Penuntun
1.1Penilaian cepat tanda dan diagnosis stroke
Bukti menunjukkan bahwa penanganan yang cepat menghasilkan outcome yang lebih baik
pada pasien stroke atau TIA. Rekomendasi pada sesi ini mencakup diagnosis cepat pada
pasien yang mengalami gejala neurologis akut dan dicurigai mengalami stroke dan TIA. Serta
bagaimana cara mendeteksi risiko terjadinya stroke pada pasien yang mengalami TIA.
1.1.1.1Pasien dengan defisit neurologis mendadak, alat diagnostik seperti FAST (Face Arm
Speech Test) diluarkan diluar RS untuk mendiagnosis terjadinya stroke atau TIA.
1.1.1.3Pasien yang masuk melalui UGD dengan kecurigaan stroke atau TIA diagnosis harus
ditegakkan dengan menggunakan alat tervalidasi seperti ROSIER (Recognition of Stroke in
the Emergency).
1.1.2Penilaian pasien yang dicurigai mengalami TIA, dan mengidentifikasi mereka yang
berisiko mengalami stroke dikemudian hari.
1.1.2.1Pasien yang dicurigai mengalami TIA adalah pasien yang saat pemeriksaan tidak
memiliki defisit neruologis (dalam 24jam) harus segera dinilai untuk mengetahui risiko
pasien tersebut mengalami stroke dengan menggunakan sistem skor yang tervalidasi seperti
ABCD2.
1.1.2.2Pasien yang dicurigai mengalami TIA dan memiliki risiko tinggi untuk mengalami
stroke (pasien dengan ABCD2 skor ≥4 )harus mendapatkan:
1.1.2.3Pasien dengan TIA cresendo (dua atau lebih TIA dalam seminggu) sebaiknya dirawat
sebagai pasien dengan risiko tinggi mengalami stroke walaupun skor ABCD2≤3
1.1.2.4Pasien yang dicurigai mengalami TIA dan memiliki risiko rendah mengalami stroke
1.1.2.5Pasien yang pernah mengalami TIA namun datang terlambat (lebih dari 1 minggu dari
saat gejala membaik) harus dirawat sebagai pasien dengan risiko rendah mengalami stroke
1.2 Imajing pada pasien yang dicurigai mengalami Stroke ringan atau TIA
Imajing segera dikerjakan pada pasien yang menujukkan gejala stroke, sementara untuk
pasien yang gejala defisit neurologisnya telah membaik saat pemeriksaan perlu
direkomendasikan pemeriksaan imajing khusus yang bisa memberikan informasi mengenai
TIA
Beberapa pasien yang mengalami stroke atau TIA dan mengalami penyempitan arteri karotis
mungkin memerlukan intervensi. Imajing karotis diperlukan untuk memperjelasn
penyempitan gambran penyempitan arteri karotis.
1.2.1.1 Pasien yang dicurigai telah mengalami TIA ( pasien dengan gejala dan tanda yang
telah membaik dalam 24 jam) harus dinilai oleh spesialis (dalam waktu 1 minggu) sebelum
keputusan melakukan imajing dibuat.
1.2.1.2 Pasien yang dicurigai telah mengalami TIA dan memiliki risiko tinggi untuk
mendapatkan stroke (contohnya dengan ABCD2 skor≥4, atau TIA cresendo) dimana teritori
vaskular atau patologi belum dapat dipastikan harus dilakukan pemeriksaan imajing (pilihan
imajing diffusion-weighted MRI)
1.2.1.3 Pasien yang dicurigai telah mengalami TIA dan memiliki risiko rendah untuk
mendapatkan stroke (contonnya dengan ABCD2 skor≤) dimana tertori vaskular dan patologi
belum dapat dipastikan harus dilakukan pemeriksaan imajing (pilihan imajing diffusion-
weighted MRI)
Contoh dimana imajing sangat diperlukan untuk membantu manajemen TIA :
Pasien yang direncanakan untuk tindakan Carotid endarterectomy atau carotid stenting, dimana masih belum dapat dipastikan
apakah stroek melibatkan sirkulasi anterior atau posterior
Pasien dengan TIA dan proses hemoragik harus disingkirkan, contonhya pada pasien dengan durasi klinis panjang atau dengan
obat oral antikoagulan
Apabila alternatif diagnosis dicurigai sebagai penyebab (contohnya migren, epilepsy atau tumor)
1.2.2 Tipe imajing otak /brain imaging utntuk pasien kecurigaan TIA
1.2.2.1 Pasien yang dicurigai mengalami TIA dan memerlukan imajing (yaitu pasien dengan
teritori vaskular dan patologi yang belum jelas) disarankan dikerjakan diffusion-weighted
MRI keculai bila ada kontra-indikasi, pada kasus tersebut CT (computed tomography)
disarankan.
1.2.3.1 Pasien dengan stroke ringan atau TIA yang mana saat pemeriksaan dipertimbangkan
untuk CEA atau carotid stenting harus dilakukan pemeriksaan imajing karotis dalam waktu 1
minggu dari onset. Pasien yang datang lebih dari 1 minggu dari onset dirawat dan klinis
sembuh sempurna dirawat sebagai pasien sebagai pasien dengan risiko rendah.
1.2.4.1 Pasien dengan defisit neurologis yang stabil akibat Stroke ringan atau TIA dan
mengalami symptomatic carotid stenosis 50-99% berdasarkan kriteria NASCET (North
America Symptomatic Carotid Endarterectomy Trial), atau 70-99% beradasarkan kriteria
ECST (European Carotid Surgery Collaborative Group), dilakukan:
Pemeriksaan dan rujukan untuk CEA atau CAS dalam waktu 1 minggu dari stroke
onset atau TIA
CEA atau CAS dalam waktu maksimal 2 minggu dari onset stroke atau TIA
Best medical management (kontrol tekanan darah, diberikan agen antiplatelet,
penurunan kolesterol dengan obat-obatan atau diet, lifestyle modifikasi)
Urgent brain imaging adalah imajing yang dikerjakan dalam 24 jam dari onset. Brain imaging pada pasien dengan risiko rendah
mendapatkan stroke dikerjakan dalam waktu 1 minggu dari onset.
Kontra-indikasi MRI adalah pada pasien yang menggunakan pacemaker, beberpa jenis klip pada aneuriama dan katup jantung, metal
fragment pada mata, atau klaustrofobia yang berat (berdasarkan National Stroke Strategy UK).
1.2.4.2 Pasien dengan defisit neurologis yang stabil akibat Stroke ringan atau TIA dan
mengalami symptomatic carotid stenosis ≤50% berdasarkan NASCET kriteria, atau ≤70%
berdasarkan ECST kriteria, disarankan:
Tidak dilakukan tindakan pembedahan
Mendapatkan best medical management (kontrol tekanan darah, agen antiplatelet,
penurunanan kolesteral melalui olah raga dan obat-obatan, perubahan lifestyle)
1.2.4.3 Imajing karotis harus menjelaskan kriteria mana yang digunakan (NASCET/ECST)
pada saat pengukuran stenosis arteri karotis.
1.3.1.1 Semua pasien dengan kecurigaan stroke harus segrea dimasukkan ke stroke unit
setelah pemeriksaan awal.
Stroke unit adalah area tertentu yang di dalam RS dengan staf spesialis stroke multidisilin. Stroke unit harus memiliki akses utnuk
monitoring dan rehabilitasi pasien. Diskusi tim multidisiplin dilaksanakan reguler untuk kemajuan pasien.
1.3.2 Brain imaging sebagai pemeriksaan awal pasien dengan stroke akut
1.3.2.1 Brain imaging sebaiknya dikerjakan sesegera mungkin pada pasien dengan stroke
akut bila ada hal-hal dibawah ini:
Indikasi untuk dikerjakan trombolisis atau antikoagulan
Pasien sedang dalam pengobatan antikoagulan
Riwayat penyakit dengan “bleeding diasthesis”
Kesadaran menurun (GCS≤13)
Gejala klinis yang progresif dan berfluktuasi
Papiledema, kaku kuduk atau demam
Nyeri kepala hebat saat onset stroke
1.3.2.2 pasien stroke akut yang tidak memiliki indikasi “ immediate brain imaging “, sken
harus dikerjakan sedini mungkin
Pengobata yang segera memberikan perbaikan outcome pada pasien stroke. Sesi ini
memberikan rekomendasi pengobatan farmakologis yang yang diberikan pada pasien
dengan stroke akut.
1.4.1.1 Alteplase digunakan sebagai terapi stroke akut oleh dokter yang terlatih dan
berpengalaman dalam manajemen stroke akut. Terapi ini hanya boleh diberikan pada
fasilitas yang dapat memenuhi persyaratan dari pihak produsen obat.
1.4.1.2 Alteplase sebaiknya diberikan hanya pada pelayanan stroke yang teroganisir dengan:
Staf yang terlatih untuk memberikan obat dan mampu melaksanakan monitoring
yang berkaitan dengan komlikasi trombolisis
Keperawatan level tinggi dan terlatih pada penanganan stroke akut dan trombolisis.
Akses emergensi untuk imajing dan re-imajing, dan staf yang terlatih untuk
menginterpretasikan hasil inajing
1.4.1.3 staf di UGD apabila sudah terlatih dan mendapatkan back-up spesilis yang memadai
dapat melakukan pemberian alteplase untuk mengangi stroke akut dengan dukungan penuh
neuroradiologi dan spesialis stroke.
1.4.2 Pemberian aspirin dan antikoagulan pada pasien dengan stroke iskemik akut
1.4.2.1 Semua pasien stroke akut yang berdasarkan imajing disingkirkan adanya perdarahan
intraserebral , harus sesegera munggkin diberikan :
Aspirin 300mg oral bila tidak disfagia
Aspirin 300mg melalui enteral tube bila ada disfagia
Setelah itu aspirin harus dilanjutkan selama 2 minggu, dan setelah itu dilajutkan dengan
pemberian definitf antitrombotik jangka panjang. Pasien yang dikeluarkan dari RS sebelum 2
minggu pengobatan definitif stroke jangka panjang bisa diberikan lebih dini.
Pemberian alteplase sesuai dengan guidance NICE “alteplase for treatment of acute ischaemic stroke”. NHS Data Dictionary “critical care
level”
1.4.2.2 Pasien dengan stroke iskemik akut dan mengalami dispepsia akibat pemberian
aspirin, harus dikombinasikan dengan proton pump inhibitor yang dikombinasikan dengan
aspirin
1.4.2.3 Pasien stroke iskemik akut yang mengalami reaksi alergi terhadap aspirin , maka
harus diganti dengan agen antiplatelet yang lain
1.4.2.4 Antikoagulan sebaiknya tidak dipergunakan sebagai terapi rutin stroke iskemik akut.
Pada pasien tertentu dimana risiko venous thrombolembolism lebih berat daripada hemorrhagic tranformation, yaitu pasien dengan rsiko
tinggi venous thromboembolism , contoh pasien dengan paresis kaki, psien dengan riwayat venous thrombolembolism, dehidrasi atau
dengan co-morbiditi seperti keganasan, atau perokok aktif. Pasien-pasien tersebut sebaiknya diberikan profilaksis antikoagulan .
1.4.3.2 Pasien dengan katup jantung prostetik dan mengalami stroke berat dengan risiko
tinggi mengalami transformasi hemoragik, terapi antikoagulan harus distop selama 1
minggu dan digantikan dengan aspirin 300mg.
1.4.3.3 Pasien stoke iskemik dengan simtomatik DVT atau emboli paru , terapi antikoagulan
dipilih menggantikan aspirin kecuali bila ada kontraindikasi pemberian antikoagulan
1.4.3.4 Pasien stroke hemoragik yang mengalami DVT atau emboli paru diterapi dengan
antikoagulan untk mencegah emboli lebih lanjut
1.4..4.2 Pasien stroke iskemik akut yang sudah mendapatkan statin, statin bia dilanjutkan
1.5.1.1 Pasien stroke diberikan suplemen oksigen apabila saturasi oksigen dibawah 95%.
Penggunaan rutin suplemen oksigen tidak dianjurkan pada pasien stroke iskemik akut yang
tidak mengalami hipoksia.
1.5.2 Kontrol gula darah
Pasien denga stroke akut kadar gula darah dipertahankan pada kadar 4 s.d 11mmol/litre
atau 80 s.d 190 mg/dl
1.5.2.2 Penggunaan insulin yang optimal dengan cara IV dan pemberian glukosa diberikan
pada pasien dnegan gangguan kadar gula darah saat mengalami stroke akut sesuai dengan
protokol critical care
1.5.3.1 pemberian terapi antihipertensi hanya diberikan apda pasien stroke akut bila
disertai hipertensi emergensi bila disertai salah satu atau lebih dari hal-hal berikut ini:
Hypertensive encephalopathy
Hypertensive nephropathy
Hypertensive cardiac failure/myocardial infarction
Aortic dissection
Preeclampsia/eclampsia
Perdarah intraserebral dengan sistolic blood pressure >180mmHg
1.5.3.2 Tekanan darah diturunkan dibawah 185/110 pada pasien dengan pertimbangan
trombolisis.
1.6.1.2 Bila hasil skrining menunjukkan pasien mengalami gangguan emnelan, penilaian
oleh spesilais terhadap fungsi menelan harus dikerjan dalam 24 jam dan tidak melebihi 72
jam
1.6.1.3 Pasien dicurigai mengalami aspirasi atau memerlukan Naso-gastric tube atau
modifikasi diet dalam 3 hari, harus :
Dinilai kembali san pertimbangkan pemeriksaan lebih lanjut
Konsul gizi
1.6.1.4 Pasien stroke akut yang tidak mampu mendapatkan nutrisi dan hidrasi adekuat via
oral:
Skirining malnutrisi harus dikerjakan oleh tenagan profesional dan dinilai status gizi dan
hidrasi secara reguler.
1.7 Mobilisasi dini dan optimal positioning pasien dengan stroke akut
Mobilisasi dini adalah elemen penting pada manajemen stroke akut. Posisi duduk
mambantuk mempertahankan saturasi oksigen dan menurunkan kemungkinan terjadinya
pneumonia hipostatik.
1.7.1.1 Pasien dnegan stroke akut harus dimobilisasi sedini mungkin ( disesuaikan dengan
kondisi klinis)
1.7.1.2 Pasien dengan stroke akut harus segera dibantu untuk duduk sedini mungkin bila
kondisi memungkinkan
1.8.1.1 Pasien dengan disfagia, makanan dana minuman diberikan dengan metode yang
paling aman sesuai dengan ahasil penilaian dari spesialis
1.9.1.1 Tindakan surgery sesuai protokol pada pasien dengan symptomatic hydrocephalus
1.9.1.2 Pasien dengan stroke perdarahan harus dimonitori secara ketat dan dilakukan
tindakan operasi emergensi bila terjadi perburukan dan tindak imajing bila diperlukan
Tim triage/ER
Residen neurologi on call/stand-by
Spesialis neurologi on call
Radiologi on call
Neurointervensionist on call
Neurocath lab techincian on call
Neurocath lab nurse on call
Neurosuregeon on call
Critical care specialist on call
Pastikan dengan akurat waktu onset dari stroke (bila ditemukan saat tidur atau
bangun tidur, dianggap onset adalah saat terakhir pasien ditemukan dalam kondisi
normal)
Pada kasus kejang, nilai perbaikan klinis dan imajing sebelum dirujuk untuk
trombolisis
Cek obat-obatan yang digunakan, terutaman Coumarol/warfarin/heparin
Pemeriksaan neurologis untuk memastikan keparahan defisit dan
Evaluasi NIHSS
Pemeriksaan darah : CBC,PT, APTT, LFT, KFT,
ECG
Segera CT scan kepala
Bila menunjukkan hasil normal atau earli sign minimal dari proses iskemia segera
Trombolisis IV
Management stroke dan CT untuk mengeksklusi perdarahan kemudian minta
persetujuan keluarga untukn Trombolisis IV ( kurang dari 3 jam, Class I, level of
evidence A)
KONTRAINDIKASI ABSOLUT
ICH
Infark serebri luas >1/3 luas hemisfer serebri
Lesi otak dengan kecenderungan tinggi terjadi perdarahan (tumor, aneurysm, AVM)
Kecurigaan SAH
Koma atau obtundasi berat
Gejala klinis yang cepat membaik ( NIHSS <7)
Kejang saat onset stroke
Cedera kepala berat dalam 3 bulan terakhir
Operasi mayor atau trauma mayor dalam 14 hari terakhir
Perdarahan gastrointestinal dalam 21 hari terakhir
Riawayat perdarahan intraserebral
Hamil ataun menyusui (menstruasi bukan kontrindikasi)
Bleeding diasthesis yang telah diketahui : 1)Platelet count < 100.000/cumm; 2)
penggunaan oral antikoagulan atau; 3) PT >15 sec, INR>1.7; 4) menggunakan
heparin dalam 48 jam dan perpanjangan PTT.
KONTRAINDIKASI : (RELATIF)
PEMBERIAN TPA
Spesialis neurologi akan menmeriksa semua kriteria inklusi dan eksklusi pada
trombolisis check-list utnuk strkoe iskemik akut dan menanda tanganinya, kemudia
dimasukkan ke rekam medik pasien kemudia dilanjutkan dengan pemriksaan NIHSS
Bila tidak ada kontraindikasi, tPA harus segera diberikan (jangan menunggu sampai 3
jam). Literatur menujukkan keuntungan yang lebih baik bila diberikan dalam 1 jam
dibandingkan 3 jam onset
Pada kasus bleeding diasthesis, tunggu semua hasil laboratorium seperti hitung
trombosit/PT INR/PTT. Bila waktu memungkinkan lakukan pemeriksaan PT INR
sebelum memulai trombolisis
Oleh karena adanya risiko perdarahan, maka keuntungan dan kerugian pengobatan
harus dijelaskan dengan pasien dan/atau keluarga untuk pemberian tPA dan
informed consent harus diperoleh sebelum trombolisis
Dosis total tPA 0.9mg/kg (max 90mg). 10% diberikan secara bolus oleh neurologist
atau perwakilannya dalam 60 detik dan kemudian dilanjutkan sisanya dalam 1 jam.
Campurkan obat dengan cara sebagai berikut: transferkan 50ml diluent ke dalam
50mg t-PA vial (50mg/vial) dan 20mg ke dalam 20mg/vial atau konsentrasi 1:1. Putar
vial untuk mencampur obat, jangan dikocok
Bolu sebesar 10% dari dosis rehitung diatarik dari botol vial dan diberikan ke pasien
IV dalam waktu 1 menit
Sisa obat dalam botol diberika dengan cara mengantungkan botol langsung atau
menggunakan syringe pump dalam 1 jam
Lanjutkan obat dengan saline melalui pump untuk memasukkan seluruh sisa obat
hingga sesuai dosis
Bila t-PA sudah dicampur namun belum digunakan, obat tersebut bisa dibalikkan ke
farmasi karena obat ini memiliki “buy back policy” atau buang obat yang sudah
dicampur (jangan digunakan lagi)
Campurkan 50ml diluent ke dalam t-PA vial (50mg/vial) total 50mg/ml, atau
konsentrasi 1:1. Putarkan botol obat untuk mencampur , jangan dikocok
Dosis bolus 10% dotarik dari botol dan diinjeksikan dalam waktu 1 menit
Isi vacutainer (atau kantol 50ml kososng NS) dengan sisa dosis untuk diberikan dalam
1 jam
Lanjutkan dengan infus normal saline untuk memasukkan sisa obat
Jangan pindahkan atau gerakkan pasien hingga proses pemberian t-PA selesai kecuali sangat
diperlukan dan selama monitoring tidak terganggu.
HEPARINISASI (PADA PASIEN DENGAN LARGE ARTERIAL DISEASE) bila mana sarana
Intravena trombolisis tidak tersedia :
Pasien yang terbukti dengan imajing mengalami large arterial disease (oklusi di intracranial
ICA, M1,M2) dapat diberikan :
Bolus 50-70 IU/kgBB heparin dilanjutkan dengan 10-15 IU/kgBB Heparin dalam 24
jam atau disesuaikan dengan hasil pemeriksaan APTT (cek rutin setiap 6 jam) lihat
protokol pemberian heparin. Terapi diberikan selama 5 hari .
Stop heparin dan reverse dengan Protamine sulfat 10mg/1000 UI Heparin bila terjadi
pendarahan mayor (GI tract,perdarahn intrakranial, hematuri)
Persiapkan FFP atau TC diberikan sesuai protap
Imajing pembuluh darah dikerjakan secara simultan atau setelah trombolisis IV selesai
<3 jam – oklusi pembuluh darah besar, kontraindikasi untuk trombolisis IV, gagal
dengan trombolisis IV
4.5 – 6 jam, atau gagal trombolisis IV
S.d 8 jam utnuk oklusi pemvbuluh darah besar dan trombektomi mekanik
S.d 24 jam pada stroke akibat oklusi pembuluh darah besar di sirkulasi posterior
Rekomendasi :
Class I
Trombolisis IA pada stroke iskemik akut dikerjakan pada pasien dengan sindrome
stroke mayor onset < 6 jam dan masuk kriteria trombolsis IV dan sesuai dengan
kriteria untuk dilakukan trombolisis IA – class I, Level of Evidence B
Trombolisis IA harus diberikan pada center yang memiliki stroke centre yang
memadai dan interventionist yang berpengalaman. Class I, Level of Evidence C)
Class II
Trombektomi mekanik dikerjakan pada pasien dengan stroke mayor onset , 8 jam
dan memenuhi kriteria untukatau gagal dilakukan trombolisis IV. Pasien-pasien
tertentu dapat dikerjan trombektomi mekanik (class Iib, Level of Evidence B)
Trombolisis IA direkomendasikan untuk pasien ayng memiliki KI untuk trombolisis IV,
seperti riwayat baru saj dilakukan tindakan operasi. Class Iia, Level of Evidence C)
Class III
Pasien yang melewati “window period”: > 8 jam utnuk sirkulasi anterior dan > 24 jam
untuk sirkulasi posterior
Class I
Pemberian aspirin oral (dosis awal 325mg) dalam 24 s.d 48 jam setelah onset
direkomendasikan sebagai terapi stroke pada hampir sebagian besar pasien (Class ,
Level of Evidence A)
Class III
Aspirin tidak dapat menggantikan terapi intervensi pada stroke akut, termasuk
trombolisis dengan menggunaka t-PA (Class III, Level of Evidence B)
Penggunaan Aspirin sebagai terpai adjunctive dalam 24 jam terapi rombolitik tidak
direkomendasikan( Class III, Level of Evidence A)
Penggunaan Clopidgrel saja atau dengan kombinasi Aspirin tidak dianjurkan sebagai
terapi stroke iskemik akut (Claa III, Level of evidence C)
Diluar setting clinical trial, penggunaan Agen glyciprotein Iib/IIA receptor inhibitor
tidak dianjurkan (Class III, Level of Evidence B)
RINGKASAN
Waktu Tindakan Trombolisis (t-PA) Evidence
< 3 jam Spesialis neurologi Intravena Class I, LOE A