Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

Daftar Isi..................................................................................................................
Daftar Gambar.........................................................................................................
BAB I Pendahuluan.................................................................................................
BAB II Anatomi dan Vaskularisasi Sinus Kavernosus...........................................
BAB III Carotid Cavernous Fistula........................................................................
3.1. Definisi.............................................................................................................
3.2. Epidemiologi.....................................................................................................
3.3. Patogenesis.......................................................................................................
3.4. Klasifikasi.........................................................................................................
3.5. Kriteria Diagnosis.............................................................................................
3.5.1. Manifestasi Klinis.................................................................................
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang........................................................................
3.5.2.1. CT Scan dan MRI...................................................................
3.5.2.2. Angiografi...............................................................................
3.5.2.3. Ultrasonografi.........................................................................
3.6. Diagnosis Banding............................................................................................
3.6.1. Trombosis sinus kavernosus.................................................................
3.6.2. Oftalmopati tiroid..................................................................................
3.6.3. Malformasi arteri vena..........................................................................
3.7. Penatalaksanaan................................................................................................
3.7.1. Terapi mata...........................................................................................
3.7.1.1. Farmakologi.............................................................................
3.7.1.2. Non Farmakologi.....................................................................

ii
3.7.2. Terapi bedah saraf.................................................................................
3.7.3. Terapi radiologi intervensi....................................................................
3.8. Prognosis...........................................................................................................
BAB IV Ringkasan..................................................................................................
Daftar Pustaka..........................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Carotid Cavernous Fistula (CCF) atau fistula karotis kavernosa (CCF)


adalah interaksi abnormal antara arteri dan vena dalam sinus kavernosa, yaitu
antara arteri karotis dengan sinus kavernosus, umumnya disebabkan oleh
adanya trauma pada dasar tengkorak, diklasifikasikan sebagai fistula langsung
dan dural.1 Fistula karotis kavernosa adalah salah satu lesi vaskular
intrakranial yang paling awal yang diakui dalam sejarah karena untuk
gambaran klinis yang jelas seperti pulsating exophthalmos.2 Hipertensi vena
dan kongesti yang terjadi menimbulkan gejala khas dari diplopia, penurunan
ketajaman visual, proptosis, dan kemosis yang terlihat pada pasien.
Kebanyakan fistula bersifat unilateral, walaupun jarang terjadi secara
bilateral.3 CCF diklasifikasikan menggunakan klasifikasi Barrow. Tipe A CCF
adalah koneksi aliran tinggi langsung antara arteri karotis interna dan sinus
kavernosus. Tipe B – D CCF adalah koneksi tidak langsung aliran rendah;
faktor risiko termasuk aterosklerosis, hipertensi, diabetes, dan penyakit
kolagen.4

Modalitas gold standart untuk diagnosis CCF adalah digital subtraction


angiography (DSA). Namun demikian, diagnosis dan karakterisasi awal sering
mengandalkan modalitas non-invasif seperti CT scan/ MRI, computed
tomography angiography (CTA) dan magnetic resonance angiography
(MRA).4 Dokter Spesialis Mata menjadi tenaga kesehatan pertama yang akan
sering menjumpai serta menangani pasien dengan CCF terlebih dahulu,
sehingga sangat penting untuk mengenali dan mempelajari mengenai CCF
lebih dalam.4 Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas secara menyeluruh
mengenai Carotid Cavernous Fistula, mulai dari definisi hingga
penatalaksanaannya, sehingga diharapkan tinjauan pustaka ini dapat

1
menambah pengetahuan dalam menangani pasien dengan CCF.

2
BAB II
ANATOMI SINUS KAVERNOSUS

Secara anatomi, sinus kavernosus merupakan ruang vena, suatu trabekula sinus
vena yang berlokasi antara selubung dari duramater dan bersebelahan dengan sela
tursika dengan arteri karotis interna dan beberapa saraf kranial melewatinya. Sinus
kavernosus merupakan pertemuan vena yang dibungkus oleh lapisan dura dan
berlokasi pada sisi medial fossa kranial media dan lateral dari daerah sellar. 10,11 Ciri
khas sinus kavernosus yaitu adanya hubungan yang erat antara aliran vena dengan
sejumlah nervus kranial. Segmen horizontal arteri karotis interna dan N. abdusen (N
VI) melintasi sinus vena ini. N. okulomotorius (N III), n. troklearis (N IV), n.
trigeminal (N V) cabang pertama dan kedua berhubungan erat dengan dinding
lateral sinus kavernosus (Gambar 1).6,7

Gambar 1. Potongan koronal sinus kavernosus.8

Sinus kavernosus mendapat aliran darah dari vena serebral dan oftalmik
superior, pleksus pterigoid dan vena oftalmik inferior, berakhir di posterior pada
sinus petrosal superior dan inferior yang mengalir ke sinus transversa dan vena
jugular interna (Gambar 2).

3
Gambar 2. Hubungan sinus kavernosus dengan sinus dural lainnya dan vena pada kepala dan
leher.9

Sinus kavernosus terbagi atas empat ruangan vena dengan parameter jarak
daerah kavernosus dengan arteri karotis. Yaitu :
• Medial
• Antero inferior
• Postero superior
• Lateral
Bagian medial dari sinus kavernosus ini terletak antara glandula hipofisis dan
arteri karotis interna. Daerah ini mempunyai lebar 7 mm, tetapi bisa tidak nyata
apabila arteri berliku-liku. Bagian antero inferior berada pada kelengkungan
dibawah kurva pertama dari portio intrakavernosus dan arteri karotis. Nervus
abdusen memasuki daerah ini setelah melewati keliling arteri sebelah lateral. Bagian
postero superior berada antara arteri karotis dan sebelah posterior, setengahnya
adalah atap dari sinus kavernosus. Percabangan arteri meningohipofisis dari arteri
karotis interna terjadi didaerah ini. Ketiga daerah diatas lebih besar dibandingkan
dengan bagian lateral dari sinus kavernosus. Bagian lateral lebih sempit, ketika

4
nervus abdusen melewati daerah ini, nervus ini melekat ke arteri karotis interna dan
sebelah lateralnya adalah dinding sinus. Daerah kavernosus dari arteri karotis dan
nervus abdusen berlokasi dekat dengan badan sinus kavernosus dan merupakan
trunkus okulosimpatis.3-5,10,11
Sinus kavernosus dinamakan seperti ini karena sinus ini membentuk suatu
struktur yang reticular (gambar 3). Sinus ini juga membentuk suatu garis melintang
dengan filamen yang menjalin. Sinus membentuk struktur iregular dimana lebih
besar bagian samping dibandingkan dengan bagian depan, dan terletak diatas sisi
tulang sphenoidalis, memanjang dari fissura orbitalis superior ke bagian apeks
(puncak) dari portio petrous dari tulang temporal. Masing-masing sinus terbuka
kesamping ke arah sinus petrosal. Pada dinding medial dari masing-masing sinus
berjalan arteri karotis interna, bergabung dengan filamen dari pleksus karotis.
Berjalan dekat dengan arteri ini adalah nervus abdusen, didinding bagian lateral
adalah nervus okulomotor (N III) dan nervus trochlearis (N IV), berjalan juga
seiring adalah nervus oftalmika dan nervus maksilaris yang merupakan divisi dari
nervus trigeminus (gambar 4). 3-5,10,11

Gambar 3. Anatomi sinus kavernosus (potongan melintang).6

5
Gambar 4. Anatomi sinus kavernosus (potongan memanjang).6

Sinus cavernosus meliputi bagian sebagai berikut:6,12


- Vertikal dari superior ke inferior
1. N. oculomotor (CN III); berfungsi menggerakkan otot mata
ekstraokular dan mengangkat kelopak mata, di mana saraf ini
menginervasi m. rektus medialis, m. rektus superior, m. rektus
inferior, m. levator palpebra; serabut visero-motoriknya mengurus
m. sfingter pupil.

6
2. N. trochlear (CN IV); berfungsi menggerakkan otot mata
ekstraokular dan mengangkat kelopak mata, di mana saraf ini
menginervasi m. oblikuus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata
dapat digerakkan kearah bawah dan nasal.
3. N. ophthalmic, V1 cabang dari N. trigeminal (CN V); yang
mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak,
sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung
4. N. maxillary, V2 cabang dari CN V; yang mengurus sensibilitas
rahang atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan
mukosa hidung.

- Horizontal
1. A. interna (dan plexus sympathetic). Terlihat juga bagian
cavernosus dari
a. carotis interna.
2. N. abducens (CN VI); berfungsi menggerakkan otot mata
ekstraokular dan mengangkat kelopak mata, di mana saraf ini
menginervasi m. rektus lateralis. Kerja otot ini menyebabkan lirik
mata kearah temporal.

Struktur dari bagian sinus dipisahkan dengan adanya aliran darah sepanjang
aliran sinus dengan mengaliri membran dari sinus. Sinus kavernosus menerima
aliran darah dari (gambar 5): 12
• Vena orbitalis superior melalui fissura orbitalis superior.
• Vena serebralis dari sinus sphenoidalis yang kecil dimana berjalan
sepanjang bagian bawah dari bagian sayap kecil tulang sphenoidalis.
Ini juga berhubungan dengan sinus transverse dengan memakai sinus
petrosal superior.
• Vena jugularis interna melalui sinus petrosal inferior.
• Pleksus vena melalui foramen vasalii, foramen ovale dan foramen
Lacerum.
• Vena – vena angularis melalui vena ophtalmika.

7
Masing-masing sinus berhubungan melalui sinus intrakavernosus anterior dan
posterior.12

Gambar 5. Sistem vena menuju sinus kavernosus.12

Vena oftalmika superior dan vena oftalmika inferior sama sekali tidak
mempunyai katup. Vena oftalmika superior mulai dari sudut sebelah dalam dari
orbita berada pada bagian dalam dari vena yang dinamakan naso frontal yang
berhubungan dengan anterior dengan vena angular, bagian ini mengikuti posisi
yang sama seperti arteri oftalmika, dan menerima anak-anak cabang dari cabang
pembuluh yang membentuk sebuah rangkaian tunggal yang pendek. Bagian ini
lewat antara dua ujung dari m. rektus superior dan m. obliquus superior dan
melewati bagian medial dari fisura orbitalis superior dan berakhir pada sinus
kavernosus. 6,7,13
Vena oftalmika inferior, berjalan mulai dari jaringan vena pada bagian depan
dari lantai orbita, bagian ini menerima vena dari M. rektus inferior, M. obliqus
superior, sakus lakrimali, dan kelopak mata yang berjalan ke belakang pada bagian
bawah dari orbita dan membagi dalam dua cabang. Salah satu dari vena tersebut

8
berjalan melewati fissura orbitalis superior dan bergabung dengan pleksus vena
pterigoid, dimana yang lain masuk tulang kranial melalui fissura orbitalis
superior dan berakhir pada sinus kavernosus. 6,7,13

Masing-masing sinus kavernosus mempunyai hubungan bilateral melalui sinus


intra kavernosus dan sinus basilar. Sinus intra kavernosus ada dua bagian, yaitu
bagian anterior dan posterior, yang bejalan menggabungkan kedua sinus melalui
garis tengah. Bagian anterior berjalan melalui bagian depan melalui hipofisis
serebral dan bagian posterior disamping hipofisis serebri yang akhirnya membentuk
siklus sinus kavernosus yang mengelilingi hipofisis (gambar 6).6,7,13 Dalam kerangka
anatominya, sinus kavernosus sangat sulit untuk pecah/ ruptur karena struktur
trabekulanya, tetapi studi terbaru menunjukkan sinus kavernosus adalah pleksus
vena dengan ukuran yang bervariasi, dimana sinus ini bercabang dan bersatu. 6,7,13

Gambar 6. Sinus intra kavernosus6

9
BAB III
CAROTID CAVERNOUS FISTULA

3.1. Definisi

Carotid cavernosus fistula adalah hubungan yang tidak normal/ komunikasi


abnormal antara arteri karotis internal/ eksternal dan sinus kavernosa. Sinus
kavernosus terletak di belakang mata dan menerima darah dari otak, orbit, dan
kelenjar hipofisis. Sebuah fistula karotid-kavernosa dapat berupa langsung (high
flow) atau secara spontan (tidak langsung/ low flow). Fistula karotis-kavernosa dapat
diartikan sebagai perubahan, perpindahan atau pergeseran arteri-vena di dura.14

Gambar 7. Carotid Cavernous Fistula

3.2. Epidemiologi

CCF mewakili sekitar 12% dari semua fistula arteriovenosa dural. Tipe A lebih
sering terjadi pada laki-laki muda. Jenis B, C, dan D lebih sering terjadi pada wanita
yang lebih tua dari 50 tahun, dengan rasio perempuan : laki-laki sekitar 7:1.
Tidak ada latar belakang ras tertentu yang terbukti berkolerasi dengan
kecenderungan untuk pengembangan CCF. Hampir semua pasien dengan direct
fistula carotid cavernous mengalami komplikasi okular yang progresif jika fistula

10
ini tidak diobati. Peningkatan proptosis, kemosis konjungtiva, dan hilangnya
penglihatan yang terjadi selama beberapa bulan sampai tahun dengan oklusi vena
retina sentral dan glaukoma sekunder merupakan komplikasi okular yang paling
parah. Laki-laki lebih mungkin untuk pengembangan CCF karena insiden meningkat
karena trauma sedangkan wanita yang menopause lebih mungkin untuk
pengembangan CCF dural yang spontan. Carotid cavernous fistula merupakan
kelainan yang umumnya karena traumatik pada kepala atau wajah dengan gambaran
klinis yang khas, kejadian akut dan progresif. Sekitar 25% CCF terjadi secara
spontan, terutama pada perempuan berusia paruh baya hingga perempuan berusia
tua, dan mungkin terkait dengan aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit
kolagen vaskular, kehamilan, gangguan jaringan ikat (misalnya, Ehlers-Danlos), dan
trauma minor. Sekitar 75% CCF diakibatkan oleh trauma serebral seperti kecelakaan
kendaraan bermotor, perkelahian, dan jatuh. Luka yang terjadi dapat berupa luka
penetrans atau nonpenetrans dan mungkin berhubungan dengan fraktur tulang wajah
atau basis tengkorak. CCF iatrogenik juga dilaporkan setelah pembedahan trans-
sphenoidal hipofisis, endarterektomi, operasi sinus ethmoidal, dan prosedur
perkutaneus gasserian dan retro-gasserian.16

3.3. Patogenesis

Carotid cavernous fistula terjadi karena robeknya dinding dari arteri karotis
interna intrakavernosus atau cabangnya baik traumatic ataupun spontan. Hal ini
menyebabkan sirkulasi yang pendek dari darah arteri ke vena dari sinus kavernosus.
Carotid cavernous fistula langsung (merupakan jenis carotid-cavernous fistula yang
paling sering, sekitar 70-90%) ditandai oleh adanya hubungan langsung antara
segmen intrakavernosus dari arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Fistula
ini biasanya mempunyai kecepatan aliran darah arteri yang kuat dan umumnya
disebabkan oleh robekan traumatik pada dinding arteri. 16 Adanya hubungan antara
arteri carotis dengan sinus cavernosus dapat dibagi menjadi dua: Direct Fistula yaitu
fistula secara langsung terhubung antara arteri carotis internus dengan sinus

11
kavernosus dan Indirect Fistula yaitu terbentuknya fistula pada sinus kavernosus
berasal dari arteri yang ada pada duramater.10,17

Direct fistula terjadi biasanya disebabkan karena trauma kepala, di mana


arteri karotis pars cavernosa robek dan pada umumnya mempunyai aliran tinggi
sehingga gejala yang ditimbulkan dapat timbul dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu setelah mengalami kecelakaan dan perlu penanganan segera untuk
menghidari komplikasi yang ditimbulkan berupa gangguan penglihatan yang
semakin berat.18 Bentuk CCF direct mungkin iatrogenik, terjadi setelah berbagai
prosedur diagnostik dan terapeutik, bentuk tersebut berkembang setelah berbagai
prosedur yang melibatkan arteri karotis interna, termasuk endarterektomi,
kateterisasi, dan percobaan embolisasi dari meningioma sinus kavernosus.

Sedangkan Indirect fistula biasanya terjadi secara spontan adalah kemungkinan


sebab dari aneurisma, walaupun ada juga pendapat bahwa fistula tersebut adalah
suatu kelainan kongenital dan secara spontan terbuka karena adanya penyakit
kolagen, arterosklerosis, ataupun hipertensi.10,18 Biasanya jenis CCF jenis ini
mempunyai aliran rendah dan gejala yang di timbulkan lebih ringan dibandingkan
Direct fistula dan penganganannya bersifat konservatif. 10,17 Fistula karotis-kavernosa
dural ditandai oleh hubungan antara sinus kavernosus dan satu atau lebih cabang
meningens dari karotis interna, arteri karotis eksterna atau keduanya. Fistula ini
biasanya memiliki aliran darah arteri yang lambat dan hampir selalu menyebabkan
gejala dan tanda yang spontan, tanpa didahului trauma ataupun manipulasi.16

12
3.4. Klasifikasi

Carotid-cavernous fistula dibagi menjadi carotid-cavernous fistula langsung dan


carotid-cavernous fistula tidak langsung (dural) dengan tipe A-D:14

 Carotid-cavernous fistula langsung (tipe A): adanya hubungan (dengan


aliran yang kuat) antara arteri karotis interna dengan sinus kavernosus,
yang dapat disebabkan oleh trauma ataupun spontan.
 Carotid-cavernous fistula tidak langsung: adanya hubungan (dengan
aliran yang lemah) antara arteri duramater ke sinus kavernosus. Dibagi
menjadi : Tipe B: berasal dari percabangan meningens arteri karotis
interna.
Tipe C: berasal dari percabangan meningens arteri karotis eksterna.
Tipe D: berasal dari percabangan meningens arteri karotis interna dan
arteri karotis eksterna.

Gambar 8. Jenis Carotid-cavernous fistula.14

13
Gambar 9. CCF Tipe A-D
3.5. Kriteria Diagnosis

3.5.1. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari carotid cavernous fistula tipe langsung


meliputi onset yang cepat dan pulsatile eksoftalmus, kongesti
konjungtiva, kemosis, perdarahan subkonjungtiva, oftalmoplegi,
peningkatan tekanan intraokuli, dan adanya bruit yang dapat didengar
dengan stetoskop bila diletakkan diatas palpebra superior. Diplopia
dapat terjadi akibat paresis nervus penggerak bola mata, kongesti
orbital atau kedua mekanisme tersebut.18 Bola mata menjadi immobile
baik secara parsial ataupun komplit karena penekanan pada saraf
okular yang melewati sinus.19 Mungkin dijumpai nyeri di periorbita
atau retrookular yang menunjukkan adanya suatu proses inflamasi.18
Gambaran klinis dari carotid-cavernous fistula tipe tidak langsung
adalah onsetnya perlahan-lahan dan gejalanya lebih ringan. Dijumpai
mata merah pada satu atau kedua mata yang disebabkan dilatasi vena
konjungtiva dan episklera. Gambaran yang tampak pada mata tersebut
menyerupai konjungtivitis, episkleritis, namun dengan pemeriksaan
yang hati-hati dari pembuluh darah yang dilatasi itu biasanya
menunjukkan gambaran tortuous corkscrew yang khas, yang
merupakan patognomonik dari dural carotid-cavernous fistula.18

14
Ketajaman penglihatan berkurang secara patologi dapat dijelaskan
dengan adanya disfungsi dari retina, penurunan tekanan perfusi di
arteri optalmika dan peningkatan tekanan vena. Akibatnya terjadi
hipoksia kronik pada sel-sel retina.18

Anamnesis
a. Pada CCF direk, gejala biasanya muncul beberapa hari atau
beberapa minggu setelah trauma dengan trias gejala
proptosis pulsatil, kemosis konjungtiva, dan adanya bruit.
b. Adanya riwayat trauma atau riwayat operasi
c. Riwayat aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit kolagen
vaskular, Pseudoxanthoma elasticum, penyakit jaringan ikat
(misalnya, sindrom Ehlers-Danlos), atau kehamilan
d. Keluhan bisa berupa
 Mata merah
 Diplopia
 Bruit (suara dengung atau desah)
 Penurunan visus
 Bulging pada mata
 Nyeri pada kepala dan daerah orbita
Status ophthalmologi yang bisa ditemukan pada penyakit
carotid cavernosus fistula adalah:2 Proptosis, Edema kelopak
mata , Pulsasi pada mata (terlihat dan / atau teraba), Pulsating
exophthalmos, Bruit pada mata, Konjungtiva arterialisasi dan
kemosis, Keratopati eksposure, Pelebaran pembuluh darah retina,
Udem diskus optikus, Perdarahan intraretinal , Vitreous
hemorrhage, Retinopati proliferatif , Oklusi vena retina sentralis,
Peningkatan tekanan intraokular, Glaukoma neovaskular,
Glaukoma sudut tertutup.

15
Gambar 10. Kemosis inferior dan injeksi konjungtiva.

Gambar 11. Edema konjungtiva yang intens dan hiperemia okular.

Gambar 12. Mata kiri menunjukkan (A) injeksi konjungtiva, edema kelopak
mata, dan proptosis. (B) Vena konjungtiva melebar dan berliku.5

16
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang
3.5.2.1 CT Scan dan MRI
Pada pemeriksaan seperti CT scan dan MRI, carotid-
cavernous fistula menunjukkan pelebaran vena oftalmika superior,
penebalan otot-otot ekstraokular dan adanya pelebaran sinus
kavernosus dengan gambaran konveks dari dinding lateralnya.
Perubahan ini hanya bisa menunjukkan kecurigaan suatu fistula.18 CT
scan memiliki keterbatasan sensitivitas dalam mengevaluasi pasien
untuk CCF. Karena keterbatasannya dalam menunjukkan letak
anatomi dibandingkan MRI, CT scan tidak dianjurkan sebagai
penanganan sebagai sebuah alat atau cara bagi pasien dengan
diagnosa CCF. Pada hasil CT scan dapat ditemukan proptosis,
pembesaran vena oftalmik superior, otot ekstra okular mungkin
membesar, edema orbita, mungkin terlihat SAH/ ICH dari pecahnya
vena kortikal. MRI memberikan uji pencitraan yang baik untuk
pasien yang diduga dengan diagnosa CCF. MRI dapat menunjukkan
keberadaan perdarahan parenkim atau leptomeningeal venous
drainage.19

Gambar 18. Gambaran (A) MRI, (B) MRA, (C) MRV dari carotid- cavernous
fistula.19

3.5.2.2 Angiografi

17
Pemeriksaan definitif dari carotid cavernous fistula ialah
arteriografi serebral dengan kateterisasi selektif dari arteri karotis
interna dan eksterna pada kedua sisi.19 Pada angiografi ditemukan
Rapid Shunting dari Interna Carotid Artery ke sinus kavernosus ,
Pembesaran pembuluh darah vena, Aliran retrograde dari sinus
kavernosus , biasanya mengalir ke dalam vena oftalmika.

Gambar 19. Tipeksi lateral dari substraction angiografi menunjukkan


pengisian dari arteri karotis interna dengan sinus kavernosus sebagai akibat
robeknya arteri karotis interna intrakavernosus. Tampak pengisian vena
oftalmika superior (panah yang di atas) dan vena oftalmuka inferior (panah di

bawah).19
Gambar 20. Gambaran CT-Angiografi pada penderita carotidcavernous
fistula.19

3.5.2.3 Ultrasonografi

Gambaran color doppler menunjukkan aliran darah arteri pada


vena optalmika superior yang dilatasi.18

18
Gambar 21. Gambaran Color Doppler dari aliran vena oftalmika
superior pada pasien carotid-cavernous fistula.18
3.6. Diagnosis Banding

3.6.1. Trombosis sinus kavernosus

Diagnosis banding dari carotid-cavernous fistula meliputi kelainan


vaskular, seperti trombosis sinus kavernosus. Trombosis sinus kavernosus
adalah pembentukan bekuan darah di dalam sinus kavernosus. Gambaran
klinis dari trombosis sinus kavernosus ini adalah edema periorbital,
kemosis, parese nervus III, IV, VI, ptosis, midriasis, eksoftalmus,
hipoestesi atau hiperestesi disepanjang dermatom nervus V1 dan V2.
Diagnosis TSK secara primer berdasarkan kecurigaan klinis dan
radiografi. Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif daripada
Computed tomography scan (CT scan) untuk mendeteksi TSK.14

CT scan menunjukkan pembesaran dan atenuasi abnormal vena


oftalmika superior, sedangkan MRI berguna untuk menampilkan adanya
sinyal aliran dalam vena dan bentuk abnormal. Venografi dan angiografi
konvensional cenderung lebih sensitif, tetapi lebih invasif dan memiliki
risiko ekstensi trombus dan nefropati kontras-induced.16,17 Magnetic
resonance angiography (MRA) adalah standar emas yang digunakan
untuk identifikasi filling defect sinus kavernosus. Antibiotik tetap

19
merupakan pengobatan dasar untuk trombosis sinus kavernosus.
Antibiotik empiris harus mencakup gram positif, gram negatif dan bakteri
anaerob. Pengobatan dapat dipersempit, disesuaikan dengan kultur dan
sensitifitas.17

Terapi awal pendekatan antibiotik spektrum luas diberikan sampai


bakteri patogen diidentifikasi. Antibiotik ini termasuk sefalosporin
generasi ketiga, metronidazol dan anti-stafilokokus (biasanya penisilin,
namun di daerah yang tinggi insiden Methicillin Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA) terkadang diperlukan vankomisin).17

3.6.2. Oftalmopati tiroid

Oftalmopati tiroid atau Graves ophtalmopathy merupakan proses


autoimun yang dapat mempengaruhi jaringan orbita dan periorbita.17
Oftalmopati tiroid menunjukkan gejala penurunan visus, proptosis,
lakrimasi dan diplopia. Biasanya proptosis pada graves oftalmopati adalah
bilateral mungkin juga asimetris. Pada proptosis berat, penutupan kelopak
mata yang tidak sempurna dapat menyebabkan kekeringan kornea disertai
ketidaknyamanan dan penglihatannya menjadi buram.17 Retraksi kelopak
mata bagian atas sering merupakan salah satu tanda terjadinya TAO,
muncul secara unilateral atau bilateral pada sekita 90% pasien.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendeteksi perubahan pada otot
ekstraokuler dan membantu diagnosis yang cepat. Disamping dari
ketebalan otot, erosi dinding temporal dari orbita, penekanan lemak pada
retroorbita dan inflamasi perineural dari saraf optik dapat juga
diperlihatakan pada beberapa kasus cepat. CT Scan, dapat terlihat
proptosis, otot lebih tebal, saraf optik menebal dan prolaps anterior dari
septum orbital (termasuk kelebihan lemak orbital dan/atau pembengkakan
otot).

Penatalaksanaan oftalmopati terdiri atas pengobatan medis, operasi,

20
dan penyinaran. Medika mentosa pada keadaan ringan bisa menunggu
sampai keadaan eutiroid tercapai, dimana pada sebagian besar penderita
akan mengalami perbaikan, walaupun tidak merupakan perbaikan total.
Radiasi seperti terapi radiasi kortikosteroid paling efektif dalam tahun
pertama ketika perubahan fibrotik yang signifikan belum terjadi.
Beberapa pasien dengan TAO memerlukan penanganan bedah, seperti
dekompresi orbital, pembedahan strabismus dan pembedahan kelopak
mata. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan agar oftalmopati
tidak menjadi lebih berat.17

3.6.3. Malformasi arteri vena

Malformasi arteri vena adalah lesi paling jarang di antara malformasi


vaskular. Lesi ini adalah kelainan kongenital yang berasal dari sistem
arteri, sistem vena atau keduanya, memiliki hemodinamik aliran tinggi
(highflow), memiliki hubungan dengan arteri dan vena yang secara
langsung jaringan kapiler normal, serta membentuk nidus sentral dengan
banyak arteri penyuplai dan aliran vena. Malformasi arteri vena sering
mengenai pasien anak-anak dan dewasa muda, dengan sebagian besar
usia pasien di antara 20–40 tahun. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria, dengan rasio 1,5: 1. Perjalanan penyakit dapat
digolongkan menjadi beberapa tahapan menurut klasifikasi Schobinger.
Tahap pertama, yaitu fase tenang, berupa lesi berwarna merah muda
kebiruan, hangat, dan pintas arteri vena. Pada tahap ini menyerupai
malformasi kapiler atau hemangioma involusi. Tahap kedua, fase
ekspansi, yaitu kejadian fase pertama dengan tambahan perbesaran lesi,
pulsasi, bruit, dan gambaran vena berliku atau tegang. Tahap ketiga, fase
destruksi, yaitu kejadian tahap dua dengan perubahan kulit distrofi,
ulserasi, perdarahan, nyeri menetap, atau jaringan nekrosis. Pada tahap ini
dapat terjadi kerusakan tulang. Tahap keempat, dekompensasi, yaitu
kejadian tahap tiga disertai dengan gagal jantung kongestif dan hipertrofi

21
ventrikel kiri. Lesi di area periokular ditandai aliran tinggi (high-flow).
Oleh karena itu, lesi ini dapat menyebabkan pembengkakan orbita,
kemosis, eksoftalmos, bruit, peningkatan tekanan episklera, dan
intraokuli. Apabila nidus terletak pada orbita bagian anterior, lesi ini
dapat terlihat sebagai massa subkutan, berwarna biru, dan berdenyut.16,17

Gambaran angiografi menunjukkan arteri proksimal terdilatasi terisi


kontras dengan cepat dan perbesaran venavena drainase. Angiografi juga
dapat menunjukkan nidus. Lesi orbita sering mendapat suplai dari arteri
karotis eksterna dan paling baik dilihat dengan angiografi. MRA memiliki
resolusi tinggi sehingga dapat menunjukkan arteri penyuplai dan dapat
menunjukkan lokasi nidus. Pemeriksaan USG dan pencitraan doppler
dapat dipakai untuk menunjukkan aliran tinggi (high-flow) sistolik dan
diastolik, shunting arteri vena, dan gambaran gelombang arteri pada vena
dapat menunjukkan tanda aliran yang berdenyut.17

3.7. Penatalaksanaan

3.7.1. Terapi mata

3.7.1.1. Farmakologi

Tujuan tatalaksana farmakologi adalah untuk mengurangi


angka morbiditas dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Obat- obat yang digunakan untuk menurunkan produksi
aqueous humor adalah beta-blocker, inhibitor karbonik
anhidrase (topikal atau oral), dan alpha2-agonis.16

a. Beta blocker
Menurunkan tekanan intra okuler dengan cara
mengurangi produksi aqueous humor. Obat-obat
golongan beta blocker adalah Timolol 0,25% atau
0,5%, Levobunolol 0,25% atau 0,5%, Metipranolol
0,3%, Carteolol 1,0%, Betaxolol ophthalmic.16

22
b. Inhibitor karbonik anhidrase
Meurunkan tekana intra okuler dengan cara
menurunkan sekresi aqueous humor. Obat-obat golongan
Inhibitor karbonik anhidrase adalah Dorzolamide 2%,
Brinzolamide 1%, Acetazolamide, dan Methazolamide.16

3.7.1.2. Non Farmakologi

a. Manual Carotid Compression


b. Pada CCF direk penatalaksanan non farmakologi adalah
menutup fistula dari arteriovenous dengan tetap menjaga
patensi arteri karotis interna. Tekhnik yang digunakan
adalah operasi repair dari kerusakan arteri karotis interna
intrakavernosus, elektrotrombosis, embolisasi, atau oklusi
dengan balon pada fistula.16 Pada CCF dural
kemungkinan bisa untuk menutup secara spontan, tetapi
pada kasus dimana lesi menyebabkan gejala progresif
atau gejala dan tanda yang buruk, standar embolisasi atau
oklusi balon endovascular umumnya dilakukan. 16

3.7.2. Terapi bedah saraf

Terapi optimal dari carotid-cavernous fistula adalah penutupan dari


hubungan abnormal dari arteri vena dengan menjaga tetap utuhnya arteri
karotis interna. Teknik yang digunakan untuk hal tersebut meliputi
operasi perbaikan dari bagian yang rusak dari arteri karotis interna
intrakavernosus, embolisasi atau oklusi balon dari fistula tersebut.16
Hubungan carotid-cavernosus dapat ditutup dengan embolisasi
intravaskular. Dural carotid-cavernous fistula dapat tertutup spontan,
tetapi jika lesi tersebut menyebabkan gejala dan tanda yang progresif
maka dapat dilakukan embolisasi atau oklusi balon endovaskular.16
Secara umum embolisasi endovaskular merupakan terapi optimum
untuk lesi yang menyebabkan gejala dan tanda yang progresif seperti

23
kehilangan penglihatan, diplopia, bruit yang tidak dapat ditoleransi dan
proptosis yang berat. Pada pasien dengan fistula yang hanya berhubungan
dengan cabang meningeal dari arteri karotis eksterna atau dengan cabang
meningens dari kedua arteri karotis eksterna dan interna, material
embolisasi dimasukkan melalui kateter mikro, ditempatkan di arteri
karotis eksterna berlanjut ke cabang yang menghubungkan fistula.18

Embolisasi dan ligasi dari fistula yang berhubungan dengan arteri


karotis interna hampir tidak pernah dilakukan, karena morbiditas
neurologis dari embolisasi distal. Jalur yang digunakan biasanya melalui
vena femoral atau vena jugularis interna menuju sinus petrosus inferior
atau superior dan kemudian ke sinus kavernosus. Tetapi jika jalur ini
gagal, variasi jalur lain bisa digunakan, kebanyakan melibatkan
kanulisasi dari vena oftalmika superior atau inferior.18, Pendekatan melalui
vena oftalmika superior secara langsung pada banyak kasus. Prosedur ini
dilakukan di ruangan operasi dengan panduan fluroskopi, dimana pasien
dalam keadaan anastesi umum. Dilakukan insisi kulit curvilinier pada
lipatan kelopak mata atas atau pada sulkus superior dari kelopak mata atas
bagian nasal dengan bantuan mikroskop. Insisi diteruskan ke muskulus
orbikularis okuli. Septum orbita diidentifikasi dan dibuka dengan ujung
gunting yang tajam, sampai ter-expose lemak retroseptalorbita. Vena
oftalmika superior diidentifikasi dengan menggunakan blunt dissection.
Vena muncul berwarna merah kebiruan dengan ukuran diameter
bervariasi antara 3-8 mm. Vena tersebut dibersihkan secara hati-hati dari
lemak orbita disekelilingnya yang melekat sampai ter-expose 10-20 mm.
Dilakukan ligasi pada kedua ujung vena tersebut. Insisi kecil dilakukan
pada dinding vena antara dua ligasi tersebut. Mikrokateter dimasukkan
melalui insisi kecil tadi. Kemudian penempatan mikrokateter tersebut
menggunakan teknik two-person, dimana satu orang memegang kateter
dan satunya lagi memanipulasi ligasi sehingga kateter dapat lewat dan

24
membatasi perdarahan. Kateter diteruskan ke posterior dengan panduan
fluoroskopi sampai kesinus kavernosus, kemudian coil dilekatkan sampai
fistula tertutup. Setelah itu kateter dikeluarkan dan insisi dijahit.18

3.7.3. Terapi radiologi intervensi

Berbagai prosedur dapat digunakan untuk menutup fistula (misalnya,


ligasi arteri karotis interna, oklusi fistula menggunakan ujung balon untuk
menutup proksimal dan distal fistula) dan juga menutup arteri carotis
interna.18,19 Akibat oklusi ICA dapat menimbulkan defisit neurologis
ekstensif dari akibat hipoksia untuk ipsilateral hemisper cerebral. Selain
itu, oklusi dari internal arteri karotis mungkin sehingga mengurangi aliran
darah arteri ke mata yang dapat menimbulkan hipotonus, retinopati
proliferatif, glaukoma neovaskular, kebutaan, dan nekrosis iskemik
kelopak mata dan isi orbital.10,18 Beberapa teknik yang dapat menutup
langsung CCF tanpa menutup arteri karotis interna dengan tindakan
intervensi bedah dan dengan angiografi intervensi, teknik ini biasanya
digunakan endovascular transarterial atau embolisasi transvenous dengan
menggunakan koil atau balon transarterial atau embolisasi transvenous
adalah tehnik pengobatan utama untuk pengobatan CCF dengan
mengunakan koil (kumparan logam) dan atau emboli cairan (balon).
Akses transarterial sering digunakan ketika CCF berasal dari cabang
cabang ICA, pada kasus CCF direct. ketika CCF berasal dari cabang-
cabang ICA, transarterial embolisasi secara signifikan lebih sulit dan
mempunyai peningkatan risiko stroke akibat emboli refluks ke dalam
ICA.18,19 Dalam kasus ini, pendekatan transvenous digunakan, dan fistula
yang tersumbat baik menggunakan koil atau balon di sinus kavernosus.
Akses transvenous ke sinus kavernosus dapat dicapai dengan
menggunakan venous transfemoral melalui sinus pertrosus inferior atau
vena oftalmica superior. Apabila sinus petrosus inferior atau sinus vena
oftalmica superior tidak dapat dilakukan dapat memalui sinus petrosus

25
superior, pleksus basilar, dan pleksus pterigoideus. Dalam kasus di mana
pengobatan endovaskular tidak mungkin atau tidak berhasil, intervensi
bedah terbuka dapat dilakukan.18

3.8. Prognosis

Sebanyak 90% pasien dengan CCF direk ataupun indirek jika tidak diobati
akan mengalami kemunduran penglihatan. . 20 – 50% pasien dari CCF tidak
langsung dapat selesai secara spontan. Pasien dengan CCF dural jika tidak
diobati sebanyak 20 -30 % akan mengalami kemunduran pengelihatan. Sampai
saat ini tidak ada latar belakang ras tertentu yang terbukti berkorelasi dengan
kecenderungan untuk pengembangan CCF karena insiden meningkat karena
trauma sedangkan wanita yang menopause lebih mungkin untuk pengembangan
CCF dural yang spontan. Walaupun kejadian atau kondisi sensungguhnya pada
CCF tidak diketahui atau dikenali, perkiraan terbanyak menempatkan kasus ini
pada tingkat 5 -20 % dari semua cranial vascular malformation.

Carotid cavernosus fistula direk jarang membuka kembali setelah penutupan


menggunakan teknik balon. Pada dural carotid cavernosus fistulae dapat terjadi
rekanalisasi atau terbentuk vesikel baru setelah embolisasi. Amplitudo
pulsasi okular harus diperiksa pascaoperasi pada semua pasien, sebaiknya
menggunakan pneumotonometer. Tingkat perbaikan berhubungan dengan tingkat
keparahan tanda-tanda dan waktu munculnya fistula. Tanda dan gejala biasanya
menghilang dalam beberapa jam sampai dengan hari setelah penutupan dari carotid-
cavernosus fistula. Proptosis, chemosis, mata merah, oftalmoparesis biasanya hilang
sempurna dalam beberapa minggu sampai dengan bulan, dan kebanyakan pasien
menjadi normal atau mendekati normal dalam waktu 6 bulan. Kehilangan penglihatan
yang disebabkan oleh efusi koroid mengakibatkan penyembuhan yang tidak sempurna
dan kehilangan penglihatan akibat kerusakan retina (oklusi vena retina sentral),
biasanya kehilangan penglihatannya menetap.16,18

26
BAB IV
RINGKASAN

Carotid Cavernous Fistula atau fistula karotis kavernosa (CCF) adalah


interaksi abnormal antara arteri dan vena dalam sinus kavernosa dan dapat
diklasifikasikan sebagai fistula langsung atau dural. Secara anatomi, sinus
kavernosus merupakan ruang vena, dengan arteri karotis interna dan beberapa saraf
kranial melewatinya. Sinus kavernosus merupakan pertemuan vena yang dibungkus
oleh lapisan dura dan berlokasi pada sisi medial fossa kranial media dan lateral dari
daerah sellar. Sekitar 25% CCF terjadi secara spontan, terutama pada perempuan
berusia paruh baya hingga perempuan berusia tua, dan mungkin terkait dengan
aterosklerosis, hipertensi sistemik, penyakit kolagen vaskular, kehamilan, gangguan
jaringan ikat (misalnya, Ehlers-Danlos), dan trauma minor. Sekitar 75% CCF
diakibatkan oleh trauma serebral seperti kecelakaan kendaraan bermotor,
perkelahian, dan jatuh.

Carotid cavernous fistula terjadi karena robeknya dinding dari arteri karotis
interna intrakavernosus atau cabangnya baik traumatic ataupun spontan. Hal ini
menyebabkan sirkulasi yang pendek dari darah arteri ke vena dari sinus kavernosus.
Carotid cavernous fistula langsung (merupakan jenis carotid-cavernous fistula yang
paling sering, sekitar 70-90%) ditandai oleh adanya hubungan langsung antara
segmen intrakavernosus dari arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Fistula
ini biasanya mempunyai kecepatan aliran darah arteri yang kuat dan umumnya
disebabkan oleh robekan traumatik pada dinding arteri. Carotid-cavernous fistula
dibagi menjadi carotid-cavernous fistula langsung dan carotid-cavernous fistula
tidak langsung (dural) dengan tipe A-D.

Gambaran klinis dari carotid-cavernous fistula bergantung pada derajat shunting


dan rute dari alian vena. Gambaran klinis dari carotid cavernous fistula tipe
langsung meliputi onset yang cepat dan pulsatile eksoftalmus, kongesti konjungtiva,
kemosis, perdarahan subkonjungtiva, oftalmoplegi, peningkatan tekanan intraokuli,

27
dan adanya bruit yang dapat didengar dengan stetoskop bila diletakkan diatas
palpebra superior. Gambaran klinis dari carotid-cavernous fistula tipe tidak
langsung adalah onsetnya perlahan-lahan dan gejalanya lebih ringan. namun dengan
pemeriksaan yang hati-hati dari pembuluh darah yang dilatasi itu biasanya
menunjukkan gambaran tortuous corkscrew yang khas, yang merupakan
patognomonik dari dural carotid-cavernous fistula.

Pemeriksaan definitif dari carotid cavernous fistula ialah arteriografi serebral


dengan kateterisasi selektif dari arteri karotis interna daneksterna pada kedua sisi.
Pada pemeriksaan CT scan dan MRI, carotid-cavernous fistula menunjukkan
pelebaran vena oftalmika superior, penebalan otot-otot ekstraokular dan adanya
pelebaran sinus kavernosus dengan gambaran konveks dari dinding lateralnya.
Perubahan ini hanya bisa menunjukkan kecurigaan suatu fistula.

Diagnosis banding dari carotid-cavernous fistula meliputi kelainan vaskular,


seperti trombosis sinus kavernosus, Oftalmopati tiroid maupun arteriovenous
malformation. Terapi termasuk terapi farmakologi, non farmakologi, pembedahan
dan intervensi radiologis. Tujuan tatalaksana farmakologi adalah untuk mengurangi
angka morbiditas dan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Obat-obat yang
digunakan untuk menurunkan produksi aqueous humor adalah beta-blocker,
inhibitor karbonik anhidrase (topikal atau oral), dan alpha2-agonis. Pada CCF direk
penatalaksanan non farmakologi adalah menutup fistula dari arteriovenous dengan
tetap menjaga patensi arteri karotis interna. Terapi optimal dari carotid-cavernous
fistula adalah penutupan dari hubungan abnormal dari arteri vena dengan menjaga
tetap utuhnya arteri karotis interna.

28
29
30
31
DAFTAR PUSTAKA

1. Henderson AD, Miller NR (2018). Carotid-cavernous fistula: current


concepts in etiology, investigation, and management. Eye. 32: 164–172.
2. Lang M, Habboub G, Mullin JP, Rasmussen PA (2017). A brief
history of carotid-cavernous fistula. J Neurosurg. 126: 1995–2001.
3. Bailey CR, Ray-Mazumder N, Manesh RS (2016). Carotid Cavernous
Fistula. J Gen Intern Med. 32(4): 483–4.
4. Briggs RG, Bonney PA, Algan O, Patel AD, Sughrue ME (2019).
Bilateral Carotid-cavernous Fistulas Treated with Partial Embolization
and Radiosurgery. Cureus. 11(10): e5886.
5. Hormaza AA, Tobon GJ, Canas CA, Suso JP, Bonilla-Abadia F (2017).
Indirect Carotid-Cavernous Fistula Mimicking Scleritis. Journal of
Clinical Rheumatology. 23(2): 117.

6. Koenigsberg RA, Do V, Jeffrey Rykken J, Schaefer PW, Coombs BD,


Phillips CD, Krasny RM (2015). Carotid-Cavernous Fistula Imaging.
http://emedicine.medscape.com/article/338870-overview
7. Syed A, Bell B, Hise J, Philip J, Spak C, Opatowsky MJ (2016).
Bilateral cavernous sinus and superior ophthalmic vein thrombosis in the
setting of facial cellulitis. Bayl Univ Med Cent. 29(1): 36–8.
8. Demerdash A, Tubbs RS (2020). The Cavernous Sinus. Dalam: Tubbs RS
(editor). Anatomy, Imaging and Surgery of the Intracranial Dural Venous
Sinuses. UK: Elsevier, pp. 135-148.
9. Benson JC, Rydberg C, DeLone DR, Johnson MP, Geske J, Brinjikji W et
al (2019). CT angiogram findings in carotid-cavernous fistulas:
stratification of imaging features to help radiologists avoid misdiagnosis.
Acta Radiologica. 0(0): 1–8.
10. Castro LNG, Colorado RA, Botelho AA, Freitag SK, Rabinov JD,
Silverman SB (2016). Carotid-Cavernous Fistula: A Rare but Treatable

32
Cause of Rapidly Progressive Vision Loss. Stroke. 47: e207–e209.
11. Karna S, Jain M, Alam MS, Mukherjee B, Raman R (2017). Carotid
cavernous fistula with central retinal artery occlusion and Terson
syndrome after mid-facial trauma. GMS Ophthalmology Cases. 7: 1-3.
12. Kobkitsuksakul C, Jiarakongmun P, Chanthanaphak E, Ayudya SPSN
(2016). Noncavernous arteriovenous shunts mimicking carotid cavernous
fistulae. Diagn Interv Radiol. 22: 555–559.
13. Arian M, Kamali A, Tabatabaeichehr M, Arashnia P (2016). Septic
Cavernous Sinus Thrombosis: A Case Report. Iran Red Crescent Med J.
18(8): e34961.
14. Scott IU, Law SK, Roy Hampton, Plager SD (2019). Carotid-Cavernous
Fistula (CCF). https://emedicine.medscape.com/article/1217766-
overview#showall

15. Ing E, Law S, Roy H (2016). Thyroid-Associated Orbitopathy.


http://emedicine.medscape.com/article/1218444-overview
16. Roybal CN, Kucukevciliglou M, Huckfeldt R, Elshatory Y, Thurtell MJ,
Folk JC (2016). Treatment of retinophaty and macular edema secondary
to a carotid- cavernous fistula. Retinal Cases & Brief Reports. 10: 225-
228.
17. Aguiar GBD, Jory M, Silva JMDA, Conti MLM Veiga JCE (2016).
Advances in the endovascular treatment of direct carotid-cavernous
fistulas. Rev Assoc Med Bras. 62(1): 78-84.
18. Varshney S, Malhotra M, Gupta P, Gairola P, Kaur N (2015). Cavernous
sinus thrombosis of nasal origin in children. 7(1): 100-15.
19. Napitupulu NBY (2019). Carotid Cavernous Fistula. Laporan Kasus.
Bandung.

33

Anda mungkin juga menyukai