melewati antara interior dan eksterior dari CSF melalui 3 foramina yang
mengelilingi 4 ventrikel2.

Gambar 6. Ventrikel otak

II.2 Fisiologi Cairan Serebrospinal (CSF)

Cairan serebrospinal mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan


korda spinalis. CSS memiliki densitas yang hampir sama seperti otak itu sendiri,
sehingga otak pada hakikatnya mengapung atau tersuspensi di dalam lingkungan
cairan khusus ini. Fungsi utama CSS adalah sebagai cairan peredam-kejut untuk

11
mencegah otak menumbuk bagian interior tengkorak keras ketika kepala
mengalami gerakan mendadak yang menggetarkan dengan keras. Selain
melindungi otak yang halus dari trauma mekanis, CSS berperan penting dalam
pertukaran bahan antara sel-sel saraf dan cairan interstisium di sekitarnya. Cairan
interstisium otak-bukan darah atau CSSadalah satu-satunya yang berkontak
langsung dengan neuron dan sel glia. Karena cairan interstisium otak langsung
membasahi neuron, komposisinya sangat penting3.

Komposisi cairan interstisium otak lebih dipengaruhi oleh perubahan


dalam komposisi CSS daripada perubahan komposisi darah. Pertukaran bahan
lebih mudah terjadi antara CSS dan cairan interstisium otak daripada antara darah
dan cairan interstisium otak. Karenanya, komposisi CSS harus diatur secara
cermat. CSS dibentuk terutama oleh pleksus koroideus yang terdapat di bagian-
bagian tertentu ventrikel. Pleksus koroideus terdiri dari massa pia mater kaya-
pembuluh darah berbentuk kembang kol yang masuk ke dalam kantong-kantong
yang dibentuk oleh sel ependimal. Cairan serebrospinal terbentuk akibat
mekanisme transpor selektif menembus membran pleksus koroideus. komposisi
CSS berbeda dengan yang di darah. Sebagai contoh, CSS mengandung lebih
sedikit K+ dan lebih banyak Nat sehingga cai ran interstisium otak merupakan
lingkungan ideal bagi perpindahan ion-ion ini mengikuti penurunan gradiennya,
suatu proses yang esensial bagi perambatan impuls saraf 3. Perbedaan terbesar
adalah adanya protein plasma di dalam darah, tetapi CSS yang normal hampir
tidak mengandung protein. Protein plasma tidak dapat keluar dari kapiler darah
untuk meninggalkan darah selama pembentukan CSS3.

Setelah terbentuk, CSS mengalir melewati empat ventrikel yang saling


berhubungan di dalam otak dan melalui kanalis sentralis sempit di korda spinalis,
yang berhubungan dengan ventrikel terakhir. Cairan serebrospinal juga keluar
melalui lubang-lubang kecil dari ventrikel keempat di dasar otak untuk masuk ke
ruang subaraknoid dan kemudian mengalir antara lapisan-lapisan meningen di
seluruh permukaan otak dan korda spinalis.

12
Gambar 7. Fisiologi Cairan Serebrospinal

Ketika mencapai bagman atas otak, CSS direabsorpsi dari ruang


subaraknoid ke dalam darah vena melalui vilus araknoid. Aliran CSS melalui
sistem inidi permudah oleh gerakan silia disertai oleh faktor sirkulasi dan poster
yang menyebabkan tekanan CSS sekitar 10 mm Hg. Penurunan tekanan ini oleh
pengeluaran bahkan hanya beberapa mililiter (mL) CSS sewaktu pungsi spinal
untuk analisis laboratorium dapat menyebabkan nyeri kepala hebat. Melalui
proses pembentukan, sirkulasi, dan reabsorpsi yang terus-menerus, keseluruhan
volume CSS yang besarnya sekitar 125 hingga 150 mL diganti lebih dari tiga kali

13
sehari. Jika salah satu proses-proses ini terganggu sehingga terjadi akumulasi
CSS, timbul hidrosefalus ("air di kepala"). Peningkatan tekanan CSS dapat
menyebabkan kerusakan otak dan retardasi mental jika tidak diobati. Terapi
berupa pembentukan pirau secara bedah untuk mengalihkan CSS ke vena di
bagian lain tubuh3.

II.2 Peningkatan Tekanan Intrakranial

II.2.1 Definisi

Peningkatan TIK merupakan keadaan dimana terjadinya


ketidakseimbangan antara komponen pada otak. Peningkatan TIK terjadi karena
kegagalan pada kompensasi peningkatan CSF yang terus meningkat. Nilai
peningkatan TIK ketika kurva sudah sekitar 25mmHg, setelah dititik ini, kenaikan
kecil dalam volume intracranial akan menghasilkan peningkatan yang nyata pada
TIK4.

II.2.3 Faktor yang mempengaruhi peningkatan TIK

a. Massa serebral atau ekstraserebral


Masa seperti tumor otak, infark serebral dengan edema, kontusio
traumatik, hematoma atau abses. Hal tersebut akan menyebabkan
deformasi pada otak4.
b. Pembengkakan otak luas
Pembengkakan terjadi pada keadaan anoksi iskemik, hepatic failure,
hipertensi, ensefalopatidan sindrom serembral reyehepato. Peningkatan
pada kelainan ini akan menyebabkan gangguan perfusi serebral4.
c. Peningkatan tekanan vena
Peningkatan tekanan disebabkan karena cerebral venous sinus thrombosis,
heart failure, atau obstruksi pada mediastinal superior atau jugular veins4.

d. Obtruksi pada aliran dan absorbs CSF


Jika obstruksi terjadi pada ventrikel atau ruang sub arachnoid akan
menyebabkan hidrosefalus. Penyakit meningeal yang luas dari berbagai

14
etiologic seperti infeksi, karsinomatosa, granulomatous, hemoragik dapat
menyebabkan mekanisme lain dari penyumbatan4.
e. Lainnya
Setiap proses yang memperluas volume CSF (meningitis, perdarahan
subarachnoid) atau meningkatkan produksi CSF (tumor pleksus koroid),
dalam situasi ini terjadi perubahan gradien tekanan antara serebral dan
kompartemen tulang belakang yang mengakibatkan hidrosefalus4.

II.2.4 Patofisiologi

Pertambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat terjadi jika


terdapat penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain. Satu-satunya bagian
yang memilik kapasitas dalam mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya
kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi perpindahan LCS ke arah aksis
lumbosakral. Ketika manifestasi di atas sudah maksimal maka terdapat
kecenderungan terjadinya peningkatan volume pada kompartemen (seperti pada
massa di otak) akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK)5.

Gambar Doktrin Monroe-keliie. Kompensasi tekanan intracranial (TIK).

Kondisi normal ruang intracranial meliputi parenkim otak, darah arteri dan
vena, LCS. Jika terdapat massa, terjadi pendorongan keluar darah vena dan LCS
untuk mencapai kompensasi TIK. Jika massa cukup besar terjadi peningkatan

15
TIK. Nilai normal TIK masih ada perbedaan diantara beberapa penulis, dan
bervariasi sesuai dengan usia, angka 8-10 mmHg masih dianggap normal untuk
bayi, nilai kurang dari 15 mmHg masih dianggap normal untuk anak dan dewasa,
sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20
menit dikatakan sebagai hipertensi intrkranial5.

Tekanan intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral (CPP /


Cerebral perfusion pressure). CPP dapat dihitung sebagai selisih antara rerata
tekanan arterial (MAP) dan tekanan intrakranial (ICP/TIK).

CPP = MAP – ICP

atau MAP Ini dipakai ketika kranium sedang terbuka (saat operasi) dan ICP-nya
nol. Jadi perubahan pada tekanan intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi
cerebral, dimana ini akan berakibat terjadinya iskemia otak. Bila terjadi kenaikan
yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat
dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari rongga tengkorak
ke kanalis spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun
oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan
volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis
volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal
dan terjadilah peningkatan tekanan intracranial5.

II.2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang paling sering pada peningkatan TIK adalah sakit kepala,
mual dan muntah, mengantuk, kelumpuhan mata dan edema papil. Papilendema
mengakibatkan pengaburan visual berkala, jika terlalu berlarut-laru akan
mengakibatkan atrofi optic dan kebutaan. Pemantauan TIK dapat diukur dengan
memasukkan kedalam rongga tengkorak, namun harus dikorelasikan dengan
tanda-tanda klinis dari peningkatan TIK. Namun, gejala dan tanda utama
neurologis adalah adaya masa pada intracranial, dilatasi pupil, kelumpuhan pada
abdusen, respon cushing dan penurunan kesadaran. 4

16
Pasien dengan tekanan darah yang normal membutuhkan kewaspadaan
terbadap terjadinya penignkatan TIK 25-40mmHg. Peningkatan TIK yang
menyebabkan koma umumnya ketika TIK melebihi 40-50 mmHg, aliran darah
serebral (CBF) akan berkurang yang mengakibatkan hilangnya kesadaran. Setiap
peningkatan lebih lanjut akan segera diikuti oleh iskemik global dan kematian
otak. Dari beberapa pengamatan, pergeseran otak dan herniasi menyebabakan
midriasis pada pupil yang umumnya ketika TIK mencapai 28-34 mmHg.
Kelumpuhan pada abdusen tidak langsung berkaitan dengan peningkatan TIK.
Namun, kelumpuhan abdusen paling saring berkaitan dengan pembengkakan otak,
hidrosefalus, proses meningitis atau pseudotumor. 4

II.2.6 Tatalaksana

II.2.6.1 Tatalaksana umum

Tujuannya adalah menghindari hipoksia (PaO2 < 60


mmHg) dengan mengoptimalkan oksigenasi(Saturasi O2 >94%
atau PaO2 >80 mmHg) dan menghindari hipotensi (tekanan
darah sistol ≤ 90 mmHg).5 Beberapa hal yang berperan besar dalam
menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain adalah :

1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki
venous return.

2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal, tekanan darah yang sangat tinggi
dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan
mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan edema dan
peningkatan TIK.

3. Mencegah dan mengatasi kejang

4. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri

5. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat
metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak

17
suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan
otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK.

6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit. Hiponatremia akan menyebabkan


penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi edema sitotoksik, sedangkan
hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.

7. Hindari kondisi hiperglikemia

8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau


vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi.

9. Atasi hipoksia Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme


anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan
menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di
otak akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema
otak dan peningkatan TIK.

10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)

11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal


seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan5.

II.2.6.1 Tatalaksana Khusus

1. Mengurangi efek massa

Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun


perdarahan intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses
intrakranial tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan segala
konsekuensinya. Sebagian dari kondisi tersebut memerlukan tindakan
pembedahan untuk mengurangi efek massa. Kraniektomi dekompresi dapat
dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap terapi konservatif dan
menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.6

2. Sedasi dan/atau paralisis

18
bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya peningkatan
TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan.
Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko
terjadinya myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang. 6

3. Mengurangi volume cairan serebrospinal

Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan


hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi
meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini
yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter
lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus
atau ada/tidaknya massa intrakranial.

Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan


apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial
atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura
daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan
serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya
adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.

4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan


isotonik jika CPP < 60 mmHg. 6

5. Mengurangi volume darah intravascular

Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan


perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan
tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek
hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam beberapa menit. Tindakan
hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam menangani krisis
peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini
hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam
jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1
mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat menyebabkan
vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini

19
hanya dilakukan untuk waktu yang singkat. Hemodilusi dan anemia mempunyai
efek yang menguntungkan terhadap CBF dan penyampaian oksigen serebral.
Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek
terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan
terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila
hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal
ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan meningkat. Dengan
demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah mencegah
hematokrit jangan sampai turun dibawah 30%.6

6. Terapi osmotik

Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler, baik mannitol maupun salin
hipertonik memiliki manfaat dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan
volume dan rigiditas sel darah merah.

a. Salin hipertonik : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10- 20


menit melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan
kadar Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan
salin hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin hipertonik dihentikan
setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema rebound.

b. Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg) : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti
dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar
osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam.
Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit,
dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.

Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi


ini masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut :

20
1. Menurunkan TIK :

a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah


dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK
dalam beberapa menit. 6

b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema


cairan dari parenkim otak.

2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah

Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian


mannitol yaitu sebagai berikut :

i. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi


sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema
otak. Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering)
untuk mencegah rebound TIK.
ii. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan
jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana
dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya.
iii. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut
khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-
obatan nefrotoksik lainnya sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya. 6

21
KESIMPULAN

Menurut Monro-killie, Prinsip peningkatan TIK dipengaruhi oleh 3 hal


penting yaitu parenkim otak, vaskularisasi dan cairan serebrospinal. Jika salah
satu mengalami gangguan, akan terjadi kompensasi tekanan intracranial terlebih
dahulu. Tubuh akan meningkatkan MAP (Mean Arterial Pressure) agar CPP
(Cerebral Perfusion Pressure) tidak terjadi penurunan, dan dalam batas yang
normal. Jika, tekanan intracranial terlalu meningkat dan MAP tidak mampu
mengkompensasi, CPP akan turun dan memberikan sinyal bahwa kondisi akan
memburuk. Saat CPP turun atau TIK >40mmHg biasa timbul gejala yang paling
sering yaitu trias cushing (Peningkatan tekanan darah, penurunan nadi dan
pernapasan). Gejala pada TIK beragam, sesuai lokasi penekanannya. Penekanan
pada batang otak dan menimbulkan penurunan kesadaran dan muntah dapat
terjadi jika CTZ di batang otak juga terangsang.

Keadaan peningkatan TIK, harus memerlukan tatalaksana segera


dan diagnosis yang kuat seperti CT-Scan dan mengaitkan dengan gejala klinis.
Tatalaksana pada kondisi peningkatan TIK adalah mempertahankan stabilisasi
dari pasien, mulai dari oksigenase, tekanan darah agar dipertahankan dalam
kondisi normal. Setelah kondisi stabil, mencari penyebab melalui pemeriksaan
penunjang, jika memang ada indikasi pembedahan, bisa segera dilakukan. Jika,
tidak ditemukan kondisi segera pembedahan, maka dapat dibantu dengan
medikamentosa.g

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Richard L, Wayne V, Adam W. Gray’s Basic Anatomy. International ed.


Canada; Elsevier. 2012. 415 p.
2. Frederic H. Martini, Fyndamentals of Anatomy&Physiology 8th Ed. Hawaii;
Pearson Education. 2015. 463 p.
3. Sherwood L. Introduction to Human Physiology Ed.9. Angewandte Chemie
International Edition, 9(11), 951–952. EGC; 2018.
4. Allan H.Ropper, Martin A. Samuels. Adams and Victor's Principles of
Neurology. 10th Ed. New York; Mc Graw Hill Education. 2014. 617 p.
5. Amri I. Pengelolaan Peningkatan Tekanan Intrakranial. J Ilm Kedokt [Internet].
2017;4(3):2–17.Availablefrom:
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MedikaTadulako/article/view/9288
6. Ragland J, Lee K. Critical Care Management and Monitoring of Intracranial
Pressure. J Neurocritical Care. 2016;9(2):105–12.

23

Anda mungkin juga menyukai