Meningioma Intraventrikel
Oleh :
Pembimbing :
Surabaya
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
Meningioma adalah tumor yang berasal dari selaput pelindung otak dan medulla
spinalis (meningen). Bila dibandingkan dengan medulla spinalis, otak lebih sering terkena.
Meningioma bersifat jinak, ganas ataupun atipik tapi lebih sering tumor ini bersifat jinak.
Tumor jenis ini biasanya berkembang cukup lambat. Mayoritas penderita adalah wanita berusia
lanjut dan riwayat pemakaian KB. Namun pria dan anak-anak juga memiliki resiko menjadi
pengidap tumor jenis ini.
Meningioma intraventrikel merupakan kasus yang jarang dan muncul dari struktur
periventrikular seperti dinding sistem ventrikel, septum pellucidum dan plexus choroideus.
Terdapat beberapa diagnosis diferensial terkait neoplasma di intraventrikular. Diagnosis
diferensial tersebut bergantung pada usia penderita dan asal tumor tersebut dari primer atau
ventrikel atau sekunder dari paraventrikular.
Pada laporan kasus ini, penulis membahas massa intraventrikel yang terletak dan primer
dari ventriculus lateralis. Terdapat banyak diagnosis banding dari masa intraventrikel ditinjau
dari populasi usia yang terkena. Diagnosis pasti kasus ini ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi yaitu meningioma dengan lokasi di ventriculus lateralis. Kasus ini cukup
jarang terjadi hanya sekitar 1% dari kejadian tumor intrakranial. Oleh karena itu pembahasan
meningioma intraventrikel dengan mendalam perlu dilakukan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Anatomi
Sistem ventrikel otak terdiri atas empat ruang yang terhubung secara bebas dan berisi
cairan serebrospinal. Ruang tersebut adalah dua Ventriculus lateralis, Ventriculus tertius dan
Ventriculus quartus (Gambar 1). Ventriculus lateralis berbentuk huruf C yang terletak di bawah
masing-masing hemisfer serebral. Kedua ventriculus lateralis dihubungkan dengan ventriculus
tertius melalui foramen interventricularis atau foramen monro. Ventriculus lateralis
berhubungan dengan ventriculus quartus melalui aqueductus sylvii atau aqueductus cerebri.
Selanjutnya ventriculus quartus berlanjut menjadi canalis centralis medulla spinalis yang
sempit dan dihubungkan dengan spatium subarachnoideum melalui tiga buah foramina pada
atapnya. Canalis centralis mempunyai pelebaran kecil pada ujung inferiornya disebut
ventriculus terminalis. Seluruh ventrikel dilapisi oleh ependyma dan berisi cairan
serebrospinal. Ventrikel – ventrikel ini berkembang dari rongga tubulus neuralis (1).
Gambar 2.1 Tampak Lateral Sistem Ventrikel Otak (Mortazafi, et al., 2013)
Tiap-tiap Ventrikulus lateralis dibagi menjadi atrium dan corpus, cornu frontale
(anterior), cornu occipitale (posterior), dan cornu temporale (inferior). Masing-masing bagian
tersebut memiliki dinding medial, lateral, sebuah atap, lantai dan dinding anterior (2). Bagian
corpus melebar di posterior dan bersambung dengan atrium. Atrium terletak di atas thalamus,
2
berkomunikasi dengan cornu temporale pada bagian depan dan dengan cornu occipitale pada
bagian posterior. Atrium dan cornu occipitale membentuk sebuah rongga segitiga dengan apeks
adalah cornu occipitale dan basisnya adalah dinding anterior atrium. Atap dari atrium dibentuk
oleh bagian corpus, splenium dan tapetum corpus callosum. Lantainya dibentuk oleh trigonum
collateral (1-5).
Terkait dengan ukuran ventriculus lateralis, insiden asimetris pada ventriculus lateralis
sekitar 5-12%. Asimetris pada ventriculus lateralis dapat dianggap kondisi patologis, namun
apabila tidak ditemukan keadaan patologisnya, keasimetrisan ini masih dipertanyakan. Studi
oleh Erdogan, et al membuktikan bahwa interaksi antara kecenderungan pemakaian tangan dan
gender mempengaruhi volume ventriculus lateralis kanan dan kiri, ventriculus tertius dan
3
quartus. Rerata volume ventriculus lateralis kanan dan tertius secara signifikan lebih besar pada
pemakai tangan kanan daripada pemakai tangan kiri. Namun, rerata volume ventriculus
lateralis kiri dan ventriculus quartus tidak menunjukkan perbedaan menurut kecenderungan
pemakaian tangan (6). Derajat dan asimetris ventriculus lateralis kanan dan kiri juga berubah
dengan adanya abnormalitas atau penyakit. Misalnya pasien autis terdapat penurunan
terlokalisir pada cornu frontalis dan occipitalus dari vetriculus lateralis (7). Selain itu, derajat
asimetris dapat berubah pada pasie schizophrenia terkait dengan jenis kelamin (8). Kiroglu, et
al mempelajari hubungan antara asimetris dari ventriculus lateralis dengan patologis klinis dan
struktural dan mereka berkesimpulan bahwa asimetris ventriculus lateralus merupakan variasi
normal dan memiliki risiko rendah terkait kondisi patologis pada derajat asimetris ringan atau
moderate tanpa deviasi septum atau pembesaran difus. Sebaliknya, asimetris dengan derajat
berat dan adanya deviasi septum atau pembesaran difus dianggap tidak normal (9).
Plexus choroideus menonjol ke dalam ventrikel pada aspek medialnya dan merupakan
daerah tepi vaskuler yang mengandung piamater yang dilapisi oleh ependimal cavitas
ventriculi. Pada kenyataanya plexus choroideus merupakan tepi lateral dari tela choroidea yang
iregular dengan lipatan piamater berlapis ganda yang ditemukan di antara fornix di superior
dan permukaan atas thalamus. Fungsi dari plexus choroideus adalah menghasilkan cairan
serebrospinal (1).
4
2.1.4 Foramen Interventriculare
Sebagian lantai anterior dibentuk oleh struktur diencephalon dan sebagian posterior
oleh struktur mesencephalon. Ketika dilihat dari bawah, struktur yang membentuk lantai
ventriculus tertius dari anterior ke posterior adalah chiasma opticum dan recessusnya,
infundibulum hypothalamus dan recessusnya, tuber cinereum hypothalamus, corpus
mamillaris, dan paling posterior dari tegmentum mesencephali. Dinding posterior ventriculus
tertius dibentuk dari atas ke bawah yaitu oleh recessus suprapinealis, commissura habenularum,
corpus glandula pinealis dan recessusnya, commissura posterior, dan aqueductus silvii (2).
Recessus suprapinealis biasanya merupakan kavum kecil yang terletak di atas commissura
habenular. Panjang dan lebarnya sekitar 2-3 mm. Dilatasi recessus suprapinealis merupakan
variasi yang banyak terjadi di ventriculus tertius, dan menurut Krokfors, et al terdapat 4% kasus
dilatasi recessus suprapinealis. Jarang terjadi apabila panjang dan lebarnya melebihi 10 mm.
Recessus suprapinealis yang besar dianggap tidak memiliki kepentingan patologis. Pada kasus
hydrocephalus hypertensive, recessus suprapinealis dapat terdistensi sangat besar dan disebut
diverticulum pressure dari ventriculus tertius (10). Bagian dinding lateral paling atas
5
ventriculus tertius dibentuk oleh permukaan medial dua pertiga anterior thalamus dan bagian
bawah dibentuk oleh hypothalamus di bagian anterior dan subthalamus di bagian posterior (3).
Plexus choroideus dibentuk oleh tela choroidea yang terletak di atap ventrikel. Tela
choroidea yang bersifat vaskular menonjol ke bawah di setiap sisi garis tengah, menginvaginasi
atap ependyma ventriculi. Fungsi plexus choroideus ini juga untuk memproduksi cairan
serebrospinal. Suplai vaskular menuju tela choroidea dan plexus ventriculi lateralis serta tertius
adalah dari tami choroidei arteriae carotidis internae dan arteri basilaris. Darah vena mengalir
menuju vena-vena cerebri interna yang bergabung membentuk vena cerebri magna. Vena
cerebri magna bergabung dengan sinus sagittalis inferior untuk membentuk sinus rectus (1).
Aqueductus silvii atau disebut juga aqueductus cerebri merupakan kanal penghubung
ventriculus tertius dan quartus yang berukuran 1,8 cm. Saluran ini dilapisi oleh ependyma dan
dikelilingi oleh selapis substansia grisea yang disebut grisea centralis. Tidak terdapat plexus
choroideus pada saluran ini (1). Pada tahun 1855 berdasarkan studi histologi, Von Gerlach
membagi aqueductus silvii menjadi tiga bagian. Sementara Turkewitsch menyebitkan lima
bagian yaitu aditus ad aquaductum atau aditus aquaeducti, bagian anterior, ampulla, genu, dan
posterior (9).
6
Dengan demikian, cavitas ventriculi quartus berhubungan dengan spatium subarachnoideum
melalui sebuah apertura mediana dan dua apertura lateralis (1).
Plexus choroideus terbentuk dari tela choroidea, yaitu lipatan dua lapis pia mater yang
menonjol melalui atap ventrikel dan dilapisi ependyma. Pembuluh darah yang menuju plexus
berasal dari arteria inferior posterior cerebelli. Fungsi dari plexus choroideus ini adalah
menghasilkan cairan serebrospinal (1).
Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai bantalan antara susunan otak dan tulang-
tulang yang mengelilinginya, sehingga melindungi dari trauma mekanik. Cairan serebrospinal
juga berfungsi meregulasi isi cranium, misalnya apabila volume otak atau darah meningkat
maka volume cairan serebrospinal akan berkurang. Cairan ini mungkin berperan aktif dalam
memberikan nutrisi untuk jaringan saraf karena merupakan substrat fisiologis yang ideal,
cairan ini juga berfungsi mengangkut zat-zat hasil metabolisme neuron. Sekret glandula
pinealis juga mempengaruhi aktivitas glandula pituitania dengan cara bersirkulasi melalui
cairan serebrospinal di dalam ventriculus tertius (1).
Cairan serebrospinal terutama dihasilkan oleh plexus choroideus ventrikel dan sebagian
kecil ependyma yang melapisi ventrikel serta dari jaringan otak melalui ruang perivaskular.
Plexus choroideus secara aktif mensekresi cairan serebrospinal dan pada saat yang sama
mengangkut zat-zat metabolit susunan saraf pusat. Transportasi aktif ini juga menjelaskan
mengapa kadar beberapa zat seperti kalsium, kalium, glukosa, dan bikarbonat lebih rendah dari
7
pada di plasma darah. Cairan serebrospinal diproduksi terus menerus dengan kecepatan 0,5 mL
per menit dan volume total sekitar 150 mL hal ini dicapai dalam waktu sekitar 5 jam. Cairan
serebrospinal diproduks terus-menerus meskipun terjadi hambatan reabsorbsi (1).
Sirkulasi dimulai dengan sekresi cairan serebrospinal dari plexus choroideus di dalam
ventrikel (dan dalam jumlah kecil dari permukaan otak). Cairan mengalir dari ventriculus
lateralis ke ventriculus tertius melalui foramen monro kemudian melalui aqueductus sylvii
menuju ventriculus quartus. Sirkulasi dibantu oleh pulsasi arteri pada plexus choroideis dan
silia pada sel ependimal yang melapisi ventrikel (1).
8
Gambar 2.4 Plexus Choroideus dan Aliran Cairan Serebrospinal
(droubalb.faculty.mjc.edu)
Tempat utama untuk absorpsi cairan serebrospinal adalah villi arachnoideae yang
menonjol ke dalam sinus durae matris, terutama sinus sagittalis superior. Villi arachnoidae
cenderung berkelompok untuk membentuk elevasi yang dikenal sebagai granulation
arachnoideae. Secara struktur, masing-masing villus arachnoideae merupakan sebuah
diverticulum spatii subarachnoidei yang menembus dura mater. Duramater arachnpoideae
ditudungi oleh selapis sel tipis yang selanjutnya akan ditutupi oleh endothelium sinus venosus.
Pertambahan jumlah dan ukuran granulationes arachnoideae seiring dengan penambahan usia
dan cenderung mengalami kalsifikasi saat tua (1).
Absorpsi cairan serebrospinal ke dalam sinus venosus terjadi jika tekanan cairan
serebrospinal lebih besar dari pada tekanan di dalam sinus. Pemeriksaan dengan mikroskop
elektron pada villi arachnoideae menunjukkan bahwa tubulus-tubulus halus yang dilapisi oleh
sel endothel memungkinkan aliran cairan langsung dari spatium subarachnoideum ke dalam
lumen sinus venosus. Jika tekanan vena meningkat lebih dari cairan seprebrospinal, kompresi
pada ujung-ujung villi ajan menutup tubulus dan mencegah refluks darah ke dalam spatuum
subarachnoideum. Villi aracnoideae berfungsi sebagai katup (1).
Tumor sistem ventrikel terdiri atas berbagai macam lesi masa baik jinak maupun ganas
yang berlokasi di dalam kavum ventrikel maupun muncul dari struktur neural yang membentuk
sistem ventrikel. Secara makros dapat dibedakan sebagai lesi intraaksial dan ekstraaksial.
Tumor ventrikel primer atau sejati adalah mereka yang berasal dari dinding ventrikel dan
meluas ke sistem ventrikel. Tumor sekunder atau paraventrikular adalah tumor yang berasal
dari struktur yang dekat dengan sistem ventrikular. Tumor primer yang paling sering adalah
kista colloid, papilloma plexus choroideus, epenymoma, meningioma, kista epidermoid dan
9
dermoid dan craniopharyngioma. Sedangkan tumor sekunder adalah glioma, adenoma pituitari,
dan kista arachnoid (11).
Gejala klinis tumor ventriculus lateralis dapat juga disebabkan oleh hipertensi
intrakranial dan tekanan akibat lesi pada sekitar parenkim serebri. Secara alamiah, keparahan
dari gejala ini proporsional terhadap ukuran lesi dan arah perkembangan (12).
2.3.3 Patologi
Tidak terdapat sindroma klinis yang mampu mengarahkan lokasi tumor pada
meningioma interventrikel. Sehingga sangat sulit untuk mendiagnosis meningioma ventriculus
lateralis berdasarkan data klinis saja. Pada tahun 1934 Dandy untuk pertama kali mencoba
mendefinisikan tumor ventriculus lateralis. Dia menemukan bahwa gejala klinis yang paling
umum adalah nyeri kepala dan muntah. Pada beberapa kasus juga terdapat epilepsy,
10
hemianesthesia, hemiparesis, dan hemianopsia. Kemudian Cushing and Eisenhardt
menetapkan sindroma klinis untuk meningioma intraventrikel yang terletak pada regio
trigonum. Sindroma ini adalah nyeri kepala biasanya unilateral, hemianopsia homonym
kontralateral (sering melibatkan macula), defisit sensorimotor (lebih mendominasi defisit
sensoris dan terkadang disertai rasa kebas trigeminal), dan gejala yang menunjukkan
keterlibatan cerebellum. Saat tumor melibatkan hemisfer dapat terjadi disfasia dan paraleksia
(12).
Pada tahun 1968 Arseni menekankan adanya kejadian paroksismal yang ada pada 25%
kasus. Krisis mendadak ini berkaitan dengan perubahan posisi kepala, yaitu akibat adanya blok
sementara dari aliran serebrospinal yang disebabkan oleh tekanan tumor pada bagian posterior
ventriculus tertius atau karena obstruksi foramen monro atau eksklusi dari cornu temporal atau
occipital (12). Gejala yang terjadi akibat pergerakan meningioma ventricular lateral yang
terkalsifikasi juga pernah dilaporkan oleh Imaizumi et al pada kasusnya (13).
Pada 80% kasus, nyeri kepala merupakan gejala awal dan paling sering. Nyeri kepala
pada umumnya tidak pada satu lokasi, namun nyeri terutama pada frontal atau bilateral dapat
pula oksipital atau bahkan oksipital-nuchal. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perubahan
posisi kepala dapat menyebabkan onset nyeri kepala mendadak atau memperparah nyeri kepala
yang sudah ada. Gejala paroksismal ini dapat disertai gejala lain seperti pandangan kabur,
mual, muntah dan vertigo. Muntah merupakan gejala yang sering sekitar 30% dan berkaitan
dengan nyeri kepala (12).
Gangguan penglihatan merupakan gejala kedua yang paling sering sekitar 40% kasus
dan disebabkan terutama akibat edema papil dan atau atrofi optik. Episode transient gangguan
penglihatan juga sering disertai nyeri kepala. Pasien yang menderita hemianopsia jarang
menyadari adanya gangguan visual dan jarang menyebutkan pada gejalanya. Diplopia
merupakan gejala yang jarang (12).
Gangguan fisik sering terjadi pada gejala awal dan bervariasi derajatnya. Gejala
tersebut meliputi gangguan memori khususnya pada kejadian yang baru terjadi, konfabulasi,
kelelahan mental, perilaku agresif, ketumpulan, dan penurunan output verbal. Gangguan ini
kadang-kadang mendominasi gambaran klinis dan sering berhubungan dengan nyeri kepala.
Hal tersebut sering menyebabkan kesalahan diagnosis. Pada masa lampau pasien seperti ini
11
sering dirujuk ke rumah sakit jiwa. Gangguan cara berjalan sering tetapi tidak spesifiki pada
mayoritas kasus dan dideskripsikan sebagai perasaan tidak seimbang. Gejala epilepsi sering
terjadi sekitar 27%. Kejang biasanya bersifat general (12).
Difasik, gangguan motorik atau sensorik jarang tampak pada awal gejala klinis
biasanya tampak pada tahap lanjut. Afasia biasnaya ringan dan dapat berupa motorik atau
sensorik. Pasien juga jarang mengeluh aleksia. Gangguan motorik ketika ada umumnya bersifat
ringan dan sering dideskripsikan kekakuan unilateral atau bilateral tungkai dengan kehilangan
mobilitas yang progresif. Meskipun jarang, tremor tungkai juga sering dilaporkan. Gangguan
sensitivitas subyektif bisaanya parasthesia kontralateral yang kadang0kadang muncul
intermiten. Beberapa melaporkan adanya tinitus dan hipoakusia terlokalisir unilateral atau
bilateral (12).
Gejala obyektif lain yang cukup jarang terjadi. Gangguan motorik terutama pada 50%
kasus, biasanya hipertonia, hiperrefleksia, dan defisit motorik ringan. Tremor dapat berkaitan
dengan defisit motorik atau berasal dari ekstrapiramidal namun pada umumnya cerebellar.
Gangguan cara berjalan disebabkan oleh gangguan koordinasi motorik atau keseimbangan,
Adiadochokinesis, dismetria, dan nistagmus adalah gambaran klinis yang sering pada
komponen serebellar sindrom neurologis (12).
12
obyektif dapat terjadi sekitar 20% dan terdiri atas hemihipoesthesia dan astereognosis,
meskipun agnosia digital dan apraksia juga dilaporkan (12).
Pemeriksaan dengan CT Scan dan MRI memungkinkan diagnosis awal dan yang lebih
akurat. CT dan MRI akan menunjukkan masa yang berbatas tegas. Dengan bantuan kontras
kebanyakan tumor menunjukkan penyengatan yang kuat dan homogen. Terdapat edema
perifokal dan minimal hingga masif kalsifikasi pada 47% kasus. Hidrocephalus atau cornu
occipital yang terjebak dapat diamati pada tumor yang besar. Angiografi memperlihatkan
tumor disuplai oleh arteri choroidal anterior dan posterior, atau hanya oleh arteri choroidal
posterior saja. Segmen ventricular cisternal dan inisial terdorong ke bawah dan ke depan oleh
cornu temporal yang membesar. Suplai darah dominan dari arteri choroidal anterior, tumor
yang besar menerima suplai darah dari arteri choroidal posterior. Meningioma intraventrikel
memperlihatkan karakteristik histologis mirip meningioma. Bertalanffy et al melaporkan
bahwa mayoritas kasus yaitu 75% berupa tipe meningothelial atau campuran, dan 19% atipikal
(16).
Meningioma ventriculus tertius dan regio pineal dibagi menjadi dua kelompok utama.
Yang pertama dari tepi tentorium dimana tumor bergabung dengan margin inferior
falcotentorial junction dan yang kedua menginvasi regio pineal dan ventriculus tertius
posterior. Rerata penderita meningioma regio pineal adalah sekitar 40 tahun. Tumor sel
germinal pineal jarang terjadi pada pasien perempuan. Gejala klinis yang paling sering
meningioma ventriculus tertius adalah berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
yaitu nyeri kepala, papil edema, gangguan berjalan dan disfungsi kognitif (12).
13
2.3.7 Meningioma Ventriculus Quartus
Meningioma ventriculus quartis diklasifikasikan oleh Abraham dan Chandy yaitu sebagai
berikut (12).
1. Meningioma dari plexus choroideus ventriculus quartus dan berkembang hanya pada
ventrikel.
2. Meningioma dari tela choroidea inferior yang berkembang sebagian di ventriculus
quartus dan sebagian di hemisfer dan vermis.
3. Meningioma di dalam cisterna magna yang tidak melekat pada duramater.
Meningioma ventriculus quartus dapat mengenai usia 7-65 tahun dengan perbandingan
rasio perempuan dan laki-laki 0,9 : 1. Tumor yang berkembang terutama di cerebellum pada
awalnya menyebabkan gejala cerebellar dan akhirnya hipertensi intrakranial. Pemeriksaan
dengan CT dan MRI dapat dengan mudah memberikan informasi akurat mengenai lokasi dan
bentuk tumor (12).
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Pasien seorang perempuan, berusia 20 tahun yang mengeluhkan nyeri kepala disertai
muntah, makin lama makin memberat dan tidak hilang dengan pengobatan, demam (+),
penurunan penglihatan (+), kejang (-), kelemahan anggota gerak (-) dan penurunan kesadaran
(-) sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh luka bekas operasi pada kepala dirasakan
menggembung. Pasien riwayat operasi pengangkatan tumor otak di RSDS pada 19 Januari
2017 dan operasi pemasangan selang kepala-perut pada 03 Maret 2017. Riwayat HT (-) dan
DM (-). Pasien sudah menikah dan belum mempunyai anak. Pasien riwayat rujukan dari dokter
bedah saraf RSUD Bojonegoro dengan hidrosefalus dan tumor cerebri.
Status Generalis
Ekstremitas : akral hangat, kering dan merah, capillary refill time < 2 detik
Status Neurologis
GCS 456, Pupil Bulat Isokor 3/3, Refleks Cahaya +/+, Hemiparese (-)
MS / KK (-)
Motorik : 5 / 5
5/5
Sensorik : normal
BPR +2 / +2 KPR +2 / +2
15
Refleks Patologi : Babinski (-) / Chaddock (-)
CV ANS normal
16 November 2016 : Pemeriksaan foto thoraks (Gambar 3.1) dengan hasil tidak
tampak proses metastase serta jantung dan paru tidak tampak kelainan.
16
Gambar 3.2 Computed Tomography Scan (CT Scan) kepala
28 November 2016 : Pemeriksaan MRI kepala dengan kontras (Gambar 3.3) dengan
hasil :
- Enhancing solid mass, extra axial ukuran 2,9 x 2,1 x 2,7 cm di intraventrikel lateralis
kanan mendesak ventrikel lateralis kanan ke sisi kiri menyebabkan midline shift sejauh
1,5 cm, peningkatan sedikit rCBV dan peningkatan ratio Ch/Cr dan Ch/NAA pada lesi
dan peri lesi sesuai gambaran primary brain tumor kesan papiloma pleksus choroideus.
- Communicating hydrocephalus.
17
Gambar 3.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala dengan kontras
18
Konjungtiva : Hiperemis (-/-)
Occular motility okuli dekstra + sinistra : bebas, nyeri (-) dan bebas, nyeri (-)
KESIMPULAN : Saat ini pemeriksaan pada bidang opthalmologi didapatkan ODS secondary
papil atrophy.
Didapatkan LCS bening, jernih dan mengalir dengan initial pressure 15 cmH2O serta
dilakukan pengambilan sampel LCS untuk analisa dan kultur LCS. Dilakukan eksplorasi
ventrikel dan didapatkan massa tumor kekuningan dengan batas tegas. Dilakukan eksisi tumor
dengan piece meal. Dilakukan osteoplasty dengan 2 miniplate.
19
Gambar 3.4 Durante operasi eksisi tumor
20
Gambar 3.6 Durante operasi eksisi tumor
21
Gambar 3.8 Durante operasi eksisi tumor dengan pendekatan transcortical
22
Gambar 3.10 Durante operasi eksisi tumor
19 Januari 2017 : Pemeriksaan CT Scan kepala evaluasi post operasi eksisi tumor
(Gambar 3.11) dengan hasil hidrosefalus communicans + subdural hygroma.
Gambar 3.11 Computed Tomography Scan (CT Scan) kepala evaluasi post op eksisi tumor
23
19 Januari 2017 : Pemeriksaan sediaan patologi anatomi (PA) dengan hasil :
Makroskopik :
Diterima 1 tempat sediaan berisi potongan – potongan jaringan dengan berat total 2,7 gram,
ukuran total 3 x 2,5 x 1 cm, warna putih abu – abu sebagian coklat kehitaman, padat kenyal
sebagian padat lunak. Diproses semua dalam 1 kaset (kuning).
Mikroskopik :
Menunjukkan potongan jaringan neoplasma jinak terdiri dari proliferasi sel plasma berinti bulat
– oval, monoton, kromatin halus beberapa dengan pseudonuclear inclusion, mitosis 0/10 HPF
tersusun dalam pola sinsitial sebagian tersusun dalam lembaran samar – samar membentuk
whorl.
KESIMPULAN :
Makroskopik :
Diterima blok parafin no. T 540 / 17, dilakukan potong ulang blok dan pulasan
imunohistokimia dengan antibodi EMA, Vimentin, PR dan Ki67.
Mikroskopik :
PR : positif fokal.
24
KESIMPULAN :
4x 10 x
20 x 40 x
25
Hapusan Imunohistokimia (Gambar 3.13 – 3.15) :
EMA
Gambar 3.13 Hapusan EMA pembesaran 40 x (positif pada membran dan sitoplasma sel tumor)
PR
26
Ki67
Gambar 3.15 Hapusan Ki67 pembesaran 40 x (positif pada < 1 % sel tumor)
27
POST OPERASI EKSISI TUMOR
21 Februari 2017 : Pasien dilakukan tapping di Poli Bedah Saraf RSUD dr Soetomo
pada bagian kulit kepala yang menggembung bekas operasi dan didapatkan cairan LCS
sebanyak 20 ml, warna bening dan kejernihan jernih.
21 Februari 2017 : Pemeriksaan foto thoraks (Gambar 3.16) dengan hasil tidak tampak
proses metastase serta jantung dan paru tidak tampak kelainan
28
Gambar 3.17 Computed Tomography Scan (CT Scan) kepala
Occular motility okuli dekstra + sinistra : bebas, nyeri (-) dan bebas, nyeri (-)
KESIMPULAN : Saat ini pemeriksaan pada bidang opthalmologi didapatkan ODS papil atrofi.
29
DIAGNOSIS : Hidrosefalus communicans + post eksisi tumor intraventrikel + leakage
LCS subgaleal ditegakkan pada pasien ini dan diputuskan untuk dilakukan operasi EVD double
set up VP shunt.
22 Februari 2017 : Dilakukan operasi EVD Keen (D) double set up VP shunt.
Didapatkan LCS bening, jernih dan mengalir dengan initial pressure 15 cmH2O serta
dilakukan pengambilan sampel LCS untuk analisa dan kultur LCS. Diberikan Antibiotik
22 Februari 2017
Analisa LCS :
MN : 48 Pandy : positif
PMN : 44 Glukosa : 47
23 Februari 2017
Kultur LCS :
Staphylococcus epidermidis
30
24 Februari 2017
MN : 29 Pandy : positif
PMN : 39 Glukosa : 49
26 Februari 2017
Analisa LCS :
MN : 26 Pandy : negatif
PMN : 41 Glukosa : 35
01 Maret 2017
Analisa LCS :
31
MN : 55 Pandy : positif
PMN : 25 Glukosa : 13
02 Maret 2017
Analisa LCS :
MN : 68 Pandy : positif
PMN : 59 Glukosa : 14
Didapatkan loss screw serta dilakukan fiksasi miniplate dengan uniscrew 1,6 mm 4 mm
dan spooling subgaleal dengan gentamycin. Didapatkan drain EVD dengan burrhole di Keen
(D) serta dilakukan aff EVD. Didapatkan LCS bening, jernih dan mengalir dengan initial
pressure 8 cmH2O serta dilakukan pengambilan sampel LCS untuk analisa dan kultur LCS.
10 Maret 2017
Analisa LCS :
32
MN : 50 Pandy : positif
PMN : 90 Glukosa : 20
Didapatkan LCS bening, jernih dan mengalir dengan initial pressure 15 cmH2O serta
dilakukan pengambilan sampel LCS untuk analisa dan kultur LCS.
18 Maret 2017
Analisa LCS :
MN : 30 Pandy : positif
PMN : 20 Glukosa : 63
19 Maret 2017
Analisa LCS :
MN : 40 Pandy : negatif
33
PMN : 10 Glukosa : 51
23 Maret 2017
Analisa LCS :
MN : 30 Pandy : negatif
PMN : 10 Glukosa : 36
27 Maret 2017
Analisa LCS :
MN : 60 Pandy : negatif
PMN : 20 Glukosa : 47
29 Maret 2017
Analisa LCS :
34
Warna : bening PMN% : 29,5 %
MN : 70 Pandy : negatif
PMN : 30 Glukosa : 59
30 Maret 2017
Analisa LCS :
MN : 10 Pandy : negatif
PMN :0 Glukosa : 55
01 April 2017 : Pasien mendadak mengalami kejang sekitar 5 menit dan telah
diposisikan kepala head up 30 derajat, diberikan oksigen masker 8 liter per menit dan bolus
pelan diazepam 1 ampul (10 mg/2 ml) yang diencerkan dengan aquadest menjadi 5 ml hingga
kejang berhenti kemudian pasien mendadak mengalami apneau dan dilakukan CPR selama 1
jam namun pasien tidak tertolong dan meninggal dunia.
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Gejala dari adanya suatu massa di intraventrikel dapat menyumbat aliran cairan
serebrospinal atau memproduksi cairan serebrospinal secara berlebihan di sistem ventrikel
sehingga terjadi hidrosephalus. Pasien dapat asimptomatis hingga tumor tersebut menjadi
cukup besar untuk menyebabkan keluhan. Diantara keluhan yang banyak terjadi adalah akibat
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, mual muntah, penurunan fungsi
penglihatan, defisit sensori dan motoris, hingga kejang.
Pada kasus ini, seorang wanita berusia 20 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala
kronis disertai penurunan penglihatan yang makin lama semakin berat. Selain itu keluhan lain
adalah mual dan muntah. Dari hasil pemeriksaan ophthalmologi didapatkan visus mata kanan
1/300 dan mata kiri 5/40 serta papil atrofi pada mata sebelah kanan dan kiri. Sedangkan dari
hasil pemeriksaan penunjang MRI kepala dengan kontras didapatkan massa intraventrikel
berukuran 2,9 x 2,1 x 2,7 cm di ventriculus lateralis dextra. Lokasi massa berada pada area 1/3
depan ventriculus lateralis kanan dan menyebabkan pendesakan ke kiri (midline shift) sejauh
1,5 cm. Terdapat pula komplikasi hidrocephalus yang bersifat communicating.
36
Gejala yang dialami pasien adalah akibat dari peningkatan tekanan intrakranial yang
disebabkan oleh hydrocephalus communicans akibat massa di ventriculus lateralis dextra. Hal
ini juga sesuai dengan literatur dimana gejala nyeri kepala adalah gejala yang paling sering
dialami pada pasien dengan meningioma intraventrikel yaitu sebanyak 80% diikuti dengan
gangguan penglihatan sebanyak 40% sedangkan mual dan muntah sebanyak 30%. Tumor yang
berasal dari plexus choroideus sering dikaitkan dengan komplikasi hydrocephalus (17).
Sebagaimana diketahui bahwa plexus choroideus merupakan salah satu struktur yang berfungsi
menghasilkan cairan serebrospinal.
Kasus ini diputuskan untuk dilakukan operasi pada pasien dengan pendekatan frontal
transcortical. Pendekatan ini dipilih dengan mempertimbangkan lokasi, ekspansi dan ukuran
tumor. Tumor terletak di regio anterior ventriculus lateralis dextra dengan ukuran besar dan
ventrikel yang membesar pula (18). Pendekatan ini berarti dilakukan incisi pada korteks untuk
mencapai ventriculus lateralis untuk mengambil meningioma pada ventriculus lateralis.
Didapatkan tumor berbatas tegas warna kekuningan. Dilanjutkan dengan pemasangan External
Ventricular Drain (EVD) pada pasien. Operasi dengan pendekatan transcortical pada
ventriculus lateralis yang besar dalam hal ini akibat hydrocephalus memiliki risiko untuk
terjadi kolaps kortikal dan subdural fluid collection (19). Setelah operasi keluhan nyeri kepada
dan mual muntah hilang namun penglihatan masih menurun akibat kerusakan permanen papil
optikus pada kedua mata. Hasil dari CT Scan post operasi menunjukkan massa tumor tidak ada
namun masih didapatkan hydrocephalus dan terdapat subdural fluid collection pada area
korteks kanan.
37
perdarahan yaitu sebesar 0-15% (24). Walaupun perdarahan ini kurang signifikan dan jarang
memerlukan operasi. Komplikasi lain meliputi obstruksi, malfungsi, drainase berlebihan,
injury neurologi, hiponatermia, pneumocephalus tension, dan kalsifikasi intrakranial (19, 25,
26).
Pasien kemudian kembali masuk rumah sakit dengan kulit kepala menggembung di
bagian bekas luka operasi dan nyeri kepala yang makin lama makin memberat disertai dengan
demam hilang timbul dan mual muntah lebih kurang 1 bulan SMRS. Pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan hydrocephalus kembali dan terdapat cortical collapse serta subdural fluid
collection. Pemeriksaan analisa cairan serebrospinal terdapat peningkatan jumlah total protein
dan sel serta penurunan glukosa. Pada pemeriksaan kultur cairan serebrospinal terdapat kuman
Coccus Gram (+) dan Staphylococcus epidermidis. Disimpulkan pasien mengalami
ventriculitis dan hydrocephalus sedangkan cortical collapse dan subdural fluid collection
merupakan komplikasi tindakan eksisi tumor dengan pendekatan transcortical. Hydrocephalus
pada pasien bisa diakibatkan oleh ventriculitis yang menyebabkan obstruksi aliran
serebrospinal atau gangguan absorbsi cairan serebrospinal (27). Ditemukannya bakteri
Staphyloccus epidermidis pada cairan serebrospinal membuktikan bahwa terdapat inokulasi
mikroba dari kulit kepala menuju intrakranial hingga area ventrikel (28). Untuk mengatasi
ventriculitis dilakukan pemberian antibiotik intravena jangka panjang sedangkan untuk
mengalirkan caian serebrospinal dilakukan tindakan EVD double set up VP Shunt yaitu
pemasangan EVD selama 5 hari kemudian dilepas dan diganti dengan VP Shunt. Seminggu
kemudian diputuskan untuk dilakukan tindakan eksteriorisasi shunt.
38
mengakibatkan asites atau pseudocyst yang seharusnya absorpsi cairan serebrospinal dilakukan
oleh peritoneum. Infeksi VP shunt dapat menyebabkan pembentukan pseudocyst pada
intraabdomen yang kemudian dapat menyebabkan obstruksi distal. Komplikasi tersering
pemasangan VP shunt adalah infeksi yaitu sebesar 41% dilanjutkan dengan drainase berlebihan
yaitu 10-12%, fraktur shunt, diskoneksi, dan migrasi, serta kejang (29).
Pada kasus hydrocephalus dengan ventriculitis tindakan drainase segera dan agresif
perlu dilakukan. Namun, pemasangan shunt pada hydrocephalus dengan ventrikulitis memiliki
risiko besar terjadi malfungsi dibandingkan pemasangan shunt pada pasien tanpa infeksi.
Malfungsi pada shunt dengan infeksi adalah karena obstruksi akibat debris atau substansi
protein. Tabuchi dan Kadowaki (2015) melaporkan bahwa tindakan irigasi agresif dan segera
dengan teknik neuroendoskopi pada kasus VP shunt dan ventrikulitis membawa hasil yang
lebih baik. Teknik neuroendoskopi dilakukan dengan cara burr hole frontal kiri supaya kateter
dapat mencapai ventriculus lateralis kiri, kemudian melubangi septum pellucidum untuk
mencapai ventriculus lateralis kanan selanjutnya kateter mencapai ventriculus tertius melalui
foramen monro. Kemudian dilakukan irigasi dengan cairan serebrospinal buatan ke seluruh
sistem ventikel. Setelah dua minggu tindakan ini, infeksi berakhir ditandai dengan normalnya
kembali hasil analisa dan kultur cairan serebrospinal. Selanjutnya dilakukan tindakan revisi VP
Shunt. Tindakan neuroendoskopi sebaiknya dilakukan pada waktu 2 minggu setelah pemberian
antibiotik agresif namun tetap didapatkan hasil yang tidak memuaskan (31, 32). Dalam waktu
2 minggu tersebut drainase cairan serebrospinal dilakukan dengan cara punctie lumbal secara
intermiten (32).
39
BAB V
KESIMPULAN
Meningioma intraventrikel merupakan kasus yang sangat jarang. Berikut ini kami
mempresentasikan kasus meningioma intraventrikel dengan lokasi di ventriculus lateralis
dextra dengan komplikasi hydrocephalus communicans. Presentasi klinis pada kasus ini adalah
akibat dari peningkatan TIK seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan hingga papil atrofi dan
mual muntah. Dari MRI kepala dapat mendeteksi ukuran dan lokasi tumor berikut
komplikasinya yaitu hydrocephalus. Dilakukan operasi dengan pendekatan trancortical untuk
mengambil massa tumor dilanjutkan dengan pemasangan EVD untuk mengalirkan cairan
serebrospinal lebih lanjut. Dari diagnosis histo PA dapat diketahui diagnosis pasti yaitu
meningioma.
40
Daftar Pustaka
41
14. Nakamura M, Roser F, Bundscuh O, Vorkapic P, Samii M (2003) Intraventricular
meningiomas : a review of 16 cases with reference to the literature. Surg Neurol 2003;
59(6):491-503
15. Liu M, Wei Y, Liu Y, Zhu S, Li X (2006) Intraventricular meningiomas : a report of 25
cases. Neurosurge Rev 2006; (29):36-40
16. Nishizaki T (2012) Surgical approaches for lateral ventricular trigone meningioma,
meningiomas – management and surgery, Dr Daniel Monleon. Available from :
http://www.interchopen.com
17. Uygur ER, Deniz B, Zafer K (2008) Anterior third ventricle meningiomas, Report of
two cases. Neurocirugia 2008 19: 356-360.
18. Secer HI, Duz B, Izci Y, Tehli O, Solmaz I, Gonul E (2008) Tumors of the lateral
ventricle : the factor affected the preference the surgical approach in patiens. Turkish
Neurosurgery 2008, 18 (4);345-355.
19. Ngo QN, Ranger A, Singh RN, Kornecki A, Seabrook JA, Fraser DD (2009) External
ventricular drains in pediatric patients. Pediatr Crit Care Med 10:346–351
20. Kulkarni AV (2009) External ventricular drains: common procedure, unanswered
questions. Pediatr Crit Care Med 10:412–413
21. Kitchen WJ, Singh N, Hulme S, Galea J, Patel HC, King AT (2011) External ventricular
drain infection : improved technique can reduce infection rates. Br J Neurosurg 25:632–
635
22. Lo CH, Spelman D, Bailey M, Cooper DJ, Rosenfeld JV, Brecknell JE (2007) External
ventricular drain infections are independent of drain duration: an argument against
elective revision. J Neurosurg 106:378–383
23. Park YG, Woo HJ, Kim E, Park J (2011) Accuracy and safety of bedside external
ventricular drain placement at two different cranial sites : Kocher’s point versus
forehead. J Kor Neurosurg Soc 50:317– 321
24. Kakarla UK, Kim LJ, Chang SW, Theodore N, Spetzler RF (2008) Safety and accuracy
of bedside external ventricular drain placement. Neurosurgery 63:ONS162–166;
discussion ONS166–167
25. Ji C, Ahn JG (2010) Multiple intracranial calcifications as a complication of external
ventricular drain placement. J Kor Neurosurg Soc 47:158–160
26. Prabhakar H, Ali Z, Rath GP, Bithal PK (2008) Tension pneumocephalus following
external ventricular drain insertion. J Anesth 22:326–327
42
27. Agrawal, A., Cincu, R., Timothy, J (2008) Current Concepts and Approach to
Ventriculitis. Infectious Diseases in Clinical Practice. 2008; 16(2): 100-104.
28. Wang KW, Chang WN, Shih TY, Huang Cr, Tsai NW, Chan CS et al (2004) Infection
of cerebrospinal fluid shunts: causative pathogens, clinical features, and outcomes. Jpn
J Infect Dis 2004;57:44-48
29. Weprin BE, Swift DM (2002) Complications of ventricular shunts. Tech Neurosurg
7:224–242
30. Paiva WS, Soares MS, Amorim RLO, Figueiredo EG, Pinto FCG, Teixeira MJ (2010)
Management of the ventriculoperitoneal shunt infections. Rev Panam Infectol
2010;12(3):43-47.
31. Schulz M, Buhrer C, Spors B, et al. Endoscopic neurosurgery in preterm and term
newborn infants – a feasibility report. Childs Nerv Syst. 2013;29:771–779.
32. Tabuchi S and Kadowaki M (2015) Neuroendoscopic surgery for ventriculitis and
hydrocephalus after shunt infection and malfunction: Preliminary report of a new
strategy. Asian J Endosc Surg. 2015 May; 8(2): 180–184
43