PROGRAM VOKASI
Depok
Oktober 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan tepat waktu. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk
melengkapi tugas dalam mata kuliah Neuromuskular di semester V ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, kami berharap agar makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KAJIAN TEORI.................................................................................................. 6
A.Definisi ................................................................................................................ 6
B. Klasifikasi .......................................................................................................... 6
C. Anatomi Fisiologi............................................................................................... 7
D. Etiologi ............................................................................................................. 10
E. Epidemiologi .................................................................................................... 11
F. .Patofisiologi ..................................................................................................... 12
H.Prognosis ........................................................................................................... 15
J. Diagnosis ........................................................................................................... 26
UNIVERSITAS INDONESIA | 4
DAFTAR TABEL
UNIVERSITAS INDONESIA | 5
KAJIAN TEORI
A.Definisi
Sumber : SpineUniverse.com
B. Klasifikasi
UNIVERSITAS INDONESIA | 6
modifikasi dari Frankle Classification. Dalam menentukan kategori SCI seorang
pasien, ada 5 langkah yang harus dilakukan:
1. Menentukan Sensory Level (SL) dari sisi kanan dan kiri anggota gerak
2. Menentukan Motor Level (ML) dari sisi kanan dan kiri anggota gerak.
Ditentukan dengan segmen paling kaudal dari spinal yang memiliki fungsi
motorik minimal 3 (tes dilakukan dalam posisi supine lying) dan level di
atasnya memiliki nilai fungsi motorik 5. Catatan: region yang tidak dapat
dilakukan miotom, fungsi motorik dianggap sama dengan fungsi sensoris, jika
daerah fungsi motorik di atasnya juga normal.
4. Menentukan apakah tergolong SCI komplet atau inkomplet. Jika ada kontraksi
volunteer dari anal dan semua nilai SL S4-S5 adalah 0 maka tergolong
kategori complete. Jika tidak maka SCI inkomplet.
C. Anatomi Fisiologi
UNIVERSITAS INDONESIA | 7
diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang
dipisahkan oleh disitus intervertebralisVertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablonata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-
lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus
medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut
filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis.
UNIVERSITAS INDONESIA | 9
d. sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan
mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
e. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls
saraf motorik.
f. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada
daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada
kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rectum.
D. Etiologi
Sumber: Freidberg SR, Magge SN. Chapter 60. Trauma to the Spine and Spinal Cord. In:
Jones HR, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Netter’s Neurology. 2ndedition. Elsevier,
Saunders. 2012. p.562-71 dan Sheerin F. Spinal Cord Injury: Causation and
Pathophysiology. Emerg Nurse 2005; 12(9):29-38.
UNIVERSITAS INDONESIA | 10
b. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung penyebabnya sama seperti trauma langsung.
Tetapi, trauma tidak langsung menyebabkan kerusakan jaringan yang
dampaknya tidak langsung mengenai saraf spinal cord, contohnya
kecelakaan kerja seperti mengangkat beban yang terlalu berat dalam posisi
yang salah.
2. Non trauma
Kerusakan pada medula spinalis seperti pada kondisi arterial, venous
malfunction, trombosis, emboli, lesi medulla spinalis karena inflamasi
contohnya post virus, infeksi seperti guillan barre syndrome; tuberculosa
dan poliomeilitis merupakan penyebab utama lesi medulla spinalis, tumor
spinal, kondisi degeneratif sendi tulang belakang seperti spondylosis,
kelainan bawaan (Spina Bifida), multiple sclerosis, dll.
E. Epidemiologi
Tingkat insidensi di Amerika Serikat per tahun mencapai 40 kasus baru per
1 juta penduduk setiap tahunnya atau diperkirakan sekitar 12.000 kasus baru per
tahun. Sekarang ini, diperkirakan terdapat sekitar 183.000-230.000 pasien dengan
spinal cord injury yang 11 masih bertahan hidup di Amerika Serikat.
Cedera ini umumnya melibatkan pria dewasa muda dengan rentang usia
rata-rata 28 tahun (terutama antara 16-30 tahun). Hampir seluruh pasien cedera
medula spinalis (80,6%) adalah pria (perbandingan rasio pria: wanita yaitu 4:1)
karena resiko yang lebih tinggi terhadap kecelakaan lalu lintas, kekerasan, jatuh,
dan cedera yang berhubungan dengan rekreasi (seperti diving).
Tingkat mortalitas yang tinggi (50%) pada cedera medula spinalis
umumnya terjadi pada saat kondisi kecelakaan awal, sedangkan tingkat mortalitas
bagi pasien yang masih bertahan hidup dan dilarikan ke rumah sakit adalah 16%.
Tingkat harapan hidup pada pasien dengan cedera medula spinalis menurun secara
UNIVERSITAS INDONESIA | 11
drastis apabila dibandingkan pada populasi normal dan tingkat mortalitas jauh
lebih tinggi tahun pertama, apabila dibandingkan di tahun-tahun berikutnya.
Di Indonesia itu sendiri hanya ada 2 rumah sakit di Indonesia yang
memiliki unit khusus untuk layanan SCI, yaitu Rumah Sakit Umum Fatmawati
Jakarta dan Prof Dr R. Soeharso Rumah Sakit Ortopedi Solo. Spinal Cord Injury
Saat ini Indonesia pada tahun 2014, 104 Kasus SCI terdaftar di Rumah Sakit
Umum Fatmawati penyebabnya yaitu 37 mengalami trauma dan 67 mengalami
non-traumatik. Etiologi yang paling umum dari SCI traumatis adalah kecelakaan
mobil dan jatuh dari ketinggian, sedangkan penyebab SCI nontraumatic adalah
infeksi dan neoplasma.
F. .Patofisiologi
Sesaat setelah cedera, pasien akan mengalami masa spinal shock. Sel saraf
di bawah level cedera tidak berfungsi, tidak adanya reflek saat itu dan anggota
UNIVERSITAS INDONESIA | 12
gerak mengalami fleksid. Penurunan aktivitas sel saraf dapat terjadi selama
beberapa jam atau hari bahkan mencapai 6 bulan. Setelah spinal shock mereda,
reflek kembali dan memasuki masa spastisitas. Cedera vertebra di bawah L1
(ujung medulla spinalis) tidak mengalami spastis karena kerusakan hanya
mengenai akar saraf atau conus terminalis. Setelah spinal shock mereda, reflek di
bawah level cedera kembali bahkan menjadi hiperaktif. Tetapi pada level cedera,
reflek tidak kembali (arefleksia) atau mungkin tetap menjadi arkus reflek yang
terputus-putus.
G.Manifestasi Klinis
UNIVERSITAS INDONESIA | 13
C7-C8 Kuadriplegia dengan keterbatasan menggunakan jari
tangan, kemandirian meningkat
T1-T6 Kelemahan/paralisis interkostal, paralisis otot abdomen
T7-T12 Kelemahan/paralisis otot abdominal
L1-L2dan atau di Paraplegia dengan fungsi tangan masih baik, kehilangan
bawahnya fungsi sensorik dan motorik, kehilangan fungsi defekasi
dan berkemih
Tabel 1. 1 Manifestasi klinis
UNIVERSITAS INDONESIA | 14
H.Prognosis
Jaringan saraf yang telah mengalami iritasi akibat tegangan, kompresi, atau
hipoksia dapat mengalami kerusakan sementara dan menunjukkan tanda-tanda
pemulihan saat faktor yang mengiritasi dihilangkan. (brunnet) ketika terjadi cedera
saraf, pemulihan bergantung pada beberapa faktor, mencakup luas daerah pada
akson dan selubung jaringan ikat disekitarnya, sifat dan tingkatcedera, waktu dan
teknik perbaikan, serta usia dan motivasi pasien.
I.Penatalaksaan Fisioterapi
3. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Cara Datang
UNIVERSITAS INDONESIA | 17
Dilihat dari keadaan pasien saat mendatangi terapis, dirawat untuk
pasien rawat inap, mandiri tanpa alat bantu, menggunakan alat bantu,
atau membutuhkan bantuan caregiver.
2) Kesadaran
5) Nadi
UNIVERSITAS INDONESIA | 18
Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan latihan fisik
yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa keras jantung
bekerja.23 Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan
meletakkan dua atau tiga jari (bukan ibu jari) tepat pada temporal,
apikal, ulnaris, femoral, radialis, brachialis, karotis, poplitea, posterior
tibia, dan pedis. Pemeriksaan denyut nadi paling sering dilakukan pada
arteri radialis yaitu di pergelangan tangan sejajar dengan ibu jari.
6) Frekuensi Napas
7)Status Gizi
8) Suhu
b.Pemeriksaan Khusus
1) Inspeksi
UNIVERSITAS INDONESIA | 19
Inspeksi statis adalah dengan melihat keadaan pasien saat diam seperti
bagaimana postur tubuh ketika pasien berada pada posisi maksimal yang
dapat dilakukannya, atrofi, deformitas, maupun warna kulit, sedangkan
inspeksi dinamis yaitu melihat keadaan pasien ketika bergerak
2) Palpasi
a) Suhu Local
b) Spasme
c) Nyeri Tekan
3) Move
UNIVERSITAS INDONESIA | 20
Merupakan pemeriksaan dasar untuk menilai pergerakan dan
mengidentifikasikan masalah gerak untuk intervensi. Ketika sendi bergerak
dengan rom full atau penuh, semua struktur dalam region sendi tersebut
mulai dari otot, ligament, tulang dan fasia ikut terlibat didalamnya.
Pengukuran dilakukan dengan goniometer untuk menilai derajat ROM.
Pengukuran dimulai pada posisi anatomi, kecuali gerakan rotasi yang
terjadi pada bidang gerak transversal. Penulisan ROM menurut ISOM:
1. SFTR ( Sagital – Frontal – Transversal – Rotasional ): Gerardt &
Russe
2. Semua gerakan ditulis dalam 3 kelompok angka
3. Ekstensi dan semua gerakan yg menjahui tubuh ditulis pertama
4. Fleksi dan semua gerakan yg mendekati tubuh ditulis terakhir
5. Posisi awal dituliskan di tengah
6. Lateral fleksi/rotasi spine ke kiri ditulis pertama, ke kanan ditulis
terakhir
7. Posisi awal dituliskan di tengah
8. Semua gerakan diukur dan posisi awal netral atau posisi anatomis
9. Posisi awal normal ditulis dgn 0°, tetapi dlm keadaan patologis
berubah
10. Semua posisi yg mengunci atau tdk ada gerakan sama sekali
(ankylosis) hanya ditulis dgn 2 kelompok angka.
Range of Motion (ROM) adalah luas lingkup gerak sendi yang dapat
dilakukan oleh suatu sendi yang dilakukan secara aktif, pasif, dan aktif asistif.
Salah satu cara mengukur ROM dengan menggunakan goniometer
UNIVERSITAS INDONESIA | 21
(c) Tes Myotom dan Dermatom
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh suatu saraf
spinalis. Ada 8 saraf servikal, 12 57 saraf torakal, 5 saraf lumbal dan 5
saraf sakral. Masing-masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit
yang dipersarafinya ke otak. Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang
neurologi untuk menemukan tempat kerusakan saraf saraf spinalis.
Pembagian Dermatom Tubuh
C2 - posterior half of the skull cap
C3 - area correlating to a high turtle neck shirt
C4 - area correlating to a low-collar shirt
C6 - (radial nerve) 1st digit (thumb)
C7 - (median nerve) 2nd and 3rd digit
C8 - (ulnar nerve) 4th and 5th digit, also the funny bone
T4 – nipples
T5 - Inframammary fold T6/T7 - xiphoid procces
T10 - umbilicus (important for early appendicitis pain)
T12 - pubic bone area
L1 - inguinal ligament
L4 - includes the knee caps S2/S3 – genitalia
Myotom adalah sekelompok jaringan terbentuk dari somit yang
berkembang ke dalam otot dinding tubuh. Istilah “myotome” juga
digunakan untuk menggambarkan otot
yang dilayani oleh akar saraf tunggal. Dengan pembagian myotom otot:
C1 - C2: leher fleksi, leher ekstensi
C3: leher fleksi lateral
C4: elevasi bahu
C5: retraksi bahu, abduksi bahu
C6: fleksi elbow, ekstensi wrist
C7: ekstensi elbow, fleksi wrist
C8 : fleksi jari tangan, ekstensi jempol tangan
T1 : Jari abduksi dan adduksi
T2-T1 : Tidak ada otot yang diinervasi
UNIVERSITAS INDONESIA | 22
L2 : hip fleksi
L3 : ekstensi lutut
L4 : ankle dorsi fleksi
L5 : ekstensi ibu jari kaki
S1 : ankle plantar fleksi, eversi, ekstensi hip dan pantat
S2 : fleksi lutut
S3 - S4 : kerut anus / dubur
3. “ Knee Clonus “
Dilakukan ketukan pada tendon patella Reaksi : Positif bila terjadi
gerakan fleksi / ekstensi yang terus menerus pada lututnya.
UNIVERSITAS INDONESIA | 23
4. Indeks Barthel
Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan
mobilitas. Indeks Barthel menggunakan 10 indikatro.
6. Diagnosa Fisioterapi
b. Tujuan
UNIVERSITAS INDONESIA | 24
1) Tujuan jangka pendek
c. Teknologi Fisioterapi
8. Evaluasi
S:Bersifat subjektif, keluhan apa saja yang sudah berkurang setelah dilakukan
terapi.
UNIVERSITAS INDONESIA | 25
O:Bersifat objektif, menggambarkan hasil pemeriksaan fisioterapis kepada
pasien
A:Hasil assesment diagnosa fisioterapi sesuai dengan hasil pemeriksaan
P:Program perencanaan treatment dan Teknologi
J. Diagnosis
K. Teknologi Fisioterapi
1. PNF
a. Pengertian
PNF adalah suatu metode atau teknik untuk mempermudah atau
mempercepat timbulnya reaksi dari mekanisme neuromuscular (yaitu
UNIVERSITAS INDONESIA | 26
pattern-pattern tiap gerakan) melalui stimulasi proprioseptor (muscle
spindle) “Proprioceptive Neuromuscular Facilitation”. PNF berarti bahwa
peningkatan dan fasilitasi neuromuscular dengan sendirinya, sehingga
memerlukan blocking yang berlawanan. Dalam proses ini, reaksi
mekanisme neuromuscular dimanfaatkan, difasilitasi, dan dipercepat
melalui stimulasi reseptor-reseptor. Penggunaangerakan kompleks
berdasarkan pada prinsip-prinsip stimulasi organ neuromuscular dengan
bantuan tambahan dari seluruh gerakan.
b. Manfaat PNF
Reseptor-reseptor dalam otot dan sendi merupakan elemen penting
dalam stimulasi sistem motorik.
1) Merangsang jumlah maksimum dari motor unit dalam aktifitas dan
membuat hypertrophy seluruh serabut otot yang ada
2) Menimbulkan, menaikkan, dan memperbaiki tonus postural
3) Memperbaiki koordinasi gerak
4) Mengajarkan pola gerak yang benar
UNIVERSITAS INDONESIA | 28
Dengan dasar-dasar tersebut, metode PNF menyusun latihan-
latihan dalam patron-patron gerakan yang selalu melibatkan lebih dari
satu sendi dan mempunyai tigakomponen gerakan. Latihan gerakan
akan lebih cepat berhasil apabila pasien secara penuh mampu
melakukan suatu gerakan dari pada dia hanya mampu melakukan
sebagian saja. Hindarkan rasa sakit. Pengulangan yang banyak dan
variasi-variasi patron serta sikap posisi awal akan memberikan hasil
yang lebih baik. Aktifitas yang lama adalah penting untuk
meningkatkan kekuatan, kondisi koordinasi dari sistem neuromuskuler.
d. Prosedur Dasar PNF
1) Manual contact
Diberikan pada tangan dengan group-group otot lumbrical sehingga
dengan mudah memberikan stretching dan melawan gerak rotasi. Memberi
rangsangan pada sensory kulit sebagai proprioceptor, rangsangan pada
kulit harus disadari oleh pasien , dan letak rangsangan dikulit akan
menentukan arah pola gerakan. Bisa dikatakan sebagai komando atau aba
aba.Yang disampaikan oleh terapis harus singkat, jelas, mudah dimengerti,
dan irama komando bervariasi sesuai dengan pola gerak yang diinginkan.
Memberi stimulasi terhadap motor unit. Tahanan optimal sangat bervariasi,
tergantung individu masing-masing.
a) Stimulasi pada motor unit
(1) Stretching
Tahanan harus memberikan rangsangan pada setiap pola gerak.
Ada kalanya tahanan harus bisa memberikan aproximasi untuk tujuan
stabilisasi.
(2) Visual Feed Back
Pasien harus mengikuti pola gerak yang terjadi dengan
penglihatannya sebagai kontrol gerakan.
(3) Body Position dan Body Mechanic
Posisi fisioterapis pada posisi menyilang, menghadap pasien
dengan menggunakan proper body mechanic. Tahanan diberikan dengan
UNIVERSITAS INDONESIA | 29
menggunakan berat badan fisioterapis sehingga pengaturan posisi
fisioterapis haru
(4) Traksi – Aproximasi
Traksi merupakan stretching pada persendian yang akan
merangsang proprioceptor sehingga kontraksi dipermudah. Stretching
dapat diberikan pada permulaaan gerakan dan selama pergerakan.
Aproximasi merupakan penekanan untuk menimbulkan static kontraksi
(cocontractiea).
(5) Normal timing
Merupakan rangkaian kontraksi otot yang terjadi dalam aktivitas
sehingga menghasilkan gerak yang terkoordinasi. Pada proses
perkembangan yang normal kontrol proksimal lebih dahulu dari kontrol
distal. Setelah koordinasi gerakan yang diinginkan telah diperoleh
rangkaian kontraksi otot dimulai dari distal ke proksimal.
(6) Re-inforcement/ irradiation
Adalah pengaruh gerakan dari bagian tubuh yang bergerak
kebagian tubuh yang lain melalui irradiasi dan reflek motorik central.
Digunakan untuk:
(a) Memperbesar respon
(b) Mencegah kelelahan berlebihan
(c) Membuat kombinasi pola gerak
(7) Timing of Emphasis
Adalah suatu teknik gerakan yang bertujuan untuk memberikan
penguatan otot yang lemah dengan memberikan extra stimulasi pada
bagian yang lebih kuat. Extra stimulasi dapat berupa pemberian tahanan
berulang. Adalah suatu bentuk gerakan yang ditimbulkan oleh reflek
monosinapsi pada otot yang terulur dan reflek ini mempunyai efek
fasilitasi. s selalu mengikuti pola gerak pasien.
e. Teknik PNF
1) Rhytmical Initiation
UNIVERSITAS INDONESIA | 30
Merupakan suatu teknik yang ditujukan untuk kelompok otot agonis
yang dilakukan pada permulaan gerak dan dapat diberikan secara pasif
amupun aktif melawan tahanan fisioterapis.
2) Repeated Contraction
Merupakan suatu teknik gerak isotonik untuk kelompok otot agonis
yang dilakukan pada bagian-bagian tertentu dari lintasan gerakan yang
dituju, dengan jalan memberikan stretch yang diikuti dengan gerak
kontraksi isotonik.
Teknik Pelaksanaan:
a) Pasien melakukan gerakan dengan pola diagonal
b) Fisioterapis memberikan stretching pada bagian-bagian dimana
gerakan mulai melemah
c) Pasien memberikan respon dari penguluran tadi dengan
memperkuat kontraksi
d) Fisioterapis memberikan kesempatan kepada pasien untuk
bergerak isotonis melawan tahanan
e) Sebelum diulur perlu diberikan aba-aba lebih dahulu (dorong) f)
Dalam suatu pola diagonal penguluran diberikan paling banyak 4
kali, karena pasien mudah lelah
3) Hold Relax
Merupakan suatu teknik dimana group otot antagonis yang
memendek dikontraksikan secara isometrik dengan melawan tahanan
optimal yang diberikan fisioterapis. Kemudian diikuti dengan rileksasi
pada group otot tersebut.
a) Gerakan dilakukan secara aktif atau pasif kearah pola gerak
agonis sampai batas dimana timbul nyeri
b) Fisioterapis memberikan tahanan optimal secara bertahap
terhadap pola gerak antagonis dan pasien harus melawan tahanan
secara isometrik. Aba-aba yang diberikan adalah tahanan.
c) Kemudian pasien diisyaratkan untuk merilekkan group antagonis
dan kemudian dilanjutkan fisioterapis memberikan gerak pasif ke
arah polagerak agonis secara berulang-ulang.
UNIVERSITAS INDONESIA | 31
4) Contract Relax
Merupakan suatu teknik dimana group otot antagonis yang
memendek dikontraksikan secara isotonik yang optimal kemudian diikuti
dengan rileksasi pada group otot tersebut.
a) Gerakan dilakukan secara aktif maupun pasif ke arah pola gerak
agonis sampai pada batas nyeri atau keterbatasan sendi
b) Pasien disuruh mengontraksikan group otot antagonis dengan
aba-aba tarik dan dorong
c) Berikan pasien kesempatan untuk bergerak sedikit (isotonis)
secara 3 dimensi tetapi masih dalam batas ambang nyeri atau
keterbatasan gerak sendi
d) Rileksasi total group otot antagonis diikuti gerakan pasif oleh
fisioterapis ke arah pola gerak agonis
e) Ulangi prosedur in berulang-ulang sampai 4-6 kali
5) Slow Reversal
Merupakan suatu kontraksi isotonis yang dilakukan bergantian
antara kelompok agonis dan antagonis tanpa interval istirahat.
a) Gerakan dimulai dari stretching pada bagian pola gerak yang
kuat, kemudian diikuti ke pola gerak yang lemah tanpa diselingi
fase rileksasi
b) Setelah pola gerak dapat dilaksanakan pada group agonis
diteruskan ke pola gerak antagonis tanpa diselingi fase rileksasi
c) Dalam pelaksanaannya, kecepatan gerak dapat dilakukan dengan
cepat atau lambat atau sesuai dengan tujuannya
d) Dalam memberikan tahanan diupayakan pada setiap gerak tetap
sama sehingga gerakan akan mudah dilaksanakan
6) Rhytmical Stabilization
Merupakan suatu teknik stabilisasi sendi dengan cara kontraksi
agonis dan antagonis dilakukan secara isometris dengan perubahan yang
sangat ritmis seolah-olah tidak ada fase rileks.
UNIVERSITAS INDONESIA | 32
a) Kontraksi dimulai dari sendi yang masih cukup baik. Biasanya
digunakan pada pola gerak lurus yang diberikan approximasi secara
terus menerus
b) Pasien diminta menahan tahanan yang diberikan oleh fisioterapis
dengan aba-aba tahan
c) Pada waktu diberikan tahanan tidak boleh ada perubahan gerakan
d) Tahanan ditambah sedikit demi sedikit dan pada perubahan arah
tahanan tidak perlu diberikan approximasi ulang
7) Stabilization Reversal
Merupakan suatu bentuk gerakan isotonik atau isometri dimana
agonis dan antagonis saling berkontraksi tanpa diselingi fase rileksasi
dengan tujuan meningkatkan stabilisasi sendi.
Teknik Pelaksanaan:
a) Gerakan dimulai dengan approximasi ke arah pola gerak yang
kuat
b) Fisioterapis memberikan dengan aba-aba “tahan”
c) Reversal dimulai dengan aba-aba persiapan dimana satu tangan
yang menahan dan satu tangan yang lainnya memindahkan tahanan
d) Di antara reversal tidak boleh terjadi rileksasi
e) Kedua tangan tidak boleh pindah tempat secara bersamaan
f) Pada setiap reversal tahanan selalu ditingkatkan, dan gerakan
rotasi sangat penting pada stabilisasi sendi
f. Pola PNF
- Pola gerakan PNF pada lengan
Fleksi – abduksi – eksorotasi
Fleksi – abduksi – eksorotasi dengan elbow fleksi
Fleksi – abduksi – eksorotasi dengan elbow ekstensi
g. Dosis PNF
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kissner, pemberian
dosis latihan PNF yang efektif adalah 6 kali perhari, tiap 1 kali latihan
adalah 3 kali gerakan. Latihan dilakukan selama 6 minggu.
2. Bridging Exercise
a. Definisi
Bridging exercise biasa disebut pelvic bridging exercise yang mana latihan
ini baik untuk latihan penguatan stabilisasi pada glutei, hip dan punggung
bawah.Bridging exercise adalah cara yang baik untuk mengisolasi dan
memperkuat otot gluteus dan hamstring (belakangkaki bagian atas ). Jika
melakukan latihan ini dengan benar, bridging exercise digunakan untuk
stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot perut serta otot-otot
punggung bawah dan hip. Akhirnya, bridging exercise dianggap sebagai
latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilitas atau keseimbangan
dan stabilisasi tulang belakang.
Meskipun bridging exercise merupakan latihan yang mudah untuk
dilakukan, sangat bermanfaat dalam mempertahankan kekuatan di punggung
bawah dan berguna dalam program pencegahan sakit punggung bawah.
Bridging exercise juga merupakan latihan yang bagus yang memperkuat otot-
otot paraspinal, otot-otot kuadrisep di bagian atas paha, otot-otot hamstring di
bagian belakang paha, otot perut dan otot-otot glutealis.
b. Tujuan
1) Mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring
2) Untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot
perut serta otot-otot punggung bawah dan hip.
3) Sebagai latihan rehabilitasi dasar untuk meningkatkan stabilisasi
tulang belakang.
3. Transfer dan Ambulasi
a. Definisi
UNIVERSITAS INDONESIA | 35
Transfer adalah suatu pola gerakan dimana terjadi perubahan
posisi pasien. Contohnya: dari posisi tidur keduduk di tepi tempat tidur,
dari posisi duduk keberdiri. Terdapat beberapa media untuk membantu
pasien untuk melakukan transfer salah satunya yaitu Transfer Board.
Transfer Board yaitu merupakan solusi bagi pengguna kursi roda untuk
berpindah dari kursi roda ke suatu tempat lainnya. Alat ini berbentuk
seperti papan yang dilengkapi dengan fitur yang memudahkan
pengguna untuk berpindah dengan hanya menggeser pinggang mereka
saja. Sebagai contoh perpindahan bisa dilakukan dari kursi roda ke
kursi mobil, ke sofa, ke tempat tidur dan tempat lainnya.
Ambulasi adalah perpindahan pasien dari suatu tempat ke
tempat lainnya dengan adanya jarak yang ditempuh. Contohnya
berjalan.
b. Tujuan dan Manfaat
1) Mencegah dampak immobilisasi pasca operasi meliputi: sistem
integumen; kerusakan integritas kulit seperti abrasi, sirkulasi darah
yang lambat yang menyebabkan terjadinya atrofi otot dan
perubahan turgor kulit, system kardiovaskuler; penurunan kardiak
reserve, mengurangi depresi
2) Mengurangi perubahan tingkah laku
3) Memperbaiki perubahan siklus tidur
4) Perubahan kemampuan pemecahan masalah
c. Alat yang digunakan
Banyak alat yang tersedia untuk membantu
ketidakmampuan pasien melaksanakan ambulasi. Jenis dari alat
dipilih dan lamanya waktu untuk menggunakan alat tersebut
tergantung pada ketidakmampuannya. Terlebih dahulu terapis harus
menentukannya apakah kekuatan otot pasien cukup dan
mengkoordinasikannya dengan program ambulasi. Alat bantu yang
digunakan untuk ambulasi adalah:
1) Wheel Chair atau Kursi Roda
UNIVERSITAS INDONESIA | 36
Merupakan salah satu alat ambulasi pertama untuk
seseorang ketika mengalami permasalahan pada ekstremitas bawah.
Indikasi penggunaan wheel chair adalah seseorang dengan terlalu
lemah endurance secara keseluruhan (terlalu lama tirah baring),
upper extremitas dan sitting balance baik tapi masalahnya pada
strengthening balance dan koordinasi, balance dan koordinasi baik
tetapi endurance lower extremitas lemah (paraplegi, para parese).
Jenis-jenis wheelchair:
a) Wheelchair manual
Kursi roda manual digerakkan dengan tangan si pemakai
dan biasa digunakan untuk semua kegiatan. Memiliki bobot antara
21 – 24 kg dan bisa dilipat. Kursi roda manual ada dua macam yaitu
model standard dan model reclining.
(1) Model standard
Yang paling umum dipakai oleh pasien di Rumah
Sakit maupun di rumah. Bentuk dan modelnya sangat
sederhana serta pada bagian sandarannya tidak dapat
direbahkan.
(2) Model reclining
Sering disebut juga dengan kursi roda rebah.
Fungsinya memudahkan pasien untuk menyandarkan
kepalanya agar dapat duduk lebih nyaman. Pada bagian
sandaran punggung bisa direbahkan dengan kemiringan ±
145°-180° sesuai dengan kebutuhan pasien, begitu juga
dengan bagian kaki yang dapat dinaik-turunkan. Model
reclining biasa digunakan oleh pasien penderita stroke atau
pasien yang mempunyai kelemahan / masalah pada bagian
punggung. Karena ada bagian-bagian tertentu yang bisa
diatur, maka untuk pasien yang menjalani therapy khusus
bisa memilih kursi roda reclining ini.
b) Wheelchair elektrik
UNIVERSITAS INDONESIA | 37
Kursi roda elektrik adalah yang digerakkan dengan tenaga
battery atau listrik. Model ini biasa disebut juga motorized wheel
chair dan sering dilengkapi dengan remote control. Baik yang
manual maupun yang elektrik memiliki fungsi yang sama, namun
model elektrik memiliki lebih banyak fitur.
d. Pelaksanaan Ambulasi
Ambulasi yang aman memerlukan keseimbangan dan kekuatan
yang cukup untuk menopang berat badan dan menjaga postur. Berikut
ini diuraikan beberapa tahapan ambulasi yang diterapkan pada pasien:
1) Pre-ambulation
Bertujuan untuk mempersiapkan otot untuk berdiri dan
berjalan yang dipersiapkan lebih awal ketika pasien bergerak dari
tempat tidur.
2) Sitting balance
Yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur.
Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali sehari selama 10
sampai 15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur
dengan bantuan.
3) Standing balance
Standing balance yaitu melatih berdiri dan mulai berjalan.
Perhatikan waktu tanda-tanda vital, apakah pasien mengalami pusing atau
lemas akibat hipotensi ortostatik.
UNIVERSITAS INDONESIA | 38
DAFTAR PUSTAKA
UNIVERSITAS INDONESIA | 39
motor and sensory recovery: Is olfactory mucosa autograft a factor?,
Rochester, The Journal of Spinal Cord Medicine, VOL. 36 NO.1.
UNIVERSITAS INDONESIA | 40