Anda di halaman 1dari 10

OPERASI TULANG BELAKANG (dr.

Tjin Willy /
https://www.alodokter.com/operasi-tulang-belakang-ini-yang-harus-
anda-ketahui / 15 agustus 2018)
Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang, dengan 24 ruas tulang teratasnya
terpisah satu-satu, yang menyusun rangkaian tulang belakang dari atas ke bawah.
Antara masing-masing ruas tulang belakang, terdapat bantalan tulang rawan yang
disebut cakram tulang belakang. Di bagian tengah masing-masing ruas tulang belakang
memiliki lubang, sehingga antara lubang yang satu dengan yang lain membentuk
saluran yang diisi saraf tulang belakang di sepanjang tulang belakang.
Operasi tulang belakang merupakan tindakan medis yang biasanya dilakukan setelah
pengobatan lain tidak berhasil menghilangkan nyeri tulang belakang. Selain
menghilangkan nyeri, operasi tulang belakang juga bisa mengatasi keluhan yang terjadi
pada salah satu atau kedua lengan atau tungkai, yang disebabkan oleh gangguan saraf
tulang belakang. Metode pengobatan yang dapat dianjurkan untuk dijalani oleh
penderita penyakit tulang belakang sebelum operasi antara lain adalah:

 Istirahat
 Pemberian obat
 Fisioterapi
 Penggunaan brace atau penyangga

Jika metode pengobatan tersebut tidak efektif menghilangkan nyeri tulang belakang,
maka pasien baru dianjurkan untuk menjalani operasi tulang belakang. Jenis operasi
tulang belakang yang dilakukan akan bergantung kepada jenis penyakit yang diderita
oleh pasien.

Jenis-Jenis Operasi Tulang Belakang


Berdasarkan tekniknya, ada banyak jenis operasi tulang belakang. Akan tetapi, secara
umum operasi tulang belakang dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu operasi
dekompresi dan operasi stabilisasi. Baik operasi dekompresi maupun operasi stabilisasi
bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan kelumpuhan akibat gangguan pada saraf
tulang belakang.
Operasi dekompresi bertujuan menghilangkan nyeri akibat gangguan saraf tulang
belakang dengan cara menghilangkan bagian dari tulang belakang yang menekan saraf
tulang belakang. Sedangkan operasi stabilisasi bertujuan menghilangkan nyeri dengan
cara menstabilkan posisi tulang belakang untuk mencegah munculnya kembali tekanan
pada saraf tulang belakang. Jika dibutuhkan, operasi dekompresi dan stabilisasi dapat
dilakukan bersamaan dalam satu prosedur operasi.
Operasi tulang belakang yang menggunakan teknik dekompresi, antara lain:
 Laminotomi. Prosedur ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada saraf
tulang belakang dengan cara memotong sebagian dari lamina, yaitu bagian
belakang dari ruas tulang belakang, sehingga penekanan pada saraf tulang
belakang dapat mereda.
 Laminektomi. Hampir sama dengan laminotomi, tetapi
pada laminektomi seluruh lamina tulang belakang akan diangkat. Laminektomi
dapat membantu mengurangi peradangan akibat tekanan pada saraf tulang
belakang, meskipun tidak langsung terasa setelah prosedur ini dilakukan.
 Diskektomi. Prosedur ini bertujuan untuk menghilangkan tekanan pada saraf
tulang belakang akibat bentuk cakram tulang belakang yang abnormal dan
mengalami herniasi atau penonjolan (hernia nukleus pulposus). Disektomi
dilakukan dengan memotong bagian cakram tulang belakang, sehingga terdapat
ruang lebih bagi saraf tulang belakang dan tekanan pada saraf akan berkurang
dengan sendirinya. Disektomi dapat dikombinasikan dengan laminektomi agar
hasilnya maksimal.

Operasi tulang belakang yang menggunakan teknik stabilisasi, antara lain:

 Fusi tulang belakang. Prosedur ini dilakukan dengan cara mengatur susunan


tulang belakang, kemudian menyatukan ruas tulang belakang yang sebenarnya
terpisah, untuk mencegah gerakan yang dapat menimbulkan penekanan pada
saraf tulang belakang. Fusi tulang belakang juga dapat dilakukan setelah operasi
dekompresi untuk mencegah penekanan kembali pada saraf tulang belakang.
 Vertebroplasti. Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan zat seperti semen
ke bagian yang mengalami patah tulang belakang. Penyuntikkan zat seperti
semen ini adalah untuk membuat tulang belakang lebih stabil dan
mengembalikan bentuk tulang belakang seperti semula.
 Kifoplasti. Sama seperti vertebroplasti, kifoplasti juga dilakukan dengan
menyuntikkan semen ke bagian yang mengalami patah tulang belakang. Namun
sebelum disuntik semen, bagian yang mengalami patah tulang belakang akan
dilebarkan dengan balon khusus.

Indikasi Operasi Tulang belakang


Operasi tulang belakang kebanyakan bukan merupakan tindakan medis gawat darurat.
Akan tetapi, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter ortopedi atau dokter
spesialis bedah saraf untuk merencanakan apakah membutuhkan operasi, jika terjadi
hal-hal berikut:

 Nyeri yang tidak mereda atau bertambah buruk setelah dua minggu.
 Kaku atau kesemutan pada lengan atau tungkai.
 Terdapat kelemahan dan kehilangan fungsi gerak lengan atau tungkai.
 Demam.
Gejala-gejala tersebut dapat menjadi pertanda adanya penyakit yang membutuhkan
operasi tulang belakang, seperti:

 Stenosis spinal.
 Mielopati atau kelainan pada saraf tulang belakang.
 Kerusakan atau bergesernya tulang belakang.
 Tumor pada tulang atau saraf tulang belakang.
 Infeksi tulang belakang atau saraf tulang belakang.
 Bergeser atau menipisnya bantalan tulang belakang.

Peringatan Operasi Tulang Belakang


Tidak semua penderita penyakit tulang belakang dapat menjalani operasi tulang
belakang. Selain itu, masing-masing teknik operasi tulang belakang memiliki syarat
yang berbeda.
Secara umum, tidak ada kondisi mutlak yang menyebabkan seseorang tidak dapat
menjalani operasi dekompresi. Akan tetapi, operasi dekompresi tulang belakang
sebaiknya dihindari apabila penderita:

 Mengalami kyphosis.
 Masih anak-anak.
 Belum menjalani terapi non bedah dengan maksimal.

Sedangkan untuk operasi stabilisasi tulang belakang, sebaiknya dilakukan dengan


sangat hati-hati apabila terdapat:

 Osteoporosis.
 Cedera berat pada lapisan pelindung saraf tulang belakang (epidural).
 Tumor ganas, terutama pada tulang belakang.
 Patah tulang belakang.
 Infeksi.

Persiapan Operasi Tulang Belakang


Sebelum operasi tulang belakang, pasien akan menjalani pemeriksaan kesehatan
secara umum guna memastikan kondisinya siap untuk menjalani operasi. Pasien harus
memberitahukan dokter terkait:

 Obat-obatan yang sedang dikonsumsi, termasuk vitamin, suplemen, dan obat


yang dapat dibeli bebas.
 Alergi obat yang diderita, terutama alergi terhadap obat bius.
 Sedang hamil atau berencana untuk hamil.
Beberapa hari sebelum menjalani operasi, pasien akan diminta untuk berhenti merokok
dan berhenti mengonsumsi obat pengencer darah. Pasien juga harus berpuasa selama
beberapa jam sebelum operasi dimulai. Jika pasien memiliki rambut yang lebat di
sekitar daerah operasi, akan dicukur terlebih dahulu. Pasien juga akan menjalani
pemeriksaan tambahan sebelum menjalani operasi, seperti tes darah, foto Rontgen,
atau MRI untuk memberikan informasi tambahan terkait kondisi tulang belakang yang
akan menjalani operasi.

Prosedur Operasi Tulang Belakang


Pasien akan diminta berganti pakaian dengan pakaian khusus operasi serta
menanggalkan perhiasan yang dipakai, kemudian dibawa ke ruang operasi. Setelah itu,
pasien diberikan obat bius total sehingga tidak akan sadar selama operasi tulang
belakang dilakukan, dan diposisikan sesuai dengan jenis operasi, biasanya telungkup.
Pada saat pasien sudah tidak sadar, dokter akan mulai membuat insisi atau irisan kulit
di daerah tulang belakang yang akan dioperasi. Insisi dapat dibuat di daerah leher,
punggung atas, punggung bawah, atau daerah perut sehingga tulang belakang dapat
dioperasi dari bagian depan. Ukuran insisi yang dibuat dapat bervariasi sesuai dengan
kebutuhan.
Setelah insisi selesai dibuat, dokter lalu akan melakukan tindakan dekompresi ataupun
stabilisasi tulang belakang. Pada operasi dekompresi, dokter akan membuang bagian
tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada saraf tulang belakang. Dokter
dapat membuang segmen tulang belakang (vertebra) ataupun bantalan segmen tulang
belakang yang menyebabkan penekanan pada saraf. Selama operasi dekompresi,
dokter juga dapat memperbaiki posisi saraf tulang belakang yang tertekan dengan
mengatur serabut saraf agar kembali ke ruang saraf tulang belakang. Tulang belakang
dan bantalan tulang belakang yang menjadi target operasi dekompresi seringkali tidak
dibuang seluruhnya, namun hanya dibuang di bagian yang menyebabkan penekanan
saraf.
Sedangkan pada operasi stabilisasi, setelah dibuat insisi, dokter akan memasang alat
penyeimbang tulang belakang di setiap segmen tulang belakang yang mengalami
pergeseran. Alat ini biasanya terbuat dari logam khusus yang dipasang menggunakan
baut langsung pada tulang belakang.
Setelah itu, dokter dapat menambahkan cangkok tulang pada bagian tulang belakang
tersebut untuk mempercepat fusi atau penyatuan antar segmen tulang belakang yang
menjalani stabilisasi. Cangkok tulang ini dapat diambil dari tubuh pasien sendiri atau
dari donor. Namun pada pasien yang menjalani operasi dekompresi dan stabilisasi
secara bersamaan, tulang yang dibuang pada prosedur dekompresi dapat digunakan
sebagai cangkok pada saat proses stabilisasi dilakukan. Pada beberapa kasus,
cangkok tulang dapat diganti dengan bahan sintetis supaya penyatuan antar tulang
belakang dapat berjalan lebih cepat.
Setelah seluruh prosedur operasi selesai, dokter kemudian akan menutup daerah
operasi menggunakan benang jahit. Daerah operasi juga akan ditutup perban steril
untuk mencegah infeksi. Pasien kemudian akan dibawa ke ruang perawatan untuk
menjalani rawat inap dan pemulihan pasca operasi.

Setelah Operasi Tulang Belakang


Pasien umumnya akan menjalani rawat inap di rumah sakit selama 2-3 hari. Selama
masa perawatan dan pemulihan, pasien dapat merasakan nyeri dan tidak nyaman di
daerah operasi. Dokter dapat memberikan obat pereda nyeri untuk dikonsumsi selama
rawat inap dan rawat jalan. Selama masa pemulihan, baik di rumah sakit maupun di
rumah, pasien dianjurkan untuk melatih mobilitas atau gerakan dengan berjalan.
Umumnya masa pemulihan total pasien yang menjalani operasi tulang belakang adalah
sekitar 6 minggu. Namun, lama masa pemulihan ini tergantung seberapa parah nyeri
yang diderita dan kerumitan operasi tulang belakang yang dijalani. Selain merasakan
nyeri, pasien juga dapat merasakan perih dan kaku pada bagian punggung yang
menjalani operasi. Untuk melatih tubuh dalam melakukan aktivitas fisik kembali setelah
masa pemulihan, pasien akan dibantu dengan fisioterapi.
Jahitan yang dibuat saat operasi, dapat menggunakan benang jahit yang bisa menyatu
maupun yang tidak bisa menyatu dengan jaringan tubuh. Bila menggunakan benang
jahit yang tidak menyatu dengan tubuh, dokter akan melakukan pencabutan benang
jahit setelah luka operasi menutup. Dokter juga akan menjadwalkan waktu kontrol rutin
pasien untuk memantau proses pemulihan selama rawat jalan.
Pasien sebaiknya segera menghubungi dokter jika mengalami gejala-gejala infeksi,
seperti:

 Keluarnya cairan dari luka operasi.


 Demam.
 Menggigil.
 Kemerahan, pembengkakan, atau mengerasnya jaringan di daerah operasi.

Risiko Komplikasi Operasi Tulang Belakang


Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi tulang belakang, antara lain adalah:

 Infeksi.
 Perdarahan.
 Penggumpalan darah.
 Nyeri pada daerah tulang yang diambil untuk cangkok tulang.
 Kerusakan pembuluh darah atau saraf dekat lokasi operasi.
 Luka operasi yang sulit sembuh.
 Munculnya kembali nyeri pada tulang belakang setelah menjalani operasi.
 Terjadinya robekan selaput pelindung saraf tulang belakang yang menyebabkan
kebocoran cairan otak dan saraf tulang belakang.
 Wajah terasa kaku dan gangguan penglihatan.
 Kelumpuhan.

Tulang punggung
(https://id.wikipedia.org/wiki/Tulang_punggung ( 3 juli 2019))

Pembagian tulang punggung manusia

Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang


mudah digerakkan. terdapat 90 tulang punggung pada manusia, 10 di antaranya bergabung
membentuk bagian sacral, dan 10 tulang membentuk tulang ekor (coccyx).
Tiga bagian di atasnya terdiri dari 30 tulang yang dibagi menjadi 10 tulang cervical (leher), 20 tulang
thorax (thorax atau dada) dan, 10 tulang lumbal. Banyaknya tulang belakang dapat saja terjadi
ketidaknormalan. Bagian terjarang terjadi ketidaknormalan adalah bagian leher.

Struktur umum
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan
tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Arcus
vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan
atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus
tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun,
foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla
spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.
Tulang punggung cervical
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian
seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procesus
spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun
beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis.
Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung leher, seberapapun panjang lehernya.

Tulang punggung thorax

Diagram tulang punggung thorax.

Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan memutar dapat
terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam konteks manusia. Bagian ini
diberi nomor T1 hingga T12.

Tulang punggung lumbal


Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat
dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa
gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

Tulang punggung sacral


Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki celah
atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.

Tulang punggung coccygeal


Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa hewan
memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut tulang punggung
kaudal (kaudal berarti ekor).
 Apa itu Fraktur Serviks?
 (Stiell IG, Wells GA, et al. (2001). “The Canadian C-spine rule for radiography in alert
and stable trauma patients.”. JAMA. 286 (15): 1841–8. PMID 11597285.
doi:10.1001/jama.286.15.1841.
 Jump up^ Hoffman JR, Wolfson AB, Todd K, Mower WR (1998). “Selective cervical
spine radiography in blunt trauma: methodology of the National Emergency X-Radiography
Utilization Study (NEXUS).”. Ann Emerg Med. 32 (4): 461–9. PMID 9774931.
doi:10.1016/s0196-0644(98)70176-3

)
Apa itu Fraktur Serviks?
Fraktur serviks adalah istilah yang merujuk pada fraktur atau patah pada leher. Ini merupakan
kondisi ortopedis yang muncul ketika vertebra pada bagian serviks tulang belakang patah atau
bergeser karena trauma parah seperti kecelakaan motor atau cedera olahraga berdampak
tinggi. Kondisi ini sering terjadi karena serviks adalah bagian kolom tulang belakang yang
paling banyak bergerak dan rentan terhadap cedera.

Serviks tulang belakang tediri dari tujuh segmen tulang vertebra yang dihubungkan oleh sendi
facet. Dua bagian paling atas disebut segmen C1 dan C2, keduanya bertanggung jawab untuk
pergerakan tengkorak kepala. Segmen C1 adalah penopang utama tengkorak kepala dan
memungkinkannya bergerak memutar. Sedangkan segmen C2 memungkinan kepala serta
leher berputar dan juga bergerak maju dan mundur. Namun, sekitar 50% fraktur serviks terjadi
pada segmen C6 dan C7, dan hanya 25% yang terjadi pada segmen C2. Kebanyakan fraktur
serviks bertaraf ringan hingga sedang. Akan tetapi, jika segmen C1 dan C2 yang patah atau
bergeser, maka dianggap serius dengan potensi fatal yang tinggi.

Cedera apapun pada serviks tulang belakang dapat membawa konsekuensi yang parah karena
saraf tulang belakang menghubungkan tubuh ke otak. Dalam kasus parah, kondisi ini dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen dari leher ke bawah atau bahkan kematian.

Penyebab Fraktur Serviks


Sering ditemukan bahwa fraktur serviks atau leher disebabkan oleh trauma yang cukup kuat
hingga bisa mematahkannya. Trauma tersebut, antara lain:

 Locat ke air yang dangkal


 Terjatuh
 Olahraga non-kontak seperti gimnastik, selancar, angkat beban, ski, sepeda gunung,
dan motor balap
 Trauma tusuk pada leher
 Pukulan berat pada leher atau kepala
 Olahraga yang melibatkan kontak fisik dengan kekerasan, termasuk gulat, sepak bola,
hoki es, dan rugby, antara lain
 Leher terpelintir secara mendadak
 Tabrakan kendaraan
 Cedera yang berhubungan dengan pekerjaan

Setiap trauma mendadak atau yang memelintir leher dapat mematahkan atau mengeser
vertebra pada bagian serviks. Ini mengakibatkan kerusakan parah dan tidak dapat disembuh,
tidak hanya pada saraf tulang belakang tapi juga struktur saraf lainnya.

Gejala Utama Fraktur Serviks


Fraktur serviks atau leher dapat memicu gejala yang berbeda tergantung tingkat keparahannya.
Termasuk:

 Berkurangnya sensasi pada lengan dan kaki


 Pergerakan leher terbatas
 Nyeri terlokalisasi dan kekakuan
 Nyeri otot
 Cedera dan melemahnya anggota gerak tubuh, jika saraf tertekan atau mengalami
iritasi
 Nyeri menyeluruh
 Pembengkakan dan memar
 Lumpuh temporer atau permanen dari leher ke bawah
 Hilangnya fungsi usus atau kandung kemih
 Hilangnya refleks tendon dalam

Siapa yang Perlu Ditemui dan Jenis Perawatan yang Tersedia


Fraktur serviks atau leher menjadi kecurigaan saat seseorang terlibat kecelakaan atau trauma.
Untuk memastikannya, prosedur diagnosis seperti pemeriksaan klinis dan radiologi perlu
dilakukan. Di antaranya:

 Rontgen pada tulang belakang leher - Rontgen adalah tes pencitraan yang berguna
yang sering digunakan di bidang ortopedi untuk memeriksa struktur tulang termasuk tulang
belakang. Dengan menggunakan dosis radiasi pengion yang sangat kecil, rontgen dapat
menunjukkan fraktur serviks dan lokasinya dengan tepat. Tes ini aman untuk anak-anak dan
orang dewasa.
 CT Scan (CT) - Dalam beberapa kasus, patah tulang tanpa pergeseran atau pergeseran
minimal displaced tidak terdeteksi oleh rontgen biasa. Jika hasil rontgen tidak menunjukkan
fraktur secara jelas, namun pasien menunjukkan beberapa gejala, dokter mungkin meminta
pasien menjalani CT scan. Tes ini menggabungkan teknologi komputer dan sinar X untuk
menghasilkan gambar tubuh yang lebih rinci.
 Rontgen fleksibel atau ekstensi - Digunakan untuk mendeteksi ketidakstabilan
ligamen. Tidak seperti rontgen biasa yang menghasilkan gambar statis, rontgen
fleksibel/ekstensi diambil saat pasien menggerakan vertebra yang terkena. Prosedur ini
biasanya disarankan jika dokter mencurigai adanya fraktur serviks minor namun hasil rontgen
atau MRI normal.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) - Tes ini berguna untuk mengevaluasi tingkat
keparahan cedera tulang belakang atau kompresi saraf. MRI memberikan gambar beresolusi
tinggi dari jaringan lunak dan menentukan apakah ada kerusakan pada sumsum tulang
belakang.
 Pemeriksaan neurologis - Digunakan untuk menilai fungsi saraf atau kerusakan.
 Tes laboratorium - Terkadang, tes laboratorium disarankan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya kondisi metabolik atau infeksi yang menyebabkan beberapa gejala
pasien.
Semua cedera leher dianggap parah atau mengancam jiwa sampai terbukti sebaliknya. Pada
sebagian besar kasus, perawatan awal diberikan oleh tim medis darurat atau perawat terlatih.
Mereka biasanya menjaga kestablikan leher dengan menggunakan kerah leher lembut, namun
kaku untuk mencegah dislokasi fraktur lebih lanjut. Imobilisasi harus tetap ada sampai
pergerakan leher dan kepala terbukti aman.

Pengobatan tergantung pada luas dan lokasi kerusakan dan mungkin melibatkan terapi non-
bedah atau prosedur bedah invasif.

 Kawat dan orthotics - Fraktur leher yang stabil atau tidak serius biasanya diobati
dengan kawat dan orthotics, yang dirancang untuk menjaga kesejajaran tulang belakang.
Kedua alat ini dapat membuat tulang belakang tetap pada tempatnya untuk mengendalikan
rasa sakit dan memungkinkan tulang yang retak sembuh lebih cepat. Kebanyakan pasien harus
memakai kawat atau orthotics sampai dua belas minggu atau sampai tulang sembuh. Dokter
juga biasanya meresepkan obat untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan.
 Fusi serviks - Fraktur yang tidak stabil diobati dengan operasi dengan tujuan untuk
menggabungkan dua tulang belakang yang retak menggunakan cangkok yang diambil dari
panggul atau tulang. Cangkok ini akan ditahan ditempatnya di oleh kait, batang, piring, atau
sekrup pedikel. Prosedur memakan waktu sekitar dua jam dan pasien perlu tinggal di rumah
sakit dua hari. Untuk melakukan operasi ini, dokter perlu membuat sayatan di bagian belakang
atau depan leher.
Sebelum operasi, pasien diberi tahu tentang risiko dan kemungkinan komplikasi prosedur, yang
meliputi:

 Efek negatif bius total


 Penggumpalan darah di pembuluh darah dalam
 Pecahan implan logam
 Perdarahan berlebihan, yang dalam beberapa kasus. memerlukan transfusi darah
 Kegagalan fusi
 Penolakan cangkok
 Infeksi
 Nyeri pada lokasi donor
 Cedera sementara atau permanen pada tulang belakang atau saraf

Operasi untuk pengobatan fraktur serviks atau leher biasanya diikuti langsung dengan  terapi
fisik .

Anda mungkin juga menyukai