Daftar Isi..................................................................................................................
Daftar Gambar.........................................................................................................
BAB I Pendahuluan.................................................................................................
BAB II Anatomi dan Vaskularisasi Sinus Kavernosus...........................................
BAB III Carotid Cavernous Fistula........................................................................
3.1. Definisi.............................................................................................................
3.2. Epidemiologi.....................................................................................................
3.3. Patogenesis.......................................................................................................
3.4. Klasifikasi.........................................................................................................
3.5. Kriteria Diagnosis.............................................................................................
3.5.1. Manifestasi Klinis.................................................................................
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang........................................................................
3.5.2.1. CT Scan dan MRI...................................................................
3.5.2.2. Angiografi...............................................................................
3.5.2.3. Ultrasonografi.........................................................................
3.6. Diagnosis Banding............................................................................................
3.6.1. Trombosis sinus kavernosus.................................................................
3.6.2. Oftalmopati tiroid..................................................................................
3.6.3. Malformasi arteri vena..........................................................................
3.7. Penatalaksanaan................................................................................................
3.7.1. Terapi mata...........................................................................................
3.7.1.1. Farmakologi.............................................................................
3.7.1.2. Non Farmakologi.....................................................................
ii
3.7.2. Terapi bedah saraf.................................................................................
3.7.3. Terapi radiologi intervensi....................................................................
3.8. Prognosis...........................................................................................................
BAB IV Ringkasan..................................................................................................
Daftar Pustaka..........................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menambah pengetahuan dalam menangani pasien dengan CCF.
2
BAB II
ANATOMI SINUS KAVERNOSUS
Secara anatomi, sinus kavernosus merupakan ruang vena, suatu trabekula sinus
vena yang berlokasi antara selubung dari duramater dan bersebelahan dengan sela
tursika dengan arteri karotis interna dan beberapa saraf kranial melewatinya. Sinus
kavernosus merupakan pertemuan vena yang dibungkus oleh lapisan dura dan
berlokasi pada sisi medial fossa kranial media dan lateral dari daerah sellar. 10,11 Ciri
khas sinus kavernosus yaitu adanya hubungan yang erat antara aliran vena dengan
sejumlah nervus kranial. Segmen horizontal arteri karotis interna dan N. abdusen (N
VI) melintasi sinus vena ini. N. okulomotorius (N III), n. troklearis (N IV), n.
trigeminal (N V) cabang pertama dan kedua berhubungan erat dengan dinding
lateral sinus kavernosus (Gambar 1).6,7
Sinus kavernosus mendapat aliran darah dari vena serebral dan oftalmik
superior, pleksus pterigoid dan vena oftalmik inferior, berakhir di posterior pada
sinus petrosal superior dan inferior yang mengalir ke sinus transversa dan vena
jugular interna (Gambar 2).
3
Gambar 2. Hubungan sinus kavernosus dengan sinus dural lainnya dan vena pada kepala dan
leher.9
Sinus kavernosus terbagi atas empat ruangan vena dengan parameter jarak
daerah kavernosus dengan arteri karotis. Yaitu :
• Medial
• Antero inferior
• Postero superior
• Lateral
Bagian medial dari sinus kavernosus ini terletak antara glandula hipofisis dan
arteri karotis interna. Daerah ini mempunyai lebar 7 mm, tetapi bisa tidak nyata
apabila arteri berliku-liku. Bagian antero inferior berada pada kelengkungan
dibawah kurva pertama dari portio intrakavernosus dan arteri karotis. Nervus
abdusen memasuki daerah ini setelah melewati keliling arteri sebelah lateral. Bagian
postero superior berada antara arteri karotis dan sebelah posterior, setengahnya
adalah atap dari sinus kavernosus. Percabangan arteri meningohipofisis dari arteri
karotis interna terjadi didaerah ini. Ketiga daerah diatas lebih besar dibandingkan
dengan bagian lateral dari sinus kavernosus. Bagian lateral lebih sempit, ketika
4
nervus abdusen melewati daerah ini, nervus ini melekat ke arteri karotis interna dan
sebelah lateralnya adalah dinding sinus. Daerah kavernosus dari arteri karotis dan
nervus abdusen berlokasi dekat dengan badan sinus kavernosus dan merupakan
trunkus okulosimpatis.3-5,10,11
Sinus kavernosus dinamakan seperti ini karena sinus ini membentuk suatu
struktur yang reticular (gambar 3). Sinus ini juga membentuk suatu garis melintang
dengan filamen yang menjalin. Sinus membentuk struktur iregular dimana lebih
besar bagian samping dibandingkan dengan bagian depan, dan terletak diatas sisi
tulang sphenoidalis, memanjang dari fissura orbitalis superior ke bagian apeks
(puncak) dari portio petrous dari tulang temporal. Masing-masing sinus terbuka
kesamping ke arah sinus petrosal. Pada dinding medial dari masing-masing sinus
berjalan arteri karotis interna, bergabung dengan filamen dari pleksus karotis.
Berjalan dekat dengan arteri ini adalah nervus abdusen, didinding bagian lateral
adalah nervus okulomotor (N III) dan nervus trochlearis (N IV), berjalan juga
seiring adalah nervus oftalmika dan nervus maksilaris yang merupakan divisi dari
nervus trigeminus (gambar 4). 3-5,10,11
5
Gambar 4. Anatomi sinus kavernosus (potongan memanjang).6
6
2. N. trochlear (CN IV); berfungsi menggerakkan otot mata
ekstraokular dan mengangkat kelopak mata, di mana saraf ini
menginervasi m. oblikuus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata
dapat digerakkan kearah bawah dan nasal.
3. N. ophthalmic, V1 cabang dari N. trigeminal (CN V); yang
mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak,
sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung
4. N. maxillary, V2 cabang dari CN V; yang mengurus sensibilitas
rahang atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan
mukosa hidung.
- Horizontal
1. A. interna (dan plexus sympathetic). Terlihat juga bagian
cavernosus dari
a. carotis interna.
2. N. abducens (CN VI); berfungsi menggerakkan otot mata
ekstraokular dan mengangkat kelopak mata, di mana saraf ini
menginervasi m. rektus lateralis. Kerja otot ini menyebabkan lirik
mata kearah temporal.
Struktur dari bagian sinus dipisahkan dengan adanya aliran darah sepanjang
aliran sinus dengan mengaliri membran dari sinus. Sinus kavernosus menerima
aliran darah dari (gambar 5): 12
• Vena orbitalis superior melalui fissura orbitalis superior.
• Vena serebralis dari sinus sphenoidalis yang kecil dimana berjalan
sepanjang bagian bawah dari bagian sayap kecil tulang sphenoidalis.
Ini juga berhubungan dengan sinus transverse dengan memakai sinus
petrosal superior.
• Vena jugularis interna melalui sinus petrosal inferior.
• Pleksus vena melalui foramen vasalii, foramen ovale dan foramen
Lacerum.
• Vena – vena angularis melalui vena ophtalmika.
7
Masing-masing sinus berhubungan melalui sinus intrakavernosus anterior dan
posterior.12
Vena oftalmika superior dan vena oftalmika inferior sama sekali tidak
mempunyai katup. Vena oftalmika superior mulai dari sudut sebelah dalam dari
orbita berada pada bagian dalam dari vena yang dinamakan naso frontal yang
berhubungan dengan anterior dengan vena angular, bagian ini mengikuti posisi
yang sama seperti arteri oftalmika, dan menerima anak-anak cabang dari cabang
pembuluh yang membentuk sebuah rangkaian tunggal yang pendek. Bagian ini
lewat antara dua ujung dari m. rektus superior dan m. obliquus superior dan
melewati bagian medial dari fisura orbitalis superior dan berakhir pada sinus
kavernosus. 6,7,13
Vena oftalmika inferior, berjalan mulai dari jaringan vena pada bagian depan
dari lantai orbita, bagian ini menerima vena dari M. rektus inferior, M. obliqus
superior, sakus lakrimali, dan kelopak mata yang berjalan ke belakang pada bagian
bawah dari orbita dan membagi dalam dua cabang. Salah satu dari vena tersebut
8
berjalan melewati fissura orbitalis superior dan bergabung dengan pleksus vena
pterigoid, dimana yang lain masuk tulang kranial melalui fissura orbitalis
superior dan berakhir pada sinus kavernosus. 6,7,13
9
BAB III
CAROTID CAVERNOUS FISTULA
3.1. Definisi
3.2. Epidemiologi
CCF mewakili sekitar 12% dari semua fistula arteriovenosa dural. Tipe A lebih
sering terjadi pada laki-laki muda. Jenis B, C, dan D lebih sering terjadi pada wanita
yang lebih tua dari 50 tahun, dengan rasio perempuan : laki-laki sekitar 7:1.
Tidak ada latar belakang ras tertentu yang terbukti berkolerasi dengan
kecenderungan untuk pengembangan CCF. Hampir semua pasien dengan direct
fistula carotid cavernous mengalami komplikasi okular yang progresif jika fistula
10
ini tidak diobati. Peningkatan proptosis, kemosis konjungtiva, dan hilangnya
penglihatan yang terjadi selama beberapa bulan sampai tahun dengan oklusi vena
retina sentral dan glaukoma sekunder merupakan komplikasi okular yang paling
parah. Laki-laki lebih mungkin untuk pengembangan CCF karena insiden meningkat
karena trauma sedangkan wanita yang menopause lebih mungkin untuk
pengembangan CCF dural yang spontan. Carotid cavernous fistula merupakan
kelainan yang umumnya karena traumatik pada kepala atau wajah dengan gambaran
klinis yang khas, kejadian akut dan progresif. Sekitar 25% CCF terjadi secara
spontan, terutama pada perempuan berusia paruh baya hingga perempuan berusia
tua, dan mungkin terkait dengan aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit
kolagen vaskular, kehamilan, gangguan jaringan ikat (misalnya, Ehlers-Danlos), dan
trauma minor. Sekitar 75% CCF diakibatkan oleh trauma serebral seperti kecelakaan
kendaraan bermotor, perkelahian, dan jatuh. Luka yang terjadi dapat berupa luka
penetrans atau nonpenetrans dan mungkin berhubungan dengan fraktur tulang wajah
atau basis tengkorak. CCF iatrogenik juga dilaporkan setelah pembedahan trans-
sphenoidal hipofisis, endarterektomi, operasi sinus ethmoidal, dan prosedur
perkutaneus gasserian dan retro-gasserian.16
3.3. Patogenesis
Carotid cavernous fistula terjadi karena robeknya dinding dari arteri karotis
interna intrakavernosus atau cabangnya baik traumatic ataupun spontan. Hal ini
menyebabkan sirkulasi yang pendek dari darah arteri ke vena dari sinus kavernosus.
Carotid cavernous fistula langsung (merupakan jenis carotid-cavernous fistula yang
paling sering, sekitar 70-90%) ditandai oleh adanya hubungan langsung antara
segmen intrakavernosus dari arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Fistula
ini biasanya mempunyai kecepatan aliran darah arteri yang kuat dan umumnya
disebabkan oleh robekan traumatik pada dinding arteri. 16 Adanya hubungan antara
arteri carotis dengan sinus cavernosus dapat dibagi menjadi dua: Direct Fistula yaitu
fistula secara langsung terhubung antara arteri carotis internus dengan sinus
11
kavernosus dan Indirect Fistula yaitu terbentuknya fistula pada sinus kavernosus
berasal dari arteri yang ada pada duramater.10,17
12
3.4. Klasifikasi
13
Gambar 9. CCF Tipe A-D
3.5. Kriteria Diagnosis
14
Ketajaman penglihatan berkurang secara patologi dapat dijelaskan
dengan adanya disfungsi dari retina, penurunan tekanan perfusi di
arteri optalmika dan peningkatan tekanan vena. Akibatnya terjadi
hipoksia kronik pada sel-sel retina.18
Anamnesis
a. Pada CCF direk, gejala biasanya muncul beberapa hari atau
beberapa minggu setelah trauma dengan trias gejala
proptosis pulsatil, kemosis konjungtiva, dan adanya bruit.
b. Adanya riwayat trauma atau riwayat operasi
c. Riwayat aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit kolagen
vaskular, Pseudoxanthoma elasticum, penyakit jaringan ikat
(misalnya, sindrom Ehlers-Danlos), atau kehamilan
d. Keluhan bisa berupa
Mata merah
Diplopia
Bruit (suara dengung atau desah)
Penurunan visus
Bulging pada mata
Nyeri pada kepala dan daerah orbita
Status ophthalmologi yang bisa ditemukan pada penyakit
carotid cavernosus fistula adalah:2 Proptosis, Edema kelopak
mata , Pulsasi pada mata (terlihat dan / atau teraba), Pulsating
exophthalmos, Bruit pada mata, Konjungtiva arterialisasi dan
kemosis, Keratopati eksposure, Pelebaran pembuluh darah retina,
Udem diskus optikus, Perdarahan intraretinal , Vitreous
hemorrhage, Retinopati proliferatif , Oklusi vena retina sentralis,
Peningkatan tekanan intraokular, Glaukoma neovaskular,
Glaukoma sudut tertutup.
15
Gambar 10. Kemosis inferior dan injeksi konjungtiva.
Gambar 12. Mata kiri menunjukkan (A) injeksi konjungtiva, edema kelopak
mata, dan proptosis. (B) Vena konjungtiva melebar dan berliku.5
16
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang
3.5.2.1 CT Scan dan MRI
Pada pemeriksaan seperti CT scan dan MRI, carotid-
cavernous fistula menunjukkan pelebaran vena oftalmika superior,
penebalan otot-otot ekstraokular dan adanya pelebaran sinus
kavernosus dengan gambaran konveks dari dinding lateralnya.
Perubahan ini hanya bisa menunjukkan kecurigaan suatu fistula.18 CT
scan memiliki keterbatasan sensitivitas dalam mengevaluasi pasien
untuk CCF. Karena keterbatasannya dalam menunjukkan letak
anatomi dibandingkan MRI, CT scan tidak dianjurkan sebagai
penanganan sebagai sebuah alat atau cara bagi pasien dengan
diagnosa CCF. Pada hasil CT scan dapat ditemukan proptosis,
pembesaran vena oftalmik superior, otot ekstra okular mungkin
membesar, edema orbita, mungkin terlihat SAH/ ICH dari pecahnya
vena kortikal. MRI memberikan uji pencitraan yang baik untuk
pasien yang diduga dengan diagnosa CCF. MRI dapat menunjukkan
keberadaan perdarahan parenkim atau leptomeningeal venous
drainage.19
Gambar 18. Gambaran (A) MRI, (B) MRA, (C) MRV dari carotid- cavernous
fistula.19
3.5.2.2 Angiografi
17
Pemeriksaan definitif dari carotid cavernous fistula ialah
arteriografi serebral dengan kateterisasi selektif dari arteri karotis
interna dan eksterna pada kedua sisi.19 Pada angiografi ditemukan
Rapid Shunting dari Interna Carotid Artery ke sinus kavernosus ,
Pembesaran pembuluh darah vena, Aliran retrograde dari sinus
kavernosus , biasanya mengalir ke dalam vena oftalmika.
bawah).19
Gambar 20. Gambaran CT-Angiografi pada penderita carotidcavernous
fistula.19
3.5.2.3 Ultrasonografi
18
Gambar 21. Gambaran Color Doppler dari aliran vena oftalmika
superior pada pasien carotid-cavernous fistula.18
3.6. Diagnosis Banding
19
merupakan pengobatan dasar untuk trombosis sinus kavernosus.
Antibiotik empiris harus mencakup gram positif, gram negatif dan bakteri
anaerob. Pengobatan dapat dipersempit, disesuaikan dengan kultur dan
sensitifitas.17
20
dan penyinaran. Medika mentosa pada keadaan ringan bisa menunggu
sampai keadaan eutiroid tercapai, dimana pada sebagian besar penderita
akan mengalami perbaikan, walaupun tidak merupakan perbaikan total.
Radiasi seperti terapi radiasi kortikosteroid paling efektif dalam tahun
pertama ketika perubahan fibrotik yang signifikan belum terjadi.
Beberapa pasien dengan TAO memerlukan penanganan bedah, seperti
dekompresi orbital, pembedahan strabismus dan pembedahan kelopak
mata. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan agar oftalmopati
tidak menjadi lebih berat.17
21
ventrikel kiri. Lesi di area periokular ditandai aliran tinggi (high-flow).
Oleh karena itu, lesi ini dapat menyebabkan pembengkakan orbita,
kemosis, eksoftalmos, bruit, peningkatan tekanan episklera, dan
intraokuli. Apabila nidus terletak pada orbita bagian anterior, lesi ini
dapat terlihat sebagai massa subkutan, berwarna biru, dan berdenyut.16,17
3.7. Penatalaksanaan
3.7.1.1. Farmakologi
a. Beta blocker
Menurunkan tekanan intra okuler dengan cara
mengurangi produksi aqueous humor. Obat-obat
golongan beta blocker adalah Timolol 0,25% atau
0,5%, Levobunolol 0,25% atau 0,5%, Metipranolol
0,3%, Carteolol 1,0%, Betaxolol ophthalmic.16
22
b. Inhibitor karbonik anhidrase
Meurunkan tekana intra okuler dengan cara
menurunkan sekresi aqueous humor. Obat-obat golongan
Inhibitor karbonik anhidrase adalah Dorzolamide 2%,
Brinzolamide 1%, Acetazolamide, dan Methazolamide.16
23
kehilangan penglihatan, diplopia, bruit yang tidak dapat ditoleransi dan
proptosis yang berat. Pada pasien dengan fistula yang hanya berhubungan
dengan cabang meningeal dari arteri karotis eksterna atau dengan cabang
meningens dari kedua arteri karotis eksterna dan interna, material
embolisasi dimasukkan melalui kateter mikro, ditempatkan di arteri
karotis eksterna berlanjut ke cabang yang menghubungkan fistula.18
24
membatasi perdarahan. Kateter diteruskan ke posterior dengan panduan
fluoroskopi sampai kesinus kavernosus, kemudian coil dilekatkan sampai
fistula tertutup. Setelah itu kateter dikeluarkan dan insisi dijahit.18
25
superior, pleksus basilar, dan pleksus pterigoideus. Dalam kasus di mana
pengobatan endovaskular tidak mungkin atau tidak berhasil, intervensi
bedah terbuka dapat dilakukan.18
3.8. Prognosis
Sebanyak 90% pasien dengan CCF direk ataupun indirek jika tidak diobati
akan mengalami kemunduran penglihatan. . 20 – 50% pasien dari CCF tidak
langsung dapat selesai secara spontan. Pasien dengan CCF dural jika tidak
diobati sebanyak 20 -30 % akan mengalami kemunduran pengelihatan. Sampai
saat ini tidak ada latar belakang ras tertentu yang terbukti berkorelasi dengan
kecenderungan untuk pengembangan CCF karena insiden meningkat karena
trauma sedangkan wanita yang menopause lebih mungkin untuk pengembangan
CCF dural yang spontan. Walaupun kejadian atau kondisi sensungguhnya pada
CCF tidak diketahui atau dikenali, perkiraan terbanyak menempatkan kasus ini
pada tingkat 5 -20 % dari semua cranial vascular malformation.
26
BAB IV
RINGKASAN
Carotid cavernous fistula terjadi karena robeknya dinding dari arteri karotis
interna intrakavernosus atau cabangnya baik traumatic ataupun spontan. Hal ini
menyebabkan sirkulasi yang pendek dari darah arteri ke vena dari sinus kavernosus.
Carotid cavernous fistula langsung (merupakan jenis carotid-cavernous fistula yang
paling sering, sekitar 70-90%) ditandai oleh adanya hubungan langsung antara
segmen intrakavernosus dari arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Fistula
ini biasanya mempunyai kecepatan aliran darah arteri yang kuat dan umumnya
disebabkan oleh robekan traumatik pada dinding arteri. Carotid-cavernous fistula
dibagi menjadi carotid-cavernous fistula langsung dan carotid-cavernous fistula
tidak langsung (dural) dengan tipe A-D.
27
dan adanya bruit yang dapat didengar dengan stetoskop bila diletakkan diatas
palpebra superior. Gambaran klinis dari carotid-cavernous fistula tipe tidak
langsung adalah onsetnya perlahan-lahan dan gejalanya lebih ringan. namun dengan
pemeriksaan yang hati-hati dari pembuluh darah yang dilatasi itu biasanya
menunjukkan gambaran tortuous corkscrew yang khas, yang merupakan
patognomonik dari dural carotid-cavernous fistula.
28
29
30
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Cause of Rapidly Progressive Vision Loss. Stroke. 47: e207–e209.
11. Karna S, Jain M, Alam MS, Mukherjee B, Raman R (2017). Carotid
cavernous fistula with central retinal artery occlusion and Terson
syndrome after mid-facial trauma. GMS Ophthalmology Cases. 7: 1-3.
12. Kobkitsuksakul C, Jiarakongmun P, Chanthanaphak E, Ayudya SPSN
(2016). Noncavernous arteriovenous shunts mimicking carotid cavernous
fistulae. Diagn Interv Radiol. 22: 555–559.
13. Arian M, Kamali A, Tabatabaeichehr M, Arashnia P (2016). Septic
Cavernous Sinus Thrombosis: A Case Report. Iran Red Crescent Med J.
18(8): e34961.
14. Scott IU, Law SK, Roy Hampton, Plager SD (2019). Carotid-Cavernous
Fistula (CCF). https://emedicine.medscape.com/article/1217766-
overview#showall
33