Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK RADIOGRAFI 4

TEKNIK PEMERIKSAAN CAUDOGRAPHY


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Radiografi 4 Semester IV
Dosen Pengampu : Emi Murniati, S.ST, M.Kes

Disusun Oleh :
DAMARA MARELL FERDYANSYAH
2B/P1337430118045

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI SEMARANG
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan rahmat

serta hidayah-Nya, sehingga berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan

Teknik Radiografi 4 dengan judul “Teknik Pemeriksaan Caudography” tanpa ada

halangan yang berarti dan selesai tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

Ibu Emi Murniati, S.ST, M.Kes selaku dosen mata kuliah Teknik Radiografi 4, serta teman-

teman jurusan yang telah membantu dan memberi dukungan sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Terima kasih saya sampaikan kepada kerabat penulis yang senantiasa memberi

dukungan dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa

meridhai segala usaha kita. Aamiin

Rembang, 19 April 2020

DAMARA MARELL FERDYANSYAH

NIM. P1337430118045

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………..……………………………………………………………….


KATA PENGANTAR ………..……………………………………………………………2
DAFTAR ISI ………..………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………...…4
A. TUJUAN PELAKSANAAN …………………………………………………….5
B. DASAR TEORI YANG RELEVAN …………………………………………….5
BAB II PELAKSANAAN PRAKTEK ……………………………………………………10
A. INDIKASI & KONTRAINDIKASI ...…………………………………………10
B. PERSIAPAN PASIEN …………………………………………………………10
C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN …………………………………………..11
D. PROSEDUR RADIOGRAFI …………………………………………………12
BAB III PEMBAHASAN …………………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN PELAKSANAAN
1. Untuk memperlihatkan penekanan syaraf tulang belakang yang disebabkan oleh sendi
herniasi fragmen-fragmen tulang atau tumor, yang disebabkan dari luka traumatic.
2. Untuk mengidentifikasi penyempitan tulang sub arachnoid dengan mengevaluasi pola
aliran dinamik LCS (Liquor Caudo Spinalis).
B. DASAR TEORI YANG RELEVAN
1. PENGERTIAN CAUDOGRAPHY
Caudografi atau Radiculografi adalah pemeriksaan radiografi dari Caudo Equina dan
serabut saraf lumbal dan sacral dengan pemasukan kontras media positif ke dalam
ruang subarachnoid secara punksi lumbal dengan di bawah control fluoroscopy.
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi dan Fisiologi (Evelyn C. Pearce, 2006) :
a. Columna Vertebralis
Columna Vertebralis atau disebut dengan tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang
belakang.
Di antara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang
rawan atau diskus. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa
mencapai 57 cm sampai 67 cm. Columna vertebralis dikelompokkan dan dinamai
sesuai dengan daerah yang ditempatinya. Tujuh ruas columna vertebralis cervicalis
atau ruas tulang bagian leher membentuk bagian tengkuk. Dua belas vertebra
torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang thorax atau dada.
Lima columna vertebralis lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah
lumbal atau pinggang. Lima vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang
membentuk sakrum atau tulang kelangkang. Empat vertebra coccygeus atau ruas
tulang tungging. Pada tulang leher, punggung, dan pinggang ruas-ruasnya tetap
terlihat jelas terpisah dan columna vertebralis membentuk pusat sumbu kerangka
tubuh tepatnya medial sagital plane.

4
 Fungsi Columna Vertebralis adalah :
1) Sebagai pendukung tubuh dengan perantara yang berbentuk cakram
intervertebralis dan lengkungan dimana memungkinkan untuk membengkok
tanpa patah.
2) Sebagai penyearah getaran dimana tubuh batang otak dan sumsum tulang
belakang terlindungi dari getaran atau goncangan.
3) Menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan memberi kaitan pada iga serta
memberikan tapal batas posterior yang kokoh untuk rongga badan.
4) Memikul berat badan
Columna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh dan
sekaligus bekerja sebagai penyangga dengan tulang rawan cakram
intervetebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan
memungkinkan membungkuk tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk
menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti
waktu berlari dan melompat. Columna vertebralis juga memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan membentuk tapal batas
posterior yang kokoh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada
tulang iga.
b. Medula Spinalis

Gambar. 1 Medula Spinalis

5
Medulla spinalis adalah bagian dari sistem saraf pusat yang bermula pada medulla
oblongata menjulur ke arah caudal melalui foramen magnum dan berakhir di antara
vertebrae lumbalis satu dan lumbalis dua, kemudian meruncing sebagai conus
medularis. Canalis columna vertebralis mempunyai bentuk menyerupai segitiga,
relative membesar pada cervical dan mengecil pada daerah thoracal. Penyebabnya
adalah pada daerah columna vertebralis cervicalis terdapat syaraf-syaraf untuk
tungkai atas dan di daerah lumbal terdapat persyarafan untuk tungkai bawah.
Medula spinalis dikelilingi oleh beberapa membran seperti : piameter, arachnoid,
dan durameter.
Piameter adalah lapisan yang paling dalam dan merupakan serabut halus,
lapisannya lebih tebal dan kasar dibandingkan dengan lapisan otak manusia.
Arachnoid adalah lapisan bagian tengah berupa serabut-serabut halus yang mampu
memisahkan piameter dengan durameter. Durameter adalah lapisan terluar yang
berupa serabut kasar dengan bentuk menyerupai tabung yang didalamnya terdapat
radiks anterior dan posterior serat syaraf-syaraf spinalis yang keluar melalui canalis
intervertebralis.
Di antara membran terdapat ruangan yang memisahkan keduanya seperti ruang
sub arachnoid yang yang memisahkan piameter dan arachnois sedangkan sub dural
memisahkan antara arachnoid dan durameter.
 Fungsi Medulla Spinalis adalah :
1) Mengadakan interaksi antara otak dengan seluruh bagian tubuh
2) Sebagai pusat gerak pada otot seluruh tubuh
3) Mengantarkan rangsangan dari otot dan sendi ke cerebral
4) Menghubungkan antara segmen dan medulla spinalis
5) Pusat reflex spinal
c. Cairan Cerebro Spinal (Liquor Cerebro Spinal)
Hasil sekresi plexus choroid pada otak bersifat alkali bening mirip plasma,
tekanannya 60-140 ml, air bekerja sebagai buffer, melindungi otak dan tulang
belakang, mengantarkan makanan menuju jaringan sistem syaraf pusat.
Fungsi cairan cerebro spinalis adalah untuk menjaga kelembapan dalam otak
dan medulla spinalis, selain itu untuk melindungi medulla spinalis dan otak dari
tekanan, dan sebagai pelumas medulla spinalis dan otak.

6
d. Cauda Equina
Cauda Equina adalah serabut syaraf spinalis yang berbentuk seperti ekor kuda yang
terletak di ujung medula spinalis serta biasanya ada di sekitar lumbal I sampai
sacrum I.
3. PATOFISIOLOGI
a. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Hernia nukleus pulposus adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan discus
intervertebralis ke arah posterior atau lateral yang dapat menimbulkan penekanan
atau penyempitan radiks syaraf-syaraf, penekanan medula spinal serta
menimbulkan gejala-gejala neurologis. (Sjahriar Rasad, 2005)
b. Tumor
Tumor-Tumor spinal menurut lokalisasinya di bagi atas :
1) Tumor Ekstradural
Lesi yang mengelilingi dural sac seperti suatu manset dan menimbulkan
penyempitan yang konsentris terhadap kontras sekeliling medula spinal. Lesi
asimetris atau lesi lateralis akan menimbulkan pelebaran jarak antara medula
spinal dengan pedikel. (Sjahriar Rasad, 2005)
2) Tumor Intradural
a) Tumor Intradural intramedular
Dural sac berbentuk oval dengan diameter anteroposterior-nya yang lebih
kecil, sehingga pada lesi yang lebih kecil ruang subaracnoid pada posisi
anteroposterior yang lebih dulu menyempit. Pada lesi yang lebih besar
terjadi pelebaran medula spinalis sehingga menimbulkan penyempitan
ruang subaracnoid secara keseluruhan. (Sjahriar Rasad, 2005)
b) Tumor Intradural ekstramedular
Lesi ini memberikan filling defect yang jelas dan berbatas tegas didalam
dural sac. Tampak penekanan dan pendesakan spinal cord jika lesi cukup
besar. Pada lesi dibawah konus medularis, maka radiks akan terdesak.
(Sjahriar Rasad, 2005)

7
c. Arachnoiditis
Istilah arachnoiditis sebenarnya kurang tepat, karena tidak adanya pembuluh darah
pada arachnoid yang memungkinkan terjadinya statuitis (radang). (Sjahriar Rasad,
2005)
Ada beberapa tipe yang di kenal yaitu :
1) Pure Arachnoiditis, yakni penyebab yang sering adalah pemberian obat-obatan
secara suntikan.kebanyakan terdapat di daerah thoracal. Pada myelogram akan
tampak kontras pecah-pecah oleh karena adhesi arachnoid, berbentuk seperti
stalagtid, stalagmid, dan kantung-kantung. (Sjahriar Rasad, 2005)
2) Concoinitant arachnoiditis, yakni gangguan ini merupakan komplikasi
kelainan-kelainan terdahulu di daerah tersebut seperti akibat operasi spinal,
fraktur vertebrae. (Sjahriar Rasad, 2005)
d. Paralise (Kelumpuhan tungkai bawah)
Kelumpuhan tungkai adalah keluhan yang biasa ditemui pada kasus gangguan
neuromuskular1. Guillain-Barre syndrome (GBS) merupakan penyebab utama
nontraumatic, non-stroke paralisis flaksid akut di negara-negara Barat , dengan
angka kejadian 0,75-2,0 kasus per 100.000 orang1. Myasthenia gravis (MG) adalah
penyebab paling umum transmisi penyakit neuromuskuler, dengan prevalensi
sebesar 14,2 kasus per 100.000 orang1. Botulisme terjadi lebih jarang, di AS yang
dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dari tahun 1973
sampai 1996. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus West Nile juga dapat
menyebabkan paralisis flaksid1. Penyebab paralisis flaksid akut lainnya termasuk
poliomyelitis paralitik dan myelitis transversal. Etiologi yang jarang terjadi berupa
neuritis traumatis, ensefalitis, meningitis dan tumor .
e. Kista miningen dan radik
Kista ini adalah jenis kista di otak yang paling sering terjadi. Kista ini terbentuk
sebagai kelainan bawaan (kongenital), yang berupa suatu kantong atau balon yang
berdinding tipis dan terisi oleh cairan otak. Sebagian dari kista arachnoid tidak
pernah menunjukkan gejala, bahkan hingga yang bersangkutan dewasa atau tua.
Pada sebagian lagi menunjukkan gejala sesuai dengan lokasi dan bagian otak yang
terkena.

8
Gejala berikut yang dapat muncul antara lain:
1) Nyeri kepala
2) Mual muntah
3) Mengantuk
4) Kejang
5) Bentuk kepala yang tidak proporsional
6) Gangguan tumbuh kembang
7) Hidrosefalus akibat pembuntuan aliran cairan otak
8) Gangguan penglihatan

9
BAB II
PELAKSANAAN PRAKTEK

A. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


1) INDIKASI
Kelainan klinis yang sering dijumpai pada pemeriksaan caudography. (Glenda J.
Bryan, 1974).
a. Kelainan di daerah Cauda Equina
b. Adanya massa/tumor di sekitar sub arachnoid
c. Paralise (Kelumpuhan tungkai bawah)
d. Kista miningen dan radik
e. Arachnoiditis dan Meningitis
f. HNP (Hernia Nukleo Purpose)
g. Spondilosis
h. Kelainan-kelainan congenital
2. KONTRAINDIKASI
Di samping ada indikasi yang dijumpai saat pemeriksaan berlangsung terdapat juga
kontraindikasi yang terjadi saat pemeriksaan caudography. (Glenda J. Bryan, 1974).
a. Hipertensi
b. KU jelek
c. Alergi bahan kontras
d. Peradangan pada daerah lumbal punksi
B. PERSIAPAN PASIEN (Glenda J. Bryan, 1974)
Dalam beberapa pemeriksaan radiologi yang menggunakan bahan kontras, biasanya
pasien di minta untuk melakukan beberapa persiapan. untuk pemeriksaan Caudografi,
persiapan pasien adalah sebagai berikut :
1) Puasa 5 jam sebelum pemeriksaan
2) Miksi sebelum pemeriksaan
3) Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien dan keluarga pasien
4) Pasien diminta untuk mengganti baju pasien
5) Dibuat foto polos lumbal AP dan Lateral

10
C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
Persiapan alat-alat dan bahan pada pemeriksaan caudografi ini dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, alat-alat steril dan unsteril (Glenda J. Bryan, 1974).
1. Steril
a. Sarung tangan
b. Jarum pungsi lumbal no. 18 (2 set)
c. Spuit 2 cc dan 10 cc masing-masing 1 buah
d. Kain kasa
e. Korentang
f. Gallipot
g. Handuk
h. Bengkok

Gambar. 2 Caudography Tray


2. Unsteril
a. Pesawat sinar x siap pakai dilengkapi dengan flouroscopy
b. Kaset/IP dan film
c. Skin cleanser (Hibitance 0,5 % dalam 70 % industrial spirit, blue stain)
d. Jarum disposable
e. Anastesi local (Lignocaine 2%)
f. Kontras media dalam ampul
g. Botol specimen (tabung laborat) untuk cairan cerebro spinal
h. Plester
i. Masker
j. Obat –obat emergensi

11
D. PROSEDUR RADIOGRAFI
1. PRA-PEMERIKSAAN
a. Premedikasi (Glenda J. Bryan, 1974)
Premedikasi adalah obat-obatan yang diberikan kepada pasien sebelum
pemeriksaan dilakukan. Setiap pemeriksaan radiologi memiliki premedikasi yang
berbeda-beda. Akan tetapi, tidak semua pemeriksaan radiologi memerlukan
premedikasi. Dalam pemeriksaan Caudografi ini, diperlukan premedikasi sebagai
berikut :
1) Untuk pasien dewasa biasanya tidak diperlukan
2) Untuk pasien anak-anak diberikan obat-obat sedatif (Omnopon Scopalamine)
3) Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada anak dibawah umur 12 tahun
2) Kontras media
Kontras media yang digunakan dalam pemeriksaan Caudografi adalah kontras
media positif yaitu Meglumin iocarmate dengan dosis maksimal 5ml.
Penggunaan kontras media pada pemeriksaan Caudografi akan
menggambarkan serabut syaraf secara baik. Agar serabut syaraf dapat
tervisualisasi secara jelas, maka diupayakan kontras media hanya mengisi canalis
spinalis sampai dengan lumbal I dan volume maksimal 5cc.
Penggunaan kontras media bersifat air memiliki alasan tersendiri. hal ini
dilakukan karena kontras media yang bersifat air akan terserap jaringan sekitar 6-
12 jam. Sedangkan apabila menggunakan kontras media yang bersifat minyak
akan berada di dalam canalis spinalis sampai bertahun-tahun. (Glenda J. Bryan,
1974)
3) Teknik lumbal pungsi
Pasien diposisikan lateral recumbent atau duduk membungkuk diatas meja
pemeriksaan dengan kaki ditekuk yang bertujuan agar ruang intervertebralis
melebar sehingga memudahkan dalam memasukkan lumbal punksi. Gunakan
disinfektan pada daerah C.V Lumbalis III-IV untuk lumbal punksi. (Glenda J.
Bryan,1974)
Teknik lumbal pungsi (KC. Klarck, 1974) :
1) Pasien diposisikan duduk atau tiduran dengan posisi lateral decubitus kiri atau
kanan.
2) Dengan menggunakan kapas alkohol atau betadine daerah yang akan dipungsi
dibersihkan.

12
3) Setelah semua pemeriksaan dipersiapkan, lumbal pungsi dapat dilakukan
dengan jarum pungsi lumbal setinggi C.V lumbalis III-IV langsung
dimasukkan ke daerah sub arachnoid.
4) Indikator jarum telah memasuki ruang sub arachnoid adalah dengan keluarnya
LCS. Apabila cairan LCS belum keluar maka, jarum ditusukkan ke arah yang
lebih dalam.
5) Pada saat jarum pungsi berada dalam ruang sub arachnoid, cairan LCS yang
keluar di tampung ke dalam sebuah botol laborat (specimen) untuk diteliti dan
dianalisa di laboratorium kemudian kontras media disuntikan sebanyak LCS
yang keluar.
6) Setelah pemeriksaan selesai, jarum pungsi dicabut.

Gambar. 3 Pemasukkan Spinal Needle


Kontras media dicampurkan dengan 2 ml LCS, kemudian di suntikkan
secara perlahan (sekitar 20 detik) ke dalam ruang sub arachnoid menggunakan
jarum punksi melewati ruang inter spinosus bagian bawah. Jarum kemudian
dicabut dan pasien diposisikan prone dengan posisi meja pemeriksaan 15°
lebih rendah dari pada kepala (anti trend).
Setelah pemasukan kontras media selesai dilakukan oleh dokter ahli
syaraf, kemudian perjalanan kontras di observasi dengan fluoroscopy pada
daerah-daerah yang diinginkan. Setelah itu proses pengambilan gambar
dilakukan. Oleh karena bisa terjadi toksis terhadap susunan syaraf pusat, maka
kontras media tidak boleh memasuki canalis spinalis melebihi C.V Lumbali I
dan penyuntikan kontras media tidak boleh melebihi 5 ml (Gonsette, 1971).

13
Kontras media yang dimasukkan akan terserap sekitar 6 jam. Mulai dari
punksi lumbal hingga penyuntikkan kontras media, harus di kontrol dengan
fluoroskopi.
2. TEKNIK RADIOGRAFI
a. Proyeksi AP
Posisi pasien : Supine di meja pemeriksaan dan tangan berada di atas tubuh
Posisi objek : MSP pasien pada pertengahan meja pemeriksaan
Central ray : Vertikal tegak lurus kaset
Central point : Pada MSP setinggi patologi yang diperiksa
FFD : min 100 cm
Kaset : 24 x 30 cm
Meja : Anti trend 0°-45°
Batas : Batas atas dan bawah menyesuaikan kebutuhan, batas
samping kanan dan kiri prosesus spinosus
b. Proyeksi RPO dan LPO
Posisi pasien : Pasien oblik supine ke kanan atau kiri, tangan yang dekat
dengan meja dibuat bantal sedangkan yang jauh memegang
meja pemeriksaan untuk fiksasi.
Posisi objek : Tubuh pasien oblik 45° atau menyesuaikan patologis
Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Central point : Antara MCP dan MSP setinggi patologi yang diperiksa
FFD : Min 100 cm
Kaset : 24 x 30
Meja : Anti trend 0°-45°
Batas : Batas atas dan bawah menyesuaikan kebutuhan, batas
samping kanan dan kiri prosesus spinosus.
c. Proyeksi Lateral kanan atau kiri (salah satu)
Posisi pasien : Recumbent ke kanan atau kiri pemeriksaan, tangan yang dekat
dengan meja dibuat bantal sedangkan yang jauh memegang
meja pemeriksaan untuk fiksasi, kedua kaki ditekuk 90°.
Posisi objek : MCP pasien tegak lurus dengan meja
Central ray : Horizontal tegak lurus kaset
Central point : Pada MCP setinggi patologi yang diperiksa
FFD : Min 100 cm

14
Kaset : 24 x 30 cm
Meja : Anti trend 0°-45°
Batas : Batas atas dan bawah menyesuaikan kebutuhan, Batas
samping kanan dan kiri prosesus spinosus
Posisi AP dan Oblique dibuat dengan menggunakan Under Couch Tube. Kaset
yang digunakan adalah kaset berukuran 24x30cm. Marker R atau L diletakkan pada
kaset atau sisi pasien (tanpa overlapping dengan objek). Posisi lateral dibuat dengan
posisi tube horizontal (pasien dalam posisi tegak atau duduk). Meja pemeriksaan
diatur 0-45 dengan letak kepala lebih tinggi daripada kaki untuk menggambarkan
keseluruhan lumbal. (Glenda J. Bryan)
3. PASCA PEMERIKSAAN
Selama 8 jam setelah penyuntikan kontras media, pasien tidak boleh tiduran
terlentang. Pasien harus tidur dengan posisi pinggang lebih tinggi dan diganjal dengan
kurang lebih dua bantal sampai rasa pegal di daerah lumbal hilang.
Setelah pemeriksaan selesai, pasien kembali ke ruangan rawat inap (masih
dengan diganjal bantal). instruksikan kepada perawat bahwa pasien tidak boleh tidur
terlentang selama kurang lebih 8 jam. Pasien harus bed rest selama kurang lebih 24
jam setelah pemeriksaan. Selama 24 jam, keadaan umum pasien dikontrol selama 15
menit sekali selama 4 jam pertama dan selanjutnya setiap 4 jam sekali. Keadaan tubuh
pasien akan kembali normal dalam 2-3 hari.

15
BAB III
PROFIL KASUS & PEMBAHASAN

A. PROFIL KASUS
PENEGAKKAN CAUDOGRAPHY/RADICULOGRAPHY DENGAN MEDIA
KONTRAS WATER SOLUBLE
Tujuh puluh delapan radikulogram telah ditinjau dan dikorelasikan dengan temuan klinis
dan operatif. Tiga puluh pasien memiliki kelainan bentuk anterior yang ditunjukkan pada
radiografi dalam posisi berdiri, yang tidak sepenuhnya berkurang pada posisi
membungkuk. Dua puluh delapan dari pasien ini menjalani operasi dan pada 25 pasien
prolaps disc dikonfirmasi. Hanya sejumlah kecil pasien (11) yang memiliki tonjolan disk
saat operasi. Dari pasien ini, delapan memiliki kelainan bentuk anterior pada radiografi
dalam posisi berdiri yang benar-benar berkurang pada posisi membungkuk.
Di sebagian besar pusat yang melakukan radikulografi, AP, radiograf obliq dan lateral
diambil dalam posisi rawan semierect. Grainger et al (1971) telah menggambarkan
penggunaan pandangan rawan balok horizontal dan lateral decubitus untuk
memvisualisasikan kantong akar dependen. Peneliti telah distimulasi untuk mengubah
teknik radiografi peneliti dengan pengamatan bahwa beberapa pasien dengan nyeri
punggung bawah dan linu panggul sering menemukan kelegaan dari perubahan postur,
dan juga oleh korelasi yang buruk antara penampilan radikulografi dan temuan operasi
dalam penonjolan disk sebagai lawan dari prolaps disk. Prolaps didefinisikan sebagai
gangguan annulus fibrosus dengan defek yang ditemukan saat operasi. Tonjolan
didefinisikan sebagai menggembung karena kelemahan anulus, tanpa cacat saat operasi.
Radiculography pada postur tegak dan membungkuk karena itu harus membedakan
antara penonjolan diskus dan prolaps diskus. Pembedahan untuk penonjolan diskus
dilakukan dengan pasien dalam posisi tertekuk di atas bingkai Wilson, dan disarankan
bahwa pada posisi ini, yang menyerupai posisi bungkuk, penonjolan diskus dikurangi
dan karenanya ahli bedah tidak melihat adanya kelainan disk. Ketika disk dieksplorasi
pada pasien ini, anulus yang melemah ditemukan dan tonjolan disk dapat diatasi.
Perbedaan antara prolaps disk dan penonjolan disk karena itu memiliki implikasi praktis
yang sangat nyata.

16
B. PEMBAHASAN
Karena radikulografi menggunakan media kontras yang larut dalam air telah umum
digunakan di negara ini, penyakit cakram intervertebral telah didiagnosis dengan tingkat
keandalan yang tinggi. Kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan akurasi
diagnostik ini adalah kemampuan untuk memvisualisasikan akar dan kantong akar.
Hirsch et al. (1969) mengklasifikasikan penampilan radikulografi ke dalam enam
kategori dan berusaha untuk mencapai korelasi dengan temuan operatif. Mereka
menemukan korelasi yang erat antara keberadaan deformitas tanduk anterior dengan
obliterasi kantong akar yang terkait dan keberadaan disk hernia saat operasi. Namun
beberapa pasien mereka yang memiliki radikulografi normal mengalami herniasi diskus.
Para penulis menyimpulkan bahwa herniasi diskus dapat menghasilkan penampilan
radikulografi apa pun dari pemeriksaan normal untuk menyelesaikan obliterasi ruang
subaraknoid lumbal.

Hansen et al. (1976) berkorelasi penampilan radikulografi dengan temuan operasi.


Mereka membedakan prolaps dari tonjolan dengan adanya pemendekan kantong akar
pada prolaps dan tidak adanya tanda ini pada tonjolan. Dalam seri mereka ada korelasi
yang baik antara radikulografi dan temuan operatif dalam prolaps, tetapi dengan tonjolan
jumlah yang terlibat kecil dan korelasinya kurang baik.

Dalam investigasi saat ini telah dilakukan upaya untuk membedakan antara prolaps dan
tonjolan dengan mempertimbangkan perubahan kelainan bentuk anterior dengan
perubahan postur dari berdiri ke posisi bungkuk.

Tonjolan disk terjadi ketika anulus hanya melemah dan tidak sobek. Disarankan bahwa
tonjolan berkurang pada posisi tertekuk karena pada posisi ini ligamentum longitudinal
posterior dan aspek posterior annulus diregangkan dan ruang disk melebar ke posterior,
maka deformitas skal pada radikulografi juga harus dikurangi. Hal ini ditemukan pada
tujuh dari 11 pasien dengan tonjolan di mana kelainan bentuk anterior hadir pada
radiografi yang terpapar pada posisi berdiri dikurangi pada radiografi yang terpapar pada
posisi bungkuk. Temuan ini dapat membantu menjelaskan pengamatan bahwa tonjolan
cakram besar yang terlihat pada radikulogr sering kurang ditandai atau bahkan tidak ada
pada inspeksi awal saat operasi dalam posisi tertekuk, dan cakram abnormal hanya
ditemukan saat menyelidiki atau menusuk annulus dan menjelajahi disk.

17
Prolaps disk terjadi ketika ada robekan pada anulus dan gangguan ligamentum
longitudinal posterior. Pada posisi bungkuk, herniasi diskus tidak berkurang sepenuhnya
dan pada radikulografi, kelainan bentuk anterior yang ditunjukkan pada posisi berdiri
tidak berkurang pada posisi bungkuk. Dari 28 pasien dengan kelainan bentuk tetap yang
menjalani operasi, 25 (90%) terbukti mengalami prolaps diskus. Hasil ini sebanding
dengan hasil penyelidikan lain dalam keakuratannya. (Hansen et al., 1976; Hirsch et al,
1969).

C. HASIL RADIOGRAF
Gambar. 4 (A) Pada posisi berdiri, batas
anterior sedikit diindentasi oleh diskus
intervertebralis normal. (B) Dalam posisi
membungkuk lekukan ini dihapuskan.

A B

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Bryan, Glenda J., D.S.R., S.R.R. Second Edition, Diagnostic Radiography A Consic
Practical Manual.Edinburgh and London. 1974. Churchill Livingstone.
2. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan kedua puluh
Sembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006
3. Clark, K.C., Volume 2, Positioning Radiography. Landon. 1974. Churchill
Livingstone.
4. Water soluble radiculography in the erect posture: a clinico-radiological study _
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/509868

19

Anda mungkin juga menyukai