Anda di halaman 1dari 22

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

OKTOBER 2019

REFERAT

TANDA RANGSANG MENINGEAL DAN APLIKASI KLINISNYA

DI SUSUN OLEH:

1. Nur Hikmah C014182163


2. St. Uswatun Hasanah C014182164
3. Rita Ariani C014182165
4. Nur Islamiyah Saing C014182166

Residen Pembimbing :
dr. Andi Israyanti Mawardi

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN SARAF
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nur Hikmah C014182163

St. Uswatun Hasanah C014182164

Rita Ariani C014182165

Nur Islamiyah Saing C014182166

Judul Refarat Tanda Rangsang Meningeal dan Aplikasi Klinisnya

Telah menyelesaikan tugas kepanitraan klinik pada Bagian Neurologi Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2019

Residen Pembimbing Supervisor

dr. Andi Israyanti Mawardi Dr. dr. Jumraini Tamasse, Sp.S

ii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ............................................. Error! Bookmark not defined.


Daftar Isi................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I Pendahuluan ............................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II Tinjauan Pustaka ....................................... Error! Bookmark not defined.
A. Anatomi Selubung Otak ................................ Error! Bookmark not defined.
B. Cairan Serebrospinal ....................................................................................... 4
C. Pemeriksaan Rangang Meninges .................................................................... 6
D. Aplikasi Klinis ................................................................................................ 9
1. Meningitis .................................................................................................. 9
2. Perdarahan Subarachnoid ......................... Error! Bookmark not defined.
3. Perdarahan Intracerebral dengan Perdarahan Intraventrikular ......... Error!
Bookmark not defined.
BAB III Penutup ................................................................................................... 16
Kesimpulan ....................................................................................................... 16
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Rangsang meninges adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada

selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang subarachnoid

(darah), zat kimia (kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma).

Manifestasi subjektif adalah sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia dan lain-lain.1

Yang perlu diperhatikan adalah timbulnya meningismus, yaitu pada

pemeriksaan fisik terdapat rangsang meningeal tetapi tidak ada proses patologis di

daerah selaput otak melainkan di luar kranium (misalnya mastoiditis).1

Proses iritasi meninges yang menimbulkan gambaran meningismus (kaku

kuduk) terjadi akibat refleks spasme otot-otot paravertebral. Posisi medulla

spinalis yang terletak di bagian belakang vertebra membuat medulla spinalis

meregang apabila terjadi gerakan fleksi. Oleh karena batang otak relatif terfiksir,

menyebabkan hanya medulla spinalis dan meninges yang inflamasi semakin

tertarik ke atas. Regangan maksimal terjadi pada struktur paling bawah dari

vertebra, seperti nervus femoralis dan nervus sciatik yang melalui cauda equina.

Pada pasien dengan inflamasi dan iritasi meninges, peregangan pada struktur yang

mengalami inflamasi memberikan stimulasi pada radiks nervus afferent dan

kemudian pada pusat refleks intraspinal. Stimulasi ini mengakibatkan impuls

tonik pada muskulus aksialis posterior yang menimbulkan spasme muskulus

ekstensor sebagai mekanisme protektif. Manifestasi klinis dari spasme otot inilah

yang disebut kaku kuduk, oleh karena manuver yang meregangkan elemen neural

1
dan meninges pada canalis spinalis memberikan mekanisme protektif untuk

meminimalisir tekanan pada struktur yang terinflamasi. Sebagai contoh, spasme

otot servikal menimbulkan kaku kuduk, dan spasme otot-otot lumbal

bermanifestasi sebagai Kernig’s sign.2

Meskipun meningeal sign salah satu indikasi untuk mendiagnosis

meningitis, tetapi hal tersebut tidaklah patognomonik. Meningitis bakterial

mempunyai kontribusi sekitar 30% dari kasus dengan tanda meningeal, virus

13%, pneumonia 8%, infeksi bakteri lain 2% dan infeksi saluran napas atas dan

penyakit autoimun 46% dari kasus yang ada. Adanya rangsang meningeal

menandakan adanya gejala iritasi meningeal.2

Sehingga penting bagi tenaga medis untuk mengetahui bagaimana aplikasi

pemeriksaan tanda rangsang meningeal dengan baik dan benar. Kapan dilakukan

pemeriksaan tanda rangsang meningeal, bagaimana cara pemeriksaannya, serta

interpretasi dan intervensi selanjutnya yang dilakukan terhadap hasil pemeriksaan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Selubung Otak

Otak dan medulla spinalis diselubungi oleh tiga lapisan (meninges)

yang berasal dari mesodermal. Dura mater yang kuat terletak paling luar,

diikuti oleh araknoid dan terakhir pia mater. Dura mater terdiri atas dua

lapisan jaringan penyambung fibrosa yang kuat. Lapisan luar adalah

periosteum di dalam tengkorak. Lapisan dalam adalah lapisan meningeal

3
yang sesungguhnya, membentuk batas luar ruang subdural. Di antara dura

mater dan araknoid terdapat ruang subdural. Araknoid merupakan membran

avaskular yang tipis dan rapuh, yang berhubungan erat dengan permukaan

dalam dura mater. Di antara araknoid dan pia mater dapat ruang subaraknoid,

ruang ini berisi cairan serebrospinal. Araknoid dan pia mater berhubungan

satu sama lain melewati rongga ini melalui benang-benang tipis jaringan ikat.

Pia mater terdiri atas lapisan tipis sel-sel mesodermal yang menyerupai

endotelium. Pia mater melekat dengan permukaan otak beserta semua lipatan-

lipatannya sehingga ruang subaraknoid menjadi lebih sempit di beberapa

tempat, dan lebih luas pada area lainnya. Pembesaran ruang subaraknoid

disebut sisterna.3

B. Cairan Serebrospinal

4
Cairan serebrospinal/LCS adalah cairan yang normal jernih dan

tidak berwarna, mengandung hanya beberapa sel dan relatif mengandung

sedikit protein. Volume LCS yang bersirkulasi umumnya 130-150 mL.

Setiap 24 jam dihasilkan 400-500 mL LCS sehingga seluruh volume LCS

diganti tiga atau empat kali sehari.

Cairan serebrospinal terbentuk di pleksus koroideus pada keempat

ventrikel serebri (ventrikel lateral kanan dan kiri, ventrikel ketiga dan

ventrikel keempat). Cairan ini mengalir melalui foramen Luschka dan

Magendie ke dalam ruang subaraknoid, bersirkulasi di otak, dan mengalir

ke bawah ruang subaraknoid spinal melingkupi medulla spinalis.

LCS diresorpsi (yaitu dikeluarkan dari ruang subaraknoid) di

intrakranial dan di sepanjang medulla spinalis. Sebagian meninggalkan

ruang subaraknoid dan memasuki aliran darah melalui banyak vili

granulasio araknoidal yang terletak di sinus sagitalis superior dan pada

vena diploika kranium. Sisanya diresorbsi di selubung perineural saraf

kranial dan saraf spinal, ketika saraf tersebut masing-masing keluar dari

batang otak dan medulla spinalis.

Dengan demikian, LCS secara konstan dihasilkan di pleksus

koroideus ventrikel dan diresobsi lagi di ruang subaraknoid di berbagai

lokasi. Komposisi LCS di manapun adalah sama, tidak lebih encer ataupun

lebih konsentrat pada masing-masing ujung jalurnya. 3

5
C. Pemeriksaan Rangsang Meninges

Bila selaput otak meradang (misalnya pada meningitis) atau di rongga

subarachnoid terdapat benda asing (misalnya darah), maka hal ini dapat

merangsang selaput otak, dan terjadilah iritasi meningeal atau rangsang

selaput otak. Manifestasi klinis yang terjadi dapat berupa sakit kepala, kuduk

terasa kaku, fotofobia dan hiperakusis. Gejala lain yang dapat dijumpai ialah:

tungkai cenderung fleksi, dan opistotonus karena terangsangnya otot-otot

ekstensor kuduk dan punggung.4

Berikut cara pemeriksaaan Kaku Kuduk, Laseque, Kernig Sign, dan

Brudzinski:

1. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi

dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan

dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme

otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan

pada hiperekstensi dan rotasi kepala. Biasanya akan didapatkan kaku

kudu positif (+) pada meningitis, spondilosis servikalis, tetanus dan

distonia. Pemeriksaan ini tidak dilakukan jika:

 Cedera pada vertebra servikal

 Lesi kompresi medulla spinalis 5,6

2. Pemeriksaan Tanda Laseque

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengangkat salah satu tungkai pasien

dengan sendi lutut ekstensi hingga mencapai sudut 450. Hasilnya

6
dikatakan positif (+) bila pasien mengalami nyeri radikular. Biasanya

akan didapatkan hasil positif (+) pada meningitis, infeksi radiks saraf,

dan radikulopati.6

3. Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pada sendi panggul

kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa

rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak

mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai

spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. Biasanya akan didapatkan

hasil positif (+) pada meningitis. Pemeriksaan rangsang meninges kernig

sign sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan:

 Letargi

 Paraplegi

 Koma karena dapat memberikan hasil pemeriksaan yang tidak jelas.

 Bayi dengan tonus otot yang meningkat. 5, 6,7,8

4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Tanda leher menurut Brudzinski)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya di

bawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan

fleksi kepala dengan kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I

positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai/kedua lutut.

Biasanya akan didapatkan hasil positif (+) pada meningitis. 5, 6

7
5. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Tanda tungkai kontralateral menurut

Brudzinski)

Pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam sikap

lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. Tanda Brudzinski II

positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi

panggul dan lutut kontralateral.5

6. Pemeriksaan Tanda Brudzinski III (Tanda pipi menurut Brudzinski)

Penekanan pada kedua pipi atau tepat di bawah os zigomatikum. Tanda

ini positif (+) jika terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas

superior ( lengan tangan fleksi). Biasanya akan didapatkan hasil positif

(+) pada meningitis. 5, 6

7. Pemeriksaan Tanda Brudzisnki IV (Tanda simfisis pubis menurut

Brudzinski)

Penekanan pada simfisis pubis. Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan

fleksi reflektorik pada ekstremitas inferior (kaki). Biasanya akan

didapatkan hasil positif (+) pada meningitis. 5, 6

Pemeriksaan rangsang meninges brudzisnki tidak dapat dilakukan pada:

 Bayi usia kurang dari 2 bulan

 Pasien imunokompromais

 pasien lanjut usia.

8
D. Aplikasi Klinis

1. Meningitis

Meningitis adalah infeksi pada meninges, disertai radang pada pia

dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superficialis otak dan medulla

spinalis. Penyebab meningitis bervariasi seperti bakteri, jamur ataupun

virus. Meningitis adalah salah satu penyebab kematian terbanyak pada

anak usia dibawah 5 tahun. 9,10

Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat

diterangkan sebabnya, letargi, nyeri kepala yang dirasakan sangat hebat,

malaise, muntah, kejang, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung

harus dipikirkan kemungkinan meningitis. Biasanya dimulai dengan

gangguan saluran pernapasan bagian atas. 9,10

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan

tekanan intrakranial seperti koma, kekakuan deserebrasi dan reaksi

cahaya yang negatif. Selain itu dapat pula ditemukan kaku kuduk positif,

opistotonus. Dapat terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena

septikemia.10

Diagnosis pasti meningitis bisa didapatkan dengan pemeriksaan

Cairan Serebrospinal melalui lumbal pungsi. Pada umumnya tekanan

cairan serebrospinal berkisar antara 200-500 mmH2O, ataupun tampak

kabur, keruh atau purulen. Pada meningitis didapatkan sel leukosit PMN

berkisar antara 1.000-10.000/mm3 dan dapat disertai sedikit eritrosit.

9
Selain itu kadar protein meningkat, kadar glukosa menurun dan kadar

klorida umumnya dibawah 700 mg%.10

Berikut perbedaan hasil pemeriksaan cairan cerebrospinal dari

berbagai etiologi meningitis.

Bakteri Jamur TB Virus

10-100 10-100 10-100


Hitung Sel >1000 PMN
Limfosit Limfosit Limfosit

Mungkin Sangat
Kadar Protein Meningkat Normal
meningkat meningkat

Kadar glukosa Munurun Menurun Menurun Normal

Pewarnaan dan Pewarnaan


Negatif Negatif Negatif
Kultur 50-70%

Pemeriksaan penunjang yang lainnya dapat dilakukan tes

aglutinasi latex (antibody coated latex particles atau organisme stafilokok

A) yang merupakan pemeriksaan untuk menentukan antigen polisakarida.

Pemeriksaan ini mudah dilakukan dan cepat memberi hasil. Pada

pemeriksaan EEG dapat dijumpai gelombang lambat yang difus di kedua

hemisfer, penurunan voltase karena efusi subdural. Dapat pula dilakukan

pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk mengetahui adanya edema otak,

ventrikulitis, hidrosefalus atau massa tumor.10

Tatalaksana untuk meningitis diberikan sesuai penyebab dan

keadaan pasien. Penderita perlu istirahat mutlak apabila infeksi cukup

10
berat. Penderita yang dalam keadaan renjatan dan koma harus

memperoleh perawatan dan pengobatan intensif. Antibiotik diberikan

jika didapatkan adanya bukti meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

Pemberian antibiotik harus tepat dan cepat, sesuai dengan bakteri

penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi.10

2. Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan Subaraknoid adalah suatu bendungan darah yang

masuk ke dalam ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid menjadi

penyebab dari 5% stroke dan 80-85% diantaranya disebabkan oleh ruptur

aneurisma cerebral. Tingkat mortalitas perdarahan subaraknoid di negara

berkembang mencapai 48%, sedangkan di negara maju berkisar 25-35%.

Insidensi perdarahan subaraknoid di negara berkembang juga lebih tinggi

dibanding negara maju. Ada banyak faktor yang mempengaruhi

penyebab perdarahan subaraknoid antara lain tekanan darah sitolik dan

gula darah sewaktu yang tinggi, komplikasi seperti pneumonia,

hidrosefalus, vasospasme, gangguan hidroelektrolit, kejang, dan sepsis.11

Pada umumnya keluhan yang berhubungan dengan pecahnya

aneurisma yang besar yakni, tiba-tiba nyeri kepala hebat mendadak

Selain itu, sering disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala neurologis

akut fokal maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan

memori atau perubahan kemampuan konsentrasi. Pasien mungkin akan

mengalami kejang dan penurunan kesadaran setelah kejadian, baik sesaat

11
karena adanya peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel pada

kasus-kasus parah. Gangguan autonom seperti banyak keringat, suhu

badan meningkat, atau gangguan pernapasan. Bradikardia atau

takikardia, hipotensi atau hipertensi. Sebenarnya, sebelum muncul tanda

dan gejala klinis yang hebat dan mendadak tadi, sudah ada berbagai

tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh perhatian

sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-

tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau

lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.5

Pemeriksaan kesadaran dengan GCS, tanda rangsang meningeal

positif dengan berbagai pemeriksaan neurologis kaku kuduk, tanda

peningkatan TIK positif, pada funduskopi, didapatkan 10% pasien

mengalami edema papil beberapa jam setelah perdarahan dan perdarahan

retina berupa perdarahan subhialoid (10%) yang merupakan gejala

karakteristik karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans anterior

atau arteri karotis interna. Gangguan fungsi autonom berupa bradikardia

atau takikardia, hipotensi atau hipertensi. Aneurisma di daerah

persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis

interna dapat menyebabkan paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas,

dilatasi pupil, dan atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus

kavernosus yang luas dapat menyebabkan paresis n. VI.5

12
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

a. CT Scan: pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu

menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya

mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah

serangan, tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah serangan,

sehingga harus segera diusulkan sesegera mungkin.

b. Pungsi Lumbal: Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif,

langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi. Membuktikan

adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan

bilirubin di cairan serebrospinal.

c. Angiografi: Digital-subtraction cerebral angiography merupakan

baku emas untuk deteksi lokasi aneurisma serebral, tetapi CT

angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta

sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi.5

3. Perdarahaan intracerebral dengan Ruptur Intraventrikuler

Perdarahan intracerebral primer merupakan 10% dari seluruh kasus

GDPO, terjadi di hemisfer cerebri 80% dan batang otak serta cerebellum

20%. Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi

intrakranial akibat efek massa hematoma. Perdarahan intaracerebral

meningkatkkan tekanan intrakranial secara cepat. Ruptur intraventrikular

perdarahan intracerebral dapat menyebabkan hydrocephalus, baik melalui

obstruksi aliran ventricular dengan bekuan darah atau dengan gangguan

13
resorbsi LCS dari granulosiones arachnoidea; jika ada hydrocephalus,

makin meningkatkan tekanan intracranial. Pengendalian hipertensi

mampu menurunkan insidensi perdarahan intracerebri yang bersifat fatal.

Namun demikian, CT scan mampu mengungkapkan perdarahan kecil

yang diwaktu lalu didiagnosis sebagai infrak otak. Dengan demikian

frekuensi Perdarahan Intracerebri secara keseluruhan tidak berubah.3,9

Secara umum gejala perdarahan intraserebral ditandai dengan

adanya gejala stroke seperti hemiplegi (gangguan fungsi

motorik/sensorik pada satu sisi tubuh), kesulitan berbicara, dan adanya

peningkatan TIK seperti nyeri kepala hebat, muntah. Gejala lain yang

mungkin menyertai adalah kejang, penurunan kesadaran.5

Pada pemeriksaan fisik umum dapat ditemukan adanya hipertensi

dan tekanan bisa menjadi lebih tinggi ketika terjadi perdarahan. Pada

pemeriksaan GCS ditemukan penurunan kesadaran. Dapat pula

ditemukan kaku kuduk. Kedua mata melirik kearah lesi cerebral dan

menjauhi anggota gerak yang mengalami kelumpuhan. Namun demikian,

kadang dijumpai kedua mata melirik kesisi yang tidak mengalami

perdarahan. Keadaan tersebut dapat terjadi pada perdarahan ditalamus

atau hemisper cerebri.3

Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :

a. Foto polos kepala: Pemeriksaan ini untuk melihat pergeseran

(displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat

menentukan ada tidaknya perdarahan intracranial.

14
b. CT-Scan kepala: Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh

struktur anatomis kepala, dan paling baik untuk mengetahui,

menentukan lokasi dan ukuran dari perdarahan intracranial

c. Arteriografi: Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya efek

massa, letak, dan luas hematoma tetapi tidak dapat menunjukkan

penyebab hematoma dan kelainan otak yang terjadi.

d. Angiografi: Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien yang

mengalami hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh)

dengan kecurigaan adanya hematoma. Bila ada kelainan di dalam

otak akan terlihat adanya pergeseran lokasi pembuluh darah.

Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat CT-Scan tidak ada.5

15
BAB III

KESIMPULAN

Rangsang meninges adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada

selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang subaraknoid

(darah), zat kimia (kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma).

Manifestasi subjektif adalah sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia dan lain-lain.

Pada pemeriksaan fisik diagnostik terdapat beberapa jenis pemeriksaan

rangsang meninges di antara adalah Kaku Kuduk, Kernig Sign, Brudzinski I-IV,

dan Laseque. Tanda rangsang meninges ini dapat ditemukan dibeberapa penyakit

di antaranya Meningitis, Perdarahan Subaraknoid dan Perdarahan Intracerebri

dengan Ruptur Intraventrikular.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Caplan L.R 2009. Stroke a Clinical Approach. 4th edition. Saunders

Elsevier; USA

2. Https://med.unhas.ac.id/Manual Pemeriksaan Neuropsikiatri 2017.

Diakses 3 Oktober 2019 pukul 18.00

3. Baehr, Mathias, Md dan M. Frotscher. 2014. Diagnosis Topik Neurologi

DUUS. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Lumbantobing, S.M. 2018. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan

Mental. Badan Penerbit FKUI; Jakarta.

5. Tursinawati Yanuarita, Tajally Arif, Kartikadewi Arum. 2015. Buku Ajar

Sistem Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiah Semarang.

Unimus Press. Semarang

6. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.2018. Pemeriksaan Klinis

Neurologi Praktis Umum. Jakarta : Penerbit Kedokteran Indonesia.

7. MP, Stribos dan EB Jones. 2019. Brudzinski Sign. StatPearls. Treasure

Island.

8. Karl, Alyssa dan Brandis, Dov.2019. Kernig Sign. StatPearls. Treasure

Island.

9. Mazzola, L dan Kelly, C. 2018. Meningitis Diagnostic Use Cases. World

Health Organization: Switzerland.

10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2015. Buku Ajar Neurologi

Klinis. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

17
11. Hana, Jesi Prilly Imanuella, Rizaldi Taslim Pinzon dan Esdras Ardi

Pramudita. 2019. Pengembangan dan Validasi Skor Prediksi Mortalitas

Pasien Perdarahan Subaraknoid. Callosum Neurology. Jurnal Berkala

Neurologi Bali.

18

Anda mungkin juga menyukai