Anda di halaman 1dari 6

TATALAKSANA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL (APTS)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

BLU RSUP 1–5


PROF. DR. R. D.
KANDOU
MANADO
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH :
DIREKTUR UTAMA,
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL

Dr. dr. JIMMY PANELEWEN, Sp.B-KBD


Nip : 19640817 199103 1 004
Angina pektoris tidak stabil adalah suatu sindrom klinik rasa sakit dada iskhemik
PENGERTIAN pada waktu istirahat atau pada saat melakukan pekerjaan ringan atau minimal di
mana ada perburukan pola angina tanpa bukti adanya nekrosis miokard.

Menurunkan tingkat mortalitas pada ACS (Acute Coronary Syndrome) serta


TUJUAN
mencegah komplikasi.

 Tersedia tenaga spesialis jantung dan pembuluh darah, PPDS kardiologi dan
penyakit dalam, perawat terampil kardiovaskular atau dengan sertifikasi basic
KEBIJAKAN life support.

 Tersedianya sarana dan prasarana.

PROSEDUR Stratifikasi resiko dilakukan dalam 3 tahap yaitu:

1. Saat pasien pertama kali tiba di UGD berdasarkan gambaran EKG


 Resiko tinggi : Depresi ST atau inversi gel T dinamis
 Resiko rendah/sedang : gambaran EKG normal atau nondiagnostik
2. Selama observasi di UGD berdasarkan serial EKG, enzim ataupun pemeriksaan
non invasif lain (menggunakan skor TIMI)
1) Usia ≥ 65 tahun
2) ≥ 3 faktor resiko PJK (hipertensi, riwayat PJK dalam keluarga,
hiperkolesterolemia, perokok aktif)
3) Pemakaian aspirin dalam 7 hari terakhir.
4) ≥ 2 episode angina dalam 24 jam terakhir.
5) Peningkatan enzim jantung (CKMB atau troponin)
6) Deviasi segmen ST ≥0.5mm, yaitu depresi segmen ST ≥ 0.5 mm atau ST
elevasi ≥ 0,5 mm yang transient (< 20 menit)
7) Diketahui menderita PJK.
Diberi skor 1 untuk tiap poin
Penilaian : Skor 0-2 : resiko rendah
Skor 3-4 : resiko sedang
Skor 5-7 : resiko tinggi

3. Setelah pasien dirawat dengan pemantauan monitor EKG


Pasien masuk kriteria resiko tinggi bila didapatkan :
 Nyeri dada iskemik yang refrakter
 Deviasi segmen ST yang menetap atau berulang
 Takikardi ventrikel
 Hemodinamik tidak stabil
 Tanda-tanda gagal jantung
 Skor TIMI yang tinggi
 Enzim jantung positif
Pada kondisi-kondisi diatas dibutuhkan tindakan invasif dini (dalam 48 jam
setelah kejadian infark)

Tatalaksana awal SKA tanpa elevasi ST di unit emergensi:


 Oksigen 4L/menit (saturasi O2 dipertahankan > 90%)
 Aspirin 160 mg (dikunyah)
 Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.
 Morfin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.

Tatalaksana lanjut berdasarkan stratifikasi resiko sesuai indikasi dan kontraindikasi

I. Resiko tinggi / sedang


 Anti iskemik : Beta Blocker, Nitrat, Calcium channel blocker (CCB)
o Beta-blocker diberikan pada pasien tanpa kontraindikasi,
khususnya pasien dengan hipertensi dan takikardi.
o Nitrat intravena atau oral efektif untuk mengatasi gejala pada
episode nyeri dada akut.
o CCB dipakai mengurangi gejala pada pasien yang telah
menerima nitrat dan beta blocker; bermanfaat pada pasien
dengan kontraindikasi beta-blocker dan ada pasien dengan
angina vasospastik.
 Anti platelet oral : Aspirin, clopidogrel
o Aspirin diberikan pada semua pasien dosis awal 160-325 mg ,
dan selanjutnya 75-100mg per hari untuk jangka panjang.
o Pada semua pasien, clopidogrel diberikan dengan dosis
loading 300mg, selanjtnya 75mg perhari. Clopidogrel dapat
diberikan hingga 12 bulan kecuali terjadi perdarahan yang
berlebihan.
o Pada pasien dengan kontraindikasi aspirin, clopidogrel
diberikan sebagai pengganti
o Pada pasien yang direncanakan menjalani prosedur
invasif/PCI clopidogrel dengan dosis loading 600mg dapat
diberikan untuk mencapai inhibisi fungsi platelet yang lebih
cepat.
 Anti platelet intravena : penghambat reseptor GP IIb/IIIa
o Pada pasien dengan resiko sedang sampai tinggi, khususnya
pasien dengan troponin yang meningkat, depresi ST atau
diabetes, tirofiban dapat diberikan sebagai terapi awal dan
merupakan tambahan anti platelet.
o Pasien yang menerima pengobatan awal dengan tirofiban
sebelum angiografi, dapat diberikan selama dan sesudah PCI.
o Penghambat GP IIb/IIIa diberikan sebagai kombinasi
antikoagulan.
 Anti koagulan/ anti trombin : Heparin (UFH/LMWH)
o Antikoagulan diberikan pada semua pasien sebagai tambahan
terhadap anti platelet.
o Sejumlah anti koagulan tersedia seperti UFH, LMWH
(enoxaparin/ fondaparinux). Pemilihan anti koagulan dapat
didasarkan pada resiko iskemia dan perdarahan serta strategi
awal yang akan dilakukan (invasif urgensi, invasif dini, atau
terapi konservatif)
 Terapi penunjang
o Berikan Trimetazidine 2-3x1 tab
Trimetazidine dapat digunakan sebagai alternative tambahan
pada pasien dengan Gagal Jantung Ishemik yang telah
mendapatkan terapi anti angina lainnya tetapi tetap memiliki
gejala atau pasien yang memiliki kontra indikasi terhadap anti
angina lainnya.
o CoQ10 3x100-200mg .Untuk memperbaiki dan menstabilkan
metabolisme miokardial, Mempertahankan penyimpanan
energy secara adekuat. Merupakan komponen redoks yang
esensial dari rantai respiratori Mencegah stress oksidatif.
o Lumbrokinase 3x2 tablet merupakan fibrinolisis oral yang
dapat digunakan sebagai alternative pada pasien-pasien
dengan sindroma koroner akut
Lumbrokinase dengan kandungannya DLBS 1033 memiiki aktivitas quadriple
action yaitu antiplatelet, fibrinogenolitik, clot lysis dan fibrinolitik. Keempat
aktivitas ini bekerja sinergis dalam mencegah terjadi trombus/emboli baik pada
pasien yang sudah pernah mengalami trombus/emboli maupun pada orang yang
belum pernah tetapi berisiko tinggi (DM, HT, dyslipidemia, obesitas,
merokok,dll)à pencegahan primer dan sekunder

II. Resiko rendah


 Aspirin
 B-Blocker
 Dapat dipulangkan setelah observasi di UGD
 Pertimbangan untuk uji latih jantung (treadmill)
Stratifikasi Resiko berdasarkan GRACE score yaitu very high risk, high risk,
intermediate risk, dan low risk dapat dilihat di lampiran halaman 21h.
 Revaskularisasi Koroner
o Pasien dengan diagnosis Angina Pectoris Stabil, penyakit jantung
koroner stabil, Non-ST Elevasi Acute Coronary Syndrome
(NSTEACS) dengan kriteria low-intermediate risk serta pasien pro
staging PCI, harus dikonsultasikan dalam Cath Conference (CC)
sebelum dilakukan tindakan kateterisasi jantung elektif.
o Pasien dengan diagnosis NSTEACS dengan kriteria resiko tinggi
(high risk) dan GRACE score >140, dapat dilakukan tindakan early
PCI dalam 2x24jam -> jika jadwal CC kurang dari 2x24 jam, maka
pasien harus dikonsultasikan di CC terlebih dahulu. Jika jadwal CC
lebih dari 2x24 jam maka early PCI dapat dilakukan dengan
persetujuan Ketua KSM dan DPJP pasien/ ruangan atau DPJP jaga
IGD.
o Pasien dengan NSTEACS kriteria risiko sangat sangat tinggi (very
high risk) dan memiliki salah satu kriteria: angina refrakter,
hemodinamik tidak stabil, aritmia maligna, paska henti jantung,
atau syok kardiogenik, dapat dilakukan tindakan”Immediate
Invasive” (PCI segera) tanpa dilakukan CC, dengan sepengetahuan
Ketua KSM Jantung.
o Tindakan “Immediate Invasive” maupun “early PCI” pada pasien
yang disertai kondisi AKI, CVD, Sepsis, Syok, perdarahan dan
komorbiditas berat lainnya wajib dikonsultasikan ke divisi
Intensive Care Jantung dan Ketua KSM Jantung.

TATA LAKSANA JANGKA PANJANG

Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki resiko tinggi untuk berulangnya
iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu prevensi sekunder secara aktif sangat
penting sebagai tata laksana jangka panjang, yang mencakup:

 Perbaikan gaya hidup seperti: berhenti merokok, aktifitas fisik teratur dan
diet.
 Penurunan berat badan pada paseien obese dan overweight.
 Kontrol tekanan darah
 Tata laksana diabetes
 Intervensi terhadap profil lipid
o Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST
elevasi, tidak bergantung pada level kolesterol, mulai diberikan
dalam 1-4 hari sejak masuk, dengan tujuan mencapai level LDL <
100mg/dL.
o Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan
target LDL < 70 mg/dL, yang diberikan dalam 10 hari sejak masuk.
 Meneruskan pemakaian anti platelet dan anti koagulan
 Pemakaian beta-blocker
Beta-blocker harus diberikan pada semua pasien, termasuk pasien dengan
fungsi ventrikel kiri yang menurun, dengan atau tanpa gejala gagal
jantung, kecuali jika ada kontraindikasi.
 ACE inhibitor
ACE inhibitor diindikasikan sebagai terapi jangka panjang pada semua
pasien dengan LVEF ≤ 45% dan pada pasien dengan diabetes, hipertensi,
gejala gagal jantung atau CKD.
 Penghambat reseptor angiotensin (ARB)
ARB harus dipertimbangkan pada pasien yang tak toleransi terhadap ACE
inhibitor dan/atau dengan gagal jantung atau infark miokard dengan LVEF
≤ 45 %.
 Antagonis Reseptor Aldosteron
Blokade aldosteron harus dipertimbangkan pada pasien pasca infark
miokard yang telah mendapat ACE inhibitor dan beta blocker dan dengan
LVEF < 45% dan dengan diabetes atau gagal jantung, tanpa disfungsi renal
atau hiperkalemia
 Rehabilitasi dan kembali ke aktivitas fisik.
Setelah terjadinya SKA tanpa elevasi ST, direkomendasikan penilaian
kapasitas fungsional. Berdasarkan status kardiovaskuler dan penilaian
kapasitas fisik fungsional tersebut, pasien diberi informasi mengenai
waktu dan level aktivitas seksual. Pasien pasca SKA tanpa elevasi ST dapat
disarankan menjalani uji latih jantung dengan EKG atau suatu tes non
invasif untuk iskemia yang setara dalam 4-7 minggu setelah perawatan.
 Untuk jangka panjang dapat lakukan pengobatan dengan ESMR dengan
evaluasi dengan SPECT.

SPEKTRUM SINDROMA KORONER AKUT

UNIT TERKAIT  IRD Jantung


 IRINA F Jantung (Rawat Inap);
 Instalasi Gizi
 Poli klinik Jantung
 Ruang Diagnostik Invasif dan Non Invasif
 CVCU
DOKUMEN  Form Informed Consent
TERKAIT  Algoritma ACS/UAP
 Form penjelasan tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan

Anda mungkin juga menyukai