Anda di halaman 1dari 23

LEPTOSPIROSIS

Kelompok 3
Kelas A, B,C dan E
Nama Anggota Kelompok :

Kelas A : Andi Hamka Sugianto, HS (K012211014)


Suriyanti (K012211005)
Siti Hardiyanti Lukita Ningroem (K012211024)
Andi Dian Purnama Sari Syafri (K012211039)
Kelas B : Andi Suci Lestari S. Alam (K012211014)
Arjuman Asrun (K012211005)
Ainun Jariah (K012211024)
Vertiana Lisa Parubak (K012211039)
Kelas C : Nur Wahyu Ramadani (K012202059)
Nur Akifa Sartika Putri (K012211017)
Alfina Hubatul Ummah (K012211026)
Sri Wahyuningsih (K012211046)
Zasmi Permatasari (K012211047)
Andi Cendra Pratiwi (K012211049)
Muh. Amri Arfandi (K012202060)
Kelas E : Yunita Cahyani Pratiwi (K012211014)
Saskia Kurniati (K012211005)
Sri Novi Yanti Sofyan (K012211024)
Noviana Palem (K012211039)

POKOK BAHASAN

■ Definisi ■ Epidemiologi

■ Gejala ■ Faktor Risiko

■ Penularan ■ Pengobatan

■ Pemeriksaan ■ Program Pencegahan


diagnosis Penyakit Zoonosis
LATAR BELAKANG
 Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1982 di Indonesia, Leptospirosis sampai dengan saat ini
leptosprosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena belum dapat dikendalikan.
Menurut catatan Kementerian Kesehatan, selama tahun 2018 – 2020 terdapat sepuluh provinsi yang
melaporkan adanya kejadian leptospirosis

 Kasus leptospirosis pada manusia di dunia setiap tahunnya diperkirakan mencapai 1 juta kasus
dengan 60 ribu kematian (Zakharova dkk, 2020). Insiden leptospirosis di negara beriklim tropis
(hangat) pada umumnya terjadi sebanyak 10-100 per 100.000 penduduk setiap tahunnya, sedangkan
di negara beriklim sedang, insiden leptospirosis lebih sedikit terjadi yaitu 0,1 - 1 per 100.000
penduduk setiap tahunnya.

 Terdapat 906 kasus leptospirosis dilaporkan di Indonesia pada tahun 2020 yang tersebar di delapan
provinsi yang melaporkan kasus leptopirosis, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan. Selama sepuluh tahun
terakhir (2011-2020) terdapat kecenderungan kenaikan kasus leptospirosis, terutama pada
tiga tahun terakhir

 Kematian (CFR) akibat leptospirosis tahun 2020 pada tingkat provinsi jauh lebih rendah dibandingkan
tahun 2019. Pada 2020 terdapat tiga provinsi dengan CFR lebih dari 30%. Namun pada 2020 tidak
ada satupun provinsi dengan CFR >30%, bahkan CFR tertinggi sebesar 16,4% yang terjadi di Jawa
Barat.
Khusus
○ Menerangkan
mengenai gambaran
klinis dan
Umum epidemiologi dari
Untuk mengetahui penyakit leptospirosis

TUJUAN gambaran dan situasi


terkini serta upaya dalam
○ Mengetahui faktor
resiko penyebab
melaksanakan tindakan leptospirosis dan
pencegahan dan hubungannya dengan
pengendalian penyakit lingkungan
Leptospirosis masyarakat
○ Mengetahui tindakan
pencegahan
leptospirosis untuk
mengurangi resiko
terinfeksi bakteri
Leptospira
DEFINISI
Penyakit leptospirosis adalah penyakit zoonosis
diistilahkan sebagai penyakit yang terabaikan /
Neglected Infectious Diseases (NIDs) yang disebabkan
oleh infeksi bakteri berbentuk spiral dari genus
Leptospira yang pathogen, yang ditularkan secara
langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia
oleh bakteri Leptospira terutama di negara tropis
dengan kelembaban yang tinggi. Leptospira berbentuk
spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat
hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan
GEJALA
Komplikasi
Leptospiros
1. Pada hati Gejala yang Kharakteristik
2. Pada ginjal
3. Pada jantung ■ Konjungtivitis tanpa disertai eksudat
4. Pada paru-paru serous/porulen (kemerahan pada
mata)
5. Perdarahan pembuluh darah
■ Rasa nyeri pada otot-otot
6. Pada kehamilan

■ Demam menggigil
■ Sakit kepala
■ Malaise
■ Muntah
■ Konjungtivitis
■ Rasa nyeri otot betis danpunggung
■ Gejala-gejala diatas akan
tampak antara 4-9 hari
GEJALA
KLINIS
PENULARAN
Siapa saja yang rentan tertular?
Petani atau pekerja perkebunan, petugas pet shop, peternak, petugas pembersih, saluran air,
pekerja pemotongan hewan, pengolah daging, dan militer. Kelompok lain yang memiliki risiko
tinggi terinfeksi Leptospirosis yaitu masyarakat terdampak bencana alam seperti banjir dan
peningkatan jumlah manusia yang melakukan olahraga rekreasi air

Cara Penularan

Sumber Penularan
● Hewan adalah tikus (rodent), babi, ● Melalui kontak dengan air, tanah
kambing, domba, kuda, anjing, atau tanaman yang telah dikotori
kucing, serangga, burung, kelelawar, oleh air seni hewan yang
tupai dan landak menderita leptospirosis
● Penularan langsung dari manusia ● Terkontaminasi urine hewan dari
jarang terjadi selain air banjir, gudang, sebelum dipajang dan
lumpur, sampah, sayuran mentah, dan dijual di toko dapat kemasan
buah, sangat mungkin terkontaminasi
urine hewan yang mengandung makanan dan minuman
leptospira
Patofisiologi Transmisi
Leptospirosis

Masa Inkubasi
Leptospirosis
antara 2-30 hari
dengan rata-rata
umumnysa 7-10
hari yang terbagi
atas 2 Fase yakni
fase 1 (Penularan
awal) dan fase 2
(Fase Imun)
EPIDEMIOLOGI

Grafik Gambaran
Umum Situasi Kasus
1400 Leptospiros di
1200 1170 Indonesia
16.76
1000 895 920
13.26
800
Kasus
600 Meninggal
9.1
CFR
400

200 150 122 106


0
2018 2019 2020

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, 2020


Grafik Gambaran Kasus Leptospirosis
berdasarkan Provinsi di Indonesia
Tahun 2020
450 422
400
350
Kasus
300 272
250 16.4 CFR
209
192
200 11.6
8.9 9.1
150 7.7
4.3
100 0 0 0 0
55 49
50 17 21
9 9 8 0 11 1 1 0
0 0 0 0
0

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, 2020


Studi Kasus di Provinsi Kalimantan Utara
Jumlah Kasus Leptospirosis Berdasarkan Waktu

Grafik Jumlah Kasus Leptospirosis di Provinsi Kalimantan Utara


Tahun 2019-2021
12 12
12
10
10

Kasus Terkonfirmasi
8 7
Meninggal
Sembuh
6 dalam Perawatan

4 3

2
0 0 0 0 0 0 0
0
2019 2020 2021
Tahun 2020 terlapor ada 11 kasus suspect Leptospirosis namun
hasil pemeriksaan diagnosa laboratorium menunjukkan bukan
kasus Positif Leptospirosis, sehingga laporan dianggap nihil
Pada Tahun 2019, kasus leptospirosis di wilayah Kalimantan
Utara terlapor sebagai kasus Kejadian Luar Biasa (KLB)
Distribusi Jumlah karena menjadi kasus leptospirosis pertama yang muncul
wilayah tersebut dilaporkan terdapat 10 (sepuluh) kasus
Kasus dengan angka kematian (CFR) sebesar 30% (3 kasus).
Leptospirosis di
Provinsi KABUPATEN/K
Kalimantan Utara 2019 2021
OTA
Berdasarkan
Wilayah Bulungan 0 0
Kabupaten/Kota
Malinau 0 0

Nunukan 0 0

Tana Tidung 0 0

Tarakan 10 12

KALTARA 10 12
DISTRIBUSI JUMLAH KASUS
BERDASARKAN KELOMPOK UMUR
9
9
Gambaran 8
7
Jumlah Kasus 6
5
Leptospirosis di 4 3 3
3 2 2 2
Provinsi 2 1 1
1
Kalimantan 0
0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 >60
Utara
Berdasarkan
Orang (Person) DISTRIBUSI JUMLAH KASUS
BERDASARKAN KELOMPOK JENIS KELAMIN
12 12
12 10
10 8
2019
8 2021
6
4 2
2 0
0
JUMLAH KASUS LAKI-LAKI PEREMPUAN

Di Indonesia dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Listianti, dkk (2019) dan Ulfah, M (2018),
dimana hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa leptospirosis lebih banyak terjadi pada laki-laki dan
pada usia diatas 40 tahun.
Faktor Risiko Penyebab Kasus Leptospirosis
di Kalimantan Utara Tahun 2019-2021

Menurut Ulfah, M (2018), adanya luka


terbuka dapat meningkatkan risiko
masuknya bakteri Leptospira ke dalam
tubuh pada saat terjadi kontak dengan air,
tanah, atau tanaman yang diduga
terkontaminasi urin yang mengandung
bakteri Leptospira dan atau pada saat
terendam banjir ataupun air rob yang diduga
terkontaminasi Leptospira. Temuan ini juga
mendukung teori konsep kejadian
Leptospirosis yang disebutkan oleh WHO,
bahwa salah satu cara bakteri Leptospira
masuk ke tubuh manusia adalah dengan
melalui luka atau lecet pada kulit, sehingga
apabila tidak memakai APD maka
Leptospira dapat masuk ke tubuh
Berikut
kegiatan
surveilans
leptospirosis
Pengumpul yang terdapat
Jenis an dan Pe
Surveilans Pelaporan Pela riode dalam buku
Data pora Petunjuk Teknis
n
Pengendalian
Leptospirosis
yang
Rekomendasi diterbitkan oleh
Diseminasi
l ahan dan alternatif
informasi Kementrian
go tindak lanjut
Pen ata Kesehatan RI
d Tahun 2017 :

Analisis
dan Rekomendasi
dan alternatif
interpretasi tindak lanjut
data
PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS

■ Mendeteksi Leptospira secara langsung menggunakan


mikroskop lapangan gelap atau mendeteksi bakteri
Leptospira dengan membiakkan;

■ Mendeteksi antibodi terhadap Leptospira secara


serologis menggunakan metode RDT, MAT, ELISA,
RIA, IHA, dll.

■ Mendeteksi gen spesifik Leptospira


menggunakan PCR;
PENGOBATAN

Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri


Leptospira mudah mati dengan antibiotik yang banyak di
jumpai di pasar seperti Penicillin dan turunannya
(Amoxylline) Streptomycine, Tetracycline,
Erithtromycine. Bila terjadi komplikasi angka kematian
dapat mencapai 20%. Segera berobat ke dokter terdekat.
PENCEGAHAN
● Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
● Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
● Mencuci tangan degan sabun sebelum makan.
● Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah
bekerja di sawah/ kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang
tercemar lainnya.
● Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas
kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan
menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
● Menjaga kebersihan lingkungan
● Membersihkan tempat tempat air dan kolam renang.
● Menghindari adanya tikus didalam rumah/gedung.
● Menghindari pencemaran oleh tikus.
● Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh
tikus Meningkatkan penangkapan tikus.
● Membersihkan sisa banjir harus pakai sepatu boot karet dan sarung tangan
karet. Kalau seseorang mempunyai luka terbuka atau eksim di kulit
sebaiknya jangan ikut bersih-bersih. Sayur dan buah juga harus dicuci bersih
kalau perlu dengan sabun khusus buah dan sayuran.
Program Pencegahan
Penyakit Zoonosis
● Menerapkan Sanitary and Phytosanitary Agreement –
WTO
● Sosialisasi dan penyebarluasan informasi pada masyarakat
● Memberdayakan petugas Karantina Hewan secara lebih
optimal
● Melakukan monitoring, control dan surveillance
● Laksanakan program inseminasi buatan (IB)
● Ketersediaan obat-obatan dan vaksin
● Tingkatkan biosekuritas
● Pengendalian penyakit antar kelompok
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit zoonosis.
Berdasarkan penyebabnya, leptospirosis adalah
zoonosis bakterial dengan penularan direct zoonosis.
Leptospirosis disebabkan kuman dari genus Leptospira
dari famili Leptospiraceae. Leptospira merupakan
bakteri aerob, berbentuk spiral yang rapat, bersifat
motil, dan merupakan spiroketa gram negatif.

KESIMPULAN Penyakit ini termasuk penyakit infeksi yang


terabaikan/Neglected Infectious Diseases (NIDs) yaitu
penyakit infeksi yang endemis pada masyarakat miskin
atau populasi petani dan pekerja yang berhubungan
dengan air dan tanah di negara berkembang.

Faktor yang mempengaruhi penyebaran leptospirosis


diantaranya adalah jenis kelamin, pekerjaan, tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan, perilaku dan kondisi
lingkungan. Beratnya patologi leptospirosis bervariasi

Pengendalian leptospirosis dilakukan melalui upaya


pencegahan dan penanggulangan yang terdiri dari
kegiatan sosialisasi, pengendalian tikus di pemukiman,
penyelidikan epidemiologi, ceramah klinis, penyediaan
RDT, dan berbagai kegiatan lainnya
Bagi Masyarakat Bagi Pemerintah
○ Melakukan promosi
diharapkan dapat kesehatan mengenai
SARAN meningkatkan : penyakit leptospirosis
○ Pengetahuan kesehatan ○ Menyediakan tenaga
terutama mengenai fasilitas pelayanan
penyakit leptospirosis kesehatan yang terlatih
○ PHBS dan menjaga dalam manajemen
kebersihan lingkungan program dan tekhnis
○ Segera melaporkan kepada pengendalian zoonosis
RT/RW atau puskesmas dan atau Leptospirosis
terdekat apabila ada suspek
keluarga atau warga
setempat yang sakit dengan
menunjukkan gejala klinis
Leptospirosis
THANKS FOR
ATENTION

Anda mungkin juga menyukai