2.
3.
4.
5.
Bagi pasien yang tidak bisa melakukan uji latih jantung seperti pada kelompok lanjut usia,
penyakit arteri perifer, penyakit paru, artritis, halangan ortopedik, obesitas, dan pasca stroke, ada
pilihan pecitraan farmakologis seperti ekokardiografi stress (dobutamin stress
ekokardiografi) dan nuklir stress (menggunakan adenosin atau dipiridamol).
Pemeriksaan ini juga di anjurkan bila EKG tidak normal, seperti LBBB, sindrom WolffParkinson-White (WPW), irama pacu jantung, depresi segmen ST 1 mm tetapi hasil treadmill
sulit dinilai. Ada pula alat atau modalitas pencitraan stress yang lebih baru, yaitu magnetic
resonance imaging (MRI).
2.
Sesuaikan berat badan: usahakan mencapai indeks massa tubuh (body mass index, BMI)
18.5-24.9 kg/m2 dan ukuran lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita dan < 90 cm untuk pria.
3.
4.
Kendalikan tekanan darah (TD): upayakan modifikasi pola hidup (kendalikan berat
badan, aktifitas fisik, konsumsi alkohol seperlunya, batasi asupan garam tidak melebihi satu
sendok teh perhari, konsumsi buah-buahan dan sayuran 5 porsi perhari, dan produk susu rendah
lemak). Kendalikan TD sesuai paduan Joint National Conference (JNC) VIII. Awali pengobatan
dengan beta blocker dan/ atau ACE inhibitor, dengan menambahkan obat-obat lain sesuai
kebutuhan pencapaian target Tekanan Darah.
5.
Manajemen lipid: diet rendah lemak jenuh (< 7% dari kalori total), asam lemak trans,
dan kolestrol (< 200 mg/hari). Aktivitas fisik harian dan pengaturan berat badan. Konsumsi plant
stanol/ sterol (2 g/hari) serta viscous (> 10 g/ hari), untuk menurunkan kadar kolestrol LDL; serta
konsumsi asam lemak Omega-3 (1 g/hari) untuk menurunkan risiko. Terapi dengan obat penurun
lipid (pilihan pertama: statin) harus diberikan bila kadar kolestrol LDL 100 mg/dl dengan
tujuan penurunan 30-40 % sampai target < 70 mg/dl. Bila kadar awal kolestrol LDL antara 70100 mg/dl, maka cukup beralasan untuk mengobati sampai tercapai kadar kolestrol LDL < 70
mg/dl. Bila kadar trigliserida > 200 mg/dl, maka kadar kolestrol non HDL harus <130 mg/dl (dan
penurunan lebih lanjut sampai < 100 mg/dl cukup beralasan) dengan obat niacin atau fibrate.
6.
Manajemen diabetes : ditunjukan pada target HBA1c <7% dengan pola hidup dan terapi
obat.
7.
Obat antiplatelet: mulai dengan aspirin (75-162 mg/hari) seumur hidup kecuali
kontraindikasi. Clopidogrel (75 mg/hari) sebagai pengganti asipirin bila ada kontraindikasi
mutlak pada asipirin. Pasca Non-ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) akut, clopidogrel 75
mg/hari harus diberikan selama 1 tahun. Pasca CABG, asipirin (162325 mg/hari) harus
diberikan selama 1 tahun, dan selanjutnya asipirin (75-162 mg/ hari) diteruskan untuk
selamanya. Bagi pasien yang dilakukan PCI dan mendapat Drug Eluting Stent (DES),
clopidogrel (75mg/hari) harus diberikan untuk sekurang-kurangnya 12 bulan kecuali bila pasien
berisiko tinggi mengalami pendarahan . untuk pasien yang mendapat Bare Metal Stent (BMS),
clopidrogel harus diberikan minimal 1 bulan dan idealnya sampai 12 bulan.
8.
Beta-blockers dimulai dan dilanjutkan untuk selamanya pada penderita pasca infark
miokard, sindroma koroner akut, atau penderita dengan disfungsi ventrikel kiri, kecuali ada
kontraindikasi. Berikan penyekat beta pada pasien angina, hipertensi dan gangguan irama.
Kontraindikasi pada: bradikardia berat, blok-AV derajat dua atau derajat tinggi, sindrom sick
sinus dan asma berat.
9.
Inhibitor ACE dan Angiotensin-receptor blocker (ARB): mulai dengan inhibator ACE
dan teruskan selamanya pada semua pasien dengan fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) ventrikel
kiri 40%, pasien dengan hipertensi, diabetes, atau penyakit ginjal kronis, atau pada pasien yang
berisiko tinggi, kecuali ada kontraindikasi. Pertimbangkan inhibitorACE pada semua pasien
PJK kecuali ada kontraindikasi. ARB dapat dipakai pada pasien yang tidak cocok inhibator-ACE.
Antagonis aldosteron direkomendasikan pada pasien pasca infark miokard tanpa disfungsi ginjal
berat atau hiperkalemia, dan telah mendapat dosis terapi inhibator-ACE, beta blockers, EF
ventrikel kiri 40 % dan dengan diabetes atau gagal jantung.
10.
Nitrat- nitroglycerin sublingual atau spray dipakai untuk mengatasi angina dengan
cepat, dapat diberikan sebelum latihan fisik untuk mencegah angina. Nitrat khasiat jangka
panjangn diberikan bila pengobatan dengan beta blocker saja tidak dapat mengatasi angina atau
menjadi kontraindikasi.
11.
Antagonis- Calcium: diberikan bila pengobatan dengan penyekat beta saja tidak dapat
mengatasi angina atau menjadi kontraindikasi; sebagai obat pilihan pada kasus spasme koroner.
Revaskularisasi Koroner
Manfaat revaskularisasi koroner dalam menurunkan kejadian serangan jantung dan kematian
telah diterima secara luas, khususnya untuk mencegah sindrom koroner akut. Namun manfaat
revaskularisasi koroner pada angina pektoris stabil, khususnya terkait kematian dan infark masih
menjadi kontroversi.
Sehingga, gejala yang timbul pada Sindrom Koroner Akut berupa nyeri dada tiba-tiba dengan
intensitas nyeri yang dinamis sesuai dengan derajat penyempitan yang dipengaruhi oleh komponen
vasospame arteri koroner dan terutama oleh ukuran trombusnya.
Trombus, terbentuk karena adanya ruptur/erosi plak aterosklerotik. Trombus tersebut bersifat dinamis,
dengan episode pembentukan, pembesaran dan lisis terjadi secara bersamaan namun tidak seimbang.
Pada keadaan ini pembentukan trombus lebih lebih dominan dari proses lisis, sehingga terjadi episode
peningkatan penyempitan atau bahkan oklusi arteri koroner dengan dampak iskemia hingga infark
jaringan miokard. Iskemia dan infark pada miokard bila melibatkan daerah yang luas mengakibatkan
penurunan kemampuan pompa jantung dengan manifestasi klinis berupa kongesti.
Pada tingkat selular mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit dengan manifestasi terburuk
mencetus aritmia maligna. Insidens aritmia maligna paling tinggi pada jam-jam pertama, sehingga
memerlukan fasilitas dan sumberdaya yang siap mengatasi aritmia maligna.
Sindrom Koroner Akut dibagi berdasarkan gambaran EKG, yaitu: dengan elevasi segmen ST (STEMI)
dan tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) atau angina pektoris tidak stabil. Klasifikasi ini akan
mempercepat dan mempermudah identifikasi pasien STEMI, oklusi total arteri koroner, yang
memerlukan revaskularisasi segera.
Penanganaan fase awal Sindrom Koroner Akut adalah menurunkan konsumsi oksigen. Pemberian
antiplatelet dan pemantauan yang intensif secara terus menerus harus dilakukan.
Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI) adalah keadaan pasien dengan manifestasi
sama seperti unstable angina, tetapi disertai peningkatan enzim petanda jantung.
Kalau pada angina pektoris stabil keluhan nyeri dada hanya berlangsung kurang dari 15 menit, pada
SKA berlangsung lebih lama. Namun pada populasi lanjut usia (> 75 tahun), wanita dan diabetes,
keluhan tidak khas.
Pada pasien lanjut usia lebih sering terjadi NSTEMI, dan presentasinya sering atipikal, seperti sinkope,
lemas atau delirium, dan sering disertai gagal jantung.
Keluhan angina pada Sindrom Koroner Akut biasanya disertai dengan keringat dingin karena respons
simpatis, mual dan muntah karena stimulasi vagal, rasa lemas tidak bertenaga.
1.
2.
3.
Angina progresif : pada pasien dengan angina pektoris stabil, terjadi perburukan keluhan dimana
angina terjadi lebih sering, durasi lebih lama atau dengan aktivitas yang lebih ringan.
Diagnosa Sindrom Koroner Akut menganut azaz rule out diagnosis, yang didasarkan atas hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG dan enzim petanda jantung. Atas dasar unsur-unsur tersebut, maka
dapat Sindrom Koroner Akutdikategorikan dalam tiga tingkat kemungkinan.