Anda di halaman 1dari 10

ISSN : 2460-9684 [VOLUME: 03 – NOMOR 01 – Mei 2018]

LAPORAN KASUS KEJADIAN LUAR BIASA LEPTOSPIROSIS DI


MAGETAN, JAWA TIMUR

Rosa De Lima Renita Sanyasi


Dokter Internship Puskesmas Panekan, Magetan, Jawa Timur
Dokter Internship RSAU dr. Efram Harsana, Magetan, Jawa Timur
Korespondensi: rosasanyasi@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebab-


kan oleh bakteri Leptospira sp. Lepstospirosis banyak dijumpai di negara tropis
dan negara berkembang, termasuk Indonesia. Timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/ atau kematian yang bermakna secara epidemiologi
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus pada terjadinya wabah disebut sebagai kejadian luar biasa
(KLB). Selama ini belum pernah terdapat kasus leptospirosis yang dijumpai di
Magetan, Jawa Timur.
Tujuan: Laporan kasus ini bertujuan untuk menjabarkan kronologi KLB
leptospirosis di Magetan, Jawa Timur.
Hasil dan Pembahasan: Pasien perempuan berusia 40 tahun datang ke
Puskesmas Panekan, Magetan, Jawa Timur dengan keluhan demam sejak 6 hari
sebelumnya disertai dengan mual, muntah, nyeri di perut sebelah kanan, nyeri
pada kedua betis, sesak nafas, dan sklera berubah menjadi berwarna kuning.
Pasien menjalani rawat inap di Puskesmas. Dari hasil pemeriksaan darah dan
urin, diperoleh leukositosis, peningkatan SGOT, SGPT, alkalin phosphatase,
BUN, kreatinin, serta terdapat proteinuria dan hematuria. Pada hari kedua
rawat inap, pasien mengeluh pandangan menjadi kabur, demam semakin
meningkat, buang air kecil semakin sedikit, disertai rasa nyeri, dan berwarna
kuning kemerahan. Pasien dirujuk ke rumah sakit umum daerah, tetapi pasien
meninggal pada hari kesembilan dari onset penyakit dan rapid diagnostic test
(RDT) belum sempat dilakukan. Kasus ini termasuk dalam kasus probable
leptospirosis. Meskipun belum sempat dilakukan pemeriksaan RDT, Dinas
Kesehatan Magetan sepakat menyatakan kasus ini sebagai kasus KLB oleh
karena hingga menimbulkan kematian.
Kesimpulan: Telah dilaporkan kasus probable leptospirosis pada bulan
Februari 2017 yang dinyatakan sebagai KLB di Magetan, Jawa Timur oleh
karena menyebabkan kematian pada pasien.

Kata Kunci: laporan kasus, leptospirosis, kejadian luar biasa, Lepstospira sp

Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 1


CASE REPORT OF ANOMALOUS EVENT OF LEPTOSPIROSIS IN
MAGETAN, EAST JAVA

Rosa De Lima Renita Sanyasi


Internship Doctor at Panekan Public Health Care, Magetan, East Java
Internship Doctor at dr. Efram Harsana Air Force Hospital, Magetan, East Java
Correspondence: rosasanyasi@gmail.com

ABSTRACT

Introduction: Leptopirosis is a zoonosis caused by Leptospira sp.


Lepstospirosis is easy to find in tropical and developing countries, including
Indonesia. Anomalous event defined as an incidence or increasing of incidence of
morbidity and/or mortality significantly in an area within a certain period of time.
There has never been a leptospirosis case in Magetan, East Java.
Objective: This case report aimed to explain the chronology of anomalous
event of leptospirosis in Magetan, East Java.
Results and Discussion: A female patient, 40 years old, came to Panekan
Public Health Care (PHC) with fever as the main problem. Patient was also
complaining other symptoms including: nausea, vomitus, right quadrant abdominal
pain, calf pain, dyspnea, and icteric sclera. The patient suggested to stay at
Panekan PHC for an observation. On the second day in Panekan PHC, patient was
complaining of blurry vision, increasing fever, pain during urinate with few urinary
output. Patient transffered to regional hospital. The patient deteriorated and pass
away on the ninth day from the onset of disease. Rapid diagnostic test (RDT) was
not yet performed. Eventhough this case classified as a probable of leptospirosis,
Department of Health in Magetan considered this case as an anomalous event of
leptospirosis.
Conclusion: This case is classified as an anomalous event of leptospirosis
in Magetan, East Java because it was causing death on patient with probable
leptospirosis.

Keywords: case report, leptospirosis, anomalous event, Lepstospira sp


PENDAHULUAN serta aktivitas rekreasi (memancing
dan berenang).2
Leptospirosis merupakan
Setiap tahun kejadian
penyakit zoonosis yang disebabkan
leptospirosis diperkirakan mencapai
oleh bakteri Leptospira sp. yang
1.03 juta kasus di seluruh dunia
masih termasuk dalam famili
(95% CI: 0.43-1.75).3 Leptospirosis
Leptospiraceae dan ordo
paling banyak dijumpai di negara
Spirochatales.1 Leptospirosis ditular-
tropis dan di negara berkembang. 4
kan dari binatang ke manusia baik
Asia Tenggara merupakan salah satu
secara langsung maupun tidak
daerah endemis leptospirosis.1
langsung. Berbagai faktor yang
Prevalensi dan insidensi leptospirosis
meningkatkan risiko seseorang
di Indonesia selalu berubah setiap
terinfeksi bakteri Leptospira antara
tahun. Pada tahun 2008 terdapat 131
lain: kepadatan penduduk yang
penduduk Semarang dengan
tinggi, pengelolaan sampah yang
leptospirosis positif.5 Pada tahun
kurang baik, kondisi iklim (cuaca
2012 dilaporkan terdapat 239 kasus
hangat, hujan, dan banjir), sanitasi
leptospirosis dengan 29 kasus
buruk, pekerjaan tertentu
kematian di Indonesia (case fatality
(penambang, petani, dan peternak),
rate 12.13%).6 Pada tahun 2013, kejadian kesakitan dan/ atau
2014, dan 2015 jumlah kasus kematian yang bermakna secara
leptospirosis di Indonesia secara epidemiologi pada suatu daerah
berturut-turut adalah 640, 545, dan dalam kurun waktu tertentu dan
336 kasus, sedangkan jumlah di merupakan keadaan yang dapat
Jawa Timur secara berturut-turut menjurus pada terjadinya wabah.9
adalah 244, 61, 3 kasus.7 Terdapat Berdasarkan hasil wawancara pada
penurunan jumlah kasus tanggal 23 Oktober 2017 dengan
leptospirosis yang signifikan pada petugas di bidang Pengendalian
daerah Jawa Timur dari tahun 2013 Penyakit (P2) di Dinas Kesehatan
hingga 2015. Angka kematian akibat Magetan dan Kepala Puskesmas
leptospirosis di Indonesia berkisar Panekan, selama ini belum pernah
antara 2.5% sampai 16.4%.8 terdapat kasus leptospirosis di
Kejadian Luar Biasa (KLB) Magetan, baik kasus suspek,
adalah timbulnya atau probable, maupun konfirmasi. Pada
meningkatnya bulan Februari 2017 terdapat 2
kasus leptospirosis yang terjadi di
desa Banjarejo dan desa Turi,
Magetan, Jawa Timur. Kedua pasien
tersebut merupakan dua kasus
leptospirosis pertama di Magetan.
Satu dari dua pasien tersebut
meninggal dunia sehingga Dinas
Kesehatan Magetan menetapkan
kejadian ini sebagai KLB.
Laporan kasus ini menjabar-
kan KLB leptospirosis pada bulan
Februari 2017, di Desa Turi,
Kecamatan Panekan, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur. Tujuan dari
penulisan laporan kasus ini adalah
untuk menjabarkan kronologi KLB
leptospirosis di Magetan, Jawa
Timur.
LAPORAN KASUS
Pada tanggal 8 Februari 2017,
seorang pasien perempuan berinisial
RK berusia 40 tahun datang ke
Puskesmas Panekan, Magetan, Jawa
Timur dengan keluhan demam sejak
6 hari sebelumnya. Demam
dirasakan meningkat pada sore atau
malam hari dan terasa membaik
pada pagi hari. Demam disertai
dengan rasa nyeri di seluruh badan,
mual, dan muntah.
Pasien mengeluh nyeri di
perut sebelah kanan yang semakin
memberat dan nyeri pada kedua
betis. Sejak dua hari sebelum datang
ke Puskesmas pasien merasa sesak
nafas. Satu hari sebelum datang ke Puskesmas sklera pasien berubah
menjadi berwarna kuning (Gambar 1).

Gambar 1. Sklera Ikterik Nyonya RK

Riwayat penyakit lain Pemeriksaan fisik pada Nyonya RK


sebelumnya seperti penyakit didapatkan sklera ikterik pada
hepatitis disangkal oleh pasien. kedua mata, nyeri tekan pada regio
Riwayat berpergian jauh, khususnya hipokondrium dekstra, ikterik pada
ke Indonesia bagian timur, disangkal kedua palmar dan plantar pedis.
oleh pasien. Sejauh pengetahuan Berdasarkan semua keluhan
pasien, tidak ada tetangga di tersebut, dokter Puskemas
sekitarnya yang mengalami keluhan menyarankan pasien untuk
serupa. Selama mengalami keluhan menjalani rawat inap di Puskesmas.
tersebut pasien hanya meminum Hasil pemeriksaan
obat penurun demam yang dibeli laboratorium nyonya RK pada hari
dari toko obat. Pasien merupakan pertama rawat inap tampak pada
ibu rumah tangga dan sehari-hari Tabel 1. Dari hasil pemeriksaan
banyak beraktivitas di rumah. darah, diperoleh peningkatan
Pasien tampak lemas dengan leukosit, SGOT, dan SGPT.
kesadaran compos mentis. Tekanan Pemeriksaan HbsAg menunjukkan
darah (TD) pasien adalah 130/80 hasil negatif. Pemeriksaan urin
mmHg, dengan frekuensi nadi (N) pasien menunjukkan adanya
100 kali per menit, frekuensi proteinuria dan hematuria.
respirasi (R) 22 kali per menit, dan
suhu (T) 36℃.

Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium Hari Pertama Rawat Inap


Pemeriksaan Darah Hasil Pemeriksaan Urin Hasil
Hemoglobin (mg/dL) 13.2 pH 5.0
Leukosit (/mmk) 26 610 Berat Jenis 1020
Trombosit (/mmk) 175 000 Warna Kuning Kemerahan
Hematokrit (%) 36.3 Bau Khas
SGOT (U/L) 61.99 Tingkat Kejernihan Keruh
SGPT (U/L) 53.62 Protein +2
HbsAg Negatif Nitrit +1
Widal 1/80 Leukosit (/lpb) 4-5
Eritrosit (/lpb) 6-8
Epitel (/lpb) 2-14
Test Kehamilan Negatif
SGOT: Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase,
SGPT: Serum Glumatat-Pyruvate Transaminase
Pada hari kedua rawat inap, pasien mengeluh pandangan menjadi
kabur dan demam semakin (tpm), injeksi cefotaxime 1 gram dua
meningkat. Buang air kecil semakin kali per hari, injeksi ranitidin 150
sedikit, disertai rasa nyeri, dan mg dua kali per hari, injeksi
berwarna kuning kemerahan. TD metamizole
pasien pada hari kedua rawat inap 1 ampul satu kali per hari,
adalah 130/80 mmHg, N 120 kali hepatoprotektor 1 tablet per hari,
per menit, R 24 kali per menit, dan T antipiretik satu tablet tiga kali per
39.3℃. Hasil pemeriksaan fisik hari, dan antasida satu tablet tiga
didapatkan sklera ikterik, kali per hari. Pasien juga diberikan
conjunctival suffusion pada kedua oksigenasi dengan nasal kanul 3 liter
mata, nyeri tekan pada regio per menit (lpm) dan dilakukan
hipokondrium kanan dan regio pemasangan kateter pada hari kedua
suprapubik, serta ikterik pada kedua rawat inap.
palmar dan plantar pedis. Hasil pemeriksaan laborat-
Selama rawat inap di orium pada hari kedua rawat inap
Puskemas pasien mendapatkan tampak pada tabel 2. Kadar leukosit,
terapi infus NaCl 20 tetes per menit SGOT, dan SGPT sedikit menurun
jika dibandingkan dengan hari
pertama rawat inap. Kadar alkalin
fosfatase, BUN, dan kreatinin pasien
meningkat.

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium Hari Kedua Rawat Inap


Pemeriksaan Darah Hasil
Hemoglobin (mg/dL) 12.6
Leukosit (/mmk) 25 770
Trombosit (/mmk) 180 000
Hematokrit (%) 34.4
SGOT (U/L) 46
SGPT (U/L) 21
HbsAg Negatif
Widal 1/80
Albumin 2.8
Alkalin Fosfatase 87
BUN (mg/dL) 111
Kreatinin (mg/dL) 5.8
SGOT: Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase,
SGPT: Serum Glumatat-Pyruvate Transaminase,
BUN: Blood Urea Nitrogen

Pasien dirujuk ke rumah sakit adalah dengan pemeriksaan rapid


umum daerah (RSUD) setempat diagnostic test (RDT) untuk
karena kondisi yang semakin mendeteksi IgM anti Leptospira
menurun. TD pasien saat dirujuk dalam darah pasien. Puskesmas
adalah 130/80 mmHg, N 120 kali Panekan tempat pasien menjalani
per menit, R 30 kali per menit, dan T rawat inap pertama kali tidak
39℃. Setelah menjalani rawat inap memiliki alat RDT, sehingga selama
di RSUD selama satu hari, pasien rawat inap di Puskesmas
meninggal dunia yaitu pada hari pemeriksaan tersebut tidak dapat
kesembilan dari onset penyakit. dilakukan. Pada hari kesembilan
Standar baku yang disepakati dari onset penyakit, Nyonya RK baru
oleh dinas kesehatan Magetan dalam dapat dirujuk ke RSUD tetapi
menegakkan diagnosis leptospirosis perburukan cepat terjadi hingga
pasien meninggal. Hal tersebut Kesehatan Magetan melakukan
menyebabkan RDT belum dapat kunjungan pada rumah Nyonya RK
dilakukan. untuk meninjau sanitasi pada
Terdapat 3 kriteria dalam rumah pasien tersebut. Lantai
mendiagnosis leptopirosis, yaitu rumah pasien masih berupa lantai
kasus suspek, probable, dan tanah dan sebagian besar kurang
konfirmasi. Kriteria kasus suspek mendapat pencahayaan. Selama
meliputi: demam akut dengan atau melakukan kunjungan, di dalam
tanpa sakit kepala, disertai nyeri rumah pasien dijumpai banyak
otot, lemah (malaise), conjungtival tikus. Tampak pula banyak
suffusion, dan ada riwayat terpapar tumpukan barang di dalam rumah
dengan lingkungan yang ter- pasien.
kontaminasi atau aktifitas yang
merupakan faktor risiko PEMBAHASAN
leptospirosis dalam kurun waktu 2 Perjalanan penyakit leptos-
minggu. Kriteria kasus probable pirosis dapat dibedakan menjadi 2
adalah jika terdapat dua gejala klinis fase, yaitu fase septikemik atau fase
di antara tanda-tanda berikut: a) leptospiremik dan fase imun. Pada
nyeri betis; b) sklera ikterik; c) fase septikemik penderita akan
manifestasi pendarahan; d) sesak mengalami gejala mirip flu, meliputi
nafas; e) oliguria atau anuria; f) demam, nyeri otot pada betis, paha,
aritmia jantung; g) batuk dengan pinggang terutama saat ditekan,12
atau tanpa hemoptisis; dan h) ruam mual dan muntah.13 Gejala-gejala
kulit. Selain itu, memiliki gambaran tersebut dialami oleh pasien pada
laboratorium: kasus ini. Conjunctival suffusion
a) Trombositopenia < 100.000 merupakan dilatasi pembuluh darah
sel/mm; b) Leukositosis dengan konjungtiva tanpa eksudat purulen.
neutropilia > 80%; c) Kenaikan Adanya conjunctival suffusion
jumlah bilirubin total > 2 gr% atau menjadi tanda patognomonik
peningkatan SGPT, amilase, lipase, leptospirosis.14 Gejala ini tampak
dan creatine phosphokinase (CPK); pada Nyonya RK. Leptospirosis dapat
dan d) penggunaan RDT. Kasus dibagi menjadi dua, yaitu
konfirmasi ditegakkan apabila kasus leptospirosis anikterik dan
probable disertai salah satu dari leptospirosis ikterik yang disebut
gejala berikut: a) isolasi bakteri juga penyakit Weill. Pada kasus ini,
Leptospira dari spesimen klinik; b) leptospirosis yang muncul adalah
hasil Polymerase Chain Reaction penyakit Weill. Penyakit Weill adalah
(PCR) positif; dan c) Sero konversi jenis leptospirosis yang paling sering
microscopic agglutination test (MAT) menyebabkan kematian.15
dari negatif menjadi positif.10,11 Pemeriksaan laboratorium
Kasus Nyonya RK termasuk untuk mendiagnosis leptospirosis
dalam kasus probable leptospirosis dibagi menjadi dua, yaitu
karena gejala yang khas, pemeriksan pemeriksaan untuk mendeteksi
fisik, dan hasil pemeriksaan antibodi anti-leptospira dan untuk
laboratorium darah yang mendeteksi bakteri leptospira secara
mendukung. Meskipun belum langsung, antigen, maupun asam
sempat dilakukan RDT, Dinas nukleat lepstospira.16 Pemeriksaan-
Kesehatan Magetan sepakat pemeriksaan tersebut antara lain: (i)
menyatakan kasus ini sebagai kasus microscopic agglutination test (MAT)
KLB oleh karena kasus ini hingga untuk mendeteksi antibodi terhadap
menimbulkan kematian. Leptospira secara serologis, (ii)
Beberapa petugas dari polymerase chain reaction (PCR)
Puskesmas Panekan dan Dinas untuk mendeteksi gen spesifik
Leptospira, (iii) kultur darah atau peningkatan
dari cairan tubuh lain,13 (iv) IgM
ELISA untuk menemukan antibodi
IgM spesifik leptospira,17 dan (v)
RDT. Standar baku dalam
menegakkan diagnosis leptospirosis
adalah dengan menemukan bakteri
Leptospira secara langsung meng-
gunakan mikroskop lapangan gelap
atau dengan kultur.18
Pemeriksaan leptopirosis yang
biasa digunakan di suatu daerah
endemis adalah RDT. Pemeriksaan
RDT adalah pemeriksaan yang
digunakan untuk mendeteksi
antibodi IgM pada darah.
Pemeriksaan ini hanya untuk
skrining awal dan memiliki angka
sensitivitas tidak lebih dari 80%
sehingga tetap perlu diikuti dengan
pemeriksaan lain.19 Pemeriksaan
RDT yang sering dijumpai adalah
Lepto dipstick, Lepto lateral flow, dan
Lepto Dridot.5 Tingkat kepositifan
dari tes skrining tergantung pada
jumlah antibodi spesifik dalam
serum spesimen yang berkaitan
dengan stadium penyakit.20
Peralatan
laboratorium tersebut untuk
menegakkan diagnosis leptospirosis
juga masih sangat terbatas.21 Sama
halnya dengan kasus ini dimana
Puskesmas setempat tidak memiliki
alat RDT dan hanya RSUD setempat
yang memilikinya, sehingga
penegakkan diagnosis tidak dapat
segera dilakukan.
Pemeriksaan penunjang lain-
nya meliputi pemeriksaan kimia
darah dan urinalisis. Pemeriksaan
kimia darah yang bermakna pada
kasus leptospirosis diantaranya
adalah peningkatan fungsi hepar
dan alkalin fosfatase.22 Peningkatan
kedua parameter tersebut tampak
pada Nyonya RK. Pada leptospirosis
berat bisa terjadi leukositosis
disertai trombositopenia.22 Nyonya
RK hanya mengalami leukositosis
tetapi tidak trombositopenia.
Gangguan fungsi renal pada pasien
leptospirosis ditunjukkan dengan
kadar kreatinin.22 Nyonya RK oleh karena banyaknya tikus yang
mengalami gangguan fungsi renal dijumpai di dalam rumah dan
yang tampak jelas pada hari kedua banyaknya barang yang bertumpuk
rawat inap, yang ditandai dengan yang berpotensi menjadi sarang
oliguria dan kadar kreatinin tikus. Edukasi pada keluarga
mencapai 5.8 mg/dL. Urinalisis Nyonya RK dan pada masyarakat
pada penderita leptospirosis sekitar mengenai kebersihan
menunjukkan adanya proteinuria, lingkungan sangat penting
piuria, dan hematuria dilakukan untuk
mikroskopis.22 Pada Nyonya RK mencegah wabah
hanya dijumpai proteinuria dan leptospirosis.
hematuria. Ditemukan leukosit
KESIMPULAN
pada urin Nyonya RK sebanyak 4-5
lpd, tetapi jumlah tersebut belum Telah dilaporkan kasus
cukup untuk dikategorikan sebagai probable leptospirosis pada bulan
piuria. Februari 2017. Pasien tersebut
Leptospirosis dapat meninggal dunia pada hari
ditularkan oleh berbagai hewan kesembilan dari onset penyakit.
diantaranya adalah tikus dan Kasus tersebut disepakati oleh Dinas
hewan domestik seperti sapi, babi, Kesehatan Magetan sebagai sebuah
anjing, domba, kambing, kuda, dan KLB oleh karena hingga
kerbau.11 Keberadaan reservoir menimbulkan kematian pada pasien.
khususnya tikus sangat penting DAFTAR PUSTAKA
diketahui dalam upaya
pengendalian dan pemutusan rantai 1. Ahmed SA, Sandai DA, Musa S,
penularan.23 Kondisi rumah Nyonya et al. Rapid diagnosis
RK memang sangat berpotensi of
menjadi sumber infeksi leptospirosis
leptospirosis by multiplec pcr. 2012; p.43.
Malays J Med Sci. 2012;19(3):9- 5. Hariastuti NI. Diagnosis
16. leptospirosis dan karakterisasi
2. Benacer D, Thong KL, Verasahib leptospira secara molekuler.
KB, et al. Human leptospirosis in Balaba. 2011;7(2):59-61.
malaysia: reviewing 6. Kementerian Kesehatan Republik
the challenges after 8 decades Indonesia. Profil pengendalian
(1925- 2012). Asia Pas J of Pub penyakit dan penyehatan
Health. lingkungan tahun 2012. Jakarta:
2016;doi:10.1177/10105395166 Kementerian Kesehatan. 2012.
40350. 7. Kementerian Kesehatan Republik
3. Costa F, Hagan JE, Calcagno J, Indonesia. Profil kesehatan
et al. Global morbidity and indonesia tahun 2015. Jakarta:
mortality of leptospirosis: a Kementerian Kesehatan RI.
systematic review. PloS Negl Trop 2016;p.198.
Dis. 8. Priyanto A, Hadisaputro S,
2015;9(9):e0003898:doi:10.1371 Santoso L, et al. Faktor-faktor
/journal. pntd.0003898. risiko yang berpengaruh terhadap
4. Marinho M. Leptospirosis: kejadian leptospirosis (studi
epidemiologic factors, patho- kasus di Kabupaten Demak).
physiological, and immuno- Jurnal Epidemiologi Universitas
pathogenic. China: In Tech. Diponegoro. 2008: 2-5.
9. Menteri Kesehatan Republik nomor 1501/MENKES/PER/X
Indonesia. Peraturan Menteri /2010 tentang pedoman
Kesehatan Republik Indonesia penyelenggaraan sistem
kewaspadaan dini kejadian luar
biasa (KLB). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2010; p.4.
10. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Leptospirosis: Kenali
dan Waspadai. Available at:
www.depkes.go.id [Accessed at:
December 15th 2017].
11. Rampengan NH. Leptospirosis.
Jurnal Biomedik. 2016;8(3):143-
50.
12. Jaksa S. Leptospirosis. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan
2010;6(2):119-128.
13. Chappuis F, Alirol E, d’Acremont
V, et al. Rapid Diagnostic Test for
Non-Malarial Febrile Illness in the
Tropics. Clin Microbiol and
Infection. 2013;DOI 10.1111/
1469-0691.
14. Haake DA. Leptospirosis
in Humans. Curr Top
Microbiol Immunol.
2015;387: 65–97.
doi:10.1007/978-3-662-45059-
8_5.
15. Amin LZ. Leptospirosis CDK-243.
2016;43(8) 576-80.
16. Gamage CD, Tasmashiro H,
Ohnishi M, Koizumi N.
Epidemiology, Surveillance and
Laboratory Diagnosis of
Leptospirosis in the WHO South-
East Asia Region. China: In Tech,
2012;p.219.
17. Dohe VB, Pol SS, Karmarkar AP,
et al. Two test strategy for the
diagnosis of leptospirosis.
Bombay Hospital Journal.
2009;51(1).
18. Setiawan IM. Pemeriksaan
Laboratorium untuk Mendiag-
nosis Penyakit Leptospirosis.
Media Litbang Kesehatan S. Risk factors for leptospirosis
2008;XVIII(1):44-52. infection in humans and
19. Goris MGA, Leeflang MMG, implications for public health
Loden M, et al. Prospective intervention in Indonesia and the
Evaluation of Three Rapid Asia-Pacific region. Asia Pac J
Diagnostic Tests for Diagnosis of Public Health. 2014;26:15-32.
Human Leptospirosis PLoS Negl 22. Budihal SV, Perwez.
Trop Dis. 7(7): e2290. Leptospirosis diagnosis:
doi:10.1371/ journal.pntd. competancy of various laboratory
0002290.
tests. Journal of Clinical and
20. Yunianto B, Ramadhani T,
Ikawati B, et al. Studi reservoir Diagnostic Research.
dan distribusi kasus leptospirosis 2014;8(1):199-202.
di kabupaten gresik tahun 2010. 23. Ramadhani T, Yunianto B.
Jurnal Ekologi Kesehatan. Reservoir dan kasus leptospirosis
2012;11(1):40–51. di wilayah kejadian luar biasa.
21. Sakundarno M, Bertolatti D, jurnal kesehatan masyarakat.
Maycock B, Spickett J, Dhaliwal 2012;7(4):162-8.

Anda mungkin juga menyukai