Anda di halaman 1dari 17

1.

Penuntun
1.1Penilaian cepat tanda dan diagnosis stroke

Bukti menunjukkan bahwa penanganan yang cepat menghasilkan outcome yang lebih baik
pada pasien stroke atau TIA. Rekomendasi pada sesi ini mencakup diagnosis cepat pada
pasien yang mengalami gejala neurologis akut dan dicurigai mengalami stroke dan TIA. Serta
bagaimana cara mendeteksi risiko terjadinya stroke pada pasien yang mengalami TIA.

1.1.1Pengenalan yang tepat gejala stroke dan TIA

1.1.1.1Pasien dengan defisit neurologis mendadak, alat diagnostik seperti FAST (Face Arm
Speech Test) diluarkan diluar RS untuk mendiagnosis terjadinya stroke atau TIA.

1.1.1.2Pasien dengan defisitneurologis mendadak, hipoglikemia harus disingkirkan sebagai


penyebab.

1.1.1.3Pasien yang masuk melalui UGD dengan kecurigaan stroke atau TIA diagnosis harus
ditegakkan dengan menggunakan alat tervalidasi seperti ROSIER (Recognition of Stroke in
the Emergency).

1.1.2Penilaian pasien yang dicurigai mengalami TIA, dan mengidentifikasi mereka yang
berisiko mengalami stroke dikemudian hari.

1.1.2.1Pasien yang dicurigai mengalami TIA adalah pasien yang saat pemeriksaan tidak
memiliki defisit neruologis (dalam 24jam) harus segera dinilai untuk mengetahui risiko
pasien tersebut mengalami stroke dengan menggunakan sistem skor yang tervalidasi seperti
ABCD2.

1.1.2.2Pasien yang dicurigai mengalami TIA dan memiliki risiko tinggi untuk mengalami
stroke (pasien dengan ABCD2 skor ≥4 )harus mendapatkan:

 Aspirin (300mg perhari) dimulai sesegera mungkin


 Penilaian dan investigasi khusus dalam 24jam dari onset gejala
 Tindakan pencegahan sekunder dikerjakan sesegera mungkin begitu diagnosis
ditegakkan, termasuk diskusi mengenai faktor risiko per individu.

1.1.2.3Pasien dengan TIA cresendo (dua atau lebih TIA dalam seminggu) sebaiknya dirawat
sebagai pasien dengan risiko tinggi mengalami stroke walaupun skor ABCD2≤3

1.1.2.4Pasien yang dicurigai mengalami TIA dan memiliki risiko rendah mengalami stroke

(pasien dengan ABCD2 skor≤3) harus mendapatkan

 Aspirin (300mg perhari)


 Penilaian dan investigasi spesialis sesegera mungkin dalam waktu 1 minggu dari
onset
 Tindakan pencegahan sekunder sesegera mungkin begitu diagnosis ditegakkan,
termasuk diskusi mengenai faktor risiko per individu

1.1.2.5Pasien yang pernah mengalami TIA namun datang terlambat (lebih dari 1 minggu dari
saat gejala membaik) harus dirawat sebagai pasien dengan risiko rendah mengalami stroke

1.2 Imajing pada pasien yang dicurigai mengalami Stroke ringan atau TIA

Imajing segera dikerjakan pada pasien yang menujukkan gejala stroke, sementara untuk
pasien yang gejala defisit neurologisnya telah membaik saat pemeriksaan perlu
direkomendasikan pemeriksaan imajing khusus yang bisa memberikan informasi mengenai
TIA

Beberapa pasien yang mengalami stroke atau TIA dan mengalami penyempitan arteri karotis
mungkin memerlukan intervensi. Imajing karotis diperlukan untuk memperjelasn
penyempitan gambran penyempitan arteri karotis.

1.2.1 Kecurigaan TIA – referal untuk urgent brain imajing

1.2.1.1 Pasien yang dicurigai telah mengalami TIA ( pasien dengan gejala dan tanda yang
telah membaik dalam 24 jam) harus dinilai oleh spesialis (dalam waktu 1 minggu) sebelum
keputusan melakukan imajing dibuat.

1.2.1.2 Pasien yang dicurigai telah mengalami TIA dan memiliki risiko tinggi untuk
mendapatkan stroke (contohnya dengan ABCD2 skor≥4, atau TIA cresendo) dimana teritori
vaskular atau patologi belum dapat dipastikan harus dilakukan pemeriksaan imajing (pilihan
imajing diffusion-weighted MRI)

1.2.1.3 Pasien yang dicurigai telah mengalami TIA dan memiliki risiko rendah untuk
mendapatkan stroke (contonnya dengan ABCD2 skor≤) dimana tertori vaskular dan patologi
belum dapat dipastikan harus dilakukan pemeriksaan imajing (pilihan imajing diffusion-
weighted MRI)
Contoh dimana imajing sangat diperlukan untuk membantu manajemen TIA :

 Pasien yang direncanakan untuk tindakan Carotid endarterectomy atau carotid stenting, dimana masih belum dapat dipastikan
apakah stroek melibatkan sirkulasi anterior atau posterior
 Pasien dengan TIA dan proses hemoragik harus disingkirkan, contonhya pada pasien dengan durasi klinis panjang atau dengan
obat oral antikoagulan
 Apabila alternatif diagnosis dicurigai sebagai penyebab (contohnya migren, epilepsy atau tumor)

1.2.2 Tipe imajing otak /brain imaging utntuk pasien kecurigaan TIA
1.2.2.1 Pasien yang dicurigai mengalami TIA dan memerlukan imajing (yaitu pasien dengan
teritori vaskular dan patologi yang belum jelas) disarankan dikerjakan diffusion-weighted
MRI keculai bila ada kontra-indikasi, pada kasus tersebut CT (computed tomography)
disarankan.
1.2.3.1 Pasien dengan stroke ringan atau TIA yang mana saat pemeriksaan dipertimbangkan
untuk CEA atau carotid stenting harus dilakukan pemeriksaan imajing karotis dalam waktu 1
minggu dari onset. Pasien yang datang lebih dari 1 minggu dari onset dirawat dan klinis
sembuh sempurna dirawat sebagai pasien sebagai pasien dengan risiko rendah.

1.2.4 Urgent carotid endaretectomy (CEA) dan carotid stenting (CAS)

1.2.4.1 Pasien dengan defisit neurologis yang stabil akibat Stroke ringan atau TIA dan
mengalami symptomatic carotid stenosis 50-99% berdasarkan kriteria NASCET (North
America Symptomatic Carotid Endarterectomy Trial), atau 70-99% beradasarkan kriteria
ECST (European Carotid Surgery Collaborative Group), dilakukan:

 Pemeriksaan dan rujukan untuk CEA atau CAS dalam waktu 1 minggu dari stroke
onset atau TIA
 CEA atau CAS dalam waktu maksimal 2 minggu dari onset stroke atau TIA
 Best medical management (kontrol tekanan darah, diberikan agen antiplatelet,
penurunan kolesterol dengan obat-obatan atau diet, lifestyle modifikasi)

Urgent brain imaging adalah imajing yang dikerjakan dalam 24 jam dari onset. Brain imaging pada pasien dengan risiko rendah
mendapatkan stroke dikerjakan dalam waktu 1 minggu dari onset.
Kontra-indikasi MRI adalah pada pasien yang menggunakan pacemaker, beberpa jenis klip pada aneuriama dan katup jantung, metal
fragment pada mata, atau klaustrofobia yang berat (berdasarkan National Stroke Strategy UK).

1.2.4.2 Pasien dengan defisit neurologis yang stabil akibat Stroke ringan atau TIA dan
mengalami symptomatic carotid stenosis ≤50% berdasarkan NASCET kriteria, atau ≤70%
berdasarkan ECST kriteria, disarankan:
 Tidak dilakukan tindakan pembedahan
 Mendapatkan best medical management (kontrol tekanan darah, agen antiplatelet,
penurunanan kolesteral melalui olah raga dan obat-obatan, perubahan lifestyle)
1.2.4.3 Imajing karotis harus menjelaskan kriteria mana yang digunakan (NASCET/ECST)
pada saat pengukuran stenosis arteri karotis.

1.3 Perawatan spesialis untuk pasien stroke akut


Sesi ini memberikan rekomendasi perawatan optimal pasien stroke akut: dimana mereka
seharusnya dirawat dan seberapa cepat perawatan harus sudah diberikan.

1.3.1 Stroke Unit Spesialis

1.3.1.1 Semua pasien dengan kecurigaan stroke harus segrea dimasukkan ke stroke unit
setelah pemeriksaan awal.

Stroke unit adalah area tertentu yang di dalam RS dengan staf spesialis stroke multidisilin. Stroke unit harus memiliki akses utnuk
monitoring dan rehabilitasi pasien. Diskusi tim multidisiplin dilaksanakan reguler untuk kemajuan pasien.
1.3.2 Brain imaging sebagai pemeriksaan awal pasien dengan stroke akut

1.3.2.1 Brain imaging sebaiknya dikerjakan sesegera mungkin pada pasien dengan stroke
akut bila ada hal-hal dibawah ini:
 Indikasi untuk dikerjakan trombolisis atau antikoagulan
 Pasien sedang dalam pengobatan antikoagulan
 Riwayat penyakit dengan “bleeding diasthesis”
 Kesadaran menurun (GCS≤13)
 Gejala klinis yang progresif dan berfluktuasi
 Papiledema, kaku kuduk atau demam
 Nyeri kepala hebat saat onset stroke

1.3.2.2 pasien stroke akut yang tidak memiliki indikasi “ immediate brain imaging “, sken
harus dikerjakan sedini mungkin

1.4 Pengobatan farmakologis pasien dengan stroke akut

Pengobata yang segera memberikan perbaikan outcome pada pasien stroke. Sesi ini
memberikan rekomendasi pengobatan farmakologis yang yang diberikan pada pasien
dengan stroke akut.

1.4.1 Trombolisis dengan alteplase

1.4.1.1 Alteplase digunakan sebagai terapi stroke akut oleh dokter yang terlatih dan
berpengalaman dalam manajemen stroke akut. Terapi ini hanya boleh diberikan pada
fasilitas yang dapat memenuhi persyaratan dari pihak produsen obat.

1.4.1.2 Alteplase sebaiknya diberikan hanya pada pelayanan stroke yang teroganisir dengan:
 Staf yang terlatih untuk memberikan obat dan mampu melaksanakan monitoring
yang berkaitan dengan komlikasi trombolisis
 Keperawatan level tinggi dan terlatih pada penanganan stroke akut dan trombolisis.
 Akses emergensi untuk imajing dan re-imajing, dan staf yang terlatih untuk
menginterpretasikan hasil inajing

1.4.1.3 staf di UGD apabila sudah terlatih dan mendapatkan back-up spesilis yang memadai
dapat melakukan pemberian alteplase untuk mengangi stroke akut dengan dukungan penuh
neuroradiologi dan spesialis stroke.
1.4.2 Pemberian aspirin dan antikoagulan pada pasien dengan stroke iskemik akut

1.4.2.1 Semua pasien stroke akut yang berdasarkan imajing disingkirkan adanya perdarahan
intraserebral , harus sesegera munggkin diberikan :
 Aspirin 300mg oral bila tidak disfagia
 Aspirin 300mg melalui enteral tube bila ada disfagia
Setelah itu aspirin harus dilanjutkan selama 2 minggu, dan setelah itu dilajutkan dengan
pemberian definitf antitrombotik jangka panjang. Pasien yang dikeluarkan dari RS sebelum 2
minggu pengobatan definitif stroke jangka panjang bisa diberikan lebih dini.

Pemberian alteplase sesuai dengan guidance NICE “alteplase for treatment of acute ischaemic stroke”. NHS Data Dictionary “critical care
level”

1.4.2.2 Pasien dengan stroke iskemik akut dan mengalami dispepsia akibat pemberian
aspirin, harus dikombinasikan dengan proton pump inhibitor yang dikombinasikan dengan
aspirin

1.4.2.3 Pasien stroke iskemik akut yang mengalami reaksi alergi terhadap aspirin , maka
harus diganti dengan agen antiplatelet yang lain

1.4.2.4 Antikoagulan sebaiknya tidak dipergunakan sebagai terapi rutin stroke iskemik akut.

Pasien dengan stroke vena akut


1.4.2.5 Pasien yang didiagnosis mengalami cerebral venous thrombosis (termasuk dengan
komplikasi perdarahan intraserebral) sebaiknya diberikan full-dose antikoagulan (dimulai
dengan full-dose heparin dan dilanjutkan dengan warfarin s.d INR2-3) kecuali apabila ada
co-morbidity yang membahyakan penggunaannya.

Pasien stroke yang berhubungan dengan arterial dissection


1.4.2.6 Pasien stroke iskemik antikoagulan atau antiplatelet.
akibat arterial dissection diterapi baik dengan
Aspirin intolerance didefinisikan di NICE sebagai hal dibawah berikut :
o Terbukti hipersensitif terhadap obat yang mengandung aspirin
o Riwayat dispepsia yang diinduksi lo-dose aspirin.

Pada pasien tertentu dimana risiko venous thrombolembolism lebih berat daripada hemorrhagic tranformation, yaitu pasien dengan rsiko
tinggi venous thromboembolism , contoh pasien dengan paresis kaki, psien dengan riwayat venous thrombolembolism, dehidrasi atau
dengan co-morbiditi seperti keganasan, atau perokok aktif. Pasien-pasien tersebut sebaiknya diberikan profilaksis antikoagulan .

Pasien stroke yang berhubungan dengan sindrom antifosfolipid


1.4.2.7 Pasien stroke iskemik dengan sindrom antifosfolipid diterapi sama dengan pasien
tanpa sindrom antifosfolipid.
Penanganan reversal antikoagulan pada pasien dengan stroke hemoragik
1.4.2.8 Status koagulasi pasien dengan stroke hemoragik primer yang sedang dalam
pengobatan antikoagulan sebelum stroke (dan mengalami peningkatan INR) harus segera
dibalikkan ke kondisi normal sesegera mungkin, dengan cara memberikan Prothrombin
complex concentrate dan Vitamin K IV.

1.4.3 Terapi antikoagulan pada co-morbiditas yang lain


1.4.3.1 Pasien stroke iskemik berat dengan atrial fibrilasi diterapi dengan aspirin 300mg
selama 2 minggu pertama sebelum mempertimbangkan terapi antikoagulan.

1.4.3.2 Pasien dengan katup jantung prostetik dan mengalami stroke berat dengan risiko
tinggi mengalami transformasi hemoragik, terapi antikoagulan harus distop selama 1
minggu dan digantikan dengan aspirin 300mg.

1.4.3.3 Pasien stoke iskemik dengan simtomatik DVT atau emboli paru , terapi antikoagulan
dipilih menggantikan aspirin kecuali bila ada kontraindikasi pemberian antikoagulan

1.4.3.4 Pasien stroke hemoragik yang mengalami DVT atau emboli paru diterapi dengan
antikoagulan untk mencegah emboli lebih lanjut

1.4.4 Terapi statin


1.4.4.1 Terapi segera dengan statin tidak direkomendasikan pada pasien dengan stroke akut
Menurut konsensus pemberian statin aman diberikan setelah 48 jam

1.4..4.2 Pasien stroke iskemik akut yang sudah mendapatkan statin, statin bia dilanjutkan

1.5 Perawatan dan restorasi homeostasis


Elemen utama perawatn pasien stroke akut adalah maintenance of cerebral blood flow dan
oksigenasi untuk mencegah perburukan brain damage setelah stroke. Sesi mencakup
rekomendasi suplementasi oksigen, maintencance of normoglicaemia, dan manipulasi
tekanan darah.

1.5.1 Terapi suplemen oksigen

1.5.1.1 Pasien stroke diberikan suplemen oksigen apabila saturasi oksigen dibawah 95%.
Penggunaan rutin suplemen oksigen tidak dianjurkan pada pasien stroke iskemik akut yang
tidak mengalami hipoksia.
1.5.2 Kontrol gula darah

Pasien denga stroke akut kadar gula darah dipertahankan pada kadar 4 s.d 11mmol/litre
atau 80 s.d 190 mg/dl

1.5.2.2 Penggunaan insulin yang optimal dengan cara IV dan pemberian glukosa diberikan
pada pasien dnegan gangguan kadar gula darah saat mengalami stroke akut sesuai dengan
protokol critical care

1.5.3 Kontrol tekanan darah

1.5.3.1 pemberian terapi antihipertensi hanya diberikan apda pasien stroke akut bila
disertai hipertensi emergensi bila disertai salah satu atau lebih dari hal-hal berikut ini:

 Hypertensive encephalopathy
 Hypertensive nephropathy
 Hypertensive cardiac failure/myocardial infarction
 Aortic dissection
 Preeclampsia/eclampsia
 Perdarah intraserebral dengan sistolic blood pressure >180mmHg
1.5.3.2 Tekanan darah diturunkan dibawah 185/110 pada pasien dengan pertimbangan
trombolisis.

1.6 Nutrisi dan hidrasi


Banyak pasien stroke ayng mengalami kesulitan menelan, dna membutuhkan suplemen
nutrisi dan hidrasi. Sesi ini merekomendasikan penilaian menelan pasien, hidrasi dan nutrisi

1.6.1 Penilaian fungsi menelan


1.6.1.1 Saat MRS semua pasien stroke akut harus dilakukan penilaian fungsi menelan oleh
tenaga terlatih sebelum pasien diberika makan via oral, cairan atau obat-obatan

1.6.1.2 Bila hasil skrining menunjukkan pasien mengalami gangguan emnelan, penilaian
oleh spesilais terhadap fungsi menelan harus dikerjan dalam 24 jam dan tidak melebihi 72
jam
1.6.1.3 Pasien dicurigai mengalami aspirasi atau memerlukan Naso-gastric tube atau
modifikasi diet dalam 3 hari, harus :
 Dinilai kembali san pertimbangkan pemeriksaan lebih lanjut
 Konsul gizi

1.6.1.4 Pasien stroke akut yang tidak mampu mendapatkan nutrisi dan hidrasi adekuat via
oral:

o Dipasang NGT dalam 24 jam pertama


o Pertimbangkan Gastrostomy bila mereka tidak mampu mentoleransi NGT
o Konsul gizi

1.6.2 Nutrisi oral

Skirining malnutrisi harus dikerjakan oleh tenagan profesional dan dinilai status gizi dan
hidrasi secara reguler.

1.7 Mobilisasi dini dan optimal positioning pasien dengan stroke akut
Mobilisasi dini adalah elemen penting pada manajemen stroke akut. Posisi duduk
mambantuk mempertahankan saturasi oksigen dan menurunkan kemungkinan terjadinya
pneumonia hipostatik.

1.7.1.1 Pasien dnegan stroke akut harus dimobilisasi sedini mungkin ( disesuaikan dengan
kondisi klinis)

1.7.1.2 Pasien dengan stroke akut harus segera dibantu untuk duduk sedini mungkin bila
kondisi memungkinkan

1.8 Pencegahan aspirasi pneumonia


Aspirasi pneumonia adalah komplikasi yang dapat meningkatkan mortalitas dan prognosis
buruk.

1.8.1.1 Pasien dengan disfagia, makanan dana minuman diberikan dengan metode yang
paling aman sesuai dengan ahasil penilaian dari spesialis

1.9 Tindakan operasi pada pasien stroke akut


Tindakan opersai pada populasi tertentu diindikasikan pada fase akut. Sesi ini
merekomendasikan tindakan intervensi (pembedahan atau endovaskular) pada pasien
dengan stroke perdarahan dan infark arteri cereberi media yang berat

1.9.1.1 Tindakan surgery sesuai protokol pada pasien dengan symptomatic hydrocephalus

1.9.1.2 Pasien dengan stroke perdarahan harus dimonitori secara ketat dan dilakukan
tindakan operasi emergensi bila terjadi perburukan dan tindak imajing bila diperlukan

1.9.1.3 pasien-pasien dibawah ini jarang diindikasikan untuk tindakan pembedahan :

 Small deep haemorrhages


 Lobar haemorrhage tanpa hidrosefalus atau perburukan klinis
 Hemoragik luas dengan co-morbiditas yang berat sebelum stroke
 BGS <8 kecuali disebabkan oleh hidrosefalus
 Perdarahan fossa posterior

1.9.2 Rujukan untuk decompressive hemicraniectomy


1.9.2.1 pasien dengan infark arteri cserebri media yang memenuhi kriteria dibawah ini
harus dirujuk dalam 24 jam dari grjala dan maksimum 48 jam untuk dilakuakan
decompressive hemicranieactomy

 Usia <60 tahun


 Presentasi klinis menujukkan infark di teritori arteri serebri media dengan
NIHSS diatas 15
 Penurunan kesadaran dengan score 1 atau lebih pada item 1a NIHSS
 Pada CT scan otak didapatkan sedikitnya 50% dari tertitori MCA mengalami
infark, dengan atau tanpa infark di tertitori ACA atau PCA disis yang sama,
atau volume infark melebihi 145cm3 pada difussion-weighted MRI

1.9.2.2 Monitoring ketat pasien yang dirujuk untuk tindakan decompressive


hemicraniectomy.

Penutun ini direkomendasikan pada:


Pasien dengan TIA atau completed stroke, dimana dianggap disebabkan oleh vascular origin
dan menyebabkan terjadinya iskemia serebral, infark serebral atau perdarahan sererbal.
Yang termasuk seperti tersebut dibawah ini:

 Stroke pertama atau rekuren


 Emboli ataupun thrombosis
 Perdarahan intraserebral primer oleh berbagai sebab termasuk venous
thrombosis.

GUIDELINE PENANGANAN EMERGENSI STROKE ISKEMIK AKUT


(PROTOKOL TROMBOLISIS)
Tim stroke akut :

 Tim triage/ER
 Residen neurologi on call/stand-by
 Spesialis neurologi on call
 Radiologi on call
 Neurointervensionist on call
 Neurocath lab techincian on call
 Neurocath lab nurse on call
 Neurosuregeon on call
 Critical care specialist on call

GROUP I – Durasi waktu s.d 3jam

 Pastikan dengan akurat waktu onset dari stroke (bila ditemukan saat tidur atau
bangun tidur, dianggap onset adalah saat terakhir pasien ditemukan dalam kondisi
normal)
 Pada kasus kejang, nilai perbaikan klinis dan imajing sebelum dirujuk untuk
trombolisis
 Cek obat-obatan yang digunakan, terutaman Coumarol/warfarin/heparin
 Pemeriksaan neurologis untuk memastikan keparahan defisit dan
 Evaluasi NIHSS
 Pemeriksaan darah : CBC,PT, APTT, LFT, KFT,
 ECG
 Segera CT scan kepala
 Bila menunjukkan hasil normal atau earli sign minimal dari proses iskemia segera
Trombolisis IV
 Management stroke dan CT untuk mengeksklusi perdarahan kemudian minta
persetujuan keluarga untukn Trombolisis IV ( kurang dari 3 jam, Class I, level of
evidence A)

Imajing pembuluh darah dikerjakan secara simultan atau setelah trombolisis IV

 CT Angiogram (CT perfusion) leher dan intracranial atau


 MRA
 Bila CTA/MRA menunjukkan large vessel occlusion (ICA, M1, M2, aretri basilaris)
pasien dilanjutkan ke cerebral DSA dilanjutkan ke trombolisis IA/mechanical
thrombectomy setelah IV rt-PA. Dosis Ivrt-PA 0.9mg/kg ( bila melakukan bridging
therapy ikuti protokol dari bridging therapy)
TROMBOLISIS IV dengan t-PA
Rekomendasi Class I

 Trombolisis intravena rt-PA (0.9mg/kg maksimum 90mg) direkomendasikan untuk


pasien stroke iskemik akut tertentu dengan onset kurang dari 3 jam (Class I, Level of
evidendence A)

KONTRAINDIKASI ABSOLUT

 ICH
 Infark serebri luas >1/3 luas hemisfer serebri
 Lesi otak dengan kecenderungan tinggi terjadi perdarahan (tumor, aneurysm, AVM)
 Kecurigaan SAH
 Koma atau obtundasi berat
 Gejala klinis yang cepat membaik ( NIHSS <7)
 Kejang saat onset stroke
 Cedera kepala berat dalam 3 bulan terakhir
 Operasi mayor atau trauma mayor dalam 14 hari terakhir
 Perdarahan gastrointestinal dalam 21 hari terakhir
 Riawayat perdarahan intraserebral
 Hamil ataun menyusui (menstruasi bukan kontrindikasi)
 Bleeding diasthesis yang telah diketahui : 1)Platelet count < 100.000/cumm; 2)
penggunaan oral antikoagulan atau; 3) PT >15 sec, INR>1.7; 4) menggunakan
heparin dalam 48 jam dan perpanjangan PTT.

KONTRAINDIKASI : (RELATIF)

 Usia <18 tahun


 Usia>85 tahun
 Arterial puncture pada tempat yg tidak bisa dikompresi atau LP dalam 7 hari terkahir
 Recent MI dengan komplikasi perikarditis
 Prereatment tekanan darah bila >185 atau diastolok >110
 Abnormal glucose level (<50 atau>400mg/dl)
 Perubahan dini pada CT seperti sulcal effacement, efek masa, atau edema bukan
kontraindikasi absolute. Bila tanda ini ditemukan, menandakan bahwa interval onset
stroke dan CT lebih dari 3 jam atau impending terjadinya stroke luas dalam evolusi.
LANGKAH-LANGKAH UNTUK TROMBOLISIS

 Ambil segera sampel untuk pemeriksaan darah lengkap, BUN/creatinine, glukosa, PT


INR, PTT dengan hasilnya sebelum memulai trombolisis.
 Pada kasus dengan riwayat bleeding diasthesis, kumpulkan data penyakit sebelum
trombolisis
 Bila riwayat obat-obatan dan penmyakit terdahulu normal segera lanjutkan ke
tindakan trombolisis, hal ini diputuskan oleh spesialis neurologi yang bertugas
 Pasang 2 kanula IV ukuran besar (18 gauge)
 Tanpa menunda untuk memulai trombolsisi, lakukan EKG dan foto thoraks
 Persiapkan ruangan ICU untuk tindakan monitoring sedikitnya 24 jam dan segera
transfer
 Bila ruangan ICU belum tersedia maka pemberian obat trombolisis dikerjakan di UGD
sambil menunggu periapan ruangan ICU

PEMBERIAN TPA

 Spesialis neurologi akan menmeriksa semua kriteria inklusi dan eksklusi pada
trombolisis check-list utnuk strkoe iskemik akut dan menanda tanganinya, kemudia
dimasukkan ke rekam medik pasien kemudia dilanjutkan dengan pemriksaan NIHSS
 Bila tidak ada kontraindikasi, tPA harus segera diberikan (jangan menunggu sampai 3
jam). Literatur menujukkan keuntungan yang lebih baik bila diberikan dalam 1 jam
dibandingkan 3 jam onset
 Pada kasus bleeding diasthesis, tunggu semua hasil laboratorium seperti hitung
trombosit/PT INR/PTT. Bila waktu memungkinkan lakukan pemeriksaan PT INR
sebelum memulai trombolisis
 Oleh karena adanya risiko perdarahan, maka keuntungan dan kerugian pengobatan
harus dijelaskan dengan pasien dan/atau keluarga untuk pemberian tPA dan
informed consent harus diperoleh sebelum trombolisis
 Dosis total tPA 0.9mg/kg (max 90mg). 10% diberikan secara bolus oleh neurologist
atau perwakilannya dalam 60 detik dan kemudian dilanjutkan sisanya dalam 1 jam.

CARA MENYAMPUR AGEN TROMBOLISIS

Pasien >60kg: (50mg/vial + 20mg/vial) t-PA

 Campurkan obat dengan cara sebagai berikut: transferkan 50ml diluent ke dalam
50mg t-PA vial (50mg/vial) dan 20mg ke dalam 20mg/vial atau konsentrasi 1:1. Putar
vial untuk mencampur obat, jangan dikocok
 Bolu sebesar 10% dari dosis rehitung diatarik dari botol vial dan diberikan ke pasien
IV dalam waktu 1 menit
 Sisa obat dalam botol diberika dengan cara mengantungkan botol langsung atau
menggunakan syringe pump dalam 1 jam
 Lanjutkan obat dengan saline melalui pump untuk memasukkan seluruh sisa obat
hingga sesuai dosis
 Bila t-PA sudah dicampur namun belum digunakan, obat tersebut bisa dibalikkan ke
farmasi karena obat ini memiliki “buy back policy” atau buang obat yang sudah
dicampur (jangan digunakan lagi)

Pasien <60kg: (50mg/vial t-PA)

 Campurkan 50ml diluent ke dalam t-PA vial (50mg/vial) total 50mg/ml, atau
konsentrasi 1:1. Putarkan botol obat untuk mencampur , jangan dikocok
 Dosis bolus 10% dotarik dari botol dan diinjeksikan dalam waktu 1 menit
 Isi vacutainer (atau kantol 50ml kososng NS) dengan sisa dosis untuk diberikan dalam
1 jam
 Lanjutkan dengan infus normal saline untuk memasukkan sisa obat

Jangan pindahkan atau gerakkan pasien hingga proses pemberian t-PA selesai kecuali sangat
diperlukan dan selama monitoring tidak terganggu.

HEPARINISASI (PADA PASIEN DENGAN LARGE ARTERIAL DISEASE) bila mana sarana
Intravena trombolisis tidak tersedia :

Pasien yang terbukti dengan imajing mengalami large arterial disease (oklusi di intracranial
ICA, M1,M2) dapat diberikan :

 Bolus 50-70 IU/kgBB heparin dilanjutkan dengan 10-15 IU/kgBB Heparin dalam 24
jam atau disesuaikan dengan hasil pemeriksaan APTT (cek rutin setiap 6 jam) lihat
protokol pemberian heparin. Terapi diberikan selama 5 hari .
 Stop heparin dan reverse dengan Protamine sulfat 10mg/1000 UI Heparin bila terjadi
pendarahan mayor (GI tract,perdarahn intrakranial, hematuri)
 Persiapkan FFP atau TC diberikan sesuai protap

GROUP II- Durasi waktu 3 s.d 4.5 jam


 Pastikan waktu terjadinya onset stroke (bila ditemukan saat tidur, maka onset adalah
sat terakhir kali ditemukan normal)
 Pada kasus kejang, nilai perbaikan klinisnya dan lakukan imajing sebelum dilajutkan
ke trombolisis
 Cek riwayat penyakit dan penggunaan obat-obatan terutama
Aspirin/Warfarin/Heparin
 Pemeriksaan neurologis untuk memeriksa beratnya defisit dan evaluasi NIHSS
 Kerjakan NCCT kepala segera
 Bila CT kepala normal dan menunjukkan tanda-tanda awal iskemia, lanjtkan pasien
untuk terapi Trombolisis IV (0.9mg/kg)

Imajing pembuluh darah dikerjakan secara simultan atau setelah trombolisis IV selesai

CT angiogram (CT perfusion) leher dan intrakranialn atau MRA

 Bila CTA/MRA menijukkan oklusi pembuluh darah besar (ICA,M1,M2,Basilar) pasien


dapat dilanjutkan ke Cerebral DSA dan trombolisis IA/ trombektomi mekanik setelah
pemberian IV rt-PA dengan dosis 0.9mg/kg (bila melakukan bridging therapy ikuti
protokol dari bridging therapy)

PETUNJUK UNTUK TROMBOLISIS INTRA-ARTERI DAN TROMBEKTOMI MEKANIK

 <3 jam – oklusi pembuluh darah besar, kontraindikasi untuk trombolisis IV, gagal
dengan trombolisis IV
 4.5 – 6 jam, atau gagal trombolisis IV
 S.d 8 jam utnuk oklusi pemvbuluh darah besar dan trombektomi mekanik
 S.d 24 jam pada stroke akibat oklusi pembuluh darah besar di sirkulasi posterior

Rekomendasi :

Class I

 Trombolisis IA pada stroke iskemik akut dikerjakan pada pasien dengan sindrome
stroke mayor onset < 6 jam dan masuk kriteria trombolsis IV dan sesuai dengan
kriteria untuk dilakukan trombolisis IA – class I, Level of Evidence B
 Trombolisis IA harus diberikan pada center yang memiliki stroke centre yang
memadai dan interventionist yang berpengalaman. Class I, Level of Evidence C)

Class II
 Trombektomi mekanik dikerjakan pada pasien dengan stroke mayor onset , 8 jam
dan memenuhi kriteria untukatau gagal dilakukan trombolisis IV. Pasien-pasien
tertentu dapat dikerjan trombektomi mekanik (class Iib, Level of Evidence B)
 Trombolisis IA direkomendasikan untuk pasien ayng memiliki KI untuk trombolisis IV,
seperti riwayat baru saj dilakukan tindakan operasi. Class Iia, Level of Evidence C)

Class III

 Penggunaan trombolisis IA sebaiknya tidak digunakan secara general menggantikan


trombolisis IV keculai pada pasdien yang “eligible”

Pasien yang melewati “window period”: > 8 jam utnuk sirkulasi anterior dan > 24 jam
untuk sirkulasi posterior

Class I

 Pemberian aspirin oral (dosis awal 325mg) dalam 24 s.d 48 jam setelah onset
direkomendasikan sebagai terapi stroke pada hampir sebagian besar pasien (Class ,
Level of Evidence A)

Class III

 Aspirin tidak dapat menggantikan terapi intervensi pada stroke akut, termasuk
trombolisis dengan menggunaka t-PA (Class III, Level of Evidence B)
 Penggunaan Aspirin sebagai terpai adjunctive dalam 24 jam terapi rombolitik tidak
direkomendasikan( Class III, Level of Evidence A)
 Penggunaan Clopidgrel saja atau dengan kombinasi Aspirin tidak dianjurkan sebagai
terapi stroke iskemik akut (Claa III, Level of evidence C)
 Diluar setting clinical trial, penggunaan Agen glyciprotein Iib/IIA receptor inhibitor
tidak dianjurkan (Class III, Level of Evidence B)

MONITORING DAN PERAWATAN SELAMA DAN SETELAH PEMBERIAN T-PA

 Cek tanda vital dan klinis neurologis :


o Setiap 15 menit pada 2 jam pertama setelah pemebrian t-PA
o Setiap 30 menit selama 6 jam
o Setiap 60 menit selam 24 jam
 Pertahankan Systolic BP anatara 110-185mmHg
 Penggunaan Foley catheter dikerjan sebelum trombolisis atau setela 24 jam bila
diperlukan
 Pengguan Nasogastric tube sebaiknya dihindari, bila memungkinkan selam 24 jam
 Penggunaan central venous access dan pungsi arterial dihindari selama 24 jam
 Injeksi intramuskular sebaiknya tidak diberikan
 NPO kecuali obat-obatan selam 24 jam
 Bed rest
 Profilaksis dengan H2 blocker /PPI direkomendasikan
 Antikoagulan dilarang pemeriannya selama 24 jam (termasuk ASA dan NSAIDs)
 Setelah 24 jam, apabila antikoagulan atau Aspirin akan diberikan, CT atau MRI
follow-up dikerjakan untuk menyingkirkan perdarahan
 CT emergensi segera dilakukan dan stop t-PA bila pasien menujukkan perburukan
gejala, muntah atau nyeri kepala hebat
 Bila dicurigai terjadinya perdarahan intrakranial sgera stop obat trombolitik
o Panggil dokter spesialis neurologi, ambil sampel darah utnuk pemeriksaan DL,
Platelet, INR, PT,PTT, d-domer
o CT emergensi
o Persiapankan 4-8 unit platelet
o 2 unit FFP QID selama 24 jam
o Cryoprecipitate 20U segera, bila fibrinogen level <200mg% diulang 1 jam
kemudian
o Pertimbangan bedah saraf

TINDAKAN PEMBEDAHAN INTERVENSI PADA STROKE AKUT

Primary surgical intervention (dengan pertimbangan dokter bedah saraf):

 Perdarahan serebelum > 3 cm dengan penyempitan ventrikel IV dan/atau


hidrosefalus dengan perburukan klinis
 ICH lobar (<1cm dari permukaan) pada pasien muda (<45tahun) dengan GCS 9-12
atau perdarahan lobar luas dengan perburukan GCS progresif
 Pasien-pasien dengan Medically refractory Intrcranial Hypertension
 Pasien-pasien yang memerlukan Early hemicraniectomy

RINGKASAN
Waktu Tindakan Trombolisis (t-PA) Evidence
< 3 jam Spesialis neurologi Intravena Class I, LOE A

3-4.5 jam Spesialis neurologi Intravena Class I, LOE B


(ECASS III)
4.5-6 jam Spesialis neurologi + Intra-arteri atau Class I, LOE B
Neurointervention trombektomi mekanik (bila (PROACT I & II)
tersedia)
Stroke sirkulasi Spesialis neurologi± Intravena ±/atau Intra-arteri
posterior s.d 24 Neurointervention
jam

Anda mungkin juga menyukai