Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang Masalah


Kanker payudara pada wanita mempunyai angka kematian yang
tinggi di negara maju maupun negara berkembang serta menyebabkan
masalah kesehatan yang sangat penting 1. Di tahun 2008 data WHO
menyebutkan 480.000 orang meninggal akibat kanker payudara dan
merupakan penyebab kematian kelima di dunia. 1 Data dari American
Cancer Society tahun 2007 menyebutkan bahwa kanker payudara
menempati peringkat pertama keganasan terbanyak pada wanita di atas
kanker leher rahim dan juga penyebab utama kematian karena penyakit
keganasan pada wanita di dunia.1 Diperkirakan pada tahun 2006 di
Amerika, terdapat 212.920 kasus baru kanker payudara pada wanita dan
1.720 kasus baru pada pria, dengan 40.970 kasus kematian pada wanita
dan 460 kasus kematian pada pria (Anonim, 2006). Di Indonesia, berdasar
data system informasi rumah sakit tahun 2007 insidennya mencapai 8.227
kasus.1 Di Surabaya khususnya di RSU Dr. Soetomo didapatkan 386
kasus baru di tahun 2010 dan menempati peringkat kedua keganasan
terbanyak pada wanita setelah kanker leher rahim. 2 Sebanyak 40-80%
kasus di antaranya adalah Locally Advanced Breast Cancer yang
memerlukan neoadjuvant sebelum dilakukan tindakan operasi definitif.
Locally Advanced Breast Cancer (LABC) adalah istilah untuk
kanker payudara stadium lanjut nonmetastatik dan meliputi variasi klinis
yang luas. LABC tetap merupakan masalah yang sulit diatasi karena
sering mengalami kekambuhan dan bahkan kematian. LABC meliputi
tumor primer yang melekat ke kulit atau dinding dada, pembesaran
kelenjar getah bening aksila yang fixed atau mengenai kelenjar
supraklavikula, infraklavikula, atau mamaria interna, dan karsinoma
inflamatoar. Pasien dengan LABC sebaiknya diberikan terapi neoadjuvant

1
dengan kemoterapi untuk meningkatkan resektabilitas tumor dan pada
beberapa kasus dapat memungkinkan untuk dilakukannya Breast
Conserving Surgery (BCS). Setelah menjalani operasi, penanganan LABC
dapat dilanjutkan dengan terapi adjuvant berupa kemoterapi, radioterapi
untuk meminimalkan rekurensi lokal, targeting terapi, maupun hormonal
terapi untuk tumor dengan reseptor hormon yang positif. Prognosis dari
pasien dengan LABC sangat beragam bergantung dari kondisi tumor dan
terapi multimodal yang diberikan. 3
Akhir-akhir ini banyak dikembangkan terapi komplementer dari
terapi standar yang sudah baku untuk meningkatkan survival dan
prognosis dari pasien kanker payudara. Beberapa di antaranya adalah
dengan menggunakan vitamin C dosis tinggi, statin, dan metformin.
Metformin merupakan salah satu terapi komplementer yang banyak diteliti
karena harganya yang murah dan telah banyak dipakai untuk penanganan
diabetes tipe 2. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara dan
kanker lainnya.4,5 Diabetes dapat memicu karsinogenesis melalui
peningkatan insulin-like growth factors, adanya hormon seks-steroid,
hiperglikemi, dan inflamasi kronik.6,7 Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pemakaian metformin tidak hanya menurunkan resiko terjadinya
kanker, namun juga meningkatkan prognosis pada pasien yang telah
terkena kanker.8.9 Sebuah penelitian epidemiologi pada 2529 wanita
dengan kanker payudara menunjukkan hasil complete response patologi
pada terapi neoadjuvant sistemik pada pasien diabetes yang menerima
metformin (24%) dibanding pasien diabetes yang tidak menerima
metformin (8%) dan pasien non diabetes yang tidak menerima metformin
(16%)10
Metformin bekerja melalui efek langsung dan tidak langsung. Efek
langsung terjadi karena metformin menghambat sintesis protein melalui
jalur AMPK (Adenosin Monophosphate-activated Protein Kinase) yang
pada akhirnya akan menurunkan proliferasi / mitosis sel kanker.
Sedangkan efek tidak langsung terjadi karena metformin menurunkan

2
kadar gula darah melalui inhibisi glukoneogenesis hepar, meningkatkan
penyerapan glukosa dari darah, dan meningkatkan sensitifitas insulin
sehingga sel kanker yang notabene menyerap glukosa lebih banyak
dibanding sel normal akan dibuat “kelaparan” dan pada akhirnya akan
memicu apoptosis sel kanker.10
Ki67 merupakan pemeriksaan imunohistokimia yang banyak
dipakai untuk menilai indeks mitosis. Penelitian yang telah banyak
dilakukan dalam hal ini adalah pada kanker prostat, otak, payudara, dan
nephroblastoma. Untuk tumor – tumor tersebut, nilai prognostik survival
dan kekambuhan tumor telah banyak teruji pada analisis uni dan
multivariabel.11 Sementara untuk menilai indeks apoptosis dapat dipakai
pemeriksaan BCL-2, BAX ataupun TUNEL.
Pada penelitian kami akan dianalisa efek metformin sebagai terapi
komplementer terhadap respon terapi dan indeks mitosis pada pasien
Locally Advanced Breast Cancer yang menjalani kemoterapi neoadjuvant
baik pada pasien diabetes maupun pasien non diabetes.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan respon terapi dan indeks mitosis


antara pasien Locally Advanced Breast Cancer yang mendapat
kemoterapi neoadjuvant saja dengan yang mendapat kombinasi
kemoterapi dengan metformin.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum

3
Menganalisis perbedaan respon terapi dan indeks mitosis antara
pasien Locally Advanced Breast Cancer yang mendapat kemoterapi
neoadjuvant saja dengan yang mendapat kombinasi kemoterapi
dan metformin

1.3.2 Tujuan khusus


1. Menganalisis perbedaan respon terapi antara pasien Locally
Advanced Breast Cancer yang mendapat kemoterapi
neoadjuvant saja dengan yang mendapat kombinasi kemoterapi
dan metformin
2. Menganalisis perbedaan indeks mitosis antara pasien Locally
Advanced Breast Cancer yang mendapat kemoterapi
neoadjuvant saja dengan yang mendapat kombinasi kemoterapi
dan metformin

1.4. Manfaat Penelitian


1. Manfaat terhadap pengembangan ilmu / secara teoritis
Hasil penelitian diharapkan memperkaya pengetahuan mengenai
efek metformin pada proliferasi sel kanker payudara
2. Manfaat terhadap pelayanan kesehatan / secara klinis
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu penanganan kanker
payudara secara lebih komprehensif sehingga menghasilkan
survival rate yang lebih baik.
3. Manfaat terhadap penderita
Respon terhadap kemoterapi akan lebih baik sehingga outcome
setelah operasi dan prognosis juga akan ikut meningkat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2. 1 Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan keganasan tersering ke-2 di
Indonesia setelah kanker servik, namun menempati urutan pertama di
negara barat atau maju, dengan angka kematian yang tinggi, mencapai 40
ribu kasus pertahun di Amerika Serikat. Di Indonesia, angka pasti insiden
kanker payudara belum ada. Namun data International Agency for Cancer
Research dan World Health Organization (Cancer Mondial Globocan)
tahun 2002 menunjukkan insiden sebesar 26,1 per 100.000 perempuan 12,
sementara berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Ikatan
Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI), tahun 1998 di 13 rumah sakit di
Indonesia kanker servik menduduki peringkat pertama dari seluruh kasus
kanker sebesar 17,2% diikuti kanker payudara 12,2%. 13 Di Surabaya
khususnya di RSU Dr. Soetomo didapatkan 386 kasus baru di tahun 2010
dan menempati peringkat kedua keganasan terbanyak pada wanita
setelah kanker leher rahim.2

Klasifikasi stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM


14
system dari UICC/AJCC tahun 2002 adalah sebagai berikut :

T = ukuran tumor primer

Ukuran T secara klinis , radiologis dan mikroskopis adalah sama.

Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.

T0 : Tidak terdapat tumor primer.

Tis : Karsinoma in situ.

Catatan : Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai


dengan ukuran tumornya.

5
T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya < 2 cm

T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 – 5 cm

T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar > 5 cm.

T4 : Ukuran tumor berapapun dengan infiltrasi / ekstensi langsung ke


dinding dada atau kulit.

Catatan : Dinding dada adalah termasuk iga, otot interkostalis, dan


serratus anterior tapi tidak termasuk otot pektoralis.

T4a : Infiltrasi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis).

T4b : Infiltrasi ke kulit ( termasuk peau d'orange ), ulserasi, nodul satelit


pada kulit yang terbatas pada 1 payudara.

T4c : Infiltrasi ke dinding dada maupun kulit.

T4d : Mastitis karsinomatosa.

N = Kelenjar getah bening regional.

Klinis :

Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai

N0 : Tidak terdapat metastasis kgb.

N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.

N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi,

atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis* )

meskipun tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa

metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb

6
mamaria interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb aksila ;

atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau

tanpa metastasis pada kgb aksila / mamaria interna.

Catatan :

* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau


secara imaging (diluar limfoscintigrafi).

M : metastasis jauh.

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

Grup stadium :

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium I : T1* N0 M0

Stadium IIA : T0 N1 M0

T1* N1 M0

T2 N0 M0

Stadium IIB : T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stadium IIIA : T0 N2 M0

T1 N2 M0

7
T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stadium IIIB : T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stadium IIIC : TiapT N3 M0

Stadium IV : TiapT Tiap N M1

Catatan : * T1: termasuk T1 mic

2.2. Locally Advanced Breast Cancer

Locally Advanced Breast Cancer (LABC) adalah tumor yang besar


yang belum mengalami metastase jauh ketika pertama kali didiagnosa.
Yang termasuk kategori ini adalah :

1. Tumor dengan diameter lebih dari 5 cm (T3)

2. Ekstensi ke dinding dada (T4a)

3. Tumor yang menyebabkan edema payudara atau lengan, atau


ulserasi kulit payudara

4. Adanya satelit nodul pada kulit payudara yang sama (T4b)

5. Tumor dengan ukuran berapapun dengan kelenjar aksiler yang


fixed (N2) atau kelenjar getah bening mammary interna ipsilateral
(N3) yang diperkirakan mengandung sel kanker.

Kanker mama inflammatory (T4d) biasanya dimasukkan kategori


ini.15

8
Di negara maju LABC hanya berkisar sekitar 5% dari keseluruhan
kanker payudara sementara di negara berkembang berkisar sekitar 50%.
Di Indonesia, sebanyak 40-80% pasien datang dengan LABC. Perbedaan
yang jauh ini dapat disebabkan kesadaran masyarakat yang rendah,
akses ke fasilitas kesehatan yang terbatas dan ketersediaan mamografi.
LABC adalah grup yang sangat heterogen. Beberapa kanker tumbuh
lambat dan sering terabaikan sementara yang lain tumbuh cepat dan
agresif.15
Penanganan LABC memiliki dua tujuan utama yaitu kontrol
lokoregional dan eradikasi metastasis sistemik yang tersembunyi. LABC
memerlukan terapi multimodal berupa gabungan antara terapi
lokoregional dan terapi sistemik. Dalam sebuah penelitian didapatkan
hasil 50 – 70% pasien dengan LABC T3N1 atau T0-3N2 dan 30 – 50%
dengan LABC T4 atau N3 tetap bebas dari kanker selama 5 tahun setelah
terapi multimodal.16
Modalitas terapi yang dapat dipakai adalah :14
1. Pembedahan
Peran modalitas bedah pada LABC adalah terbatas. Pada beberapa
penelitian pemberian terapi neoadjuvant pada stadium ini perlu
dipertimbangkan. Secara umum jenis pembedahan yang dapat
dilakukan pada kanker payudara adalah mastektomi radikal, Modified
Radical Mastectomy, mastektomi simple dan BCS (Breast Conserving
Surgery)

2. Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi lokoregional dan pada umumnya
eksternal dengan Co60 ataupun terapi dengan sinar X. Radioterapi
dapat dilakukan sebagai neoadjuvant, adjuvant, maupun paliatif
3. Kemoterapi

9
Kemoterapi diberikan sebagai kombinasi. Kombinasi kemoterapi yang
telah menjadi standar adalah :
- CMF (Cyclophosphamide – Methotrexate – 5 Fluoro Uracil)
- CAF/CEF (Cyclophosphamide – Adriamycin / Epirubicin – 5 Fluoro
Uracil)
- T-A (Taxanes / Paclitaxel / Doxetacel – Adriamycin)
- Gapecitabine (Xeloda oral)
4. Terapi hormonal
Pemberian terapi hormonal terutama pada penderita kanker payudara
dengan reseptor hormonal (steroid receptor) yang positif terutama ER
(estrogen receptor) dan PR (progesteron receptor). Pemberian terapi
hormonal dapat bersifat additif maupun ablatif. Obat-obatan yang
dipergunakan sebagai terapi hormonal adalah Tamoxifen, Aromatase
inhibitor, dan GnRH.
5. Terapi biologis (terapi target molekul / terapi imunologi)
Pada umumnya terapi target molekul diberikan bersama kemoterapi.
Obat yang dipakai adalah Trastuzumab untuk kanker dengan ekspresi
Her2/Neu yang positif dan Bevacizumab untuk kanker dengan
ekspresi VEGF/R positif.
Ukuran tumor yang besar, derajat diferensiasi yang rendah, dan
status reseptor estrogen yang negatif sering dikaitkan dengan hasil yang
jelek.17

2.3. Kemoterapi Neoadjuvant Berbasis Anthracycline

Pemberian kemoterapi dapat dilakukan :14

- Neoadjuvant yang diberikan sebelum pembedahan sebanyak 3 siklus

- Adjuvat yang diberikan setelah pembedahan sebanyak 6 siklus

10
- Kemoterapi terapeutik diberikan pada Metastatic Breast Cancer dengan
tujuan paliatif tanpa menutup kemungkinan memperpanjang survival.
Kemoterapi ini diberikan sampai metastasis hilang atau terjadi
intoksikasi.

- Kemoterapi paliatif yang diberikan sebagai usaha paliatif untuk


memperbaiki kualitas hidup

- Metronomic chemotherapy (Cyclophosphamide) sebagai anti


angiogenesis.

Penggunaan kemoterapi neoadjuvant sebelum terapi definitif


sangat menguntungkan pada wanita dengan LABC karena induksi
kemoterapi dapat mengubah tumor yang inoperabel menjadi resektabel
dan meningkatkan kemungkinan Breast Conserving Therapy. Induksi
kemoterapi juga menjadi inisiasi awal terapi sistemik, penghantaran obat
melalui vaskuler yang intak, penilaian terhadap respon terapi secara in
vivo, dan kesempatan mempelajari efek biologis dari kemoterapi. Namun
penggunaan neoadjuvant juga akan menghilangkan penanda prognostik
seperti ukuran tumor awal dan kelenjar getah bening yang terlibat. 18

Anthracycline adalah obat antibiotik yang banyak dipakai sebagai


kemoterapi untuk penanganan kanker paru, ovarium, uterus, payudara,
leukemia, dan limfoma. Anthracycline merupakan derivat bakeri
Sterptomyces peucetius var. Caesius. Yang termasuk dalam golongan
Anthracycline adalah Daunorubicin, Doxorubicin/Adriamycin, Epirubicin,
Idarubicin, Valrubicin, dan Mitoxantron. Doxorubicin / Adriamycin dan
Epirubicin adalah obat yang paling banyak dipakai sebagai kombinasi
kemoterapi.19

Anthracycline memiliki empat mekanisme kerja :20

1. Menghambat sintesis DNA dan RNA sehingga mencegah replikasi sel


kanker yang tumbuh cepat.

11
2. Menghambat enzim topoisomerase II, mencegah istirahat supercoiled
DNA sehiingga mengeblok transkripsi dan replikasi DNA.

3. Menciptakan radikal bebas oksigen dengan mediasi zat besi yang


merusak DNA, protein,dan membran sel.

4. Menginduksi pengeluaran histone dari kromatin yang menderegulasi


respon terhadap kerusakan DAN, epigenome, dan transcriptome.

Kombinasi kemoterapi berbasis Anthracycline yang sering dipakai


adalah : 21

Tabel 1. Regimen kemoterapi untuk kanker payudara

Kemoterapi Regimen Dosis Frekue


nsi

TAC Docetaxel / Taxotere 75 mg/m2 iv 21 hari

Doxorubicin/Adriamyci 50 mg/m2 iv
n
500 mg/m2 iv
Cyclophosphamide

AC T

Konvensional Adriamycin 60 mg/m2 iv 21 hari

Cyclophosphamide 600 mg/m2 iv

diikuti Paclitaxel / Taxol 175 mg/m2 iv

Dose-dense Adriamycin 60 mg/m2 iv 14 hari

Cyclophosphamide 600 mg/m2 iv

diikuti Paclitaxel / Taxol 175 mg/m2 iv

Metronomic Adriamycin 20 mg/m2 iv 7 hari

12
Cyclophosphamide 50 mg/m2 po Tiap hari

diikuti Paclitaxel / Taxol 80 mg/m2 iv 7 hari

FEC 5-Fluorouracil / 5-FU 500 mg/m2 iv 21 hari

Epirubicin 100 mg/m2 iv

Cyclophosphamide 500 mg/m2 iv

FAC 5-Fluorouracil / 5-FU 600 mg/m2 iv 21 hari

Adriamycin 60 mg/m2 iv

Cyclophosphamide 600 mg/m2 iv

5-Fluorouracil / 5-FU 500 mg/m2 iv hr 1&8 28 hari

Adriamycin 30 mg/m2 iv hr 1&8

Cyclophosphamide 100 mg/m2 po hr 1-14

Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian anthracycline


adalah mual muntah, mukositis, alopecia, neutropenia, dan kardiotoksik.
Ulasan Early Breast Cancer Trialists’ Collaborative Group (EBCTCG)
mengungkapkan mortalitas karena efek kardiotoksik dari kemoterapi
berbasis Anthracycline sebesar 0,08% per tahun berbanding dengan
pasien yang diterapi dengan regimen non Anthracycline sebesar 0,06%
per tahun. Epirubicin sendiri memiliki efek kardiotoksik yang lebih rendah
daripada Doxorubicin.21 Oleh karena itu sebelum kemoterapi diberikan
obat-obatan premedikasi untuk mengurangi efek samping terutama mual
muntah antara lain berupa ondansetron 8 mg, deksametason 10-20 mg,
dan antihistamin.22

13
2.4. Terapi Komplementer

Complementary and Alternative Medicine (CAM) menurut definisi


dari NCCAM adalah sekelompok pengobatan atau produk kesehatan yang
saat ini belum dipertimbangkan sebagai bagian dari pengobatan
konvensional. Pengobatan atau terapi komplementer adalah pengobatan
yang digunakan bersamaan dengan pengobatan konvensional. Sebagai
contoh adalah penggunaan aroma terapi untuk mengurangi
ketidaknyamanan yang dirasakan pasien setelah operasi.Pengobatan
alternatif adalah pengobatan yang digunakan untuk menggantikan tempat
pengobatan tradisional. Sebagai contoh adalah diet khusus untuk pasien
kanker sebagai pengganti pengobatan konvensional seperti pembedahan,
radiasi, dan kemoterapi. 23

NCCAM mengelompokkan CAM ke dalam lima kategori : 23

1. Sistem pengobatan alternatif

Sistem pengobatan alternatif terbangun dari sistem teori dan


praktek yang sudah mapan. Sering sistem ini berkembang dari atau
sebelum pengobatan konvensional di Amerika. Sebagai contoh sistem
pengobatan alternatif yang bekembang di negara barat adalah
pengobatan homeopathic dan naturopathic. Contoh yang berkembang
di selain negara barat adalah pengobatan tradisional Cina dan
Ayurveda.

2. Teknik pikiran – tubuh

Pengobatan pikiran – tubuh menggunakan bermacam teknik untuk


meningkatkan kapasitas pikiran yang mempengaruhi fungsi tubuh dan
timbulnya gejala. Beberapa teknik yang dulunya dianggap CAM
sekarang telah menjadi tendensi. (sebagai contoh grup diskusi
penyokong pasien dan terapi kognitif – perilaku). Teknik pikiran – tubuh

14
yang lain yang masih dianggap CAM adalah meditasi, penyembuhan
mental, dan terapi yang menggunakan hal-hal kreatif seperti seni,
musik, atau tarian.

3. Terapi berbasis biologi

Terapi berbasis teknologi dalam CAM menggunakan zat yang


terkandung di alam seperti herbal, makanan, dan vitamin. Beberapa
contoh adalah suplemen diet, produk herbal, dan produk alami lainnya
yang belum terbukti secara ilmiah (sebagai contoh penggunaan tulang
hiu untuk terapi kanker). Beberapa suplemen diet telah diakui sebagai
terapi konvensional seperti asam folat yang terbukti mencegah cacat
bawaan tertentu, vitamin dan zinc yang memperlambat progresifitas
penyakit degeneratif makular mata yang terkait umur.

4. Metode manipulasi tubuh

Metode manipulasi tubuh dalam CAM berdasarkan manipulasi


dan/atau pergerakan satu atau beberapa bagian tubuh. Sebagai contoh
adalah manipulasi chiropractic atau osteopathic dan pemijatan

5. Terapi energi

Terapi energi terkait dengan penggunaan ruang energi. Ada dua


tipe yaitu :

a. Terapi biofield

Terapi biofield dimaksudkan untuk mempengaruhi ruang energi


yang mengelilingi dan memasuki tubuh manusia. Adanya hal
seperti itu belum terbukti secara ilmiah. Beberapa terapi energi
dengan memanipulasi ruang energi dengan menekan dan/atau
memanipulasi tubuh dengan meletakkan tangan pada atau melalui
ruang energi. Contohnya adalah qi gong, Reiki, dan Therapeutic
Touch

15
b. Terapi berbasis bioelektromagnetik

Terapi berbasis bioelektromagnetik melibatkan ruang


elektromagnetik seperti ruang impuls atau ruang magnetik.

2.5. Respon Terapi

WHO pertama kali mengeluarkan kriteria respon tumor pada tahun


1981. Konsep pengukuran yang diperkenalkan adalah dengan
menjumlahkan ukuran tumor bidimensional dan menentukan respon terapi
berdasarkan perubahan dibandingkan ukuran awal. Seiring dengan
berjalannya waktu, kriteria WHO ini mengalami “modifikasi” oleh banyak
pihak terutama perusahaan farmasi untuk mengakomodasi kepentingan
mereka sehingga menghasilkan beragam interprestasi yang berbeda.
Oleh karena itu dibentuklah kelompok kerja internasional untuk membuat
standar baru dan menyederhanakan kriteria respon terapi. Kriteria yang
baru dikenal dengan RECIST (Response Evaluation Criteria in Solid
Tumours) diperkenalkan tahun 2000 dan kemudian mengalami revisi. 24

Menurut kriteria WHO, ukuran total tumor ditentukan berdasarkan


pengukuran bidimensional yaitu dengan menjumlahkan dua ukuran
terpanjang yang tegak lurus dari semua tumor. Respon tumor dibagi
dalam empat kategori. Sedangkan RECIST mengevaluasi respon tumor
menggunakan pengukuran unidimensional berdasarkan diameter
terpanjang, jumlah lesi yang lebih sedikit, dan batasan respon tumor yang
berbeda.25

Respon evaluasi terapi menurut kriteria RECIST (Response


Evaluation Criteria In Solid Tumours) versi 1.1 tahun 2008 adalah sebagai
berikut24 :

1. Complete Response (CR) : semua tumor menghilang

16
2. Partial Response (PR) : tumor mengecil lebih dari 30% dan tidak
terdapat tumor baru

3. Progressive disease (PD) : tumor membesar lebih dari 20% atau


muncul tumor baru

4. Stable Disease (SD) : tumor mengecil kurang dari 30% atau membesar
tidak lebih dari 20%

2.6. Indeks Mitosis Ki67

Indeks mitosis adalah cara pengukuran proliferasi sel yang


didefinisikan sebagai rasio antara jumlah sel yang mengalami mitosis
dibanding jumlah total sel. Indeks mitosis adalah faktor prognostik penting
untuk memprediksi overall survival dan respon kemoterapi pada sebagian
besar kanker. 26

Berbagai cara telah diperkenalkan untuk menghitung proliferasi


sel, antara lain dengan pewarnaan imunohistokimia, estimasi fraksi sel
27
dalam fase S dengan flow cytometry, atau dengan thymidine atau BrdU.

Antigen Ki67 atau MKI67 adalah protein yang dikode oleh gen
MKI67 pada manusia yang berhubungan dengan proliferasi sel. Antigen ini
juga dihubungkan dengan transkripsi RNA ribosom. Inaktivasi antigen
28
Ki67 memicu inhibisi sintesis RNA ribosom. Protein Ki67 adalah
penanda untuk proliferasi sel. Selama interphase, antigen Ki67 dapat
terdeteksi dengan jelas dalam nukleus sel, sementara sebagian besar
protein lainnya berada pada permukaan kromosom pada saat mitosis.
Ki67 muncul pada semua fase aktif siklus sel (G1, S, G2, dan mitosis),
29
namun hilang pada saat sel beristirahat (G0).

Ki67 adalah salah satu pemeriksaan imunohistokimia yang banyak


dipakai untuk mencerminkan pertumbuhan sel (Gambar 1). Besarnya nilai

17
Ki67 sering dikorelasikan dengan perjalanan klinis kanker. Ki67 memiliki
potensi kegunaan untuk menilai prognosis, memprediksi respon atau
resistensi kemoterapi atau terapi endokrin, estimasi resiko kekambuhan,
dan penanda efektifitas terapi terutama terapi endokrin. 11

Gambar 1. Pengecatan Ki67 pada tumor otak dengan grading proliferasi tinggi

Pemeriksaan imunohistokimia juga dipakai untuk membagi kanker


payudara berdasarkan subtipe molekular intrinsik seperti yang tercantum
dalam konsensus St Gallen 2013 (Tabel 2)30

Tabel 2. Subtipe intrinsik kanker payudara

Subtipe intrinsik Definisi kliniko-patologi

Luminal A ER dan PgR (+)

HER2 (-)

Ki67 rendah (<14%)

Luminal B HER2 (-) ER (+)

HER2 (-)

Salah satu dari : - Ki67 tinggi ( > 14%)

- PgR (-) atau rendah

HER2 (+) ER (+)

18
HER2 (+)

Ki67 berapapun nilainya

PgR berapapun nilainya

Erb-B2 overexpression HER2 (+)


(HER2 type)
ER dan PgR (-)

Basal-like ER dan PgR (-)

HER2 (-)

2.7. Diabetes Mellitus

Diagnosis Diabetes Mellitus berdasarkan kriteria American


31
Diabetes Association adalah sebagai berikut :

1. A1C > 6,5%. Tes ini harus dilakukan di laboratorium yang sudah
terstandarisasi

2. Glukosa Darah Puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan tidak
adanya asupan kalori selama minimal 8 jam

3. Glukosa Darah Post Prandial > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) yang dikenal
dengan Tes Toleransi Glukosa Oral. Tes ini harus sesuai dengan
standar WHO yaitu dilakukan dengan asupan glukosa sebesar 75 gram
yang dilarutkan dalam air

4. Glukosa Darah Acak > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) pada pasien dengan
gejala klasik hiperglikemi atau krisis hiperglikemi

Body Mass Index (BMI) adalah penghitungan berat relatif


berdasarkan massa dan tinggi badan seseorang. Rumus penghitungan
32
BMI adalah sebagai berikut :

Massa (kg)

19
BMI = -----------------------

Tinggi (m) 2

Sedangkan status nutrisi berdasarkan penghitungan BMI seperti


tercantum dalam tabel …………. 32

Tabel 3. Status nutrisi berdasarkan BMI

Kategori BMI (kg/m2)

Very severely underweight < 15

Severely underweight 15,0 – 16,0

Underweight 16,0 – 18,5

Normal (healthy weight) 18,5 – 25

Overweight 25 – 30

Obese class I (moderately obese) 30 – 35

Obese class II (severely obese) 35 – 40

Obese class III (very severely obese) >40

Diabetes adalah salah satu faktor penyebab berkembangnya


berbagai macam kanker. Diabetes maupun obesitas sendiri meningkatkan
resiko terjadinya kanker sebesar 41%.8 Hubungan antara kanker dan
diabetes telah diteliti secara luas oleh berbagai penelitian meta analisis
yang menunjukkan bahwa diabetes (terutama tipe 2) meningkatkan resiko
terjadinya berbagai macam kanker secara bermakna (Tabel 1). 33

Tabel 4. Meta analisa insiden kanker dengan pasien diabetes

20
Diabetes atau lebih tepatnya hiperinsulinemia dapat memicu
karsinogenesis melalui peningkatan insulin-like growth Berbasis
Anthracyclinetors, hiperglikemi, dan inflamasi kronik. 6,7 Efek mitogenik dari
insulin memiliki mekanisme yang kompleks dan beragam. Insulin dapat
mengikat dan mengaktifkan reseptor Insulin-like Growth Berbasis
Anthracyclinetor-I (IGF-I) yang memiliki efek mitogenik. Insulin juga
menurunkan IGF-I Binding Protein (IGF BP1) sehingga meningkatkan
IGF-I bebas yang merupakan bentuk aktif faktor pertumbuhan sel. 34
Banyak sel kanker memiliki Insulin Receptor (IR) yang berlebih sehingga
memicu pertumbuhan sel kanker. 35 Kondisi metabolisme yang abnormal
pada pasien diabetes juga meningkatkan stres oksidatif dan
menyebabkan kondisi pro inflamasi yang permanen. Kondisi yang
berlangsung lama ini menurunkan kapasitas anti oksidan intraseluler
sehingga membuat sel yang rentan mengalami degenerasi malignant. 36

Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa jalur glikolisis pada


sel kanker dapat dirusak dengan diet ketogenik, yang menghasilkan efek
apoptosis yang besar pada sel kanker namun tanpa efek negatif pada sel

21
normal. Diet ketogenik mengurangi pertumbuhan sel kanker melalui
berbagai macam mekanisme antara lain37 :

1. Menurunkan substrat glukosa yang diperlukan dalam metabolisme sel


kanker. Kebanyakan sel kanker memiliki mitokondria yang tidak normal
dari segi jumlah dan fungsi. Hal itu mencegah pengolahan keton yang
memerlukan mitokondria yang fungsional untuk proses oksidasi.

2. Menurunkan insulin yang juga merupakan faktor pertumbuhan sel


kanker

3. Menurunkan inflamasi. Inflamasi dapat memicu pertumbuhan kanker


dengan mengubah komunikasi antar sel dan menghambat detoksifikasi
lokal. Metabolisme ketosis memiliki efek anti inflamasi yang signifikan.

4. Mengurangi kakeksia sekaligus menurunkan ukuran tumor

5. Menurunkan angiogenesis

6. Memicu apoptosis

7. Menekan onkogen p53 yang merupakan mutasi titik paling sering pada
kanker pada manusia. Lebih dari 50% tumor pada manusia mutasi titik
atau delesi pada gen p53. Diet ketogenik dapat menekan onkogen p53
pada percobaan pada binatang

8. Bekerja sinergis dengan kemoterapi dan/atau suplemen nutrisi

2.8. Metformin

Metformin adalah obat antidiabetes oral yang termasuk golongan


biguanide. Metformin adalah salah satu obat yang banyak dipakai untuk
penanganan diabetes tipe 2.38 Metformin bekerja dengan cara menekan
glukoneogenesis hepar, meningkatkan sensitifitas insulin, meningkatkan
penyerapan glukosa perifer, meningkatkan oksidasi asam lemak, dan

22
menurunkan absorpsi glukosa dari saluran cerna. 39 Metformin masuk ke
dalam sel dengan transport aktif oleh Organic Cation Transporters (OCT)
1, 2, dan 3 yang banyak terdapat pada beberapa organ seperti hati, otot,
dan ginjal. 40

Gambar 2. Organic Cation Transporter (OCT) yang berperan mengangkut Metformin ke


dalam sel.

Metformin memiliki bioavailabilitas oral sekitar 50-60% dalam


kondisi perut kosong, dan diserap secara perlahan. Kadar puncak dalam
plasma tercapai dalam waktu satu sampai tiga jam sediaan immediate-
release dan empat sampai delapan jam untuk sediaan extended-release.41

Efek samping yang sering dikeluhkan dari pengunaan metformin


adalah gejala gangguan saluran cerna antara lain diare (53,2% vs 11,7%
pada plasebo) dan mual muntah (25,5% vs 8,3% pada plasebo). 42 Gejala
ini bisa dikurangi dengan jalan memulai terapi dengan dosis rendah (1

23
sampai 1, 7 gr/hari) dan meningkatkan dosis secara bertahap. Metformin
merupakan obat diabetes yang paling jarang dilaporkan terjadi hipoglikemi
terutama jika digunakan sebagai monoterapi. Hal ini karena metformin
tidak mengganggu respon simpatomatik atau simpatoadrenal terhadap
hipoglikemi. Penelitian Fruehwald-Schultes dkk menyimpulkan kombinasi
metformin dan insulin justru menurunkan frekuensi kejadian hipoglikemi
pada pasien dengan diabetes tipe 2.43

Efek samping yang paling berbahaya adalah asidosis laktat (9 :


100.000 orang / tahun). Penyerapan laktat dikurangi oleh metformin
karena laktat adalah bahan untuk glukoneogenesis hepar yang prosesnya
dihambat oleh metformin. Pada orang yang normal, kelebihan laktat ini
tidak menjadi masalah. Namun pada orang dengan produksi asam laktat
berlebih, hal ini dapat menyebabkan asidosis laktat seperti pada
alkoholism, gagal jantung, penyakit paru, ginjal, dan hepar. 42

Metformin sebagai obat kanker telah banyak diteliti oleh berbagai


studi epidemiologi retrospektif. Penelitian observasional juga menunjukkan
penurunan insiden kanker dan kematian akibat kanker pada penderita
diabetes yang menerima dosis standar metformin (1500 – 2250 mg/hari)
seperti pada penelitian Evan dkk.44 Sebuah penelitian epidemiologi oleh
Jiralerspong dkk pada 2529 wanita dengan kanker payudara menunjukkan
hasil complete response patologi pada terapi neoadjuvant sistemik pada
pasien diabetes yang menerima metformin (24%) dibanding pasien
diabetes yang tidak menerima metformin (8%) dan pasien non diabetes
45
yang tidak menerima metformin (16%)

Pada penelitian prospektif pada tikus, metformin terbukti


menginduksi apoptosis pada sel kanker endometrium, glioma, dan kanker
payudara triple negative.46,47 Penelitian yang lain oleh Vasquez dkk pada
sel punca menunjukkan kombinasi metformin dan trastuzumab

24
mengurangi populasi sel pencetus kanker pada kanker payudara dengan
overactivity Her-2.48

Mekanisme anti kanker dari metformin (Gambar 2) dapat terjadi


karena efek langsung (insulin – independent) maupun tidak langsung
(insulin – dependent). Efek tidak langsung terjadi karena metformin
menurunkan kadar insulin dalam darah. Insulin memiliki efek mitogenik
dan prosurvival dan sel kanker sering memperlihatkan jumlah insulin
reseptor yang tinggi yang menunjukkan sensitifitas terhadap efek pemicu
pertumbuhan hormon insulin.49,50,51 Jadi metformin menghilangkan efek
negatif insulin terhadap pertumbuhan tumor. Metformin juga mengaktifkan
Adenosine Monophosphate-activated Protein Kinase (AMPK). AMPK akan
menurunkan glukoneogenesis hepar, meningkatkan penyerapan glukosa
dari darah, dan meningkatkan sensitifitas insulin yang pada akhirnya akan
menurunkan kadar gula darah dan memicu apoptosis sel kanker. 8,52

Gambar 3. Mekanisme anti kanker dari metformin melalui efek tidak langsung

Efek langsung dari metformin pada sel kanker terjadi karena


aktivasi AMPK oleh LKB1 (Liver Kinase B-1) dan reduksi efek mTOR
(mammalian Target of Rapamycin) terhadap sintesis protein pada sel
kanker.53 AMPK mempengaruhi mTOR melalui fosforilasi dan aktivasi
tumor suppressor Tuberous Sclerosis Complex 2 (TSC2, tuberin), yang
akan menurunkan aktivitas mTOR. 54 mTOR adalah kunci faktor
pertumbuhan dan nutrisi dan mediator penting jalur Phosphatidylinositol-3-
Kinase / Protein Kinase B / Akt (PI3K / PKB / Akt) yang berperan dalam

25
proliferasi sel kanker.55 Aktivasi metformin-mediated AMPK memicu inhibisi
sinyal mTOR, mereduksi fosforilasi Eukaryotic initiatin Berbasis
Anthracyclinetor 4E-Binding Protein (4E-BPs) dan ribosomal protein S6
Kinase (S6Ks), yang pada akhirnya menyebabkan inhibisi sintesis protein
dan proliferasi sel kanker.56,57,58,59

Gambar 4. Mekanisme anti kanker dari metformin melalui efek langsung

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual


Ca mama LABC

Metformin

26
Efek langsung Efek tidak langsung

AMPK Insulin darah

Glukoneogenesis
mTORC1

Sintesis protein Glukosa darah

Proliferasi sel Ca
Apoptosis sel Ca

Mitosis

Respon klinis

Operasi/ radiasi/ Keganasan pada Diabetes Mellitus


kemo sebelumnya organ lain (tipe 2)
Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 5. Kerangka konseptual penelitian

Penjelasan kerangka konseptual

Metformin mempengaruhi sel kanker melalui efek langsung dan


tidak langsung. Efek langsung terjadi karena metformin menghambat
sintesis protein melalui jalur AMPK (Adenosin Monophosphate-activated
Protein Kinase) yang pada akhirnya akan menurunkan proliferasi / mitosis
sel kanker. Sedangkan efek tidak langsung terjadi karena metformin
menurunkan kadar gula darah melalui inhibisi glukoneogenesis hepar dan

27
meningkatkan sensitifitas insulin sehingga menigkatkan apoptosis sel
kanker. Kedua hal ini akan mempengaruhi respon terapi sel kanker.

Pasien yang menderita penyakit jantung, stroke, ginjal dan liver


tidak diikutkan dalam penelitian karena mempertinggi resiko terjadinya
asidosis laktat yang merupakan efek samping pemberian metformin.
Terapi radiasi / kemo sebelumnya dan keganasan pada organ lain
merupakan kriteria eksklusi dalam penelitian ini. Pasien juga belum
pernah menjalani operasi kanker payudara sebelumnya (tumor residif).
Diabetes Mellitus mempengaruhi langsung indeks apoptosis dan karena
indeks apoptosis tidak dinilai dalam penelitian ini maka status diabetes
bukan merupakan krieria eksklusi

3.2. Hipotesis Penelitian

1. Respon terapi pasien Locally Advanced Breast Cancer yang mendapat


kombinasi kemoterapi berbasis anthracycline dan metformin lebih baik
daripada yang mendapat kemoterapi neoadjuvant berbasis
anthracycline saja
2. Indeks mitosis pasien Locally Advanced Breast Cancer yang mendapat
kombinasi kemoterapi berbasis anthracycline dan metformin lebih
rendah daripada yang mendapat kemoterapi neoadjuvant berbasis
anthracycline saja

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan penelitian

28
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh metformin sebagai
terapi komplementer untuk kemoterapi neoadjuvant pada Locally
Advanced Breast Cancer. Parameter yang dinilai adalah respon
terapi dan Ki67 untuk menilai indeks mitosis.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian


eksperimental dengan randomisasi

4.2. Sampling
4.2.1. Populasi
Populasi penelitian adalah pasien kanker payudara yang berobat
ke bagian Bedah RSU Dr Sutomo Surabaya selama bulan
November 2013 sampai Agustus tahun 2014.

4.2.2. Sampel
Sampel penelitian adalah pasien kanker payudara dengan LABC
yang berobat ke bagian Bedah RSU Dr Sutomo Surabaya selama
bulan November 2013 sampai Agustus tahun 2014 yang
memperoleh neoadjuvant kemoterapi beserta parafin blok dari sel
kanker.

4.2.3. Besar sampel


2 ( Zα/2 + Zβ )2 . σ2

n= -------------------------------

( µ 1 - µ 2 )2

Zα/2 = 1,96

Zβ = 0,84

µ1 = rata – rata indeks mitosis pada kelompok dengan


metformin

29
= 20,15 %

µ2 = rata – rata indeks mitosis pada kelompok tanpa metformin

= 23,56 %

σ = SD indeks mitosis pada kelompok tanpa metformin

= 3,86

n = besar sampel

= 20,09 ~ 21 pasien (untuk satu kelompok)

Jadi total besar sampel adalah 42 pasien 60

4.2.4. Pengambilan sampel


Sampel diambil dengan cara randomisasi berdasarkan kriteria
penelitian. Kemudian diperiksa ukuran tumor dan imunohistokimia
(Ki67) dari hasil biopsi insisi.

4.3. Kriteria penelitian


4.3.1. Kriteria Inklusi
1. Penderita kanker payudara dengan LABC
2. Penderita yang memperoleh kemoterapi neoadjuvant berbasis
anthracycline
3. Penderita wanita
4. Penderita dengan Karnofsky score di atas 70%, dimana
Penderita masih mengurus dirinya sendiri

4.3.2. Kriteria eksklusi


1. Didapatkan keganasan pada organ lain.

30
2. Penderita yang telah mendapat terapi radiasi atau kemoterapi
sebelumnya.

3. Penderita yang pernah menjalani operasi kanker payudara


sebelumnya (tumor residif)
4. Penderita yang belum menjalani biopsi insisi sebelum terapi.
5. Penderita yang telah mendapat terapi metformin sebelumnya
6. Penderita penyakit jantung, stroke, liver, dan ginjal karena
meningkatkan resiko terjadinya asidosis laktat.

4.4. Variabel penelitian


4.1.1. Variabel dependent :

1. Respon terapi

2. Indeks mitosis (Ki67)

4.1.2. Variabel independent :

1. Pemberian Metformin

4.5. Definisi operasional


N Alat
Variabel Definisi operasional Skala
o pengukuran

1. Locally 1.Tumor dengan - Nominal


Advanced diameter > 5 cm (T3)
Breast 2.Ekstensi ke dinding
Cancer dada (T4a)

3.Tumor yang
menyebabkan edema
payudara/lengan, atau

31

Inflamasi
ulserasi kulit payudara

4. Adanya satelit nodul


pada kulit payudara
yang sama (T4b)

5.Tumor dengan ukuran


berapapun dengan
kelenjar aksiler yang
fixed (N2) atau kelenjar
getah bening mammary
interna ipsilateral (N3)
yang diperkirakan
mengandung sel
kanker.
2. Kemoterapi Kemoterapi yang - Nominal
neoadjuvant diberikan sebelum
berbasis operasi dengan interval
anthracycline 3 minggu sebanyak 3
kali dengan salah satu
regimennya adalah
Adriamycin atau
Epirubicin

3. Respon Respon terapi menurut Klinis (kaliper Ordinal


terapi kriteria RECIST 2008. merek
Yang diukur adalah Rotring)
diameter terpanjang
tumor. Pengukuran
tumor dilakukan 4 kali
yaitu sebelum kemo 1,
2, 3, dan sebelum
operasi. Respon yang

32
diambil adalah respon
yang terbaik.

Respon terhadap
kemoterapi

1. Complete
Response (CR) :
semua tumor
menghilang

2. Partial Response
(PR) tumor mengecil
lebih dari 30% dan
tidak terdapat tumor
baru

3. Progressive disease
(PD) tumor
membesar lebih dari
20% atau muncul
tumor baru

4. Stable Disease
(SD) : tumor
mengecil kurang dari
30% atau membesar
tidak lebih dari 20%

4. Indeks Indeks mitosis diukur Imuno histo Ratio


mitosis dengan pemeriksaan kimia Ki67
imunohistokimia Ki67
dari biopsi (sebelum
perlakuan) dan sediaan

33
operasi (setelah
perlakuan). Jika tumor
belum operabel setelah
3 kali kemoterapi, maka
pasien akan menjalani
biopsi ulang untuk
pemeriksaan Ki67

5. Metformin Metformin diberikan - Nominal


sebagai terapi
komplementer dengan
dosis 2 x 500 mg sejak
pemberian kemoterapi
pertama sampai pasien
menjalani operasi

4.6. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr Soetomo Surabaya, mulai

34
bulan Mei 2013 sampai Oktober tahun 2014, dengan rencana jadwal
kegiatan sebagai berikut.
Kegiatan Mei Juni Nov Agust Sept Okt
2013 2013 2013 2014 2014 2014

Penelusuran
pustaka

Penyusunan
proposal

Pelaksanaan
penelitian

Analisa data

Penyusunan
karya akhir

4.7. Kerangka operasional


Pasien Ca mama LABC (T3,T4,N2,N3)

Ukuran tumor

Biopsi insisi cek IHC : Ki-67, ER, PR, HER-2 Neu

Ukur BB, TB, BMI

Cek lab termasuk GDP, G2jPP


35
Kemo I Kemo I + Metformin

Kemo II Kemo II + Metformin

Kemo III Kemo III + Metformin

Operasi

Ukuran tumor sebelum operasi

PA cek IHC ulang : Ki-67

Analisa data

Pelaporan

4.8. Tahap penelitian

4.8.1. Pengumpulan data


Data dikumpulkan dari pasien Ca mama dengan LABC yang
ditangani di POSA RSU Dr. Surabaya dan memenuhi kriteria penelitian.
Kemudian dilakukan pengukuran tumor dan Ki67 dari hasil biopsi. Pasien
akan dibagi menjadi dua grup dengan rincian grup pertama memperoleh
kemoterapi berbasis anthracycline dan grup kedua memperoleh
kemoterapi berbasis anthracycline dan metformin. Kemoterapi
neoadjuvant dilakukan selama 3 siklus sedangkan pemberian metformin
dengan dosis 2 x 500 mg dilakukan mulai pelaksanaan kemoterapi

36
pertama sampai menjelang waktu operasi. Penderita juga akan
memperoleh premedikasi sebelum kemoterapi sesuai standar di bagian
onkologi dan tablet Ondansetron 3 x 8 mg setelah kemoterapi untuk
meminimalisir efek samping. Pengukuran tumor untuk menilai respon
terapi dilakukan 4 kali yaitu sebelum kemoterapi 1, 2, 3, dan sebelum
operasi. Pemeriksaan Ki67 diambil dari biopsi sebelum kemoterapi dan
dari sediaan hasil operasi. Jika tumor belum operabel setelah 3 kali
kemoterapi, maka pasien akan menjalani biopsi ulang untuk pemeriksaan
Ki67. Data penelitian dikumpulkan dalam suatu formulir penelitian yang
telah disiapkan, kemudian dilakukan pengolahan dan dianalisis
menggunakan paket program statistik.

4.8.2. Pengolahan data


Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Koding : memberikan kode pada data yang didapat dari
pengumpulan data dalam formulir penelitian
2. Tabulating : melakukan tabulasi pada masing-masing data yang
dibutuhkan untuk mendiskripsikan hasil penelitian
3. Analisis statistik

4.8.3. Analisis data


Pengolahan data dilakukan menggunakan paket program statistik
dengan analisa deskriptif dengan tabulasi silang dan uji hipotesisnya
dengan uji Mann Whitney untuk respon terapi dan uji t 2 sampel untuk
indeks mitosis.

4.9. Biaya Penelitian

1. Alat tulis Rp. 500.000,-

2. Biaya penelusuran kepustakaan Rp. 500.000,-

3. Penyusunan proposal dan hasil penelitian Rp. 1.500.000,-

4. Biaya Konsultaksi statistik Rp. 1.000.000,-

37
5. Biaya tak terduga Rp. 500.000,-

------------------------

Total Rp 4.000.000,-

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA

5.1. Sampel penelitian

38
Penelitian dilakukan pada 42 pasien kanker payudara dengan LABC
yang berobat ke bagian Bedah RSU Dr Sutomo Surabaya selama bulan
November 2013 sampai Agustus tahun 2014 yang memperoleh
neoadjuvant kemoterapi berbasis Anthracyclin. Data penelitian yang
diperoleh meliputi respon terapi, indeks mitosis, jenis sel kanker, subtipe
biologi intrinsik sel kanker, status komorbid pasien berupa Diabetes
Mellitus dan status nutrisi pasien. Sampel penelitian berjumlah 42 orang
yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama hanya
memperoleh kemoterapi sedangkan kelompok kedua memperoleh
kemoterapi dan Metformin.

5.2. Karakteristik sampel

Karakteristik sampel dalam penelitian ini meliputi umur, status nutrisi


pasien, apakah pasien menderita diabetes mellitus ataukah tidak, jenis sel
kanker, dan subtipe biologi intrinsik sel kanker, Karakteristik sampel
tercantum dalam tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Karakteristik sampel

No Kategori Uraian Non Metformi Total


Metformi n
n

1. Umur 21-30 tahun 1 - 1 (2,4%)

31-40 tahun 1 1 2 (4,8%)

41-50 tahun 12 9 21 (50%)

51- 60 tahun 6 9 15(35,7%)

>61 tahun 1 2 3 (7,1%)

2. Status Underweight 1 3 4 (9,5%)

39
nutrisi Normal 11 10 21 (50%)

Overweight 5 8 13 (31%)

Obese 4 - 4 (9,5%)

3. Penyakit Non diabetes 19 15 34 (81%)


Diabetes
Diabetes Mellitus 2 6 8 (19%)
Mellitus

4. Jenis sel Infiltrating Ductal 13 14 27 (64,3%)


kanker Ca

Infiltrating
1 2 3 (7,1%)
Lobular Ca

Invasive Lobular
Ca 2 1 3 (7,1%)

Invasive Ca NOS 5 4 9 (21,4%)

5. Subtipe Luminal A - - -
biologi
Luminal B Her-2 (-) 10 10 20 (47,6)
intrinsik
sel kanker Luminal B Her-2(+) 5 4 9 (21,4%)

Her-2 type
3 1 4 (9,5%)
Basal like
3 6 9 (21,4%)

Dari tabel di atas terlihat bahwa pasien kanker payudara dengan


LABC terbanyak berada pada kelompok umur 41 – 50 tahun sebanyak 21
orang (50%) dan kelompok umur 51 – 60 tahun sebanyak 15 orang
(35,7%) dengan rerata umur 49,6 tahun. Pada sampel kami, penderita
termuda berumur 29 tahun dan yang paling tua berumur 64 tahun. Ditinjau
dari status nutrisi, sebanyak 4 orang (9,5%) penderita memiliki status

40
underweight, 21 orang (50%) penderita memiliki status nutrisi yang
normal, sedangkan 13 orang (31%) penderita memiliki status overweight
dan 4 orang (9,5%) penderita menderita obesitas. Status komorbid berupa
Diabetes Mellitus hanya dimiliki 8 pasien (19%) sedangkan 34 orang
sisanya (81%) tidak menderita Diabetes Mellitus.

Jenis patologi sel kanker terbanyak adalah Infiltrating Ductal


Carcinoma sebanyak 27 penderita (64,3%), disusul Infiltrating Carcinoma
NOS sebanyak 9 penderita (21,4%), Infiltrating Lobular Carcinoma dan
Invasive Lobular Carcinoma masing - masing sebanyak 3 penderita
(7,1%). Distribusi sel kanker berdasarkan subtipe biologi intrinsik dari hasil
pemeriksaan imunohistokimia adalah Luminal A sebanyak 0%, Luminal B
dengan Her2 (-) sebanyak 20 orang (47,6%), Luminal B dengan Her2 (+)
sebanyak 9 orang (21,4%), Her2 type sebanyak 4 orang (9,5%), dan
Basal like sebanyak 9 orang (21,4%).

5.3. Pengaruh Metformin terhadap Respon Terapi

Hasil penelitian pengaruh Metformin terhadap respon terapi


tercantum dalam tabel 6

Tabel 6. Pengaruh Metformin terhadap respon terapi

41
Respon terapi Total

PR SD

Non Metformin 4 (19%) 17 (81%) 21 (100%)

Metformin 8 (38,1%) 13 (61,9%) 21 (100%)

Total 12 (28,6%) 30 (71,4%) 42 (100%)

Chi-Square test

Value Asymp. Sig (2-sided)

Continuity Correction 1,050 0,306

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kelompok yang tidak mendapat
Metformin sebanyak 4 pasien (19%) mengalami partial respon dan 17
pasien (81%) mengalami stable disease. Pada kelompok yang
memperoleh Metformin sebanyak 8 pasien (38,1%) mengalami partial
respon dan 13 pasien (61,9%) mengalami stable disease. Namun dari
hasil penghitungan secara statistik didapatkan p = 0,306 (p > 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa respon terapi pasien Locally
Advanced Breast Cancer yang mendapat kombinasi kemoterapi berbasis
anthracycline dan metformin tidak berbeda bermakna dengan yang
mendapat kemoterapi neoadjuvant berbasis anthracycline saja

5.4.Pengaruh Metformin terhadap Indeks Mitosis

Hasil penelitian pengaruh Metformin terhadap perubahan indeks


mitosis tercantum dalam tabel 7

Tabel 7. Pengaruh Metformin terhadap perubahan indeks mitosis

Kelompok 1-5 % 6-10% 11-15% Total

Non metformin 7 (33,3%) 11 (52,4%) 3 (14,3%) 21 (100%)

42
Metformin 6 (28,6%) 12 (57,1%) 3 (14,3%) 21 (100%)

Total 13 (30,9%) 23 (54,8%) 6 (14,3%) 42 (100%)


Independent Samples test ( t-test for equality of means )

t dF Sig (2- Mean Std Error 95% confidence


tailed) difference Difference Lower Upper

∆ Ki67 -,275 40 0,785 -.23810 .96609 -1,98853 1,51234


equal
variances
assumed

Dari tabel di atas terlihat pada kelompok yang tidak mendapat


Metformin didapatkan hasil perubahan indeks mitosis sebesar 1-5% pada
7 (33,3%) pasien, 6-10% pada 11 (52,4%) pasien, dan 11-15% pada 3
(14,3%) pasien. Sedangkan pada kelompok yang mendapat Metformin
didapatkan hasil perubahan indeks mitosis sebesar 1-5% pada 6 (28,6%)
pasien, 6-10% pada 12 (57,1%) pasien, dan 11-15% pada 3 (14,3%)
pasien. Dari hasil penghitungan secara statistik didapatkan p = 0,785 (p >
0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan indeks mitosis pada
pasien Locally Advanced Breast Cancer yang mendapat kombinasi
kemoterapi berbasis anthracycline dan metformin tidak berbeda bermakna
dengan yang mendapat kemoterapi neoadjuvant berbasis anthracycline
saja

VI. PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik sampel

Pasien kanker payudara dengan LABC yang menjadi sampel


penelitian kami memiliki rerata umur 49,6 tahun dengan kelompok umur
terbanyak berada pada kelompok 41-50 tahun (50%). Pada sampel kami,
penderita termuda berumur 29 tahun dan yang paling tua berumur 64

43
tahun. Ditinjau dari status nutrisi, sebanyak 50% penderita memiliki status
nutrisi yang normal. Sedangkan 40,5% penderita memiliki status nutrisi di
atas normal dengan rincian 31% penderita memiliki status nutrisi
overweight dan 9,5% penderita menderita obesitas. Status nutrisi ini dinilai
dari penghitungan Body Mass Index (BMI) dan dikelompokkan
berdasarkan kriteria WHO. Status komorbid berupa Diabetes Mellitus
hanya dimiliki 8 pasien (19%). Status Diabetes ini ditentukan berdasarkan
kriteria American Diabetes Association dan riwayat penyakit pasien
sebelumnya.

Jenis patologi sel kanker terbanyak adalah Infiltrating Ductal


Carcinoma sebanyak 64,3%. Distribusi sel kanker berdasarkan subtipe
biologi intrinsik dari hasil pemeriksaan imunohistokimia adalah Luminal A
sebanyak 0%, Luminal B dengan Her2 (-) sebanyak 47,6%, Luminal B
dengan Her2 (+) sebanyak 21,4%, Her2 type sebanyak 9,5%, dan Basal
like sebanyak 21,4%. Pengelompokan sel kanker ini berdasarkan kriteria
St Gallen 2013. Dari hasil di atas terlihat bahwa sebanyak 30,9% pasien
memiliki Her2 yang positif, baik berasal dari kelompok Luminal dengan
Her2 (+) maupun dari kelompok Her2 type.

6.2. Pengaruh Metformin terhadap Respon Terapi

Dari hasil penelitian terlihat bahwa pada kelompok yang tidak


mendapat Metformin sebanyak 4 pasien (19%) mengalami partial respon
dan 17 pasien (81%) mengalami stable disease. Pada kelompok yang
memperoleh Metformin sebanyak 8 pasien (38,1%) mengalami partial
respon dan 13 pasien (61,9%) mengalami stable disease. Jadi pasien
yang memperoleh Metformin yang mengalami partial respon berjumlah

44
dua kali lipat dibanding yang tidak memperoleh Metformin (delapan pasien
dibanding empat pasien). Namun dari hasil penghitungan secara statistik
didapatkan p = 0,306 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
respon terapi pasien Locally Advanced Breast Cancer yang mendapat
kombinasi kemoterapi berbasis anthracycline dan metformin tidak berbeda
bermakna dengan yang mendapat kemoterapi neoadjuvant berbasis
anthracycline saja.

Penelitian epidemiologi oleh Jiralerspong dkk pada 2529 wanita


dengan kanker payudara menunjukkan hasil complete response patologi
pada terapi neoadjuvant sistemik pada pasien diabetes yang menerima
metformin (24%) dibanding pasien diabetes yang tidak menerima
metformin (8%) dan pasien non diabetes yang tidak menerima metformin
45
(16%) . Jadi sampel penderita dari penelitian Jiralerspong ini dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok diabetes yang menerima
metformin, kelompok diabetes yang tidak menerima metformin, dan
kelompok non diabetes yang tidak menerima metformin. Sedangkan pada
penelitian kami, sampel penderita tidak kami bedakan berdasarkan status
penyakit diabetes penderita.

Jika melihat mekanisme kerja metformin, obat ini mempengaruhi


sel kanker melalui efek tidak langsung (insulin dependent) dan melalui
efek langsung (insulin independent). Efek tidak langsung metformin hanya
bisa didapatkan pada penderita Diabetes tipe 2 dimana pada penderita ini
didapatkan kadar insulin yang tinggi dalam darah sehingga insulin dapat
bekerja secara efektif mempengaruhi apoptosis sel kanker. Sedangkan
efek langsung metformin yang mempengaruhi proliferasi sel kanker bisa
didapatkan pada semua pasien tanpa memandang status komorbid
diabetes. Jadi respon terapi pada pasien yang memperoleh metformin
akan lebih nampak jelas pada pasien Diabetes tipe 2 karena pasien –
pasien ini memperoleh efek ganda dari metformin yaitu melalui efek
langsung dan tidak langsung. Sedangkan pada penelitian kami tidak

45
dibedakan mengenai status diabetes penderita sehingga hasil yang
didapatkan kurang optimal. Pada penelitian kami hanya 8 pasien (19%)
yang menderita diabetes dengan tipe diabetes yang belum diketahui.

6.3. Pengaruh Metformin terhadap Indeks Mitosis

Dari hasil penelitian terlihat pada kelompok yang tidak mendapat


Metformin didapatkan hasil perubahan indeks mitosis sebesar 1-5% pada
7 (33,3%) pasien, 6-10% pada 11 (52,4%) pasien, dan 11-15% pada 3
(14,3%) pasien. Sedangkan pada kelompok yang mendapat Metformin
didapatkan hasil perubahan indeks mitosis sebesar 1-5% pada 6 (28,6%)
pasien, 6-10% pada 12 (57,1%) pasien, dan 11-15% pada 3 (14,3%)
pasien. Dari data tersebut terlihat bahwa perubahan indeks mitosis antara
kelompok yang tidak mendapat Metformin dan kelompok yang mendapat
Metformin tidak berbeda jauh pada semua kategori. Dari hasil
penghitungan secara statistik didapatkan p = 0,785 (p > 0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa perubahan indeks mitosis pada pasien Locally
Advanced Breast Cancer yang mendapat kombinasi kemoterapi berbasis
anthracycline dan metformin tidak berbeda bermakna dengan yang
mendapat kemoterapi neoadjuvant berbasis anthracycline saja.

Bonani et al dari hasil penelitiannya juga memperoleh kesimpulan


bahwa pemberian metformin sebelum operasi tidak signifikan
mempengaruhi Ki67 secara keseluruhan, namun metformin memiliki efek
yang berbeda tergantung tingkat resistensi insulin. Mereka menemukan
penurunan proliferasi nonsignifikan sebesar 10,5% pada wanita dengan
HOMA (Homeostasis Model Assessment) indeks > 2,8 dan peningkatan
proliferasi nonsignifikan sebesar 11,1% pada wanita tanpa resistensi
insulin (HOMA < 2,8). 61

Jadi untuk memperoleh hasil Ki67 yang signifikan, diperlukan


pemeriksaan kadar insulin melalui HOMA indeks, C-peptide, maupun

46
pemeriksaan insulin yang lain dimana pada penelitian kami hal tersebut
tidak dilakukan. Jarak waktu antara kemoterapi terakhir dengan pasien
masuk rumah sakit juga turut mempengaruhi hasil Ki67 post operasi.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Tidak ada perbedaan respon terapi pasien Locally Advanced Breast


Cancer yang mendapat kombinasi kemoterapi berbasis anthracycline
dan metformin dengan yang mendapat kemoterapi neoadjuvant
berbasis anthracycline saja.

47
2. Tidak ada perbedaan perubahan indeks mitosis pada pasien Locally
Advanced Breast Cancer yang mendapat kombinasi kemoterapi
berbasis anthracycline dan metformin dengan yang mendapat
kemoterapi neoadjuvant berbasis anthracycline saja.

7.2. Saran

1. Dilakukan penelitian lain yang lebih komprehensif dengan kriteria


penelitian yang ketat khususnya mengenai status komorbid diabetes
penderita

2. Perlunya pengaturan pasien MRS sehingga waktu yang diperlukan


antara kemoterapi dan pasien MRS lebih seragam.

48

Anda mungkin juga menyukai