Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PENATALAKSANAAN REHABILITASI MEDIK PADA


OSTEOARTHRITIS

Disusun Oleh:
Anggi Setyawan, S.Ked(J510155067)
Pembimbing :
dr. Adhi Kurniawan, SpKFR

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN


REHABILITASI
RUMAH SAKIT ORTOPEDI DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

REFERAT

PENATALAKSANAAN REHABILITASI MEDIK PADA


OSTEOARTHRITIS
Disusun Oleh:
Anggi Setyawan, S.Ked

(J510155089)

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing
dr. Adhi Kurniawan, Sp. KFR

( ..........................................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Adhi Kurniawan, Sp. KFR

( ..........................................)

Disahkan Ka. Program Pendidikan Profesi FK UMS


dr. Dona Dewi Nirlawati

( ...........................................)

BAB I
PENDAHULUAN
Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang umumnya terjadi pada
dewasa madya dan lansia dengan gangguan pada sendi, yang bersifat kronik,
progresif lambat, tidak meradang dan ditandai dengan deteriosasi dan abrasi
rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Osteoarthritis ditandai dengan adanya kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin
sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan
osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan,
dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi.1
Osteoartritis

merupakan penyakit sendi yang paling sering menyerang

manusia dan dianggap sebagai penyebab disabilitas pada orang tua. Osteoartritis
biasanya berkaitan dengan pertambahan usia dan umumnya mengenai lutut, sendisendi di tangan, pinggul dan tulang belakang. Osteoartritis lutut merupakan jenis
penyakit sendi terbanyak dijumpai di seluruh dunia dan penyebab nyeri serta
kecacatan pada usia lanjut dibandingkan dengan panyakit lain. WHO
memperkirakan bahwa 10% penduduk dunia yang berusia 60 tahun atau lebih
mempunyai masalah osteoartritis. Osteoartritis lutut lebih banyak pada wanita
setelah usia 50 tahun.2,3
Penderita osteoartritis lutut biasanya datang dengan keluhan sakit sendi
yang hilang-hilang timbul yang sudah menahun pada lututnya. Pada tahap awal,

nyeri sendi timbul bila selesai latihan fisik yang berat dan kemudian hilang setelah
istirahat. Keluhan kemudian berlanjut menjadi kekakuan sendi sewaktu bangun
pagi yang hilang dalam waktu 15-30 menit dan makin berkurang setelah
digerakkan. Jika proses ini terjadi secara berlebihan maka akan timbul nyeri yang
hebat dan penderita mengalami gangguan aktifitas.4
Penyakit radang sendi ini mulai dikenal sejak abad ke-19, dan pada saat itu
dipandang sebagai akibat dari suatu proses aus karena dipakai selama hidup.
Menjelang abad ke-20, penyakit kelainan sendi adalah penyebab utama gangguan
muskuloskeletal di seluruh dunia, dan dianggap sebagai kecacatan yang kedua di
Amerika Serikat setelah penyakit jantung rematik.5
Berikut ini akan dibahas suatu tinjauan pustaka dan laporan kasus tentang
rehabilitas medik pada osteoartritis genu bilateral.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Osteoartritis berasal dari kata Yunani, yaitu osteo yang berarti tulang, arthro
yaitu sendi dan itis berarti radang atau inflamasi. Osteoartritis (OA) adalah suatu
kelainan sendi kronis (jangka lama) dimana terjadi proses pelemahan dan
disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan
tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif
pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi. Setiap sendi memiliki
resiko untuk terserang OA. Daerah yang paling sering terserang OA adalah lutut,
panggul, vertebra dan pergelangan kaki.5

2.2. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling
umum di dunia. Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis
terhadap osteoartritis. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling sering
dijumpai. Penelitian epidemiologi menemukan bahwa kelompok umur 60-64
tahun sebanyak 22%. Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23%
menderita OA pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA
pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan
insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak
24,7%.6

Data di Indonesia didapatkan dari Malang dimana prevalensinya sekitar 1013,5%. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan 43,8%
(1991-1994) 35% (2000) merupakan penderita dengan osteoartritis. Prevalensi
osteoartritis secara jelas meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Usia, jenis
kelamin, pekerjaan, kegemaran, ras, dan hereditas seluruhnya bisa berperan dalam
manifestasi klinis osteoartritis.2,7

2.3. Etiologi
Sampai saat belum diketahui dengan pasti penyebab dari osteoartritis, tetapi
ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit osteoartritis.6,8
2.3.1.
Usia
Faktor resiko yang paling utama pada penyakit osteartritis adalah usia,
biasanya mengenai usia dewasa madya hingga lansia, tetapi sering pada usia lebih
dari 50 tahun. Prevalensi dan beratnya osteoartritis akan meningkat sesuai dengan
pertumbuhan umur, namun osteoartritis bukan terjadi akibat pertumbuhan usia
saja, melainkan juga dapat terjadi akibat perubahan pada tulang rawan sendi.
2.3.2.
Jenis Kelamin
Prevalensi osteoartritis lebih meningkat pada jenis kelamin wanita
dibanding dengan pria, 3,2% : 3%. Diperkirakan hal ini terjadi akibat perbedaan
bentuk pinggul antara pria dan wanita.
2.3.3.
Faktor Herediter
Faktor herediter juga berpengaruh terhadap kejadian osteoartritis, misalnya
pada seorang ibu dengan osteoartritis pada sendi lutut, maka kemungkinan
anaknya berpeluang 3 kali lebih sering untuk terkena penyakit yang sama.
2.3.4.
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko osteoartritis yang dapat dimodifikasi.
Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut oleh karena itu
peningkatan berat badan akan melipat gandakan beban sendi lutut saat berjalan.

2.3.5.
Trauma, Pekerjaan dan Olahraga
Cedera sendi pinggul akan menimbulkan perubahan retikular pada sendi
sehingga berdampak pada kejadian penyakit osteoartritis. Selain itu pekerjaan
yang berat akan menjadi penentu beratnya osteoartritis yang dialami.
2.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis seperti nyeri pada sendi yang terkena terutama sewaktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan
pada pergerakan sendi, kaku pagi, pembengkakan sendi dan perubahan gaya
berjalan.6,8
Lebih lanjut terdapat pembengkakan sendi dan krepitasi tulang. Tempat
predileksi osteoartritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsofalangeal I,
apofiseal tulang belakang, lutut dan paha. Tanda-tanda peradangan pada sendi
tersebut tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya
sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat dan kemerahan.9

2.5. Patofisiologi
Berdasarkan penyebabnya osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis
primer disebut idiopatik karena disebabkan oleh faktor genetik yaitu dengan
adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan osteoartritis
sekunder adalah penyakit yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta faktor
risiko lainnya, seperti obesitas.10
Osteoartritis merupakan gangguan

keseimbangan

dari

metabolisme

kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya masih belum diketahui.

Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteglikan dan kolagen pada
rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang
berkualitas dan tidak mampu memelihara keseimbangan antara degradasi dan
sintesis matriks ekstraseluler termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang
berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang
mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan
sifat kompresibilitasnya.10
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoartritis,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak
nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam
rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit.
Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik rawan sendi.10
Peningkatan enzim-enzim yang merusak matriks tulang rawan sendi
mengakibatkan terjadi kerusakan fokal tilang rawan sendi secara progresif dan
pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi.10
Osteoartritis disebut sebagai penyakit degeneratif

karena

dengan

bertambahnya usia terjadi perubahan rawan sendi glikosiaminoglikan menjadi


memendek sehingga kemampuan proteoglikan untuk menahan air menjadi
berkurang. Hal ini akan mengakibatkan fungsi rawan sendi sebagai bantalan
terhadap beban sendi akan berkurang. Selain itu jaringan kolagen juga menjadi
patah-patah yang mengakibatkan timbulnya fisur pada rawan sendi.10
2.6. Diagnosis

Diagnosis pada osteoartritis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik


serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan didapatkan gejala-gejala yang
sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan. 2 Gejala utama
adalah nyeri pada sendi yang terkena, terutama pada waktu bergerak. Awal mula
terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat
hambatan pada gerak sendi, biasanya semakin bertambah berat sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri. Kaku pada pagi hari dapat timbul setelah imobilisasi,
seperti duduk dalam waktu yang cukup lama atau setelah bangun tidur. Krepitasi
atau rasa gemeretak pada sendi yang sakit juga menjadi keluhan dari penderita
osteoartritis.8
2.6.1.

Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi

lutut:
1. Tes McMurray
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi
meniskus. Pada tes ini penderita berbaring terlentang. Dengan satu tangan
pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya memegang lutut.
Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi/ endorotasi
dan secara perlahan-lahan diekstensikan. Kalau terdengar bunyi klek atau teraba
sewaktu lutut diluruskan, maka meniskus medial atau bagian posteriornya yang
mungkin terobek.9

Gambar 1. Pemeriksaan McMurray11

2. Anterior Drawer Test


Merupakan suatu tes untuk mendeteksi ruptur pada ligamen cruciatum lutut.
Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul fleksi 45.Lutut fleksi dan
kedua kaki sejajar. Caranya dengan menggerakan tulang tibia ke atas maka akan
terjadi gerakan hiperekstresi sendi lutut dan sendi lutut akan terasa kendor. Posisi
pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal, artinya tes
drawer positif.9

Gambar 2. Pemeriksaan Anterior Drawer Test11


3. Posterior Drawer Test
Posterior Drawer Testsama halnya dengan Anterior Drawer Test, hanya saja
menggenggam tibia kemudian didorong kearah belakang.9

Gambar 3. Pemeriksaan Posterior Drawer Test11


4. Lachman Test
Test Lachman dikelola dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira
dalam sudut 300, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari
pemeriksaan menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau

10

ujung distal dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal
dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior.

Gambar 4. Pemeriksaan Lachman11


5. Apley Compresion Test
Tes ini dilakukan untuk menentukan nyeri lutut yang disebabkan oleh
robeknya meniskus. Penderita dalam posisi berbaring tengkurap lalu tungkai
bawah ditekukkan pada sendi lutut kemudian dilakukan penekanan pada tumit
pasien. Penekanan dilanjutkan sambil memutar tungkai ke arah dalam (endorotasi)
dan luar (eksorotasi). Apabila pasien merasakan nyeri di samping medial atau
lateral garis persendian lutut maka lesi pada meniskus medial dan lateral sangat
mungkin ada.9

Gambar 5. Pemeriksaan Apley Compresion Test11


6. Apley Distraction Test
Tes ini dilakukan untuk membedakan lesi meniskal atau ligamental pada
persendian lutut.Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari Appley

11

Comppresion Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar tungkai
bawah keluar dan kedalam dan lakukan fiksasi. Apabila pada distraksi eksorotasi
dan endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tersebut disebabkan oleh lesi di
ligamen.9

Gambar 6. Pemeriksaan Apley Distraction Test11


2.6.2.
Pemeriksaan Penunjang:
A. Pemeriksaan radiologi foto polos lutut
B. Pemeriksaan laboratorium darah
C. Analisa cairan sendi
A. Pemeriksaan Radiologis
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren
& Lawrence :

(A)

(B)

12

(C)

1.
2.
3.
4.

(D)

Gambar 7. Kriteri Kellgren and Lawrence


(A) Derajat . (B) Derajat 2. (C) Derejat 3. (D )Derajat 4
Derajat 0 : radiologi normal.
Derajat 1 : penyempitan celah sendi meragukan.
Derajat 2 : osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.
Derajat 3 : osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi,

sklerosis sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.


5. Derajat 4 : osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata,
sklerosis yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.
The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA
lutut idiopatik berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut:1
Klinis dan Laboratorium
Nyerilutut + minimal 5 dari
9 berikut :
- umur> 50 tahun
- stiffness < 30 menit
- krepitasi
- nyeri pada tulang
- pelebaran tulang
-tidak hangat pada perabaan
- LED < 40mm/jam
- Rheumatoid factor <1:40
- Cairansinovial : jernih,
viscous,leukosit<2000/mm
3

Klinis dan radiologi


Klinis
Nyeri lutut + minimal 1 Nyeri lutut + minimal 3
dari 3 berikut
dari 6 berikut :
- umur> 50 tahun
- umur> 50 tahun
- stiffness < 30 menit
- stiffness < 30 menit
- krepitasi + osteofit
- krepitasi
- nyeripadatulang
- pelebarantulang
-tidak hangat padap
erabaan

2.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan osteoartritis adalah:12-14
1. Menghilangkan rasa nyeri

13

2. Mengurangi disabilitas
3. Memperbaiki fungsi sendi yang terkena
4. Menghambat progresifitas
Penatalaksanaan OA terdiri dari pengobatan/medikamentosa yang terdiri
dari analgesik dan anti inflamasi (sering digunakan NSAID) dan program
rehabilitasi medik. Program rehabilitasi medik yang sering dilakukan pada OA
dapat berupa:
1. Fisioterapi13-15
a. Terapi panas
Terapi panas superfisial yaitu panas hanya mengenai kutis atau jaringan sub
kutis saja (Hot pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bath)
Sedangkan terapi panas dalam, yaitu panas dapat menembus sampai ke
jaringan yang lebih dalam yang sampai ke otot,tulang, dan sendi (Diatermi
gelombang mikro (MWD), Diatermi gelombang pendek (SWD), Diatermi
gelombang suara ultra(USD). Pada kasus OA digunakan SWD (short wave
diathermi) dan USD (ultra sound diathermi).
Efek panas yang diharapkan adalah :
1) Mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri
ujung syaraf sensoris. Mekanisme tersebut berdasarkan teori Gate
control dari malzac dan wall : rangsangan pada serabut syaraf
berdiameter besar akan mempengaruhi transmisi nyeri yang disalurkan
oleh saraf berdiameter kecil.
2) Meningkatkan sifat viscoelastik jaringan kolagen sehingga mengurangi
kekakuan sendi sehingga mengurangi kekuatan sendi.
3) Mengurangi spasme otot, memperbaiki sirkulasi/ suplai darah didaerah
nyeri, meningkatkan metabolism didaerah terapi.
Kontraindikasi SWD
1)
2)
3)
4)

Berkurangnya sensai pada daerah yang akan diterapi


Diatas area dengan insufisiensi vaskuler.
Diatas area adanya keganasan
Penderita hemofili

14

5) Diatas area dengan inflamasi akut


6) Diatas area yang diketahui ada infeksi
7) Penderita dengan imolant metal
b. Terapi dingin
Terapi dingin digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah,mengurangi
peradangan, mengurangi spasme otot dan kekakuan sendi sehingga dapat
mengurangi nyeri. Dapat juga menggunakan es yang di kompreskan pada
sendi yang nyeri. Terapi dingin dapat berupa cryotherapy, kompres es dan
masase es.
c. Terapi listrik
Yang digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).
TENS merupakan modalitas yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri melalui peningkatan ambang rangsang nyeri.
d. Hidroterapi
Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan
membuat ringan bagian atau ekstermitas yang direndam sehingga sendi
lebih mudah digerakan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi
nyeri, relaksasi otot dan memberi rasa nyaman.
e. Latihan
Latihan diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan pergerakan
sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan statik dan dinamik dan
meningkatkan fungsi yang menyeluruh.Latihan terdiri dari latihan pasif,
aktif, ketahanan, peregangan dan rekreasi.
1. Latihan mobilitas sendi ROM : latihan ini bertujuan menambah /
mempertahankan lingkup gerak sendi , mencegah terjadinya kontraktur,
mencegah udem. Latihan peregangan ini harus ditentukan gradasinya
sesuai dengan tingkat inflamasi, nyeri, toleransi penderita terhadap
nyeri, modalitas panas dapat dilakukan dalam latihan peregangan yaitu
untuk meningkatkan daya lentur jaringan kolagen, ltihan dapat
dilakukan dengan pasif maupun aktif

15

2. Latihan penguatan otot : pengurangan kekuatan sering terjadi pada otot


sekitar sendi yang sakit dan dapat terjadi atrofi.latihan ini bertujuan
mempertahankan kekuatan otot yang ada dan menguatkan otot yang
lemah, pada latihan ini kekuatan otot minimal 3 dan diberikan latihan
dengan beban dikenal 2 metode yaitu
1) Isometric : pada dasarnya merupakan kontraksi otot statis, kedua
ujung otot terfiksasi pada tempatnya, tanpa gerakan otot sebagai
akibat dari model kontraksi, kontraksi ini merupakan penggunaan
tenaga yang maksimal melawan obyek yang relatif tidak bergerak
dan tanpa perubahan panjang otot, kontraksi maksimal memberikan
hasil yang lebih baik, latihan ini dapat melindungi sendi dari tekanan
yang tidak semestinya dan akan menimbulkan respon inflamasi yang
lebih kecil bila disbanding latihan isotonic
2) Isotonic : latihan isotonic atau kecepatan yang konstan, latihan ini
memungkinkan pembentukan kekuatan maksimal disepanjang
lingkup gerak sendi, latihan isotonic meliputi latihan geerakan sendi
dengan kecepatan konstan yang telah ditentukan sebelumnya, latihan
ini menimbulkan gesekan pada patellofemoral dan tidak dianjurkan
pada penderita rheumatoid arthtritis
Latihan yang dapat dilakukan pada OA lutut dapat berupa latihan
isotonic maupun isometric
a) Quadriceps setting exercise: penderita dalam posisi berbaring
ditempat tidur dengan posisi lutut lurus, kemudian penderita disuruh
menekan lututnya kebawah. Pertahankan selama 5 detik, istirahat
selama 5 detik dan diulangi selama 10-15 kali

16

b) Straight leg raises : penderita dalam posisi berbaring terlentang, bila


tungkai kanan yang akan dilatih maka tingkai kiri dipertahankan
lurus, kemudian tungkai kanandiangkat lurus tinggi-tinggim
kemudian diturunkan perlahan-lahan sampai 15 cm dari atas dan
dipertahankan selama 5 detik dan istirahat selama 5 detik ulangi 510 kali. Latihan dilakukan selama 2kali sehari/
c) Progressive resistive exercise (PRE) : penderita dalam posisi duduk
dengan lutut dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah diberi beban,
kemudian luttu diekstensikan perlahan-lahan sampai tercapai
ekstensi maksimal dan pertahankan selama 5 detik kemudian
istirahat, latihan diulangu sampai 10 kali
d) Speda static.
f. Ortotik Prostetik
Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan mengoreksi
kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota tubuh yang
sakit. Pada penderita OA biasa dilakukan rencana penggunaan knee brace
atau knee support.14
g. Terapi okupasi
Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS) untuk memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita
bisa melakukan kembali kegiatan/perkerjaan normalnya.14,15
h. Sosial medik
Tujuannya adalah menyelesaikan/memecahkan masalah sosial yang
berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah penderita dalam
keluarga maupun lingkungan masyarakat.15-17.
i.

Home program atau edukasi :


1) Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti naik
turun tangga, berjalan lama, serta beridir dalam waktu yang lama.
2) Posisi kaki lebih banyak diluruskan saat duduk (jangan ditekuk)

17

3) Tetap menggunakan WC duduk.


4) Kompress dengan es pada lutut atau daerah yang bengkak
5) Kontrol ke poli rehabilitasi medic secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Reni H. Masduchi. Rehabilitasi Nyeri pada Sendi Degeneratif. SMF/Bagian
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSU dr.Soetomo/FK UNAIR. PKB
Rehabilitasi Medik, Surabaya: 2005.
2. Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS. Osteoarthritis. 2 ed. Oxford
University Press. New York: 2003;299-308.
3. Anonymous. The burden of muskuloskletal condition at the start of the new
milenium. WHO: 2003 [cited 2014 May 6]. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_919.pdf.
4. Yatim F. Penyakit tulang dan persendian (arthritis atau arthralgia). Edisi
pertama. Pustaka Populer Obor. Jakarta: 2006;26-9.
5. Garison SJ. Osteoartritis. Dalam: Wijaya AC, alih bahasa. Dasar-Dasar Terapi
dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta : Hipokrates, 1996;70-2.
6. Rosjad C. Kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi. Dalam : Pengantar
IlmuBedah Ortopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamumpatue; 197-235.
7. Broto R. Manfaat Glukosamin dan Kondroitin Sulfate untuk
terapiOsteoartritis. Dalam: Setyohadi B, Kasjmir YI, editor. Naskah lengkap
TemuIlmiah Reumatologi. Jakarta: 2002.
8. Asviarty, Nuhani SA, Tulaar A, dkk. Osteoartritis. Dalam:
StandarOperasional Prosedur .DEPKES. Jakarta, 2000; 15-18.
9. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative joint disease. In:
Harrisonsmanual of medicine 15
thed.
Boston:
McGraw-Hill:
2002;748-49.
10. Lumbantoruan SM. Hubungan intensitas nyeri dengan stres pada pasien
osteoartritis di RSUP H. Adam Malik [skripsi]. Medan : 2014;37-8.
11. Pain
exercises.
Knee
Pain
Exercise.
(online).
Available
from:http//Painexercise.net.
12. Erwinanti E. Perbandingan terapi osteoartritis lutut menggunakan SWD
dengan atau tanpa latihan di RSUP Dr. Kariadi Semarang [skripsi]. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang; 2000.
13. Elyas E. Pendekatan Terapi Fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan Ilmiah
Tahunan PERDOSRI 2002. Bidang Pendidikan da Latihan Pengurus
BesarPERDOSRI. Jakarta, 2002;53-63.
14. Tulaar ABM. Peran Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik
padaTatalaksana
Osteoarthritis. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran
EthicalDigest. Februari 2006;46-54.

18

15. Mansjoer A, dkk. Reumatologi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran.

Jakarta:Media Aesculapius FKUI, 1999;525-6.

19

Anda mungkin juga menyukai