Disusun oleh:
Rani Iswara, S.Ked
04111401001
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, SpS(K)
DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh:
Rani Iswara, S.Ked
04111401001
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, SpS(K)
Telah diterima sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 11 Mei
2015 15 Juni 2015 di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Palembang,
Juni 2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul Normal Pressure Hydrocephalus (NPH).
Referat ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
Departemen Neurologi RSMH Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Alwi Shahab, SpS(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya referat ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari seluruh pihak agar referat ini menjadi lebih baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
Palembang,
Juni 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Ventrikel ..................................................... 3
2.2 Fisiologi Sistem Ventrikel ..................................................... 6
2.3 Definisi ................................................................................. 9
2.4 Epidemiologi .......................................................................... 10
2.5 Etiologi ................................................................................. 11
2.6 Patofisiologi .......................................................................... 11
2.7 Gejala Klinis ......................................................................... 15
2.8 Diagnosis .............................................................................. 20
2.9 Diagnosis Banding ................................................................ 26
2.10 Penatalaksanaan .................................................................... 30
2.11 Prognosis ............................................................................... 32
2.12 Follow Up Setelah Shunting ................................................. 33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ventrikel Lateralis
Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral.
Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga
melalui sepasang foramen interventrikularis (Monroe). Ventrikel
lateralis terbagi atas cornu anterior, corpus, cornu inferior dan cornu
posterior. Cornu anterior (frontal) terdapat dalam lobus frontalis.
Bagian atap dan dinding anterior dibatasi oleh corpus callosum.
Cornu anterior dan kedua ventrikel ini dipisahkan oleh septum
pellucidum. Dinding lateral dan dasar cornu anterior dibentuk oleh
caput nucleus caudatum. Cornu anterior melanjutkan diri hingga ke
foramen interventrikularis. Corpus terletak dalam lobus frontal dan
parietalis, mulai dari foramen interventrikularis hingga splenium
corpus callosum. Cornu inferior (temporale), letaknya mengarah ke
caudal dan frontal mengelilingi aspect caudalis thalamus, meluas ke
anterior ke dalam pars medialis lobus temporalis dan berakhir kirakira 2,5 cm dari polus temporalis. Atap dan dinding lateral dibentuk
oleh tapetum dan radiatio optical. Cornu posterior (occipital) berada
di dalam lobus occipital. Serabut dari tapetum corpus callosum
Ventrikel Ketiga
Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel ketiga
adalah celah sempit di antara dua ventrikel lateral. Ventrikel ketiga
memiliki atap, dasar, dan dinding: anterior posterior dan dua lateral.
Bagian atap dibentuk oleh tela koroidea. Dasarnya dibentuk oleh
chiasma optic, tuber cinereum dan infundibulum. Di bagian anterior
terdapat foramen interventrikulare Monroe yang menghubungkan
ventrikel ketiga dalam ventrikel lateral. Di bagian posterior
melanjutkan diri pada aquaductus serebri sylvii, dinding lateral
dibagi oleh sulcus hipothalamikus menjadi pars superior dan pars
inferior. Lantai ventrikel dibentuk oleh tegmentum mesencephali,
pedinculus serebri dan hypothalamus.
2.1.3
Ventrikel Keempat
Ventrikel keempat adalah sebuah ruangan pipih yang
berbentuk belah ketupat dan berisi Cairan Serebrospinal. Ventrikel
keempat terletak diantara batang dan otak dan serebellum. Di bagian
anterior, ventrikel keempat melanjutkan diri dari aquaductus serebri
sampai kanalis sentral dari medulla spinalis. Pada ventrikel keempat
terdapat tiga lubang, sepasang foramen luschka di lateral dan satu
foramen magendie di medial, yang berlanjut ke ruang subaraknoid
otak dan medulla spinalis.
2.1.4
Ruang Subarakhnoid
Merupakan ruang yang terletak di antara lapisan arakhnoid
dengan piamater yang membungkus permukaan otak maupun
medulla spinalis. Selain berisi CSS ruang subarakhnoid ini juga
berisi pembuluh-pembuluh darah otak dan medulla spinalis serta
anyaman jaringan trabekular yang menghubungkan arakhnoid
dengan piameter. Pada tempat-tempat tertentu di mana terdapat
lekukan yang dalam antara satu bangunan dengan bangunan yang
lain nampak ruang subarakhnoid menjadi lebih lebar dan disebut
sisterna subarakhnoid. Beberapa sisterna yang kita ketahui adalah:
sisterna serebro medularis (sisterna magna), sisterna pontis, sisterna
interpendukularis, sisterna khiasmatik, sisterna vena serebri magna
(sisterna superior), sisterna sulkus lateralis, sisterna spinalis.
2.2
Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinalis (CSS) adalah cairan jernih yang
mengisi ruang subarachnoid. Cairan serebrospinalis juga terdapat
dalam sistem ventrikel dan medulla spinalis. Seluruh ruang yang
melingkupi otak dan medulla spinalis memiliki volume kira-kira
1600 - 1700 ml dan sekitar 150 ml dari volume ini ditempati oleh
cairan serebrospinalis dan sisanya oleh otak dan medulla. Dari 150
ml ini, 125 ml di intracranial. Ventrikel mengandung 25 ml (sebagian
besar di ventrikel lateral) dan 100 ml sisanya di ruang subarachnoid
yang mengelilingi otak dan medulla spinalis.
2.2.2
2.2.3
dan membran arachnoid dan sebagian kecil berasal dari otak itu
sendiri melalui ruang perivaskuler yang mengelilingi pembuluh
darah yang masuk ke dalam otak. Setelah diproduksi di plekus
koroideus ventrikel lateral, CSS mengalir dari kedua ventrikel lateral
ke ventrikel ketiga melalui foramen interventrikulare dan melalui
aquaductus cerebri menuju ventrikel ke empat. Liquor ini kemudian
keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, dua foramina
luschka di lateral dan satu foramina Magendie ditengah, memasuki
sisterna magna yaitu sebuah ruang cairan yang besar yang terletak
dibelakang medulla dan dibawah serebellum. Sisterna magna
berhubungan dengan ruang subarachnoid yang mengelilingi seluruh
otak dan medulla spinalis. Hampir seluruh CSS kemudian mengalir
ke atas dari sisterna magna melalui ruang subarachnoid yang
mengelilingi serebrum. Dari sini CSS mengalir ke dalam villi
arachnoid multiple yang menyalurkannya ke dalam sinus venosus
yang lain pada serebrum. Akhirnya, CSS tersebut direabsorpsi ke
dalam darah vena melalui permukaan vili-vili ini.
Arah sirkulasi:
Ventrikel lateral foramen interventrikulare (foramen monroe)
ventrikel ketiga aquaductus cerebri (Sylvii) ventrikel keempat
satu foramen Magendie + dua foramen Luschka yang terdapat
dalam
ventrikel
arachnoidalis.
keempat
ruang
subarachnoid
vili
2.2.4
2.2.5
2.3
Definisi
Normal Pressure Hydrocephalus (NPH) adalah sindroma klinis yang
ditandai gangguan gaya berjalan, demensia, inkontinensia urin dan
berhubungan dengan adanya ventrikulomegali tanpa disertai peningkatan
tekanan cairan serebrospinal (CSS) dan tanpa adanya tanda atrofi otak.1,4
Ada 2 tipe NPH, yaitu NPH idiopatik (primer) dan NPH sekunder.
NPH idiopatik dibedakan dari NPH sekunder yang biasanya disebabkan oleh
perdarahan subarachnoid (23 %), meningitis (4,5%), dan trauma kapitis
(12,5%). Yang sama antara NPH idiopatik dan NPH sekunder adalah
keduanya sama-sama tidak melibatkan obstruksi aliran CSS dalam sistem
ventrikular di otak. Perbedaan NPH idiopatik dan NPH sekunder adalah
NPH sekunder terjadi pada pasien umur berapapun, sedangkan NPH
idiopatik biasanya terjadi pada pasien usia tua. Setengah dari kasus NPH
dianggap idiopatik dan setengahnya ada penyebab, dengan demikian, NPH
10
2.4
Epidemiologi
Pada tahun 2012 di Jerman, 1 diantara 80 orang menderita demensia.
Di Jerman terdapat 250.000 orang yang didiagnosis demensia setiap
tahunnya. NPH terjadi pada 6% kasus demensia. Sebuah penelitian yang
dilakukan di panti jompo di Jerman, 9-14% penghuninya mengalami NPH.
Studi epidemiologi NPH sangat sedikit dilakukan, karena tidak adanya
kriteria diagnosis yang sama pada setiap negara. Insidensi NPH diperkirakan
antara 0,2-5,5 kasus baru per 100.000 orang per tahun. Prevalensi NPH
dilaporkan 0,003% pada orang usia < 65 tahun dan 0,2-2,9% orang dengan
usia 65 tahun. Prevalensi NPH dengan gejala neurodegeneratif meningkat
dengan pertambahan usia. 7
Faktanya, diperkirakan terdapat 375.000 orang di Amerika yang
menderita NPH, namun karena pengggunaan kriteria diagnosis yang salah,
NPH sering didiagnosis dengan demensia atau Parkinson's.2 Tidak ada
perbedaan jenis kelamin yang lebih cenderung mengalami NPH, namun
NPH sering dialami pasien usia lanjut. NPH dapat terjadi pada semua umur,
meski penyakit ini lebih umum terjadi pada usia tua. Frekuensi lebih sering
pada usia dekade 6 atau 7 kehidupan.2,5 Faktanya, 75 % pasien dengan NPH
idiopatik juga menderita demensia vaskular atau demensia Alzhaimer.
Penelitian menunjukkan bahwa 40-75% pasien dengan NPH idiopatik
memiliki beta-amyloid atau temuan histologi lainnya yang terdapat pada
penyakit
Alzhaimer,
sedangkan
60%
memiliki
tanda
penyakit
cerebrovaskular yang punya klinis yang hampir sama dengan NPH idiopatik.
Pada pasien NPH, shunting cairan serebrospinal mampu memperbaiki gait,
meskipun jarang dapat memperbaiki gangguan kognitive. 7
11
2.5
Etiologi
Setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan setengahnya ada
penyebab, dengan demikian, NPH mungkin merupakan bentuk akhir dari
proses perjalanan beberapa penyakit. Etiologi idiopatik NPH telah dijelaskan
selama 4 dekade, namun, tidak ada teori tunggal yang diterima secara luas.
NPH idiopatik dapat muncul dari suatu bentuk reversible khas dari trauma
neuronal.5
Kebanyakan faktor penyebab NPH tidak tidak diketahui secara pasti.
Apabila NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan penyakit lain, termasuk
subarachnoid hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri, meningitis atau
komplikasi pembedahan, gejala ini disebut NPH sekunder. Sedangkan NPH
pada pasien yang tidak didahului penyebab tertentu disebut NPH primer atau
idiopathic NPH (INPH).4
Kemungkinan faktor penyebab normal pressure hidrocephalus
termasuk trauma kepala, perdarahan subarahnoid, meningitis, tumor SSP.
Walaupun setiap kondisi dapat menyebabkan hidrosephalus. Bagaimana cara
untuk menjelaskan hubungan dengan NPH masih belum dipahami dengan
baik.
2.6
Patofisiologi
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara
aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak. Sebagian besar cairan
serebrospinal diproduksi oleh pleksus koroideus di dalam ventrikel otak dan
mengalir melalui foramen Monro ke ventrikel III kemudian melalui
akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Dari sana likuor mengalir melalui
foramen Magendi dan Luschka ke sisterna dan rongga subaraknoid di bagian
kranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui villus arakhnoid yang
berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus serebral.
Hidrosefalus terjadi akibat kelebihan produksi, sumbatan sirkulasi atau
gangguan proses penyerapan.
12
rendahnya
resorpsi
CSS.
Rendahnya
resorpsi
CSS
13
14
sementara.
Penurunan
resorpsi
CSS
(cerebrospinal
fluid)
15
sekeliling sinus venosus dalam otak yang menghalangi CSS masuk ke dalam
sirkulasi pembuluh darah. Adanya riwayat bedah kepala atau bedah saraf,
intracranial hemorrhage, dan meningitis juga berhubungan dengan NPH.
Sayangnya, tingkat progresifitas NPH sering lambat, hingga sulit
menentukan etiopatologi pasti.2
2.7
Gejala Klinis
NPH dapat terjadi pada semua umur, meski penyakit ini lebih umum
terjadi pada usia tua. Frekuensi lebih sering pada usia dekade 6 atau 7
kehidupan. NPH ditandai trias klinis yaitu gangguan berjalan, demensia dan
inkontinensia urin. Namun, pasien dapat didiagnosis dan mulai diterapi jika
terdapat 2 dari trias Adams. Pasien sering datang dengan keluhan dizziness,
kesulitan menaiki atau menuruni tangga, kesulitan bangun dari posisi duduk,
dan dapat disertai riwayat terjatuh.4
Walaupun gejala Adams triad berhubungan erat dengan NPH fase
lanjut, tidak semua gejala tersebut dapat muncul saat stadium awal. Salah
satu gejala yang paling awal muncul adalah gangguan gait dan
keseimbangan, yang umumnya digambarkan sebagai shuffling atau berjalan
terseok-seok (langkah pendek), magnetic (sulit mengangkat tungkai atau
berjalan dengan kaki terseret lantai), berjalan lambat, broad based/ berdiri
dengan kedua tungkai dibuka lebar (kedua tungkai berpisah untuk menjaga
keseimbangan), glue footed (gangguan gait tipe abasia-astasia).2,4,9
Ciri gangguan gait yang penting dalam menyingkirkan diagnosis
banding adalah rotasi eksternal kaki, kesulitan memutar tubuh, tidak adanya
apraxia. Pada stage akhir, defisit motorik sering kali diperburuk oleh defisit
kognitif, bahkan mungkin pasien tidak bisa berjalan sama sekali.
Ketidakseimbangan pada NPH semakin buruk pada saat mata pasien ditutup,
tetapi pasien tetap berdiri dengan posisi broad base saat mata terbuka.
Bagian atas tubuh biasanya sedikit membungkuk, retropulsion bisa juga
terjadi secara spontan atau dengan provokasi. Gangguan motorik ekstremitas
16
superior biasanya ringan atau bahkan tidak ada dan bila ada biasanya hanya
berupa bradikinesia.
Gejala defisit motorik pada NPH juga disertai terdapatnya
peningkatan tonus dan reflek tendon tungkai bawah dan timbulnya
kelemahan serta inkoordinasi. Gangguan input dari kortex sensorimotor,
korteks frontal superior, dan gyrus anterior cingulate menuju formation
reticular di dalam tegmentum pada batang otak juga dapat berkontribusi
untuk gangguan gaya berjalan dan sikap berdiri. Karena serat-serat traktus
serebrospinal menyuplai fungsi motorik ekstremitas melewati ventrikel
lateral dalam corona radiata. Maka tidaklah mengherankan jika ganguan
gaya berjalan ini biasanya merupakan gejala pertama muncul dan pertanda
awal untuk follow up sukses tidaknya VP shunt.8
Defisit kognitif pada NPH idiopatik disebabkan oleh disfungsi
korteks frontal. Ketiadaan jaras kortikal membantu untuk membedakan
demensia pada NPH secara klinis dengan penyakit Alzheimer. Demensia
mempunyai ciri khas dengan hilangnya memori yang nyata dan
bradiphrenia. Progesivitasnya lebih lambat daripada demensia pada penyakit
Alzheimer. Defisit fokal dan atau kejang tidak biasa terjadi. Pasien dengan
NPH menunjukan defisit kognitif subkortikal termasuk didalamnya pikun,
perhatian yang berkurang, inersia dan bradiphrenia yang berbeda dengan
Alzheimer.2,8
Untuk mendiagnosis defisit kognitif atau demensia, maka minimal
harus ada 2 dari gejala berikut:
-
Gerakan lambat
17
18
2. Stroop test
Tes ini bertujuan untuk menilai selective attention dengan
menyebutkan warna tulisan yang dibuat tidak sesuai dengan kata
yang tertulis. Ada 2 area yang berperan dalam tes ini yaitu
anterior cingulate cortex dan the dorsolateral prefrontal cortex.
19
informasi,
dan
membedakan
belajar
dan
20
dilakukan shunting pada stage awal, namun perbaikan fungsi kognitif tidak
terjadi pada pasien yang memang menderita demensia vaskular atau
Alzhaimer.
Inkontinensia urin adalah gejala primer yang ketiga pada NPH.
Gangguan fungsi kemih di NPH dikarenakan hiperaktivitas detrusor akibat
tidak adanya kontrol inhibisi sentra baik total maupun parsial. Masalah
fungsi kemih ini ditandai peningkatan frekuensi buang air kecil, perasaan
urgensi, dan dalam tahap lanjut pasien tidak mampu menahan kencing.
Gejala ini mungkin diakibatkan adanya keterlibatan serat saraf corticospinal
sacral. Stadium awal INPH, timbul frekuensi urin dan urgensi. Seiring
perjalanan penyakit, terjadi inkontinensia urin dan inkontinensia feses harus
diwaspadai. Inkontinensia feses jarang terjadi pada penderita NPH, jika
terjadi pada pasien NPH, berarti telah terjadi disfungsi subkortikal frontal
yang cukup berat. Masalah urologi dapat muncul tergantung tingkat
keparahan penyakit Perlu uji urodynamic dan demonstrasi bladder
hyperactivity. Lemahnya gaya berjalan dapat memperbesar masalah
berkemih, seperti inkontinesia, dimana saat semakin sulitnya bergerak
sementara pasien harus mendadak ke kamar mandi. 2,4,8
Gejala lengkap NPH dijelaskan berdasarkan faktor mekanik dan
faktor iskemik. Pembesaran ventrikel menyebabkan peregangan dan
penurunan kelenturan pembuluh darah dan tekanan nadi yang tinggi
menyebabkan local ''barotrauma'' atau tegangan geser tangensial. Akibat
ventikulomegali menimbulkan trias gejala oleh karena adanya penekanan
atau
peregangan
nervus
pada
area-area
otak.
Dengan
demikian,
Dengan pemasangan
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis INPH bukan perkara yang mudah.
Penampakan klinis pasien yang mirip penyakit degeneratif otak yang lain
21
22
pada
pemeriksaan
neuroimaging,
pelebaran
ventrikel
INPH
termasuk:
periventricular
hyperintensities,
yang
23
juga
small-vessel
disease),
tetapi
tidak
mengeluarkan
24
pemeriksaan
radiologis
merupakan
alur
25
test
CSS
memiliki
sensitivitas
yang
rendah
(26-61%),
26
respon
yang
baik
terhadap
pemasangan
shunt
dibandingkan dengan evaluasi klinis dan radiologis dan teknik ini lebih
umum digunakan di Eropa daripada di Amerika.4
2.9
Diagnosis Banding
Idiopathic Normal Pressure Hydrocephalus merupakan penyakit
pada populasi usia tua, suatu kelompok usia yang umumnya memang
mengalami gejala seperti kesulitan berjalan, demensia, dan inkontinesia urin,
beberapa diagnosis banding perlu dipertimbangkan berdasarkan gejala
simtomatik tersebut, termasuk penyakit neurodegeneratif, etiologi vaskuler
dan gangguan urologi. INPH adalah satu dari sekian banyak gangguan yang
mempengaruhi gaya berjalan; kondisi umum lainnnya termasuk neuropati
perifer, stenosis lumbal atau servikal, arthritis, penyakit vestibular dan
Parkinson. Perbedaan INPH dan Parkinson dapat membingungkan. Kedua
penyakit ini sama-sama dengan gaya berjalan hipokinetik meperlihatkan
langkah pendek, tetapi gambaran spesifik INPH mencakup pola berdiri
dengan gaya kaki lebar dengan kedua telapak kaki berputar arah keluar dan
tidak dapat mengangkat tinggi langkahnya, kemampuan mempertahankan
ayunan tangan relatif. Selain itu, penggunaan tongkat hanya sedikit
memperbaiki gaya berjalan pada INPH, sedangkan penggunaan tongkat
efektif untuk mengatur dan memperlebar langkah pada pasien Parkinson.4
Diagnosis banding gangguan gait adalah neuropati perifer, stenosis
medula spinalis, gangguan telinga dalam, alkoholik kronis, defisiensi
27
vitamin B6 dan B12. Gaya berjalan abnormal dapat timbul pada pasien NPH
maupun pasien Parkinson; namun, cara berdiri pada pasien Parkinson
khasnya berdiri sempit (kedua tungkai dirapatkan), sedangkan cara berdiri
pasien NPH lebih luas (kedua tungkai dijarangkan). Pasien NPH sering tidak
disertai rigiditas/kekakuan cogwheel, tidak terdapat tremor saat istirahat, dan
tidak menunjukkan respon terhadap terapi levodopa. Onset dan karakteristik
gangguan gaya berjalan pasien NPH juga berbeda dengan pasien Alzheimer.
Gangguan berjalan pada pasien AD tidak mendahului penurunan
kemampuan kognitif sebagai mana terjadi pada pasien NPH. Selain itu,
pasien NPH tidak terdapat apraxia yang khas seperti yang tampak pada
pasien Alzheimer.2
Gangguan traktus urinarius diperburuk oleh perubahan gaya berjalan
pada pasien NPH. Pasien NPH sulit mengontrol kandung kemih hingga
terjadi pergeseran dari peningkatan urgency atau peningkatan frekuensi
hingga inkontinensia. Persoalan yang berkaitan kandung kemih bila diamati
pada NPH sama seperti apa yang ditemukan pada pasien AD, PD dan
demensia vaskuler, tetapi tidak dapat berhubungan langsung dengan kondisi
tersebut. Jadi, pasien yang datang dengan keluhan gejala urologi harus selalu
dievaluasi kemungkinan adanya infeksi, penyakit prostat (pada pria), atau
inkontinensia
stress
sebelum
mencurigainya
disebabkan
masalah
neurologis.2
Demensia merupakan gejala klinis umum pada usia tua dan punya
banyak penyebab. merosotnya kemampuan kognitif yang dipantau pada
pasien INPH banyak kesamaan pada demensia subkortikal lainnya, termasuk
penyakit Parkinson, diffuse Lewy body disease dan demensia vaskuler. Jika
tidak ditemukan adanya apraxia, agnosia dan aphasia dapat membantu untuk
membedakan INPH dari demensia kortikal, termasuk pula penyakit
demensia yang paling umum yaitu Alzheimer's disease.4
Walaupun perburukan kognitif pada AD, PD, demensia vaskuler dan
NPH sama-sama didapatkan, karakteristik tiap kelainan tersebut berbeda
jelas. Lemahnya kognitif pada NPH khasnya ditandai penurunan
28
NPH
dengan NPH
Demensia Kortikal
Alzheimer
Demensia
gangguan gait
sampai
terjadi
sedang-berat,
demensia
ada
defisit
Demensia
focal kortikal
Perubahan
kepribadian,
fronto-temporal
abnormalitas
impulsif,
psikiatris,
labil
secara
gait
demensia
fluktuasi fungsi kognitif
Gait hipokinetik, tremor Resting
tremor,
onset
(40% di NPH)
meningkat
dengan
29
sangat membungkuk.
lobus Pseudobulbar palsy, paresis
Progressive
Gejala
supranuclear
palsy
Degenerasi
kortikobasal
atas
Rigor,
alien
gejala
limb
asimetris,
phenomenon,
apraxia,
paresis
Kelambatan
Demensia AIDS
gangguan
gangguan
Depresi
kehilangan
kontrol
postural
psikomotor, HIV positif
memori,
gait
karena
myelopati HIV
yang Pseudodemensia
Pikiran depresif
berhubungan
dengan umur
Mixed Dementia
Demensia
Gangguan
vaskular
2.10 Penatalaksanaan
Medis
Penggunaan carbonic anhydrase inhibitor (Azetazolamide) dan
pungsi lumbal serial tidak disarankan, kecuali pada beberapa kasus yang
inoperable hal ini perlu dipertimbangkan dan dapat dilakukan hanya untuk
jangka pendek.1, 2, 12
Pengobatan NPH dilakukan melalui tindakan pembedahan untuk
mengalihkan kelebihan cairan serebrospinal (CSS). Usaha ini dilakukan
dengan cara implant shunt untuk drainase CSS dari sistem ventrikel
intracranial atau dari ruang subarachnoid lumbalis menuju arah distal,
30
31
32
oklusi shunt, dan kerusakan shunt. Reduksi cepat ukuran ventrikel diikuti
komplikasi seperti subdural hematoma, yang bisa terjadi 2-17%.
Penggunaan jenis katup dual-switch valves dan programmable valves dapat
mengurangi insiden komplikasi ini.1,13
Berdasarkan list komplikasi dari INPH guideline terdapat komplikasi
malfungsi shunt (20%), subdural hematom (2-17%), kejang (3-11%), infeksi
shunt (3-6%) dan hematoma intracerebral (3%).6 Dari 132 pasien INPH,
33% pasien harus diperbaiki shuntnya, 7% berkembang infeksi, 2% terjadi
subdural hematom, dan 1% terjadi hematoma intracerebral.4
2.11 Prognosis
Gejala NPH biasanya semakin buruk jika tidak mendapat terapi,
walaupun beberapa pasien dapat mengalami perbaikan sementara.
Sedangkan tingkat kesuksesan terapi dengan pemasangan shunt berbeda
antara satu pasien dengan pasien lainnya. Beberapa pasien sembuh sempurna
setelah terapi dan kembali hidup normal seperti biasa. Diagnosis dini dan
terapi yang sempurna meningkatkan prognosis kesembuhan.3
Prognosis secara keseluruhan dari NPH menetap adalah buruk
karena kurang menunjukkan perbaikan pada pasien sekalipun sudah
dilakukan pembedahan, hal ini akibat komplikasi yang berat. Dalam studi
Vanneste et al, studi komprehensif menjelaskan pernyataan di atas,
perbaikan hanya 21% pada pasien yang dilakukan shunt. Angka komplikasi
kira-kira 28% meninggal atau morbiditas residual berat mencapai 7%
pasien. Langkah yang perlu diperhatikan adalah pemilihan pasien yang
baik.1
Nilai hasil perbaikan bervariasi setelah pemasangan shunt. Variasi ini
dapat dijelaskan karena sebahagian besar menggunakan kriteria dengan
metode seleksi pasien dan penilaian postoperatif berbeda, dan variasi pada
periode follow up lanjutan. Guideline INPH melaporkan angka perbaikan
mencapai 30-96%. Sebuah metaanalisis 2001 melaporkan bahwa 59%
pasien mengalami perbaikan setelah pemasangan shunt, dan 29%
33
masa mengalami
gejala INPH
34
BAB III
PENUTUP
35
36
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dalvi, MD, A, & Premkumar, MD, A. 2010, February 09. Normal pressure
hydrocephalus. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1150924.
2.
3.
NINDS.
Normal
Pressure
Hydrocephalus
Information
Page.
http://www.ninds.nih.gov/disorders/normal_pressure_hydrocephalus.html.
4.
Gallia, G, Rigamonti, D, & Williams, M. (2006, July 14). The diagnosis and
treatment of idiopathic normal pressure hydrocephalus. Diakses dari
http://www.medscape.com/viewarticle/540190.
5.
6.
RSU
Sanglah
Denpasar
Bali.
Diakses
dari
http://www.dexamedica.com/dexa/article_files/tinjauan_pustaka_02janmar06.
pdf. DEXAMEDIA No.1, Vol.19, Januari-Maret.2006.
7.
37
38