Anda di halaman 1dari 39

DAFTAR ISI

BAB 1 ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

BAB 2 ...................................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3

2.1 Definisi .......................................................................................................... 3

2.2 Anatomi......................................................................................................... 4

2.3. Epidemiologi ................................................................................................ 7

2.4 Etiologi .......................................................................................................... 8

2.5 Patofisiologi .................................................................................................. 9

2.6. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 11

2.7 Pemeriksaan Laboratorium ...................................................................... 13

2.8 Pemeriksaan Radiologi .............................................................................. 14

2.8.1. Modalitas Invasive ............................................................................... 14

2.8.1.1 Computed Tomography (CT Scan ..................................................... 14

2.8.2.Modalitas Noninvasive ......................................................................... 24

2.8.2.1 Digital Susbtraction Angiography (DSA) .......................................... 24

2.9 Potensi Kesalahan Interpretasi Gambar ................................................. 25

2.9.1 Sinus hipoplasia dan Atresia ................................................................. 26

2.9.2 Flow gap pada TOF MR Venography .................................................. 26

2.9.3 Varian Anatomi Confluence Sinus ....................................................... 27

i
2.9.4 Granulasi arachnoid .............................................................................. 28

2.10 Manajemen dan Pengobatan ................................................................ 29

BAB 3 .................................................................................................................... 31

RINGKASAN ....................................................................................................... 33

ii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cerebral Venous Sinus Thrombosis (CVST) atau thrombosis vena sinus

cerebral merupakan kasus cerebrovaskuler yang jarang terjadi dengan gejala klinis

dan gambaran radiologis yang bervariasi serta sangat sulit untuk di diagnosis.

Underdiagnosis atau misdiagnosis pada CVST dapat menyebabkan komplikasi

yang berat, antara lain infark, perdarahan hingga kematian 1,2

Vena cerebral mengandung sekitar 70 % dari total volume darah otak. CVST

terjadi sekitar seribu kali lebih sedikit daripada stroke arteri. Stroke arteri dan

vena menyebabkan defisit neurologis yang berbeda dan menyerang semua

kelompok umur. Sekitar setengah dari pasien stroke arteri ditemukan pada usia

lebih dari 75 tahun, sedangkan CVST paling banyak pada usia kurang dari 40

tahun (dewasa muda dan anak- anak). Diperkirakan insiden CVST sekitar dua

sampai tujuh kasus per satu juta orang tiap tahunnya, 3 dari 4 orang CVST adalah

perempuan dengan 61% perempuan berusia antara 20-35 tahun. Perbandingan ini

mungkin berhubungan dengan kehamilan atau penggunaan kontrasepsi oral 1 dari

8 pasien akan meninggal atau mengalami kecacatan.3,4

CVST merupakan gangguan neurologis yang relatif jarang tetapi berdampak

serius, dan menjadi reversibel jika terdiagnosis secara tepat dan mendapat

pengobatan yang tepat. Diagnosis yang tepat untuk mengenali CVST sangatlah

diperlukan. Pencitraan sangat berperan penting dalam diagnosis CVST karena

1
2

faktor penyebab dan manifestasi klinis dari gangguan ini bervariasi. Pasien akan

memperoleh penanganan segera secara efektif apabila CVST dapat didiagnosis

sejak awal. Diagnosis yang terlambat akan menimbulkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi 1,3

Saat ini telah banyak modalitas radiologi yang dapat digunakan untuk

membantu penegakan diagnosis CVST, mulai dari Computed Tomography Scan

(CT Scan) , Magnetic Resonance Imaging (MRI) sampai pada taraf CT

venography dan MR Venography yang jelas memperlihatkan vena pada otak dan

perubahan parenkim otak yang berkaitan dengan thrombosis 2,3

Untuk dapat mendiagnosis CVST dengan tepat, maka sangatlah penting untuk

memiliki pengetahuan yang detail mengenai anatomi sistem vena yang berbeda-

beda, gambaran khas pada pemeriksaan radiologi, dan perangkap yang dapat

terjadi pada interpretasi gambaran radiologis. Oleh sebab itu, pada referat ini akan

membahas mengenai CVST dan intervensi radiologi dari CVST sehingga bisa

membantu radiolog dalam mendiagnosa CVST.

2
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Cerebral Venous Sinus Thrombosis (CVST) atau thrombosis vena sinus

cerebral adalah oklusi atau sumbatan pada saluran vena di dalam rongga kranial,

termasuk thrombosis pada vena dural, thrombosis pada vena kortikal dan

thrombosis pada vena cerebral. CVST merupakan suatu penyakit neurologis yang

relatif jarang terjadi namun serius, dapat berpotensi reversibel jika didiagnosis dan

ditangani dengan tepat dan cepat. Sinus dura atau sinus venosus merupakan aliran

dari vena-vena superfisialis dan profunda cerebri. 1,3

Sinus dura tersebut terdiri dari : Sinus venosus kranialis, sinus sagitalis

superior, sinus rectus, sinus transverses, sinus sigmoideus, sinus kavernosus.

Dalam sepertiga kasus lebih dari satu sinus yang terlibat namun juga dapat

melibatkan lebih dari satu sinus dan pada kasus yang lebih lanjut lagi disertai

dengan keterlibatan vena-vena cerebri.2,3

Nama lain yang juga sering digunakan untuk menyebutkan cerebral sinus

venosus thrombosis yaitu :3

- Cerebral Venous Thrombosis (CVT)

- Cerebral Vein Thrombosis

- Cerebral Venous and Sinus Thrombosis

- Cerebral Venous Sinus Thrombosis (CVST)

- Cerebral Sinovenous Thrombosis (CSVT)

3
4

- Cerebral Vein and Dural Sinus Thrombosis

- Sinus and Cerebral Vein Thrombosis

2.2 Anatomi

Vena cerebral memiliki dinding tipis tanpa jaringan otot dan tidak memiliki

katup. Mereka keluar dari otak dan berjalan di ruang subarachnoid, diatas

permukaan otak, agregating ke saluran yang lebih besar sampai menembus lapisan

arachnoid dan duramater dan masuk ke sinus vena dural.1,4

Sistema vena cerebral dibagi menjadi dua komponen dasar, yaitu sistema vena

cerebral superfisial dan sistema profunda. Sistema superfisial terdiri dari sinus

sagitalis dan vena kortikal yang mendrainase permukaan superfisial kedua

hemispher cerebri. Sistema profunda terdiri dari sinus transversus, sinus straight,

dan sinus sigmoid dan berlanjut hingga mendrainase vena kortikal yang lebih

dalam pada deep white matter dan grey matter . Kedua sistem ini paling banyak

mengalirkan darah ke vena jugularis interna.1,5,6

Aliran darah vena di otak tidak sama seperti aliran darah arteri. Umumnya

darah vena mengalir ke sinus venous terdekat, kecuali jika alirannya berasal dari

struktur yang paling dalam, yang mengalir ke vena dalam. Aliran ini berjalan

menuju sinus venous. Vena cerebral superfisialis dibagi menjadi tiga collecting

system, yakni Pertama, kelompok mediodorsal mengalir ke dalam sinus sagitalis

superior dan sinus straight; kedua, kelompok lateroventral mengalir kedalam sinus

transversus dan ketiga, kelompok anterior mengalir ke sinus kavernosus. Vena-

vena ini dihubungkan oleh anastomosis vein of trolard dan menghubungkan sinus

sagitalis superior dengan vena cerebral media. Dan dihubungkan dengan sinus

4
5

transversus oleh vein of labbe. Vena fossa posterior dibagi lagi menjadi tiga

kelompok, Kelompok superior mengalir kedalam galenic system, Kelompok

anterior mengalir ke dalam sinus petrosal, Kelompok posterior mengalir ke dalam

torcular Herophili dan berdampingan sinus transversus.1,5,6

B B.
A B.

Gambar 2.1 Anatomi sistem vena cerebral: (A) lateral, (B) potongan axial 5

Gambar 2.2 MR venography kontras dengan penyangatan dengan lapisan


berwarna, menunjukkan sinus dura superior yang meliputi sinus
sagitalis superior (hijau), sinus sagitalis inferior (biru muda), straight
sinus (ungu tua), sinus konfluens (oren), sinus tranversus (biru tua),
dan sinus sigmoid (kuning). Vena jugularis interna dan bulbusnya
(ungu muda) juga digambarkan. (2) vena dalam yang diedit untuk
memperlihatkan vena asenden yang mengalir dari korteks hemisfer
lateral menuju sinus sagitalis superior (vena frontopolar [1], frontal
anterior [2], frontal posterior [3]; vena Trolard [vena anastomose

5
6

superior] [4]; dan vena parietal anterior [5]) dan vena terbesar pada
lateral cerebrum (vena Sylvian superior [vena cerebri media superior]
[6], yang mengalir menuju sinus sphenoparietal atau sinus cavernosus,
dan vena Labbé [7], yang mengalir menuju sinus tranversus).5

Darah dari deep white matter hemispher cerebral dan dari ganglia basalis

dialiri oleh vena basal dan cerebral interna, yang bergabung membentuk great

vein of galen yang mengalir kedalam sinus straight. Dengan pengecualian,

variasi luas dari vena basalis, sistema dalam lebih konstan dibandingkan sistema

vena superfisial1,5.

Gambar 2.3 MRI aksial dengan berbagai warna area drainase vena kortikal
superfisialis. Hampir seluruh cerebrum superior (hijau) mengalir
menuju sinus sagittalis superior, yang juga menerima drainase dari
area korteks parasagittal pada tingkat bawah. Vena Sylvian
mengaliri darah dari regio peri-insular (kuning) menuju sinus dura
basal. Sinus tranversus menerima darah dari lobus temporal,
parietal, dan oksipital (biru). Vena Labbé, jika dominan, akan
mengaliri hampir seluruh area ini. Kelainan parenkim seperti
perdarahan atau edema pada area ini menunjukkan adanya
thrombosis pada sinus tranversus atau vena Labbé.6

6
7

Gambar 2.4 Gambaran MR venography kontras-penyangatan lateral yang


menunjukkan komponen mayor sistem vena dalam: vena
thalamostriate (1), vena septal (2), vena cerebri interna (3), vena
basalis (Rosenthal vein) (4), dan vena Galen (5).5

2.3. Epidemiologi

CVST merupakan bentuk stroke yang jarang terjadi dan sering tidak dikenali,

yang diperkirakan memiliki insiden sekitar dua sampai tujuh kasus per juta

populasi umum tiap tahunnya , 3 dari 4 orang CVST adalah perempuan dengan

61% perempuan berusia antara 20-35 tahun, 1 dari 8 pasien akan meninggal atau

mengalami kecacatan. Prevalensi perempuan mungkin karena kondisi yang

berkaitan dengan usia tertentu seperti kehamilan, masa nifas dan penggunaan

kontrasepsi oral. CVST lebih banyak terjadi pada individu muda. Pada berbagai

macam kasus perdarahan intracerebral pada individu muda, CVST merupakan 5%


10
dari semua kasus yang ada

CVST pertama kali dilaporkan lebih dari 100 tahun yang lalu. CVST lebih

sering ditemukan pada sinus sagitalis superior (62%) dan bertanggung jawab atas

1-2% dari semua stroke pada orang dewasa dan mempengaruhi semua kelompok

7
8

umur. CVST paling banyak pada usia kurang dari 40 tahun (dewasa muda dan

anak-anak). 5,6

Gambar 2.5 Frekuensi thrombosis vena dan sinus cerebral. 6

2.4 Etiologi

Faktor penyebab dari CVST ini sangatlah banyak dan luas. Lebih dari 100

penyebab CVST telah disebutkan di berbagai literatur. Namun penyebabnya dapat

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu lokal dan sistemik. 7,8

a. Lokal

Berkaitan dengan faktor intrinsik atau kondisi mekanis dari vena cerebralis dan

sinus dura. Proses lokal yang dapat mengubah aliran vena (antara lain trauma pada

sinus, infeksi regional seperti mastoiditis dan invasi dari keganasan atau

kompresi) dapat berpotensi terbentuk thrombosis.7

b. Sistemik

Berkaitan dengan kondisi klinis yang dapat memicu thrombosis. Penyebabnya

antara lain defisiensi protein C dan protein S, kondisi peripartum, penggunaan

8
9

kontrasepsi oral, dan kondisi hiperkoagulabilitas sekunder karena keganasan .Pada

20-35% kasus, penyebabnya masih tidak dapat diidentifikasi.7

Faktor penyebab dari CVST secara general juga dapat dikaitkan dengan

mekanisme triad Virchow, perubahan dinding pembuluh darah, dan perubahan

komposisi darah. Faktor penyebab dapat dibagi menjadi faktor yang didapat

(misal pembedahan, trauma, kehamilan, puerperium, sindrom antifosfolipid,

kanker, hormon eksogen) dan genetik (trombofilia yang diturunkan)8

2.5 Patofisiologi

Keterlibatan parenkim otak pada oklusi vena berbeda dengan oklusi pada

arteri. Perubahan parenkim dapat disebabkan oleh faktor sekunder seperti edema

sitotoksik, edema vasogenik, atau perdarahan intrakranial. Mekanisme primer

yang mendasari adalah adanya peningkatan tekanan pada vena. Jika jalur kolateral

dari drainase vena tidak cukup, terutama jika ada keterlibatan korteks vena, maka

akan mengakibatkan terjadi perubahan pada parenkim otak. Jika tekanan pada

vena terus meningkat, dengan konsekuensi berkurangnya tekanan perfusi pada

arteri, maka akan terjadi kematian sel. Apabila terbentuk jalur kolateral yang

adekuat, atau terjadi rekanalisasi sebelum kematian sel atau perdarahan

intrakranial, perubahan pada parenkim otak dapat kembali sebagian maupun

sempurna seperti semula .9

Patofisiologi keterlibatan parenkimal otak pada oklusi vena berbeda dengan

arteri. Mekanisme infark vena merupakan obstruksi drainase vena dengan

peningkatan tekanan vena pada regio vena yang terlibat. Kejadian CVST pada

Infark vena cerebral rata-rata terjadi pada 50 % kasus.3

9
10

Dua mekanisme patofisiologi utama yang berkontribusi terhadap presentasi

klinis CVST . Pertama, thrombosis pada vena atau sinus cerebral dapat

meningkatkan tekanan kapiler dan venula. Tekanan vena lokal yang meningkat

terus menerus, penurunan perfusi cerebral menyebabkan ischemic injury dan

edema sitotoksik, gangguan pada barrier darah otak menyebabkan edema

vasogenik, dan ruptur kapiler dan vena berujung pada perdarahan parenkim.9,10

Obstruksi pada sinus cerebral dapat menurunkan absorpsi cairan cerebrospinal.

Normalnya cairan cerebrospinal diabsorpsi melalui granulasio arachnoid ke dalam

sinus sagitalis superior. Thrombosis sinus cerebral meingkatkan tekanan vena,

gangguan absorpsi cairan cerebrospinal, dan akhirnya menyebabkan peningkatan

tekanan intrakranial. Alhasil, naiknya tekanan intrakranial memperburuk

hipertensi kapiler dan venula dan berkontribusi terhadap perdarahan

parenkim,edema sitotoksik dan vasogenik.11

Gambar 2.6 Patofisiologi CVST. CSF = cairan cerebrospinal11

10
11

2.6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari thrombosis sinus venosus sangat bervariasi tergantung

pada lokasi, luas dan proses terjadinya oklusi serta tingkat drainase kolateral yang

tersedia. Pada satu pasien, oklusi yang relatif terbatas dapat menimbulkan

perdarahan intraparenkimal luas, sedangkan pada pasien lain, oklusi yang luas

dapat hampir tidak menimbulkan gejala. Tanda dan gejala yang paling sering

adalah sakit kepala dan papilledema akibat hipertensi intrakranial, sakit kepala,

kejang, defisit neurologi fokal dan penurunan kesadaran . 1,6,9

Gejala yang paling sering akibat hipertensi intrakranial pada CVST adalah sakit

kepala, papiledema dan gangguan penglihatan. Sakit kepala didapatkan pada

hampir 90% pasien dan pada awalnya didiagnosis sebagai migraine, akan tetapi

gejala ini biasanya progresif, terus menerus dan tidak membaik dengan terapi.

Papilledema ditemukan pada 45-86% pasien. Keberadaan papill edema dikaitkan

dengan penurunan kesadaran, usia lebih dari 33 tahun, perdarahan intracerebral,

dan keterlibatan sinus straight sebagai prediktor yang buruk.1,6,9

Kejang fokal atau umum, termasuk status epileptikum ditemukan pada 30% -

40% pasien. Karena kejang jarang didapatkan pada stroke tipe lain, CVST

seharusnya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang dan temuan fokal lain

yang muncul pada stroke. Kejang lebih sering ditemukan pada thrombosis di sinus

sagitalis dan vena kortikal.1,9

Defisit neurologi fokal seperti paresis, aphasia, gangguan penglihatan dan

homonymous hemianopia merupakan gejala pada 15% pasien dan diobservasi

11
12

hampir 50% selama perjalanan sakitnya. Gejala fokal yang paling sering adalah

hemiparesis atau hemiplegia pada 34 - 43% pasien. Aphasia dan defisit sensorik

merupakan gejala yang jarang sekitar 18% dan 11%. Aphasia dapat ditemukan

pada kasus thrombosis pada sinus transversus kiri. Pasien dengan defisit sensorik

dan motorik dikaitkan dengan lesi parenkimal yang melibatkan thrombosis sinus

sagitalis dan vena kortikal. 2,8

Ganguan kesadaran sebagai tanda awal CVST adalah jarang. Meskipun hal ini

juga bisa ditemukan pada kasus thrombosis yang melibatkan sistema vena dalam.

Pasien dapat koma ketika infark atau perdarahan unilateral luas menekan

diencephalon dan brainstem, ketika melibatkan deep grey matter thalamus dan

corpus striatum, hypothalamus, ventral corpus callosum, lobus occipital media,

dan bagian atas cerebellum. Palsie nervus kranialis dilaporkan pada 12% kasus.

Nervus kranial yang terlibat adalah III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X dan XI, bisa

multipel ataupun tunggal, terutama ketika ada keterlibatan sinus

sigmoid/transversus.1,9

Sinus Sagitalis inferior:


Defisit motoris
kejang

Sinus Straigt:
Defisit motoris
Perubahan status mental

Sinus cavernosus Sinus Transversus:


Nyeri orbita Hipertensi intrakranial(nyeri
Iritasi mata(kemosis) kepala)
Proptosis Tinnitus
Nervus kranialis palsie(III- Lemah nervus kranialis
VI) Afasia(sisi kiri)

V.Jugularis interna:
Nyeri leher
Tinnitus
Lemah nervus kranialis

12
13

Gambar 2.7 Diagram manifestasi klinis CVST sesuai dengan lokasi thrombus 9
Pada kasus-kasus thrombosis sinus venosus, perburukan klinis yang nyata

dapat terjadi pada waktu yang sangat singkat, kemungkinan dalam beberapa jam.

Keadaan tersebut biasanya diakibatkan keterlibatan vena cerebri internal atau

perdarahan intraparenkim yang luas.10

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan pada pasien yang dicurigai adanya CVST antara lain pemeriksaan

darah lengkap, kimia darah, laju endap darah, dan pengukuran PT dan aPTT.

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan yang mendasari seperti

kondisi hiperkoagulabilitas, proses infeksi atau inflamasi 10,11

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan ini tidak banyak membantu pada kasus yang disertai kelainan

neurologis fokal dan adanya konfirmasi pencitraan untuk mendiagnosis CVST.

Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan nyeri kepala

disertai tanda peningkatan tekanan intrakranial dapat menjadi petunjuk untuk

mendiagnosis CVST. Jika tidak ditemukan adanya peningkatan jumlah sel dan

protein pada cairan cerebrospinal, bukan berarti diagnosis CVST dapat

disingkirkan. Tidak ada kelainan pada cairan cerebrospinal yang spesifik pada

CVST.11

c. D-dimer

D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang berperan sebagai alat

diagnostik untuk menyingkirkan adanya Deep Vein Thrombosis (DVT) atau

emboli paru. Pada studi well-designed prospective yang dilakukan tehadap 343

13
14

pasien dengan hasil level D-dimer positif (>500 µg/L) ditemukan hanya pada 34

dari 35 pasien yang memiliki CVST dan 27 dari 308 pasien tanpa CVST sehingga

didapatkan hasil dimana nilai sensitivitas 97,1%, spesifisitas 91,2%, nilai prediktif

negatif 99,6% dan prediktif positif hanya 55,7% .8,10

Beberapa faktor mengakibatkan ketidaksesuaian terhadap hasil temuan yang

telah dilakukan di atas. Pertama, level D-dimer menurun seiring berjalannya

waktu sejak onset gejala, dimana pasien dengan gejala subakut atau kronis

memberikan hasil D-dimer negatif. Kedua, adanya perluasan lokasi anatomi sinus

thrombosis pada pasien dengan clot yang luas dapat menunjukkan hasil D-dimer

false negatif 8, 10

2.8 Pemeriksaan Radiologi

Pencitraan sebagai alat diagnostik telah berperan sangat besar dalam diagnosis

dan penatalaksanaan CVST. Pencitraan diagnostik untuk CVST dapat dibagi

kedalam dua kategpri modalitas yaitu invasive dan non invasive. Tujuannya

adalah untuk menentukan perubahan vaskuler dan parenkim otak yang berkaitan

dengan kondisi penyakit 1,2

2.8.1. Modalitas Invasive

2.8.1.1 Computed Tomography Scan (CT Scan)

CT scan merupakan modalitas pencitraan primer karena modalitas ini banyak

tersebar luas, waktu scan lebih pendek, biaya relatif lebih murah dan tidak invasif.

Sensitivitas dan spesifisitas CT scan dalam mendiagnosis CVST masing-masing

adalah 68 % dan 52 %.3,4

14
15

Temuan CVST dibagi menjadi direct sign dan indirect sign, direct sign

menggambarkan thrombus sinus dural atau kortikal dan indirect sign berdampak

pada perubahan vaskuler atau iskemik akibat gangguan aliran vena. Indirect sign

ini tidak spesifik dan seharusnya mendapatkan perhatian karena dapat

mempercepat pencarian direct sign thrombus sinus atau kortikal.1,3

A. Direct Sign

Direct sign pada CVST dapat terlihat pada CT scan tanpa dan dengan kontras.

Pada CT scan tanpa kontras temuannya adalah dense cord sign, dense clot sign

dan dense delta (filled triangle) sign. Peningkatan densitas pada sinus dural yang

teroklusi thrombus dikenal dengan dense clot sign. Pada vena korteks terlihat

sebagai garis linier hiperdense atau cord like density, yang dikenal sebagai dense

cord sign .1,2

Dense cord sign dan dense clot sign dapat terlihat pada 2-25 % pasien sebagai

lesi atenuasi tinggi di dalam sinus yang tersumbat dan paling sering dilihat pada

sinus sagitalis superior. Gambaran ini memiliki spesifisitas yang rendah karena

aliran lambat dapat menghasilkan temuan serupa. Dense delta (filled triangle) sign

merupakan lesi dengan densitas bentuk segitiga (dari hiperdense thrombus) dalam

sinus sagital superior, yang terlihat pada hampir 60% pasien. Temuan ini juga

tidak spesifik dan terkadang dapat ditemukan pada pasien dengan hematokrit yang

meningkat. Tanda-tanda ini biasanya hanya ditemukan dalam dua minggu pertama

dimana darah thrombus biasanya lebih hiperdense dibandingkan dengan parenkim

otak. Setelah dua minggu thrombus akan menjadi isodense dan hanya akan terlihat

pada CT sacn dengan kontras.1,4,11

15
16

Gambar 2.8 Pasien dengan infark hemoragik di lobus temporalis sinistra dengan
dense sinus transversus sinistra (dense clot sign) akibat adanya
thrombosis1

Yang sering ditemukan pada CT scan dengan kontras adalah empty delta sign,

yaitu filing defect sentral intralumen menggambarkan thrombus dikelilingi kontras

enhance saluran vena kolateral dural dan cavernous spaces dalam pembungkus

dural . Tanda ini ditemukan pada 25-52% kasus thrombosis sinus sagitalis

superior, sinus transversus dan sinus straight, dimana lokasi yang paling sering

adalah di sepertiga posterior sinus sagitalis superior. Keberadaan empty delta sign

meningkatkan kemungkinan diagnosis CVST.1,2,13

Gambar 2.9 Dense Cord Sign pada perempuan muda dengan thrombosis vena
kortikal. A dan B, CT Scan tanpa kontras menunjukkan dense
cortical vein (tanda panah putih, A) sebagai direct sign pada CVST
dikenal sebagai cord sign. Didapatkan infark subkortikal hemoragik

16
17

(tanda panah hitam), pembengkakan otak difus dan ukuran


ventrikel kecil sebagai indirect sign 1

Gambar 2.10 CT Scan kepala axial tanpa kontras menunjukan infark vena
hemoragik (tanda panah hijau) di regio parietal kanan dengan
dense triangle atau delta sign (tanda panah hitam)4

Gambar 2.11 Gambaran empty delta sign pada thrombosis di sinus sagitalis
superior 7

B. Indirect Sign

Pada CVST yang termasuk indirect sign adalah perubahan parenkim termasuk

infark vena, edema otak lokal atau difus, penyempitan sulci , enhancement falx

dan tentorium. Indirect sign ini tidak spesifik. Thrombosis vena menyebabkan

17
18

peningkatan tekanan vena dan dampak pertama kali yang muncul adalah edema

vasogenik pada area white matter yang terlibat. Kemudian proses berlanjut hingga

menimbulkan infark dan timbul edema sitotoksik. Tidak seperti infark arteri yang

hanya timbul edema sitotoksik dan tanpa edema vasogenik.1,11, 15

A B. C.

Gambar 2.12. CT scan kepala axial tanpa kontras pada pasien dengan CVST
menunjukkan infark hemoragik di caudatus (a) dan parietal (b)
kiri, edema luas di regio parieeto-occipital kiri (a) dan
penyempitan sulci di hemisfer kiri (c) 11

Infark vena merupakan temuan yang paling sering pada CT Scan tanpa kontras

dan ditemukan pada hampir 40% pasien. Lokasi infark berkaitan dengan drainase

vena diharapkan dapat memberikan petunjuk struktur vena yang terlibat.

Thrombosis pada sinus sagital sering menyebabkan gangguan drainase vena dan

perubahan parenkim di daerah parasagital. Thrombosis labbe's vein

mengakibatkan infark di lobus temporal. Infark talamus, ganglia basal, dan kapsul

internal bilateral atau unilateral biasanya terlihat pada thrombosis vena dalam. 1,15

Perdarahan parenkim dapat terlihat pada sepertiga kasus CVST. Zona tidak

beraturan berbentuk flame pada perdarahan lobar di lobus frontal dan parietal

parasagittal merupakan temuan khas pada pasien dengan thrombosis sinus sagital

superior. Perdarahan di lobus temporal atau oksipital lebih khas akibat oklusi

sinus transversus. Perdarahan pada thrombosis vena cerebral biasanya kortikal

18
19

dengan perluasan subkortikal. Zona yang lebih kecil dari perdarahan subkortikal

yang terisolasi juga dapat dilihat dan bisa disertai dengan edema minimal. Edema

otak digambarkan sebagai area hipodens eksentrik di perifer dari perdarahan,

ditemukan segera setelah onset gejala neurologis dan berkembang secara bertahap

selama 24- 72 jam. Gambaran oedema otak ini biasanya simetris sekitar

perdarahan. Penyempitan Sulci, visibilitas sisstern berkurang dan pengurangan

ukuran ventrikel dapat terjadi. Ventrikel kadang-kadang kecil dan seperti celah

(slit-like) sebagai akibat dari peningkatan tekanan intrakranial dan dikaitkan

edema.1,4 ,16

Erosi struktur telinga tengah dan perubahan daerah mastoid merupakan temuan

tidak langsung lainnya yang dapat terlihat terutama pada pasien dengan

thrombosis sinus lateral septik. Selain itu pada infark vena dan thrombosis sinus

cerebelum dapat ditemukan adanya hidrosefalus dan penekanan ventrikel empat.1,3

Indirect sign yang paling sering setelah pemberian kontras adalah enhancement

parenkim dan enhancement tentorium dan / atau falx. Enhancement parenkim

didapatkan pada 1%- 29% kasus, biasanya di lokasi girus dan dapat meluas ke

dalam white matter menandakan gangguan sawar darah-otak, dapat dilihat di

daerah edema dan adanya kelainan otak baik ireversibel atau reversibel.

Peningkatan enhancemen tentorium dan atau falx, enhancement leptomeningeal

disekitarnya, dan enhancement vena kortikal yang prominent mungkin

menandakan adanya kolateral vena dural atau stasis vena. Kadang-kadang,

enhancement girus atau linier yang terisolasi terlihat, dan dapat disalah artikan

sebagai perdarahan subarachnoid.1,4,15

19
20

Gambar 2.13. CT Scan kepala tanpa kontras pada pasien dengan thrombosis sinus
lateral kanan menunjukkan erosi pada telinga media kanan dan air
celullae mastoid kanan11

2.8.1.2 CT (Computed Tomography) Venography

CT Venography merupakan modalitas yang cepat, dapat dipercaya, dan akurat

dalam mendeteksi CVST. CT venography lebih bermanfaat pada kondisi subakut

atau kronis disebabkan karena densitas yang bervariasi pada sinus thrombosis.

Karena densitas tulang kortikal yang berdekatan dengan sinus dura, artefak tulang

dapat mengganggu visualisasi sinus dura dengan penyangatan.10,16

CT Venography memberikan gambaran sistem vena cerebri yang sangat detail

dibanding Time of flight (TOF) Magnetic Resonance (MR) venography .

Kekurangan CT venography meliputi paparan radiasi, penggunaan bahan kontras

yang berpotensi menimbulkan alergi, dan pada pasien dengan kerusakan fungsi

ginjal.14,16

CT Venography dibuat dengan pemberian kontras media (iodine, 300 mg/mL),

kecepatan 3 mL/detik. Pengambilan gambar dilakukan pada 45 detik delay setelah

pemberian kontras. Temuan langsung thrombus adalah gambaran filling defect

atau thrombus non enhancement disekitarnya (empty delta sign)12,16

20
21

Gambar 2.14 a. Gambar CT MIP tampilan axial, b. Gambar 3D volume dari CT


venography (oblique anterosuperior view) menunjukkan vena cerebral
interna (ICV), basal vein of rosenthal (BVR), vein of galen(VOG), sinus
straight (StrS) dan torcular herophili (TH), c. Gambar CT MIP
tampilan sagital menunjukkan Sinus sagitalis inferior (ISS), ICV, SSS,
StrS, dan VOG d. Gambar 3D integral CT venography menunjukkan
anastomosis vein of trolad (AVOT) mengalir ke SS, anastomosis vein of
Labbe (AVOL) mengalir ke sinus transversus (TS) dan vena cerebral
media superfisial (SMCV) 16

Gambar 2.15 Perempuan, 20 tahun dengan thrombosis di sinus sagitalis superior.


(a,b) Gambar CT Scan axial tanpa kontras menunjukkan dense
triangle sign (ujung panah) dan clot sign (tanda panah). (c) Gambar
3D dari CT Venography (posterosuperior view) menunjukkan filling
defect di sinus sagitalis superior dan vena-vena parieto-occipital,
sebagai gambaran yang mengindikasikan thrombosis16

CT Venography tidak dipengaruhi oleh artefak yang terkait aliran dan

dipertimbangkan sedikit lebih unggul dari MR venography (MRV) dalam

mengidentifikasi sinus dan vena cerebral. Modalitas ini juga mempunyai

keuntungan yang dapat dipakai pada pasien tidak kooperatif, waktu tambahan jauh

lebih singkat dari pada dengan MR Venography dan tekhnik ini jelas berguna bagi

21
22

pasien dimana MRI sebagai kontraindikasi. Kekurangan CT venography meliputi

paparan radiasi, penggunaan bahan kotras yang berpotensi menimbulkan alergi,

dan pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal1

2.8.1.3 MR (Magnetic Resonance) Venography

MR venography yang paling banyak digunakan adalah time-of-flight (TOF)

MR venography dan MR kontras dengan penyangatan. TOF MR venography

adalah metode yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis CVST. TOF 2

dimensi yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi sistem vena

intrakranial disebabkan karena sensitivitasnya yang sangat baik dalam menilai

aliran yang lambat dan sedikit sensitivitas terhadap kehilangan sinyal dari efek

saturasi jika dibandingkan dengan sensitivitas TOF 3 dimensi. TOF 2 dimensi ini

sangat sensitif pada aliran yang tegak lurus terhadap bidang tambahan

(acquisition), koronal, axial, atau oblik. Pada TOF MR venography , aliran vena

pada bidang image acquisition dapat menghasilkan saturasi dan resultan nol pada

sinyal vena, yang dapat berpotensi sebagai perangkap dalam interpretasi foto dan

diagnosis 3,18

MR venography kontras dengan penyangatan dengan pusat elips (elliptic

centric) merupakan metode yang sedang berkembang saat ini dimana efek

paramagnetik gadolinium intravena digunakan untuk menyingkat T1 dan

memberikan hasil penyangatan kontras intravaskuler yang positif. Visualisasi

pembuluh darah kecil lebih baik pada MR venography kontras dengan

penyangatan. Gambaran sinus dura juga menunjukkan hasil yang baik disebabkan

karena berkurangnya efek aliran turbulen pada kontras pembuluh darah 3

22
23

Kelainan sinyal T1 dan atau T2 dalam sinus vena bersamaan dengan tidak

adanya aliran normal pada MRV menegaskan diagnosis thrombosis vena. Usia

thrombus menentukan karakteristik sinyal T1 dan T2. Pada fase akut (0-5 hari)

thrombus biasanya isointense pada T1WI dan hipointense pada T2WI. Pada fase

subakut (6-15 hari), pada T1WI dan T2WI thrombus akan terlihat hiperintense .

Pada fase kronis (>15 hari) akan tampak isointense pada T1WI dan hiperintense

pada T2WI.1,13,18

Gambar 2. 16 Thrombus sub akut sinus sagitalis superior. (a,b) Gambar MR axial
T1-weighted (a) dan T2-weighted (b) menunjukan area abnormal
dengan hiperintensitas signal di sinus sagitalis superior (tanda
panah).3

Gambar 2.17. Coronal TOF MR Venography tampilan coronal menunjukkan tidak


ada signal pada sinus transversus kanan, sinus sigmoid dan vena
jugularis interna.13

23
24

2.8.2.Modalitas Noninvasive

2.8.2.1 Digital Susbtraction Angiography (DSA)

Penemuan arteriografi termasuk diantaranya tidak terlihatnya sinus karena

oklusi, kongesti vena dengan dilatasi vena korteks, skalp atau vena fasial,

pembesaran vena kecil dari kolateralisasi, dan pembalikan aliran vena. Fase vena

pada angiografi cerebral akan terlihat filling defect pada thrombosis. Oleh karena

sangat bervariasinya struktur vena cerebral dan resolusi yang inadekuat, CT scan

atau MRI bisa tidak memberikan gambaran yang adekuat dari vena yang

dimaksud terutama vena korteks dan pada beberapa keadaan struktur vena

profunda.1,2

Hipoplasi atau atresia vena cerebri sinus dural bisa memberikan hasil yang

tidak meyakinkan pada MRV atau CTV dan diperjelas dengan angiografi cerebral

fase vena. Thrombosis vena korteks dan sinus dural akut secara khas

menyebabkan kelambatan sirkulasi vena cerebral dan angiografi cerebral akan

memperlihatkan lambatnya visualisasi struktur vena cerebral. Normalnya, awal

vena menjadi opak adalah 4-5 detik setelah injeksi bahan kontras melalui arteri

karotis dan opasitas komplet sistem vena cerebral adalah 7-8 detik. Apabila vena

cerebral atau sinus dural tidak tervisualisasi pada urutan normal angiografi
1,2,3
cerebral, dicurigai kemungkinan adanya thrombosis akut.

Angiografi juga memperlihatkan vena berdilatasi dan tortous (“corkscrew”),

apabila kejadian thrombosis menuju ke sinus. Interpretasi angiogram bisa sulit

karena variasi anatomi seperti hipoplasi atau absennya sinus transversus

unilateral.1,3

24
25

Namun, pada pasien dengan perdarahan subarachnoid dan thrombosis vena

cerebral, DSA sebaiknya dipertimbangkan untuk menyingkirkan penyebab lain

dari perdarahan ulang, seperti aneurisma distal dan fistula arteriovenous dural,

sebelum terapi antikoagulan diberikan. Teknik meliputi kateter arteri angiography

standar, thrombosis di dalam sistem vena didiagnosis dari fase vena angiogram

cerebral yang langsung dapat menunjukkan tidak adanya pengisian vena yang

terlibat baik parsial atau komplit dan bertambahnya collateral tortuous sekitar
1,3
vena thrombosis (pseudophlebitic pattern)

Gambar 2.18 Pada gambar pasien dengan trombosis vena yang tidak
sadar dan tidak respon terhadap antikoagulan terapi.
Tampak trombosis pada sinus sagitalis superior ( panah
merah), sinus straight( panah biru) dan sigmoid dan sinus
transversus. ( panah kuning).3

25
26

2.9 Potensi Kesalahan Interpretasi Gambar

2.9.1 Sinus hipoplasia dan Atresia

Hipoplasia dan atresia dari sinus melintang sering terjadi. Dalam satu studi

anatomi yang dilakukan dengan angiografi konvensional, sinus melintang

asimetris terlihat pada 49 % kasus, dengan tidak adanya sebagian atau seluruh dari

salah satu sinus melintang dalam 20 % kasus. Dalam kebanyakan kasus, sinus

melintang kanan lebih besar dari kiri.18

Gambar 2.19. Hipoplasia sinus transversus sinistra 18

Gambar 2.20. Thrombosis sinus transversus kiri. Tanda panah biru menunjukan
tidak ada hipoplasi sinus transversus17

2.9.2 Flow gap pada TOF MR Venography

Selisih arus biasanya muncul pada TOF gambar MR venography dan dapat

menyebabkan kesulitan dalam penentuan diagnosis. Arus kesenjangan paling

sering muncul dalam sinus melintang nondominant dan berkorelasi dengan sinus

26
27

normal tapi kecil seperti yang digambarkan di angiografi konvensional.

Kombinasi dari ukuran kecil sinus, pola aliran lambat atau kompleks, dan sebuah

instrumen akuisisi citra yang tidak tegak lurus dengan sinus kemungkinan

menyebabkan hasil temuan ini. Kurangnya sinyal thrombus dalam sinus pada

gambar MR adalah petunjuk yang membantu untuk menghindari perangkap ini.18

Gambar 2.21 Lokasi anomali bifurkasio sinus sagital superior .(a) gambar
MIP anteroposterior dari TOF MR Venography menunjukkan
bifurkasi tinggi dari sinus sagital superior ( panah). (b) Pada
aksial kontras gambaran CT scan, bifurkasi awal sinus
menghasilkan gambaran tanda delta kosong yang semu
(panah), yang mirip sinus thrombosis.18

2.9.3 Varian Anatomi Confluence Sinus

Varian anatomi herophili torcular adalah umum dan dapat menyebabkan

kesalahan diagnostik , terutama dalam penafsiran citra CT scan . Sebuah

bifurkasio tinggi atau asimetris mungkin menyerupai intrasinus thrombus 2

Pada suatu penelitian , penyimpangan bifurkasio tinggi atau asimetris dari

sinus confluence menghasilkan gambaran pseudo empty delta sign pada 18 %

pasien yang diperiksan dengan CT scan kontras 2,3

27
28

Gambar 2.22 Varian anatomi sinus confluence2

2.9.4 Granulasi arachnoid

Granulasi arachnoid adalah struktur normal yang menonjol ke dalam

lumen sinus dural atau lakuna lateral. Ketika granulasi menonjol, granulasi ini

mungkin mensimulasikan sinus thrombosis. Terjadinya granulasi sepanjang sinus

dural telah dijelaskan, tetapi inilah yang paling sering dilihat dalam potongan

melintang dan unggul sinus sagital pada gambar anatomi. Dengan digunakan

protokol pencitraan klinis, granulasi arachnoid biasanya dapat diidentifikasi dalam

sinus melintang, khususnya di bagian lateral sinus melintang, dekat situs masuk

vena Labbe dan sinus tentorial lateral. Sebagai resolusi kontras teknik pencitraan

crosssectional yang telah membaik, maka dapat melihat cacat konsisten pada

granulasi arachnoid dengan menganalisa peningkatan frekuensi.17,18

28
29

Gambar 2.23 Tampilan klasik dari granulasi arakhnoid. (A) Foto dari diseksi
anatomi sinus melintang tepat menunjukkan tonjolan fokus
konsisten dengan granulasi arachnoid (panah). Intrasinus septa
(korda willisii) (panah) juga digambarkan. (B, c) Axial
kontras CT gambar (b) dan gambar MIP superoinferior dari
kontras MR Venography (c) menunjukkan kecacatan mengisi
fokus konsisten dengan granulasi arachnoid di bagian lateral
sinus melintang (panah), situs yang paling umum dari temuan
tersebut.17

Gambar 2.24 CT venography (a) dan CT scan kepala (b) menunjukkan lokasi
granulasio arakhnoid di sinus straight 17

2.10 Manajemen dan Pengobatan

Penggunaan antikoagulan diperlukan pada kasus CVST untuk mencegah

pertumbuhan thrombus, untuk memfasilitasi rekanalisasi dan pencegahan

terjadinya DVT . Pasien diobati dengan menggunakan infus yang mengandung

29
30

agen trombolitik dan dimasukkan melalui sinus venosus dural, dengan

menggunakan teknik mikrokateter. Pengobatan ini dibatasi hanya pada tempat-


15
tempat yang mempunyai spesialis dibagian saraf

Meskipun pasien dengan CVST dapat berhasil pengobatannya dengan

menggunakan antikoagulan, tetapi ada beberapa yang tidak dapat sembuh.

Antikoagulasi sendiri tidak dapat menghancurkan thrombus yang besar dan

meluas, dan keadaan klinis pasien sendiri bisa memburuk selama pengobatan

dengan menggunakan heparin. Penggunaan terapi fibrinolitik dapat diberikan pada

pasien-pasien dengan thrombus yang besar tersebut. Angka kejadian rekanalisasi

dapat menjadi lebih tinggi pada pasien yang menerima terapi trombolitik 10,15

15
Gambar 2.25 Bagan Manajemen dan Pengobatan CVST

30
31

Saat ini telah dikembangkan tindakan Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF)

yang merupakan salah satu prosedur DSA modifikasi yang dikembangkan oleh dr

Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K), yaitu prosedur Angiografi otak dengan

menggunakan Heparin dan Integrilin (Eptifibatide). Terapi radiointervensi dapat

menjadi alternative yang lebih menguntungkan bagi pasien karena tindakan yang

minimal invasive dan tepat sasaran dengan sedikit less risk, lesspain, dan less

recovery time dibandingkan dengan open surgery. Setelah diketahui adanya

sumbatan dengan injeksi kontras penginjeksian Heparin (pengencer darah) dan

Integrillin (antiplatelate) diharapkan mampu melarutkan bekuan darah yang

terjadi pada stroke akut non perdarahan sehingga bagian otak yang tidak mendapat

aliran darah bisa kembali mendapat aliran darah yang cukup. 19,20

Heparin biasanya diberikan berupa flushing prosedur diagnostic, dan dapat

dilanjutkan dengan continuous infusion (heparinized saline) pada prosedur

intervensi terapeutik, Sedangkan penggunaannya bersama antiplatelate injeksi

secara bersamaan diberikan oleh dokter saat kondisi khusus, biasanya pada kasus

emergensi, misalnya terjadi komplikasi thrombosis berulang saat tindakan

dilakukan. Dosis Heparin yang biasa dipergunakan antara 3000-5000 Unit (40-60

U/Kg). Sedangkan Eptifibatide adalah antiplatelate injeksi semacam Abciximab

dan Tirofiban, dan memang banyak dilaporkan sering dipakai dalam kasus stroke

akut. 19,20

Heparin tidak hanya berperan sebagai antikoagulan tetapi juga sebagai

fibrinolitik. Heparin meningkatkan konversi plasminogen menjadi plasmin dengan

merangsang activator plasminogen jaringan. Heparin juga berpotensi

31
32

meningkatkan trombolisis dengan menghambat TAFI (Trombin Activatable

Inhibitor Fibrinolisis ). Studi intravascular menyebutkan bahwa heparin bisa

mengurangi ukuran gumpalan, sehingga meningkatkan reperfusi otak setelah

iskemik. 19,20

Pengobatan dengan menggunakan IAHF dalam penelitian menunjukkan

adanya peningkatan Cerebral Flow (CBF) yang signifikan (41, 20 %), lebih tinggi

dari pada strategi peningkatan CBF lainnya. Pendekatan terapeutik bertujuan

untuk mengurangi mikrovaskuler penghalang dan dapat memperbaiki

rekanalisasi.19,20

32
33

BAB 3

RINGKASAN

Cerebral venous thrombosis atau thrombosis vena cerebri adalah suatu

penyakit neurologis yang relatif jarang terjadi namun serius, yang dapat

berpotensi reversibel jika didiagnosis dan ditangani dengan tepat dan cepat .

Penyakit ini biasanya menyerang individu muda terutama anak-anak dan remaja.

Walaupun thrombosis vena cerebri telah dikenal baru-baru ini, penyakit ini

memiliki gejala yang terkadang tidak spesifik dan sulit untuk didiagnosis dan

diterapi disebabkan karena etiologinya yang sangat luas dan tidak adanya

keseragaman dalam penanganan 3,10

Diagnosis Cerebral venous thrombosis secara khas didasarkan pada kecurigaan

klinis dan konfirmasi pencitraan. Manifestasi klinis Cerebral venous thrombosis

dapat dimasukkan ke dalam 2 kategori, tergantung pada mekanisme disfungsi

neurologis: (1) berkaitan dengan tekanan intrakranial yang meningkat yang

berakibat kerusakan drainase vena dan (2) yang berkaitan dengan kerusakan otak

secara fokal dari iskemik/infark atau perdarahan pada vena 3

Pencitraan sebagai alat diagnostik telah berperan sangat besar dalam diagnosis

dan penatalaksanaan CVST. Pencitraan diagnostik untuk CVST dapat dibagi ke

dalam dua kategori modalitas, yaitu noninvasif dan invasif. Tujuannya adalah

untuk menentukan perubahan vaskuler dan parenkim otak yang berkaitan dengan

kondisi penyakit ini 10

33
34

Penggunaan antikoagulan dperkulan pada kasus CVST untuk mencegah

pertumbuhan thrombus, untuk memfasilitasi rekanalisasi dan pencegahan

terjadinya DVT. Pasien diobati dengan menggunakan infus yang mengandung

agen trombolitik dan dimasukkan melalui sinus venosus dural, dengan

menggunakan teknik mikrokateter. Pengobatan ini dibatasi hanya pada tempat-

tempat yang mempunyai spesialis dibagian saraf . 10

34
35

DAFTAR PUSTAKA

1. Caso V, Agnelli G, Paciaroni M. Handbook on Cerebral Venous


Thrombosis. Front Neurol neurosci, Karger. 2008; 23:1-111
2. Penka AA, Massaldjieva IR, Chalakova TN, Dimitrov DB. Cerebral Venous
Sinus Thrombosis-Diagnostik Strategies and Prognostic Models: A
Review. www.intechopen.com. 2012 Jan; 129-156

3. Leach, James L.,MD, Fortuna, Robert B., MD, Jones, Blaise V., MD,
Gaskill-Shipley, Mary F.,MD. 2006. Imaging of Cerebral Venous
Thrombosis: Current Techniques, Spectrum of Findings, and Diagnostic
Pitfalls. Radiographics. 2007 ;26: S19-S43.

4. McElveen, W Alvin MD. 2012. Cerebral Venous Thrombosis.


http://emedicine.medscape.com/article/1162804-overview#a0156 diakses
pada 5 Agustus 2013

5. Galarza M, Gazzeri R. 2009. Cerebral venous sinus thrombosis associated


with oral contraceptives: the case for neurosurgery. Neurosurg Focus.
Nov 2009;27(5):E5

6. Poon, Colin S., Chang, Ja-Kwei, Swarnkar, Amar, Johnson, Michele H.,
Wasenko, John. 2007. Radiologic Diagnosis of Cerebral Venous
Thrombosis: Pictorial Review. AJR 2007;189:S64–S75.

7. Bousser, MG, Ferro, JM. 2007. Cerebral venous thrombosis: an update.


Lancet Neurol. 2007;6:162–170.

8. Crassard, I, Soria, C, Tzourio, C, Woimant, F, Drouet, L, Ducros, A,


Bousser, MG. 2005. A negative D-dimer assay does not rule out cerebral
venous thrombosis: a series of seventy-three patients. Stroke. 2010;36:
1716–1719.

9. Cumurciuc, R, Crassard, I, Sarov, M, Valade, D, Bousser, MG. 2005.


Headache as the only neurological sign of cerebral venous thrombosis: a
series of 17 cases. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2009;76:1084 –1087.

10. Saposnik et al. 2011. Diagnosis and Management of Cerebral Venous


Thrombosis : A Statement for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke.
2011;42:1158-1192.

35
36

11. Stam J. 2003. Cerebral venous and sinus thrombosis: incidence and
causes in ischemic stroke. Adv Neurol 2009;92:225–232.

12. Simons B, Nijeholt LG, Smithuis R. Cerebral Venous Thrombosis ,


diunduh tanggal 16 januari 2016 ). www.radiologyassistant.

13. Algahtani AH, Aldarmabi AA. Cerebral Sinus Venous thrombosis.


Neurosciences. 2014; 19: 11-16.

14. Caso V, Agnelli G, Paciaroni M. Handbook on Cerebral Venous


Thrombosis. Front Neurol neurosci, Karger. 2008; 23:1-111

15. Penka AA, Massaldjieva IR, Chalakova TN, Dimitrov DB. Cerebral
Venous Sinus Thrombosis-Diagnostic Strategies and Prognostic Models:
A Review. www.intechopen.com. 2012 Jan; 129-156.

16. Chiewvit P, Piyapittayanan S, Poungvarin N. Cerebral Venous Sinus


Thrombosis: Diagnostic Dillema. Neurology International. 2011; 3:e13:
50-56

17. Piazza G. Cerebral Venous Thrombosis. Circulation AHA Journal. 2012;


125: 1704-1709.

18. Rodallec H, Krainik A, Feydy A, Helias A et al. Cerebral Venous


Thrombosis and Multidetector CT Angiography : Tips and Tricks. RSNA.
2006: 26: 5-18.

19. Putranto A.Terawan, Yususf Irawan, Murtala Bachtiar, Wijaya Andi, Intra
arterial flushing increases Manual Muscle-Medical Research Councils
(MMT-MRC) score in chronic ischemic stroke patient, 2016,Bali Medical
Journal

20. Putranto A.Terawan, Yususf Irawan, Murtala Bachtiar, Wijaya Andi, Intra
arterial Heparin Flushing Increases Cerecbral Blood Flow in Chronic
Ischemic Stroke Patients , 31 May 2016, Research Article Hasanudin
University

36
37

37

Anda mungkin juga menyukai