Nyeri Dada Seorang laki-laki berusia 65tahun datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri dada
terus-menerus.
Diagnosis kerja
• NSTEMI
• STEMI
• Unstable angina pectoris
STEP 5 : LO
1. Diagnosis SKA
- Anamnesis :
A. Nyeri dada yang tipikal atau atipikal.
Pada pasien angina atipikal sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak nafas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini
lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75
tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.
Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut
dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama
pada pasien dengan riwayat jantung coroner (PJK).
- Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan regurgitasi katup mitral akut, suara jantung
tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi
katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru
meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena
perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat
diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.
- Pemeriksaan EKG
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.
2. Tata Laksana
1. Evaluasi dan penanganan awal pada pasien dengan nyeri dada atau diduga suatu iskemia atau
a. Lakukan ABC, pemasangan monitor, serta siapkan alat resusitasi dan defibrilasi
b. Berikan 0 2, nitrogliserin sublingual atau spray, aspirin dosis awal 160-325 mg, dan morfin
intravena bila diperlukan
c. Pasang EKG 12 sadapan. Bila ditemukan STEMI, rujuk atau persiapkan terapi reperfusi.
2. Terapi reperfusi segera, wajib pada pasien STEMI dalam 12 jam pertama setelah awitan nyeri
dada. Pilihan metode reperfusi berupa terapi fibrinolitik (lihat penjelasan di bawah) , maupun
intervensi percutaneous coronary intervention (PCI) atau CABG, sesuai dengan risiko pasien,
penyakit komorbid, serta berat dan banyaknya lesi berdasarkan angiografi koroner.
Pada kasus NSTEMI, intervensi PCI atau CABG mendesak dalam jangka waktu 2 jam (urgent
PCI) diperlukan bila ditemui minimal satu tanda berikut: angina pektoris yang tidak dapat diatasi
dengan medikamentosa, gagal jantung berat, instabilitas hemodinamik atau aritmia ventricular
maligna.
a. Terapi antiiskemia: nitrogliserin sublingual 0.4 mg atau isosorbid dinitrat OSDN) 5 mg setiap
5 menit. Nitrogliserin intravena dapat dipertimbangkan bila angina tidak membaik, diberikan
dosis awal 5 μg/menit. Bila tidak ada respon pada dosis 20 μg/menit, dapat ditingkatkan sebesar
10-20 μg/ menit hingga dosis maksimal 400 μg / menit. ISDN diberikan dengan dosis awal 1
mg/jam,ditingkatkan secara titrasi 1 mg/jam setiap 3-5 menit hingga dosis maksimal 10 mg/jam.
Catatan: pemberian nitrat jenis apapun harus dihindari pada kondisi tekanan sistolik < 90 mmHg.
penurunan tekanan darah > 30 mmHg, dicurigai terdapat infark miokard ventrikel kanan, masih
dalam pengaruh obat penghambat disterase (misalnya sildenafil), kardiomiopati hipertropik
dengan obstruksi keluar ventrikel, serta stenosis katup aorta yang berat.
b. Penggunaan morfin intravena dapat dipertimbangkan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas.
Dosis awal 2-4 mg, dapat ditingkatkan hingga 8 mg dan diulang setiap 5-15 menit. Waspadai
efek samping depresi napas.
d. lnisiasi terapi antitrombotik (antiplatet dan antikoagulan) untuk mencegah trombosis baru dan
embolisasi dari plak yang ruptur atau erosi.
- Penghambat COX-I: aspirin loading dose 162-325 mg PO, dilanjutkan pemberian kedua
(maintenance) 75- 162 mg PO
- Penghambat reseptor P2Y12: klopidogrel loading dose 300-600 mg PO, atau prasugrel loading
dose 60 mg PO, atau ticagelor loading dose 180 mg PO diberikan secepatnya. Terapi dilanjutkan
(maintenance) selama minimal 12 bulan dengan dosis: klopidogrel 7 5mg/hari PO, prasugrel 10
mg/hari PO, serta ticagrelor 90 mg/ 12 jam PO, kecuali ada kontraindikasi.
- Penghambat trombin indirek (unfractionated hepatin/UFH) atau low molecular weight heparin
(LMWH): bolus IV 60-70 U/KgBB (maksimal 5000 U). dilanjutkan infus I 2-15 U/KgBB/jam
(dosis awal maksimal 1000 U/jam) yang dititrasi hingga nilai aPTI 50-70 detik;
- Penghambat Xa direk (bivalirudin): bolus IV 0,1 mg/KgBB, dilanjutkan infus 0,25 mg/
KgBB/jam. Sebelum prosedur PCI, dapat ditambahkan bolus IV 0,5 mg/KgBB yang dilanjutkan
infus 1,75 mg/KgBB/jam.
4. Tata laksanajangka panjang SKA, meliputi:
a. Modifikasi gaya hidup: berhenti merokok, olahraga, serta diet dan penurunan berat badan;
c. Manajemen lipid: statin direkomendasikan pada semua pasien SKA untuk menstabilkan
dinding plak aterosk.lerosis dan efek pleitropik;
d. Meneruskan medikamentosa:
- Antiplatelet, sesuai indikasi pasien; Penyekat beta, diberikan dosis titrasi naik pada semua
pasien sedini mungkin;
- Penghambat ACE atau ARB, terapi jangka panjang semua pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel
kiri ≤ 40% dan pada pasien diabetes, hipertensi, atau penyakit ginjal kronis;
- Antagonis aldosteron, dipertimbangkan pada pasien pascainfark miokard yang telah
mendapatkan ACE-inhibitor dan penyekat beta, serta dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%
dan dengan diabetes atau gagal jantung. tanpa disfungsi renal atau hiperkalemia;
Obat fibrinolitik yang dikenal hingga saat ini ada dua: fibrin non-spesifik seperti streptokinase
(SK) dan fibrin spesifik seperti alteplase (tPA). Terapi fibrinolitik mampu menurunkan
mortalitas pasien apabila diberikan < 12 jam setelah timbulnya nyeri dada. Fibrinolitik lebih
dianjurkan apabila: presentasi ≤ 3 jam, tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan
terlambat (door-to-baloon > 90 menit atau door-to-needle > 1 jam), serta tidak ada kontraindikasi
fibrinolitik. Komplikasi mayor fibrinolitik ialah perdarahan, terutama perdarahan intrakranial
yang fatal. Oleh karena itu,American Heart Association (AHA) telah menyusun kontraindikasi
fibrinolitik sebagai berikut.
- Hipertensi berat yang tidak terkontrol saat timbul gejala (tekanan sistolik >180 mmHg atau
tekanan diastolik <110 mmHg);
- Riwayat stroke iskemik >3 bulan, demensia, atau kelainan intrakranial selain yang disebutkan
pada kontraindikasi absolut;
- Resusitasi jantung paru traumatik atau lama > 10 menit atau operasi besar <3 minggu;
Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir;
- Kehamilan;
- Khusus untuk streptokinase/anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya (>5 hari) atau riwayat
alergi terhadap zat-zat tersebut.
- Streptokinase: 1.5 juta unit dilarutkan dalam 100 mL Desktrosa 5% atau NaCl 0,9% diberikan
selama 30-60 menit, tanpa heparin atau dengan heparin IV selama 24-48 jam.
- Alteplase (tPA): 15 mg N bolus dilanjutkan 0,75 mg/KgBB selama 30 menit, kemudian 0,6 mg/
KgBB selama 60 menit. Dosis total tidak boleh melebihi 100 mg. Diberikan dengan heparin 24-
48 jam IV.
Indikator keberhasilan fibrinolitik ialah hilangnya nyeri dada (secara klinis) dan turunnya elevasi
segmen ST >50%. Munculnya aritmia reperfusi sudah tidak digunakan lagi sebagai tanda
keberhasilan terapi. Evaluasi patensi dini dapat dinilai 90 menit setelah terapi dimulai; biasanya
efektifitas tPA 50% lebih tinggi daripada streptokinase. Namun apabila fibrinolitik tidak
berhasil, dapat dilanjutkan dengan tindakan angioplasti penyelamatan rescue PCI dalam waktu
12 jam setelah nyeri dada.
Berikan antidotum: protamin, terutama pada pasien dengan gejala neurologis yang berat dan
terjadi dalam 24 jam setelah fibrinolitik, sambil membuat CTscan kepala. Periksa pula darah
tepi, aPTT, dan kadar fibrinogen. Atasi gangguan hemodinamik dan pertimbangkan transfusi sel
darah merah bila perlu. Kriopresipitat 10 U dapat diberikan apabila kadar fibrinogen rendah ( <1
g/L) . Bila diperlukan, pertimbangkan pemberian fresh frozen plasma dan trombosit.
Komplikasi mekanik:
-Disfungsi sistolik ventrikel kiri,paling seting terjadi
-Aneurisma ventrikel kiri, terjadi pada <5% pasien miokard besar transmural
- regurgitasi katup mitral sekunder, terjadi pada 14-39% pasien.
-rupruture dinding bebas ventrikel sehingga terjadi temponade jantung, terjadi pada <1%
pasien pada minggu pertama setelah infark transmural dan pada 14 -26% pasien yang
hampir meninggal karena infark miokardium
-rupture septum intranventrikulern, beberapa terjadi pada <0.5% pasien infark
miokardium
Sumber Belajar :
PERKI. 2016. Panduan Praktis Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah.