Anda di halaman 1dari 42

Referat

NORMAL PRESSURE HYDROCEPHALUS (NPH)

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Departemen Neurologi RSMH Palembang

Disusun oleh:
Rani Iswara, S.Ked
04111401001

Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, SpS(K)

DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Referat

NORMAL PRESSURE HYDROCEPHALUS (NPH)

Oleh:
Rani Iswara, S.Ked
04111401001
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, SpS(K)

Telah diterima sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 11 Mei
2015 15 Juni 2015 di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang,

Juni 2015

dr. Alwi Shahab, SpS(K)

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul Normal Pressure Hydrocephalus (NPH).
Referat ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
Departemen Neurologi RSMH Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Alwi Shahab, SpS(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya referat ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari seluruh pihak agar referat ini menjadi lebih baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
Palembang,

Juni 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................... 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Ventrikel ..................................................... 3
2.2 Fisiologi Sistem Ventrikel ..................................................... 6
2.3 Definisi ................................................................................. 9
2.4 Epidemiologi .......................................................................... 10
2.5 Etiologi ................................................................................. 11
2.6 Patofisiologi .......................................................................... 11
2.7 Gejala Klinis ......................................................................... 15
2.8 Diagnosis .............................................................................. 20
2.9 Diagnosis Banding ................................................................ 26
2.10 Penatalaksanaan .................................................................... 30
2.11 Prognosis ............................................................................... 32
2.12 Follow Up Setelah Shunting ................................................. 33

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 35


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37

iv

BAB I
PENDAHULUAN

Normal pressure hydrocephalus (NPH) adalah tipe demensia pertama


yang dapat diobati. NPH pertama diperkenalkan oleh Hakim dan Adam
tahun 1965 sebagai suatu kondisi adanya keterlibatan beberapa variasi gejala
neurologis, pelebaran ventrikel, dan tekanan cairan serebrospinal (CSS)
normal pada pemeriksaan punksi lumbal. Penyakit ini mengarah pada
kesatuan gejala klinis yang terdiri dari trias gangguan gaya berjalan,
dementia, dan inkontinensia urin, serta dilengkapi dengan temuan
laboratorium adanya tekanan CSS normal dan hasil radiologis terdapat
ventrikulomegali.1,2
NPH termasuk kondisi neurologis yang memerlukan pertimbangan
banyak untuk menegakkan diagnosis, karena NPH menunjukkan gejala
serupa dengan beberapa bentuk demensia. Beberapa gejala kunci pada NPH
juga terdapat pada penyakit neurologis lainnya, seperti pada pasien
Alzheimer's disease (AD), Parkinson's disease (PD), dan dementia vascular.
Faktanya, diperkirakan terdapat 375.000 orang di Amerika yang menderita
NPH, namun karena pengggunaan kriteria diagnosis yang salah, NPH sering
didiagnosis dengan demensia atau Parkinson.2,3
NPH terjadi jika aliran CSS normal yang melalui sepanjang otak dan
spinal tersumbat atau terblok. Kondisi ini menyebabkan pelebaran ventrikel.
NPH dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya terjadi pada populasi
usia tua. Kebanyakan faktor penyebab NPH tidak tidak diketahui secara
pasti. Apabila NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan penyakit lain,
termasuk subarachnoid hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri,
meningitis atau komplikasi pembedahan, gejala ini disebut NPH sekunder.
Sedangkan NPH pada pasien yang tidak didahului penyebab tertentu disebut
NPH primer atau idiopathic NPH (INPH). 3,4

Tinjauan kepustakaan ini menjelaskan definisi, gejala klinis,


gambaran radiologis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, tindakan
pembedahan, prognostik dan akibat dari NPH.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Sistem Ventrikel


Ventrikel otak merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak
yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel
yang membatasi semua rongga otak dan medulla spinalis) dan mengandung
cairan serebrospinal. Empat ventrikel ini yaitu dua vetrikel lateralis,
ventrikel ketiga dan ventrikel keempat. Dalam setiap ventrikel terdapat
struktur sekresi khusus yang disebut pleksus koroideus. Pleksus koroideus
inilah yang mensekresi cairan serebrospinal (CSS) yang jernih dan tidak
berwarna, yang merupakan cairan pelindung di sekitar SSP. 5,6
2.1.1

Ventrikel Lateralis
Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral.
Ventrikel lateral mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga
melalui sepasang foramen interventrikularis (Monroe). Ventrikel
lateralis terbagi atas cornu anterior, corpus, cornu inferior dan cornu
posterior. Cornu anterior (frontal) terdapat dalam lobus frontalis.
Bagian atap dan dinding anterior dibatasi oleh corpus callosum.
Cornu anterior dan kedua ventrikel ini dipisahkan oleh septum
pellucidum. Dinding lateral dan dasar cornu anterior dibentuk oleh
caput nucleus caudatum. Cornu anterior melanjutkan diri hingga ke
foramen interventrikularis. Corpus terletak dalam lobus frontal dan
parietalis, mulai dari foramen interventrikularis hingga splenium
corpus callosum. Cornu inferior (temporale), letaknya mengarah ke
caudal dan frontal mengelilingi aspect caudalis thalamus, meluas ke
anterior ke dalam pars medialis lobus temporalis dan berakhir kirakira 2,5 cm dari polus temporalis. Atap dan dinding lateral dibentuk
oleh tapetum dan radiatio optical. Cornu posterior (occipital) berada
di dalam lobus occipital. Serabut dari tapetum corpus callosum

memisahkan ventrikel dari radiatio optica dan membentuk atap serta


dinding cornu posterior.
2.1.2

Ventrikel Ketiga
Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel ketiga
adalah celah sempit di antara dua ventrikel lateral. Ventrikel ketiga
memiliki atap, dasar, dan dinding: anterior posterior dan dua lateral.
Bagian atap dibentuk oleh tela koroidea. Dasarnya dibentuk oleh
chiasma optic, tuber cinereum dan infundibulum. Di bagian anterior
terdapat foramen interventrikulare Monroe yang menghubungkan
ventrikel ketiga dalam ventrikel lateral. Di bagian posterior
melanjutkan diri pada aquaductus serebri sylvii, dinding lateral
dibagi oleh sulcus hipothalamikus menjadi pars superior dan pars
inferior. Lantai ventrikel dibentuk oleh tegmentum mesencephali,
pedinculus serebri dan hypothalamus.

2.1.3

Ventrikel Keempat
Ventrikel keempat adalah sebuah ruangan pipih yang
berbentuk belah ketupat dan berisi Cairan Serebrospinal. Ventrikel
keempat terletak diantara batang dan otak dan serebellum. Di bagian
anterior, ventrikel keempat melanjutkan diri dari aquaductus serebri
sampai kanalis sentral dari medulla spinalis. Pada ventrikel keempat
terdapat tiga lubang, sepasang foramen luschka di lateral dan satu
foramen magendie di medial, yang berlanjut ke ruang subaraknoid
otak dan medulla spinalis.

2.1.4

Kanalis Sentralis Medulla Oblongata dan Medulla Spinalis


Merupakan saluran kecil memanjang yang berjalan sepanjang
korda spinalis dari pertengahan medulla oblongata ke arah bawah
sampai ujung bawah medulla spinalis 5-6 cm dari filum terminale.

Kanalis sentralis ini mengalami dilatasi berbentuk fusiformis yang


disebut ventrikel terminalis.
2.1.5

Ruang Subarakhnoid
Merupakan ruang yang terletak di antara lapisan arakhnoid
dengan piamater yang membungkus permukaan otak maupun
medulla spinalis. Selain berisi CSS ruang subarakhnoid ini juga
berisi pembuluh-pembuluh darah otak dan medulla spinalis serta
anyaman jaringan trabekular yang menghubungkan arakhnoid
dengan piameter. Pada tempat-tempat tertentu di mana terdapat
lekukan yang dalam antara satu bangunan dengan bangunan yang
lain nampak ruang subarakhnoid menjadi lebih lebar dan disebut
sisterna subarakhnoid. Beberapa sisterna yang kita ketahui adalah:
sisterna serebro medularis (sisterna magna), sisterna pontis, sisterna
interpendukularis, sisterna khiasmatik, sisterna vena serebri magna
(sisterna superior), sisterna sulkus lateralis, sisterna spinalis.

Gambar 1. Sistem Ventrikel

2.2

Fisiologi Sistem Ventrikel


2.2.1

Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinalis (CSS) adalah cairan jernih yang
mengisi ruang subarachnoid. Cairan serebrospinalis juga terdapat
dalam sistem ventrikel dan medulla spinalis. Seluruh ruang yang
melingkupi otak dan medulla spinalis memiliki volume kira-kira
1600 - 1700 ml dan sekitar 150 ml dari volume ini ditempati oleh
cairan serebrospinalis dan sisanya oleh otak dan medulla. Dari 150
ml ini, 125 ml di intracranial. Ventrikel mengandung 25 ml (sebagian
besar di ventrikel lateral) dan 100 ml sisanya di ruang subarachnoid
yang mengelilingi otak dan medulla spinalis.

2.2.2

Fungsi Cairan Serebrospinalis


Fungsi utama cairan serebrospinalis adalah untuk melindungi
otak dalam kubahnya yang padat. Otak dan cairan serebrospinalis
memiliki gaya berat spesifik yang kurang lebih sama (hanya berbeda
sekitar 4%), sehingga otak terapung dalam CSS. Oleh karena itu,
benturan pada kepala yang tidak terlalu keras akan menggerakkan
seluruh otak dan tengkorak secara serentak menyebabkan tidak satu
bagian pun dari otak yang berubah bentuk akibat adanya benturan
tersebut.

2.2.3

Pembentukan, aliran, dan absorpsi cairan cerebrospinalis


CSS disekresi dengan kecepatan 0,35 0,40 ml/menit yang
berarti normalnya, 50% dari total CSS digantikan setiap lima sampai
enam jam. CSS diproduksi oleh suatu sel epitel khusus pada dinding
dari keempat ventrikel disebut pleksus koroideus. Mungkin dua
pertiga atau lebih dari cairan ini berasal dari sekresi pleksus
koroideus pada keempat ventrikel terutama pada ventrikel lateral.
Dan selebihnya disekresikan oleh permukaan ependim dari ventrikel

dan membran arachnoid dan sebagian kecil berasal dari otak itu
sendiri melalui ruang perivaskuler yang mengelilingi pembuluh
darah yang masuk ke dalam otak. Setelah diproduksi di plekus
koroideus ventrikel lateral, CSS mengalir dari kedua ventrikel lateral
ke ventrikel ketiga melalui foramen interventrikulare dan melalui
aquaductus cerebri menuju ventrikel ke empat. Liquor ini kemudian
keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, dua foramina
luschka di lateral dan satu foramina Magendie ditengah, memasuki
sisterna magna yaitu sebuah ruang cairan yang besar yang terletak
dibelakang medulla dan dibawah serebellum. Sisterna magna
berhubungan dengan ruang subarachnoid yang mengelilingi seluruh
otak dan medulla spinalis. Hampir seluruh CSS kemudian mengalir
ke atas dari sisterna magna melalui ruang subarachnoid yang
mengelilingi serebrum. Dari sini CSS mengalir ke dalam villi
arachnoid multiple yang menyalurkannya ke dalam sinus venosus
yang lain pada serebrum. Akhirnya, CSS tersebut direabsorpsi ke
dalam darah vena melalui permukaan vili-vili ini.
Arah sirkulasi:
Ventrikel lateral foramen interventrikulare (foramen monroe)
ventrikel ketiga aquaductus cerebri (Sylvii) ventrikel keempat
satu foramen Magendie + dua foramen Luschka yang terdapat
dalam

ventrikel

arachnoidalis.

keempat

ruang

subarachnoid

vili

Gambar 2. Aliran Cairan Serebrospinal

2.2.4

Sekresi Pleksus Koroideus


Pleksus koroideus merupakan pertumbuhan pembuluh darah
yang dilapisi oleh selapis tipis sel epitel. Pleksus ini menjorok ke
dalam cornu temporal dari setiap ventrikel lateral, bagian posterior
ventrikel ketiga dan atap ventrikel keempat. Sekresi oleh pleksus
koroideus terutama tergantung pada transport aktif dari ion natrium
melewati sel epitel yang membatasi bagian luar pleksus.

2.2.5

Absorpsi Cairan Cerebrospinalis


Vili arachnoidalis secara makroskopis adalah penonjolan
seperti jari dari membran arachnoid ke dalam dinding sinus venosus.
Kumpulan besar vili-vili ini biasanya ditemukan bersama-sama dan
membentuk struktur makroskopis yang disebut granula arachnoid
yang terlihat menonjol ke dalam sinus. Dengan menggunakan
mikroskopik elektron terlihat bahwa vili ditutupi oleh sel endotel
yang memiliki lubang-lubang vesikuler besar yang langsung

menembus badan sel dimana lubang ini menyebabkan aliran yang


relatis bebas untuk CSS, molekul protein, dan bahkan partikelpartikel sebesar eritrosit dan lekosit ke dalam darah vena.
2.2.6

Tekanan Cairan Cerebrospinalis


Tekanan normal dari sistem CSS ketika seseorang berbaring
pada posisi horisontal rata-rata 130 mmH2O (10 mmHg) meskipun
serendah 65 mmH2O atau setinggi 195 mmH2O pada orang normal.
Secara normal CSS hampir seluruhnya diatur oleh absorpsi cairan
melalui vili arachnoidalis. Dengan alasan bahwa kecepatan normal
pembentukan CSS bersifat konstan, sehingga dalam pengaturan
tekanan jarang terjadi faktor perubahan dalam pembentukan cairan.
Sebaliknya vili berfungsi seperti katup yang memungkinkan cairan
dan isinya mengalir ke dalam darah dalam sinus venosus dan tidak
memungkinkan aliran sebalikanya.

2.3

Definisi
Normal Pressure Hydrocephalus (NPH) adalah sindroma klinis yang
ditandai gangguan gaya berjalan, demensia, inkontinensia urin dan
berhubungan dengan adanya ventrikulomegali tanpa disertai peningkatan
tekanan cairan serebrospinal (CSS) dan tanpa adanya tanda atrofi otak.1,4
Ada 2 tipe NPH, yaitu NPH idiopatik (primer) dan NPH sekunder.
NPH idiopatik dibedakan dari NPH sekunder yang biasanya disebabkan oleh
perdarahan subarachnoid (23 %), meningitis (4,5%), dan trauma kapitis
(12,5%). Yang sama antara NPH idiopatik dan NPH sekunder adalah
keduanya sama-sama tidak melibatkan obstruksi aliran CSS dalam sistem
ventrikular di otak. Perbedaan NPH idiopatik dan NPH sekunder adalah
NPH sekunder terjadi pada pasien umur berapapun, sedangkan NPH
idiopatik biasanya terjadi pada pasien usia tua. Setengah dari kasus NPH
dianggap idiopatik dan setengahnya ada penyebab, dengan demikian, NPH

10

mungkin merupakan bentuk akhir dari proses perjalanan beberapa penyakit.6,


8

2.4

Epidemiologi
Pada tahun 2012 di Jerman, 1 diantara 80 orang menderita demensia.
Di Jerman terdapat 250.000 orang yang didiagnosis demensia setiap
tahunnya. NPH terjadi pada 6% kasus demensia. Sebuah penelitian yang
dilakukan di panti jompo di Jerman, 9-14% penghuninya mengalami NPH.
Studi epidemiologi NPH sangat sedikit dilakukan, karena tidak adanya
kriteria diagnosis yang sama pada setiap negara. Insidensi NPH diperkirakan
antara 0,2-5,5 kasus baru per 100.000 orang per tahun. Prevalensi NPH
dilaporkan 0,003% pada orang usia < 65 tahun dan 0,2-2,9% orang dengan
usia 65 tahun. Prevalensi NPH dengan gejala neurodegeneratif meningkat
dengan pertambahan usia. 7
Faktanya, diperkirakan terdapat 375.000 orang di Amerika yang
menderita NPH, namun karena pengggunaan kriteria diagnosis yang salah,
NPH sering didiagnosis dengan demensia atau Parkinson's.2 Tidak ada
perbedaan jenis kelamin yang lebih cenderung mengalami NPH, namun
NPH sering dialami pasien usia lanjut. NPH dapat terjadi pada semua umur,
meski penyakit ini lebih umum terjadi pada usia tua. Frekuensi lebih sering
pada usia dekade 6 atau 7 kehidupan.2,5 Faktanya, 75 % pasien dengan NPH
idiopatik juga menderita demensia vaskular atau demensia Alzhaimer.
Penelitian menunjukkan bahwa 40-75% pasien dengan NPH idiopatik
memiliki beta-amyloid atau temuan histologi lainnya yang terdapat pada
penyakit

Alzhaimer,

sedangkan

60%

memiliki

tanda

penyakit

cerebrovaskular yang punya klinis yang hampir sama dengan NPH idiopatik.
Pada pasien NPH, shunting cairan serebrospinal mampu memperbaiki gait,
meskipun jarang dapat memperbaiki gangguan kognitive. 7

11

2.5

Etiologi
Setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan setengahnya ada
penyebab, dengan demikian, NPH mungkin merupakan bentuk akhir dari
proses perjalanan beberapa penyakit. Etiologi idiopatik NPH telah dijelaskan
selama 4 dekade, namun, tidak ada teori tunggal yang diterima secara luas.
NPH idiopatik dapat muncul dari suatu bentuk reversible khas dari trauma
neuronal.5
Kebanyakan faktor penyebab NPH tidak tidak diketahui secara pasti.
Apabila NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan penyakit lain, termasuk
subarachnoid hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri, meningitis atau
komplikasi pembedahan, gejala ini disebut NPH sekunder. Sedangkan NPH
pada pasien yang tidak didahului penyebab tertentu disebut NPH primer atau
idiopathic NPH (INPH).4
Kemungkinan faktor penyebab normal pressure hidrocephalus
termasuk trauma kepala, perdarahan subarahnoid, meningitis, tumor SSP.
Walaupun setiap kondisi dapat menyebabkan hidrosephalus. Bagaimana cara
untuk menjelaskan hubungan dengan NPH masih belum dipahami dengan
baik.

2.6

Patofisiologi
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara
aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak. Sebagian besar cairan
serebrospinal diproduksi oleh pleksus koroideus di dalam ventrikel otak dan
mengalir melalui foramen Monro ke ventrikel III kemudian melalui
akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Dari sana likuor mengalir melalui
foramen Magendi dan Luschka ke sisterna dan rongga subaraknoid di bagian
kranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui villus arakhnoid yang
berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus serebral.
Hidrosefalus terjadi akibat kelebihan produksi, sumbatan sirkulasi atau
gangguan proses penyerapan.

12

Ada konsensus yang menjelaskan bahwa ketidakseimbangan


produksi CSS dan resorpsinya pada NPH tidak disebabkan oleh kelebihan
produksi. Pada NPH sering terjadi peningkatan resistensi aliran CSS. NPH
terjadi karena rendahnya craniospinal compliance atau rendahnya vascular
compliance pada circle of Willis sehingga menyebabkan hilangnya
windkessel effect pada arteri basis cranii. Hilangnya elastisitas ini bisa
karena sebab primer (misalnya artherosklerosis) atau sekunder sebagai
akibat dari rendahnya craniospinal compliance yang menghambat ekspansi
arteri di basis cranii. Hal ini menyebabkan stress kompresi yang lebih tinggi
dan menjadi tekanan yang lebih besar pada parenkim otak. Kerusakan
jaringan, terutama pada daerah periventrikular, terjadi karena perbedaan
anatomi dan fisiologi antara bagian superfisial dan bagian dalam jaringan
otak. Kerusakan fokal otak ini bermanifestasi sebagai ventrikulomegali.
Akibat dari hilangnya windkessel effect lebih jauh dapat menyebabkan
rendahnya cerebral blood flow (CBF) dan hipoperfusi otak, lalu
menyebabkan

rendahnya

resorpsi

CSS.

Rendahnya

resorpsi

CSS

mengganggu clearance racun hasil metabolik yang berkontribusi pada


patogenesis Alzhaimer. 7

13

Gambar 3. Model Patofisiologi NPH 7

Teori klasik menjelaskan bahwa tekanan CSS tidak meningkat pada


NPH karena ventrikel membesar untuk menampung volume CSS yang
meningkat; oleh karena itu, tekanan CSS normal. Teori lain menjelaskan
bahwa terjadi peningkatan tekanan sementara selama ventrikel membesar
(terjadi inflasi ventrikel) tetapi normal kembali setelah luas ventrikel
seimbang dengan volume CSS. Seiring waktu perkembangan gejala klinis,
ventrikel mengalami pelebaran, dan tekanan dapat berada dalam batas
normal. Jadi, mengukur tekanan CSS tidak membantu dalam menegakkan

14

diagnosis. Tidak adanya peningkatan tekanan CSS, sebagaimana terlihat


pada bentuk hidrosefalus lain, maka hal ini juga menjadi alasan sangat sulit
menegakkan diagnosis NPH.2
Pembesaran ventrikel dapat terjadi saat timbul tekanan antar lapisan.
yaitu perbedaan tekanan antara ventrikel dan ruang subarachnoid meningkat,
bahkan

sementara.

Penurunan

resorpsi

CSS

(cerebrospinal

fluid)

meningkatkan tekanan transmantle (antar lapisan). Walau banyak ahli


menyatakan bahwa resorpsi CSS terjadi pada tingkat vili arachnoidal
(mikroskopis) atau arachnoid granulations (makroskopis), para ahli lainnya
yakin bahwa sebagian besar resorpsi subtansial CSS terjadi pada tingkat
parenkim otak, yaitu melalui transkapiler atau transvenular (hal ini terbukti
bahwa pada pasien hidrosefalus obstruktif dapat terjadi reabsorbsi sebagian
kecil CSS).5
Ketika otak berfungsi secara baik, cairan serebrospinal diproduksi
oleh plexus choroid dengan kecepatan 20-25 mL per jam. CSS kemudian
bersirkulasi dari ventrikel lateral melewati garis tengah ventrikel tiga dan
akhirnya masuk kedalam ventrikel empat mengisi ke dalam fossa posterior
otak. Dari ventrikel empat, CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke
ruang subarachnoid melingkupi otak dan medula spinalis, dimana CSS
berperan sebagai bantalan membantu mencegah cedera kepala. Cairan
serebrospinal normalnya diserap oleh villi arachnoid dan masuk ke dalam
sinus venosus dalam jumlah yang sama dari jumlah produksi untuk menjaga
konsistensi sirkulasi dan tekanan. Pada pasien NPH, bagaimanapun, CSS
tidak direabsobsi adekuat, menyebabkan penumpukan terlalu banyak cairan
dalam otak dan menimbulkan trias gejala khas.2
Kelebihan CSS dalam otak dapat diakibatkan baik oleh perubahan
idiopatik maupun trauma.2 Walaupun, kekacauan reabsobsi CSS oleh villi
arachnoid tidak sepenuhnya dipahami, beberapa teori menghubungkan
proses terjadinya akumulasi cairan dengan adanya scar (parut) jaringan. Hal
ini dipercaya bahwa scar tissue menurunkan kemampuan villi arachnoid
untuk menyerap CSS secara baik, atau scar tissue dapat terjadi pada

15

sekeliling sinus venosus dalam otak yang menghalangi CSS masuk ke dalam
sirkulasi pembuluh darah. Adanya riwayat bedah kepala atau bedah saraf,
intracranial hemorrhage, dan meningitis juga berhubungan dengan NPH.
Sayangnya, tingkat progresifitas NPH sering lambat, hingga sulit
menentukan etiopatologi pasti.2
2.7

Gejala Klinis
NPH dapat terjadi pada semua umur, meski penyakit ini lebih umum
terjadi pada usia tua. Frekuensi lebih sering pada usia dekade 6 atau 7
kehidupan. NPH ditandai trias klinis yaitu gangguan berjalan, demensia dan
inkontinensia urin. Namun, pasien dapat didiagnosis dan mulai diterapi jika
terdapat 2 dari trias Adams. Pasien sering datang dengan keluhan dizziness,
kesulitan menaiki atau menuruni tangga, kesulitan bangun dari posisi duduk,
dan dapat disertai riwayat terjatuh.4
Walaupun gejala Adams triad berhubungan erat dengan NPH fase
lanjut, tidak semua gejala tersebut dapat muncul saat stadium awal. Salah
satu gejala yang paling awal muncul adalah gangguan gait dan
keseimbangan, yang umumnya digambarkan sebagai shuffling atau berjalan
terseok-seok (langkah pendek), magnetic (sulit mengangkat tungkai atau
berjalan dengan kaki terseret lantai), berjalan lambat, broad based/ berdiri
dengan kedua tungkai dibuka lebar (kedua tungkai berpisah untuk menjaga
keseimbangan), glue footed (gangguan gait tipe abasia-astasia).2,4,9
Ciri gangguan gait yang penting dalam menyingkirkan diagnosis
banding adalah rotasi eksternal kaki, kesulitan memutar tubuh, tidak adanya
apraxia. Pada stage akhir, defisit motorik sering kali diperburuk oleh defisit
kognitif, bahkan mungkin pasien tidak bisa berjalan sama sekali.
Ketidakseimbangan pada NPH semakin buruk pada saat mata pasien ditutup,
tetapi pasien tetap berdiri dengan posisi broad base saat mata terbuka.
Bagian atas tubuh biasanya sedikit membungkuk, retropulsion bisa juga
terjadi secara spontan atau dengan provokasi. Gangguan motorik ekstremitas

16

superior biasanya ringan atau bahkan tidak ada dan bila ada biasanya hanya
berupa bradikinesia.
Gejala defisit motorik pada NPH juga disertai terdapatnya
peningkatan tonus dan reflek tendon tungkai bawah dan timbulnya
kelemahan serta inkoordinasi. Gangguan input dari kortex sensorimotor,
korteks frontal superior, dan gyrus anterior cingulate menuju formation
reticular di dalam tegmentum pada batang otak juga dapat berkontribusi
untuk gangguan gaya berjalan dan sikap berdiri. Karena serat-serat traktus
serebrospinal menyuplai fungsi motorik ekstremitas melewati ventrikel
lateral dalam corona radiata. Maka tidaklah mengherankan jika ganguan
gaya berjalan ini biasanya merupakan gejala pertama muncul dan pertanda
awal untuk follow up sukses tidaknya VP shunt.8
Defisit kognitif pada NPH idiopatik disebabkan oleh disfungsi
korteks frontal. Ketiadaan jaras kortikal membantu untuk membedakan
demensia pada NPH secara klinis dengan penyakit Alzheimer. Demensia
mempunyai ciri khas dengan hilangnya memori yang nyata dan
bradiphrenia. Progesivitasnya lebih lambat daripada demensia pada penyakit
Alzheimer. Defisit fokal dan atau kejang tidak biasa terjadi. Pasien dengan
NPH menunjukan defisit kognitif subkortikal termasuk didalamnya pikun,
perhatian yang berkurang, inersia dan bradiphrenia yang berbeda dengan
Alzheimer.2,8
Untuk mendiagnosis defisit kognitif atau demensia, maka minimal
harus ada 2 dari gejala berikut:
-

Gerakan lambat

Gangguan perhatian dan konsentrasi

Perlambatan dan penurunan kualitas gerakan motorik halus

Gangguan memori jangka pendek (dapat menerima informasi,


tetapi tidak bisa mengulangi)

Pada stage akhir: apatis, bradifrenia, semakin sedikit berbicara.


Penurunan kemampuan kognitif cenderung muncul secara bertahap

pada pasien NPH. Awalnya NPH mempengaruhi fungsi eksekutif (inisiatif,

17

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan) terlebih dahulu. Gejala


khasnya mencakup lambatnya psikomotor atau retardasi psikomotor, sulit
menfokuskan

perhatian, gangguan verbal, penurunan kemampuan

memimpin dan sulit melaksanakan tugas. Defisit kognitif ini merupakan


ciri khas akibat tipe subkortikal. Apraxia, agnosia and aphasia jarang
ditemukan pada NPH idiopatik. Lebih 40% pasien NPH mengalami
hiperinsomnia. Gangguan perilaku seperti depresi dan agitasi dapat juga
terjadi namun jarang. Perubahan mood, kepribadian, dan perilaku
merupakan gejala penyakit degeneratif tipe lain.2,4
Pemeriksaan psikomotor yang objektif perlu dilakukan untuk
membantu membedakan demensia kortikal dan subkortikal, beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1. The grooved pegboard test
Tes ini bertujuan menilai ketangkasan, kecepatan tangan, dan
koordinasi visual-motorik dengan mengukur seberapa cepat
seseorang mampu memasukkan batangan besi ke dalam lubang
pada papan.

Gambar 4. Grooved Peg Board

18

2. Stroop test
Tes ini bertujuan untuk menilai selective attention dengan
menyebutkan warna tulisan yang dibuat tidak sesuai dengan kata
yang tertulis. Ada 2 area yang berperan dalam tes ini yaitu
anterior cingulate cortex dan the dorsolateral prefrontal cortex.

Gambar 5. Stroop Effect

3. The digit span test


Tes ini bertujuan untuk menilai fungsi kognitif yang mampu
menyimpan sementara dan memanipulasi informasi. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan cara pasien diminta mengingat sederet
angka lalu mengucapkannya ulang secara berurutan dari depan
ataupun dibalik dari belakang.

Gambar 6. Digit Span Test

19

4. The trail making A/B test


Tes ini bertujuan untuk menilai atensi visual dan task switching.
The trail making A test dilakukan dengan meminta pasien untuk
menyambungkan titik-titik sesuai urutan nomornya (1-25). The
trail making B test dilakukan dengan meminta pasien untuk
menyambungkan titik-titik sesuai urutan yang angka dan huruf
secara bergantian (misalnya 1-A-2-B, dst)

Gambar 7. Trail Making A/B Test

5. The rey auditory-verbal learning test


Tes ini bertujuan untuk menilai memori jangka pendek auditoriverbal, kecepatan belajar, strategi belajar, interferensi retroaktif
dan proaktif, adanya kebingungan dalam memproses memori,
penyimpanan

informasi,

dan

membedakan

belajar

dan

mengingat. Tes dilakukan dengan pasien diberikan daftar 15 kata


yang tidak saling berhubungan yang disebutkan sebanyak 5 kali,
lalu pasien diminta mengulangi kata-kata tersebut. Kemudian,
pasien akan diberikan lagi 15 daftar kata baru yang tidak saling
berhubungan, lalu pasien diminta mengulangi 15 daftar kata
pertama yang diberikan dan ulangi lagi setelah 30 menit.
Sedangkan, untuk Mini Mental Status Examination digunakan untuk menilai
demensia kortikal. Perbaikan fungsi kognitif terjadi pada 80% pasien yang

20

dilakukan shunting pada stage awal, namun perbaikan fungsi kognitif tidak
terjadi pada pasien yang memang menderita demensia vaskular atau
Alzhaimer.
Inkontinensia urin adalah gejala primer yang ketiga pada NPH.
Gangguan fungsi kemih di NPH dikarenakan hiperaktivitas detrusor akibat
tidak adanya kontrol inhibisi sentra baik total maupun parsial. Masalah
fungsi kemih ini ditandai peningkatan frekuensi buang air kecil, perasaan
urgensi, dan dalam tahap lanjut pasien tidak mampu menahan kencing.
Gejala ini mungkin diakibatkan adanya keterlibatan serat saraf corticospinal
sacral. Stadium awal INPH, timbul frekuensi urin dan urgensi. Seiring
perjalanan penyakit, terjadi inkontinensia urin dan inkontinensia feses harus
diwaspadai. Inkontinensia feses jarang terjadi pada penderita NPH, jika
terjadi pada pasien NPH, berarti telah terjadi disfungsi subkortikal frontal
yang cukup berat. Masalah urologi dapat muncul tergantung tingkat
keparahan penyakit Perlu uji urodynamic dan demonstrasi bladder
hyperactivity. Lemahnya gaya berjalan dapat memperbesar masalah
berkemih, seperti inkontinesia, dimana saat semakin sulitnya bergerak
sementara pasien harus mendadak ke kamar mandi. 2,4,8
Gejala lengkap NPH dijelaskan berdasarkan faktor mekanik dan
faktor iskemik. Pembesaran ventrikel menyebabkan peregangan dan
penurunan kelenturan pembuluh darah dan tekanan nadi yang tinggi
menyebabkan local ''barotrauma'' atau tegangan geser tangensial. Akibat
ventikulomegali menimbulkan trias gejala oleh karena adanya penekanan
atau

peregangan

nervus

pada

area-area

otak.

menimbulkan tanda-tanda neurologis tidak normal.

Dengan

demikian,

Dengan pemasangan

shunt, maka dapat menambah kapasitas sistem dan meningkatkan perfusi,


bukan untuk menurunkan tekanan (yang sudah normal).8
2.8

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis INPH bukan perkara yang mudah.
Penampakan klinis pasien yang mirip penyakit degeneratif otak yang lain

21

sering mengaburkan diagnosis. Selama ini penegakan diagnosis didasarkan


pada trias gejala yang menjadi ciri khas Normal Pressure Hydrocephalus
ditambah dengan pemeriksaan CT Scan atau MRI serta pengukuran tekanan
cairan otak. Tiga gejala klinis tersebut adalah gangguan gaya berjalan,
demensia, dan inkontinensia urin. Pemeriksaan Radiologi berupa CT Scan
atau MRI menunjukkan gambaran pembesaran ventrikel, tetapi pada
pengukuran tekanan cairan otak menunjukkan bahwa cairan otak
mempunyai tekanan yang normal yaitu sebesar 5-18 mmHg (70-245
mmH2O).
Terdapat variasi gambaran klinis, progresifitas dan keparahan gejala
yang signifikan, dan semua trias tersebut tidak selalu harus muncul untuk
menegakkan diagnosis INPH. Secara khusus, bagaimanapun, gaya berjalan
dan kurangnya keseimbangan muncul sebelum atau bersamaan dengan
inkontinensia urin atau saat onset munculnya demensia. Diagnosis lengkap
INPH membutuhkan bukti anamnesis gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
neuroimaging. 4
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pasien datang dengan gangguan progressif yang bertahap. Sebagai
catatan, trias gejala klasiknya adalah gaya berjalan abnormal, inkontinensia
urin, dan demensia. Kekacauan gaya berjalan sebagai ciri utama dan perlu
dipetimbangkan adanya respon terhadap terapi. Gejala yang menonjol
adalah keluhan gaya berjalan. Kelemahan nyata atau ataxia adalah tipe
gejala yang tidak khas pada NPH.1
Gaya berjalan pasien NPH khas seperti bradikinetik, gaya berdiri
dengan kedua tungkai dibuka lebar, berjalan menyeret lantai dan terseokseok. Gejala urinaria dapat berupa frekuensi, urgensi, atau inkontinensia.
Sedangkan inkontinensia dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan gaya
berjalan dan demensia. 1,5
Demensia pada pasien NPH ditandai kehilangan memori yang
mencolok dan bradiprenia. Defisit frontal dan subcortikal adalah lafal yang
utama. Selain itu, defisit juga mencakup lupa, penurunan perhatian,

22

inersia/kelembaman dan bradiprenia. Kehadiran tanda kortikal seperti


aphasia atau agnosia akan menimbulkan kecurigaan untuk patologi
alternative lainnya sepeti Alzheimer disease atau dementia vascular.
Bagaimanapun, patologi komorbid tidaklah berhubungan dengan umur.1
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, diperlukan
tes diagnostik selanjutnya untuk menegakkan diagnosis. Umumnya, uji
laboratorium tidak banyak membantu. Bagaimanapun, foto radiologis
memegang peranan penting menegakkan diagnostic NPH.1,4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan peninjang yang dapat digunakan untuk diagnosis
normal preasure hydrocephalus dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Laboratorium
Hiponatermi dilaporkan pada pasien NPH karena tekanan pada
hipotalamus yang menggambarkan gangguan sekresi hormon anti
diuretik. Ini bukanlah penemuan yang konsisten. Umumnya, uji
laboratorium tidak banyak membantu.
b. Radiologi
Pemeriksaan esensial untuk evaluasi pasien yang dicurigai INPH
adalah neuroimaging dengan CT atau MRI untuk menilai ukuran
ventrikel. Walaupun tidak didapatkan tanda yang sesuai untuk diagnosis
INPH

pada

pemeriksaan

neuroimaging,

pelebaran

ventrikel

dibandingkan dengan sulcus serebri perlu untuk menegakkan diagnosis


INPH pada pasien yang mengalami gejala yang sesuai. Pada potongan
koronal level komisura posterior, didapatkan penyempitan ruang
subarachnoid dan sisterna medial. Ventrikel ketiga biasanya juga
membesar, sedangkan ventrikel keempat bisa membesar atau tidak
membesar. Rasio frontal horn (Evans' index), didefinisikan sebagai lebar
ventrikel dari frontal horn maximal dibagi diameter transversal tulang
tengkorak diukur dari bagian dalam, dikatakan ventrikulomegali jika
nilainya 0,3 atau lebih.10 Gambaran radiologis lain yang dapat ditemukan
pada

INPH

termasuk:

periventricular

hyperintensities,

yang

23

berhubungan karena terjadinya iskemia mikrovaskuler subkortikal


(disebut

juga

small-vessel

disease),

tetapi

tidak

mengeluarkan

kemungkinan INPH, peningkatan aliran cairan serebrospinal (CSS)


secara cepat ke dalam aquaduktus; akan menipiskan dan meninggikan
atau elevasi corpus callosum pada gambaran foto sagittal; dan tidak ada
bukti adanya obstruksi aliran CSS.4

Gambar 8. Perbandingan CT scan normal dan CT scan pada pasien NPH

Gambar 9. Neuroimaging dari 2 pasien dengan idiopathic normal


pressure hydrocephalus. (A) CT scan kepala menunjukkan
ventrikulomegali tanpa disertai atrofi kortikal yang signifikan. (B) MRI
kepala menunjukkan ventrikulomegali dan adanya perubahan iskemik
subkortikal. Kedua pasien idiopathic normal pressure hydrocephalus
tersebut mengalami perbaikan gejala setelah pemasangan shunt

24

Computed tomography (CT) scans dan magnetic resonance


imaging (MRI) dapat digunakan untuk diagnosis NPH, Meskipun, tidak
ada kriteria yang dihandalkan untuk memastikan diagnosis dengan kedua
modalitas tersebut. Beberapa pasien berusia tua yang mengalami
pembesaran ventrikel normal tidak selamanya diakibatkan oleh NPH;
jadi, ventrikel bisa saja melebar sebagai akibat adanya atrofi otak atau
penyusutan. Dalam kasus ini, pola dan tekanan aliran CSS akan normal.
Bagaimanapun

pemeriksaan

radiologis

merupakan

alur

menegakkan diagnosis NPH dengan memperhatikan Evans ratio (rasio


antara frontal horns berbanding dengan lebar tulang tengkorak yang
diukur dari tepi bagian dalam calvaria). Demensia non-NPH dengan
ventrikulomegali biasanya berhubungan dengan meningkatnya Evans
ratio. Ahli radiologi akan memastikan adanya atrofi hipocampus atau
adanya peningkatan volume CSS.2
MRI kepala adalah pemeriksaan penunjang yang dianjurkan
untuk menegakkan diagnosis NPH, khususnya T2-weighted images. CT
scan kepala dapat digunakan jika MRI tidak tersedia. Kedua teknik
radiologis tersebut disesuaikan dengan kebutuhan klinis.1
Keterbatasan teknik pemeriksaan CT scan dan MRI hanya untuk
menilai hidrosefalus dengan ventrikulosulcal yang tidak seimbang.
Pengamatan ini termasuk penilaian subjektif, dan pada pasien dengan
pelebaran beberapa sulkus hanya terdapat ventrikulomegaly minimal,
dan pemeriksaan ini tidak sensitif atau tidak spesifik.1
Terdapat beberapa tes penunjang yang dapat meningkatkan
diagnositik akurat dan dan perlu dipertimbangkan pada pasien yang
dicurigai INPH. Tes tersebut mencakup CSS tap test, external CSS
drainage via spinal drainage, dan CSS outflow resistance determination.
Selain itu, beberapa teknik pemeriksaan radiologic lain telah dicoba
investigasi pada pasien INPH, termasuk single-photon emission CT,
PET, nuclear cisternography, dan CSS flow velocity. Penilaian
diagnostik dengan pemeriksaan tersebut tidak dianjurkan dan saat ini

25

pemeriksaan penunjang demikian tidak rutin dilakukan pada pasien


INPH.4
Cisternography, salah satu tes yang dilakukan untuk diagnosis
NPH, menghandalkan monitoring CT terhadap injeksi radionucleotides
kedalam ruang subarachnoid melalui spinal tap. Adanya refluks
radionucleotides kedalam ventrikel dipantau menggunakan CT secara
berskala lebih 4 kali sehari.8 Pasien NPH memperlihatkan reabsorbsi
CSS yang rendah, kondisi ini mengakibatkan zat warna radionucleotide
tidak akan diabsorbsi sempurna seperti yang terjadi pada pasien nonNPH.
Untuk mereka yang kemungkinan didiagnosis NPH, dapat pula
dilakukan lumbal punksi. Pertama, dilakukan tes gaya berjalan. Lalu,
dilakukan Tap test CSS disebut juga large volume lumbal punksi, dengan
mengambil 30-70 cc CSS dan kemudian dievaluasi kembali gaya
berjalan pasien. Setelah lumbal punksi, akan menunjukkan perbaikan
segera pada pasien yang benar-benar menderita NPH, meskipun
beberapa kasus, dibutuhkan beberapa hari untuk terjadinya perbaikan.
Tap test CSS dapat diulang 2-3 hari berturut-turut atau bisa juga dengan
continous spinal drainage yaitu mengambil 150-200 ml CSS/ hari
selama 2-7 hari, dan harus dinilai adanya perbaikan klinis secara
periodik. Pemeriksaan ini dipercaya sebagai metode yang lebih baik
untuk memastikan diagnosis NPH.2,9 Tes tersebut dinyatakan positif jika
jumlah langkah yang diambil dalam tes gait 10 m dan waktu yang
dibutuhkan untuk berjalan sejauh 10 m berkurang minimal 20% atau tes
psikometrik menunjukan perbaikan minimal 10%. Terjadi perbaikan
gejala setelah pembuangan CSS, kemungkinan menunjukkan respon
yang baik terhadap pemasangan shunt (nilai prediksi positif 73-100%).
Tap

test

CSS

memiliki

sensitivitas

yang

rendah

(26-61%),

bagaimanapun, dan tes negative tidak dapat digunakan untuk


menyingkirkan diagnosis INPH, tekanan terbuka juga diukur. Range
tekanan terbuka INPH adalah 60 - 240 mmH2O, atau 4,4 - 17,6 mmHg. 6

26

Penilaian respon klinis dari drainase CSS yang lama melalui


kateter spinal memiliki kombinasi sensitivitas yang tinggi (50-100%),
spesifitas (60-100%) dan nilai prediksi positif (80-100%). Metode ini
memerlukan perawatan di rumah sakit dan staf perawat yang terlatih
berkompeten dalam managemen drainase CSS eksternal. dan memiliki
risiko komplikasi tinggi (infeksi, iritasi serat saraf). Konsekuensinya,
cara ini hanya digunakan secara terbatas di center-center Amerika.
Identifikasi peningkatan abnormal resistensi aliran keluar CSS juga
meningkatkan

respon

yang

baik

terhadap

pemasangan

shunt

dibandingkan dengan evaluasi klinis dan radiologis dan teknik ini lebih
umum digunakan di Eropa daripada di Amerika.4
2.9

Diagnosis Banding
Idiopathic Normal Pressure Hydrocephalus merupakan penyakit
pada populasi usia tua, suatu kelompok usia yang umumnya memang
mengalami gejala seperti kesulitan berjalan, demensia, dan inkontinesia urin,
beberapa diagnosis banding perlu dipertimbangkan berdasarkan gejala
simtomatik tersebut, termasuk penyakit neurodegeneratif, etiologi vaskuler
dan gangguan urologi. INPH adalah satu dari sekian banyak gangguan yang
mempengaruhi gaya berjalan; kondisi umum lainnnya termasuk neuropati
perifer, stenosis lumbal atau servikal, arthritis, penyakit vestibular dan
Parkinson. Perbedaan INPH dan Parkinson dapat membingungkan. Kedua
penyakit ini sama-sama dengan gaya berjalan hipokinetik meperlihatkan
langkah pendek, tetapi gambaran spesifik INPH mencakup pola berdiri
dengan gaya kaki lebar dengan kedua telapak kaki berputar arah keluar dan
tidak dapat mengangkat tinggi langkahnya, kemampuan mempertahankan
ayunan tangan relatif. Selain itu, penggunaan tongkat hanya sedikit
memperbaiki gaya berjalan pada INPH, sedangkan penggunaan tongkat
efektif untuk mengatur dan memperlebar langkah pada pasien Parkinson.4
Diagnosis banding gangguan gait adalah neuropati perifer, stenosis
medula spinalis, gangguan telinga dalam, alkoholik kronis, defisiensi

27

vitamin B6 dan B12. Gaya berjalan abnormal dapat timbul pada pasien NPH
maupun pasien Parkinson; namun, cara berdiri pada pasien Parkinson
khasnya berdiri sempit (kedua tungkai dirapatkan), sedangkan cara berdiri
pasien NPH lebih luas (kedua tungkai dijarangkan). Pasien NPH sering tidak
disertai rigiditas/kekakuan cogwheel, tidak terdapat tremor saat istirahat, dan
tidak menunjukkan respon terhadap terapi levodopa. Onset dan karakteristik
gangguan gaya berjalan pasien NPH juga berbeda dengan pasien Alzheimer.
Gangguan berjalan pada pasien AD tidak mendahului penurunan
kemampuan kognitif sebagai mana terjadi pada pasien NPH. Selain itu,
pasien NPH tidak terdapat apraxia yang khas seperti yang tampak pada
pasien Alzheimer.2
Gangguan traktus urinarius diperburuk oleh perubahan gaya berjalan
pada pasien NPH. Pasien NPH sulit mengontrol kandung kemih hingga
terjadi pergeseran dari peningkatan urgency atau peningkatan frekuensi
hingga inkontinensia. Persoalan yang berkaitan kandung kemih bila diamati
pada NPH sama seperti apa yang ditemukan pada pasien AD, PD dan
demensia vaskuler, tetapi tidak dapat berhubungan langsung dengan kondisi
tersebut. Jadi, pasien yang datang dengan keluhan gejala urologi harus selalu
dievaluasi kemungkinan adanya infeksi, penyakit prostat (pada pria), atau
inkontinensia

stress

sebelum

mencurigainya

disebabkan

masalah

neurologis.2
Demensia merupakan gejala klinis umum pada usia tua dan punya
banyak penyebab. merosotnya kemampuan kognitif yang dipantau pada
pasien INPH banyak kesamaan pada demensia subkortikal lainnya, termasuk
penyakit Parkinson, diffuse Lewy body disease dan demensia vaskuler. Jika
tidak ditemukan adanya apraxia, agnosia dan aphasia dapat membantu untuk
membedakan INPH dari demensia kortikal, termasuk pula penyakit
demensia yang paling umum yaitu Alzheimer's disease.4
Walaupun perburukan kognitif pada AD, PD, demensia vaskuler dan
NPH sama-sama didapatkan, karakteristik tiap kelainan tersebut berbeda
jelas. Lemahnya kognitif pada NPH khasnya ditandai penurunan

28

kemampuan verbal, skill perencanaan dan tidak ada inisiatif. Sedangkan


masalah perilaku, seperti agitasi, sikap terlalu agresif, beranga-angan, dan
halusinasi, jarang muncul pada pasien NPH. Meskipun, gejala-gejala ini
umumnya muncul pada parkinson, Alzheimer, dan demensia vaskuler.
Panurunan kemampuan kognitif antara pasien Alzheimer biasanya ditandai
dengan agnosia dan afasia, yang secara normal tidak berhubungan dengan
pasien NPH. Merosotnya fungsi kognitif akibat demensia vaskuler khas,
dibandingkan berdasarkan munculnya gangguan gaya melangkah pada
pasien dengan stroke. Pada semua pasien stroke, kemampuan kognitif pasien
tersebut semakin memburuk dengan semakin memburuknya fungsi motorik,
sedangkan pada NPH, kemunduran ini cenderung berjalan sejajar.
Tabel 1. Perbandingan gambaran klinis yang dapat ditemukan pada
pasien NPH dan demensia dalam bentuk umum lainnya 2
Penyakit

Gejala yang sama dengan

Gejala yang berbeda

NPH

dengan NPH

Demensia Kortikal
Alzheimer
Demensia

dengan Tidak ada gangguan gait

gangguan gait

sampai

terjadi

sedang-berat,

demensia

ada

defisit

Demensia

focal kortikal
Perubahan
kepribadian,

fronto-temporal

abnormalitas
impulsif,

psikiatris,
labil

secara

emosional, afasia, tidak ada


gangguan motorik, jarang
terjadi inkontinensia
Demensia Subkortikal
Demensia
Gangguan
Lewy-body
Parkinson

gait

dan Halusinasi visual, delusi,

demensia
fluktuasi fungsi kognitif
Gait hipokinetik, tremor Resting
tremor,
onset
(40% di NPH)

unilateral, kecepatan gerak


dapat

meningkat

dengan

bantuan stimulus eksternal,

29

tidak ada gait broad based,


postur tubuh yang terlihat
gangguan

sangat membungkuk.
lobus Pseudobulbar palsy, paresis

Progressive

Gejala

supranuclear

frontal, gangguan fungsi supranuklear gerak mata ke

palsy
Degenerasi

eksekutif, gangguan gait

kortikobasal

atas
Rigor,
alien

gejala
limb

asimetris,

phenomenon,

apraxia,

paresis

supranuklear gerak mata ke


atas,
Komplex

Kelambatan

Demensia AIDS

gangguan
gangguan

Depresi

kehilangan

kontrol

postural
psikomotor, HIV positif
memori,
gait

karena

myelopati HIV
yang Pseudodemensia

Pikiran depresif

berhubungan
dengan umur
Mixed Dementia
Demensia
Gangguan
vaskular

pikiran, Gejala asimetris

gangguan fungsi eksekutif

2.10 Penatalaksanaan
Medis
Penggunaan carbonic anhydrase inhibitor (Azetazolamide) dan
pungsi lumbal serial tidak disarankan, kecuali pada beberapa kasus yang
inoperable hal ini perlu dipertimbangkan dan dapat dilakukan hanya untuk
jangka pendek.1, 2, 12
Pengobatan NPH dilakukan melalui tindakan pembedahan untuk
mengalihkan kelebihan cairan serebrospinal (CSS). Usaha ini dilakukan
dengan cara implant shunt untuk drainase CSS dari sistem ventrikel
intracranial atau dari ruang subarachnoid lumbalis menuju arah distal,

30

seperti ke peritoneum, cavum pleura atau sistem vena, dimana ditempat


tersebut CSS dapat di reabsorbsi. Shunt yang umum digunakan saat ini
adalah ventriculoperitoneal (VP) dan ventriculoatrial (VA) shunt. Beberapa
faktor perlu dipertimbangkan saat evaluasi pasien untuk pemasangan shunt,
termasuk risiko, rasio keuntungan prosedur, arah kateter proximal atau
distal, katup spesifik, dan komplikasi akibat shunt.2,4
VP shunt dilakukan dengan menempatkan kateter ke dalam ventrikel
dan memasang sebuah katup dibawah SCALP. Kateter lain, menembus
lapisan subkutaneus, mulai dari katup hingga cavum peritoneum, disini CSS
didrainase dan siap untuk diabsorbsi (gambar 9).2
Pemilihan tempat kateter proximal dan distal dan tipe katup
tergantung individu. Kateter proximal ditempatkan dalam ventrikel,
walaupun ruang subarachnoid lumbal dapat digunakan pada pasien yang
mempunyai masalah cedera kepala yang ditakutkan memasukkan kateter
ventrikel, sebagai contoh, seorang pasien dengan riwayat trauma hemisfer
kanan, yang dapat mengalami komplikasi akibat memasukkan shunt
kedalam hemisfer kiri akan menyebabkan trauma kepala bilateral. Tempat
kateter distal tergantung penilaian riwayat pembedahan dan anatomi pasien.
Sebagai contoh, riwayat bedah abdomen sebelumnya atau pernah mengalami
peritonitis dapat membuat cavum peritoal kurang sesuai untuk absorbsi CSS.
Dalam kondisi demikian, digunakan ventrikuloatrial shunt, pilihan ketiga
adalah dengan menempatkan kateter distal ke dalam cavum pleura.4

31

Gambar 10. VP Shunt

Walaupun shunt CSS merupakan prosedur bedah saraf langsung


secara relative, hal ini berhubungan dengan sejumlah kemungkinan
komplikasi. Komplikasi tersebut dibagi dalam 3 kelompok utama: pertama,
komplikasi akibat prosedur operasi (seperti: hematoma intraserebral,
malposisi kateter, infeksi shunt); kedua, komplikasi yang berhubungan
dengan sistem shunt (seperti: malfungi katup, obstruksi kateter proximal
atau distal); dan ketiga, komplikasi yang dapat diakibatkan oleh karakteristik
aliran dari sistem shunt (seperti: nyeri kepala akibat overdrainage, atau
hematoma ataupun subdural hygroma).4
Komplikasi yang paling sering terjadi setelah pemasangan shunt
adalah obstruksi. Pada INPH, kondisi ini secara klinis tampak rekuren atau
berulangnya gejala klasik INPH setelah periode sembuh, tetapi kondisi ini
juga harus dicurigai sebagai respon tidak menggembirakan pada pasien yang
tidak memberikan perbaikan setelah pemasangan shunt. 4
Insiden komplikasi shunt kira-kira 30-40% pasien. Hal ini termasuk
komplikasi anestesi, perdarahan intracranial dari tempat pemasangan kateter
ventricular, infeksi, nyeri kepala akibat hipotensi CSS, subdural hematom,

32

oklusi shunt, dan kerusakan shunt. Reduksi cepat ukuran ventrikel diikuti
komplikasi seperti subdural hematoma, yang bisa terjadi 2-17%.
Penggunaan jenis katup dual-switch valves dan programmable valves dapat
mengurangi insiden komplikasi ini.1,13
Berdasarkan list komplikasi dari INPH guideline terdapat komplikasi
malfungsi shunt (20%), subdural hematom (2-17%), kejang (3-11%), infeksi
shunt (3-6%) dan hematoma intracerebral (3%).6 Dari 132 pasien INPH,
33% pasien harus diperbaiki shuntnya, 7% berkembang infeksi, 2% terjadi
subdural hematom, dan 1% terjadi hematoma intracerebral.4
2.11 Prognosis
Gejala NPH biasanya semakin buruk jika tidak mendapat terapi,
walaupun beberapa pasien dapat mengalami perbaikan sementara.
Sedangkan tingkat kesuksesan terapi dengan pemasangan shunt berbeda
antara satu pasien dengan pasien lainnya. Beberapa pasien sembuh sempurna
setelah terapi dan kembali hidup normal seperti biasa. Diagnosis dini dan
terapi yang sempurna meningkatkan prognosis kesembuhan.3
Prognosis secara keseluruhan dari NPH menetap adalah buruk
karena kurang menunjukkan perbaikan pada pasien sekalipun sudah
dilakukan pembedahan, hal ini akibat komplikasi yang berat. Dalam studi
Vanneste et al, studi komprehensif menjelaskan pernyataan di atas,
perbaikan hanya 21% pada pasien yang dilakukan shunt. Angka komplikasi
kira-kira 28% meninggal atau morbiditas residual berat mencapai 7%
pasien. Langkah yang perlu diperhatikan adalah pemilihan pasien yang
baik.1
Nilai hasil perbaikan bervariasi setelah pemasangan shunt. Variasi ini
dapat dijelaskan karena sebahagian besar menggunakan kriteria dengan
metode seleksi pasien dan penilaian postoperatif berbeda, dan variasi pada
periode follow up lanjutan. Guideline INPH melaporkan angka perbaikan
mencapai 30-96%. Sebuah metaanalisis 2001 melaporkan bahwa 59%
pasien mengalami perbaikan setelah pemasangan shunt, dan 29%

33

membutuhkan waktu yang lama untuk perbaikan. Walaupun semua gejala


dapat berubah setelah pemasangan shunt, gaya berjalan adalah gejala yang
paling baik mengalami kesembuhan. 75% pasien mengalami perbaikan salah
satu gejala INPH, dan 46% mengalami perbaikan untuk semua gejala setelah
18 bulan. Seluruhnya, terdapat 93% mengalami perbaikan gaya berjalan,
tetapi demensia dan inkontinensia urin hanya mengalami perbaikan pada
sebagian pasien. Waktu melakukan intervensi sangat penting: kebanyakan
studi melaporkan bahwa lamanya

masa mengalami

gejala INPH

berhubungan dengan rendahnya respon yang baik untuk pemasangan shunt.4


Dari ketiga gejala klasik tersebut, buruknya kemampuan kognitif
sangat sedikit mengalami perbaikan setelah pengobatan. Sekalipun nilai
perbaikan yang dilaporkan bervariasi. Adanya perbaikan kognitif yang
signifikan pada lebih 50% pasien setelah pemasangan shunt. Hal ini berbeda
dengan hasil pengamatan pada pasien Alzheimer's disease, yang kurang dari
setengah pasien yang menunjukkan respon klinis yang baik terhadap terapi
antikolinesterase.4
Karena tidak ada tes prognostic yang sesuai untuk tingkat sensitifitas
100%, terdapat pasien yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
pemasangan shunt. Jika hasil CT scan menunjukkan tidak ada masalah yang
membutuhkan intervensi bedah, perlu dievaluasi indikasi yang jelas alasan
pemasangan shunt. Jika shunt terjadi obstruksi, shunt dapat diperbaiki. Jika
shunt berfungsi adekuat dan pasien tidak mengalami perbaikan klinis,
mungkin saja pasien tidak hanya mempunyai masalah NPH, atau,
alternatifnya, pasien punya penyakit comorbid berat dimana terapi INPH
tidak dapat memperbaiki berbagai keluhan simtomatis pasien.4
2.12 Follow Up Setelah Shunting
Pasien setelah shunting dilakukan follow up 1-3 tahun dan pasien
dengan riwayat kegagalan shunting atau infeksi harus diperiksa lebih sering.
Selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis juga harus dilakukan 1
tahun setelah shunting. Pasien yang dilakukan VA shunt harus secara rutin

34

diperiksa C-reactive protein dan D-dimer untuk deteksi dini septikemia


kronis atau tromboemboli. Yang harus diperhatikan dalam follow up
pemeriksaan radiologi adalah pengecilan ventrikulomegali dan ruang
subarachnoid yang lebih lapang dibandingkan gambaran radiologi sebelum
operasi. 7

BAB III
PENUTUP

Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara


aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dan peningkatan
tekanan intraventrikel. Sedangkan, normal pressure hidrocephalus (NPH)
adalah suatu gejala klinik komplek yang memiliki ciri khas berupa gangguan
gaya jalan, inkontensia urin, demensia dan berhubungan dengan adanya
pelebaran ventrikel tanpa disertai peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
NPH sekunder disebabkan oleh perdarahan subarachnoid, trauma kepala,
infark cerebri, meningitis atau komplikasi pembedahan. Sedangkan NPH
pada pasien yang tidak didahului penyebab tertentu disebut NPH primer atau
idiopathic NPH (INPH). INPH dapat muncul dari suatu bentuk reversible
khas dari trauma neuronal.
NPH merupakan kumpulan gejala neurologis yang ditandai Adams
triad yaitu gangguan gaya jalan, inkontensia urin, demensia. Penegakan
diagnosis normal pressure hydrocephalus didasarkan pada trias Adams yang
menjadi ciri khas NPH ditambah dengan pemeriksaan CT Scan atau MRI
yang menunjukkan gambaran pembesaran ventrikel, tetapi pada pengukuran
tekanan cairan otak menunjukkan bahwa cairan otak mempunyai tekanan
yang normal.
Gejala pada NPH sering menyerupai gejala yang muncul pada pasien
yang menderita beberapa variasi demensia, seperti Alzheimer, Parkinson,
atau demensia vaskuler. Tidak seperti halnya bentuk demensia, NPH bersifat
reversible jika diterapi dengan tepat dan sedini mungkin. Dikarenakan NPH
merupakan penyakit pada populasi usia tua, maka perlu dipertimbangkan
beberapa diangnosis banding lainnya, termasuk penyakit neurodegenerative,
etiologi vaskuler, dan gangguan sistem kemih.
Penatalaksanaan utama adalah pembedahan untuk pemasangan
shunt, dan pemilihan pasien sesuai indikasi dengan baik dapat meningkatkan

35

36

perbaikan gejala. Implantasi shunt tepat waktu untuk mengalihkan aliran


drainase CSS dari otak menunjukkan dapat menghilangkan gejala NPH,
maka dianjurkan pemasangan shunt agar dilakukan sebelum terjadinya
kerusakan akibat pelebaran ventrikel.
Prognosis NPH biasanya semakin buruk jika tidak mendapat terapi.
Diagnosis dini dan terapi yang sempurna meningkatkan prognosis
kesembuhan. Gaya berjalan adalah gejala pertama yang paling baik
mengalami kesembuhan sedangkan demensia dan inkontinensia urin hanya
mengalami perbaikan pada sebagian pasien. Follow up yang ketat oleh
dokter sangat penting untuk memantau keberhasilan shunt dan masalah yang
mungkin terjadi setelah shunting.
.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Dalvi, MD, A, & Premkumar, MD, A. 2010, February 09. Normal pressure
hydrocephalus. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1150924.

2.

Jason J, Joshua, Brian G, Stephen MS, David RG. Normal pressure


hydrocephalus. Washington State University: us Pharm 2007;1:56-61.

3.

NINDS.

Normal

Pressure

Hydrocephalus

Information

Page.

http://www.ninds.nih.gov/disorders/normal_pressure_hydrocephalus.html.
4.

Gallia, G, Rigamonti, D, & Williams, M. (2006, July 14). The diagnosis and
treatment of idiopathic normal pressure hydrocephalus. Diakses dari
http://www.medscape.com/viewarticle/540190.

5.

Risdianto, Adji. 2010. Anatomi Sistem Ventrikel dalam Hidrosefalus: Waktu


Tepat Operasi. Divisi Bedah Saraf Universitas Indonesia.

6.

Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Seksi Bedah Saraf SMF Bedah FK


UNUD

RSU

Sanglah

Denpasar

Bali.

Diakses

dari

http://www.dexamedica.com/dexa/article_files/tinjauan_pustaka_02janmar06.
pdf. DEXAMEDIA No.1, Vol.19, Januari-Maret.2006.
7.

Michael K. dan Andreas U. The Differential Diagnosis and Treatment of


Normal Pressure Hydrocephalus. Deutsches Arzteblatt International. 2012:
109 (1-2) 15-26.

8. Bradley, William G.2001. Normal Pressure Hidrocephalus: New consept on


Etiology and Diagnosis. America Society of Radiology. San Fransisco.
Diakses dari http://highwire.stanford.edu/.
9.

Factora R. When do common symptoms indicate normal pressure


hydrocephalus? Cleve Clin J Med. 2006; 73:447-450, 452, 455-456 passim.

10. Sakakibara R, Uchiyama T, Kanda T, Uchida Y, Kishi M, Hattori T. Urinary


dysfunction in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Brain Nerve. Maret
2008; 60(3):233-9.
11. Relkin N et al. (2005) Diagnosing idiopathic normal-pressure hydrocephalus.
Neurosurgery 57: 4-16.

37

38

12. Aimard G, Vighetto A, Gabet JY, Bret P, Henry E. Acetazolamide: an


alternative to shunting in normal pressure hydrocephalus? Preliminary
results. Rev Neurol (Paris). 1990; 146(6-7):437-9.
13. Hebb AO, Cusimano MD. Idiopathic normal pressure hydrocephalus: a
systematic review of diagnosis and outcome. Neurosurgery. Nov 2001; 49
(5)1166-84; discussion 1184-6.

Anda mungkin juga menyukai