SINDROM NEFROTIK
oleh:
Febri Astiasuri
pembimibing :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respons
klinik yaitu:
1. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5
gram/dl.
2. Epidemiologi
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal
(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan
laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak
nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan
laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun
sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.
3. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Jadi merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat
kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling
sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom
nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak
itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom
atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah
4
dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney
Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini
menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan
istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan
minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan
Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan
sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping
obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
4. Patofisiologi
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis
glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh
kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti
gambaran klinis sindrom nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
6
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan
permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan
filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria(albuminuria). Beberapa
faktor yang turut menentukan derajat proteinuria(albuminuria) sangat komplek
2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati
ruangan ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat
molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan
sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari
hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan
komposisi protein dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).
NORMAL SINDROM NEFROTIK
Sintesis albumin dalam hepar normal sintesis albumin meningkat
EV
IV EV IV
7
Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat
hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini
mungkin disebabkan beberapa factor :
- kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus
(protein losing enteropathy)
- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan
menurun dan mual-mual
- Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal
Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin
menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh
hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang
terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi
filtrasi natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan
hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+
kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang
Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat
rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang
berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi
bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme
sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat
dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretic yang
mengandung antagonis aldosteron.
3. Sembab
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-
kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis
dinamakan sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan
volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan
air. (lihat skema)
8
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan
onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung
menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan
sembab.
b. Jalur tidak langsung/indirek
Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan
penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
- Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron
Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan
kelenjar adrenal untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone
aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium
sehingga ekskresi ion natrium menurun.
- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin,
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan
tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan
angiotensin.
5. Gejala Klinis
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang
tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul
secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase
awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-
daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita,
skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab
muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada
9
ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas
bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih
tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien
SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan
karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab
mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema
atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat
terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau
pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan
terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom
nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan
prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan
ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang
sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan
respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak
sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama
menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Manifestasi klinik
yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab
paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab
bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
10
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan,
dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien
SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien
dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi
sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun
tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum
biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal
tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung
dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering
terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua
ginjal dengan ekogenisitas yang normal.
11
Reaksi Ag-ab
Peradangan glomerulus
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Transudasi ke
Dalam interstisium hipovolemia
Retensi
Na+ & H2O
edema
6. Penegakkan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
12
I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,
perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
II. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi
III. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi
glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal).
7. Komplikasi
Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptokokus,
Stafilokokus
Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik
Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan
emosi dan perilaku
8. Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-
gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10%
13
kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14
hari
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau
proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari
berturut-turut
Kambuh Proteinuria ³ 2 + atau proteinuria > 40
mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut,
dimana sebelumnya pernah mengalami
remisi
Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan,
atau < 4 kali dalam periode 12 bulan
Kambuh sering Kambuh ³ 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal, atau ³ 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan
Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi
steroid saja
Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut
selama masa tapering terapi steroid, atau
dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid
dihentikan
Resisten-steroid Gagal mencapai remisi meskipun telah
diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari
selama 4 minggu
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi
prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan
terapi lain
Nonresponder awal Resisten-steroid sejak terapi awal
Nonresponder lambat Resisten-steroid terjadi pada pasien yang
14
sebelumnya responsif-steroid
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan
untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari
dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan
dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi
hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.
A. Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke
bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal. Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari,
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan
yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma
atau albumin konsentrat
c. Berantas infeksi
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu
aktivitas. biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya
edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu
dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan
cairan intravascular berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat
antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
15
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi
spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa
menunggu waktu 14 hari
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan
2. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4
kali dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4
kali dalam masa 12 bulan
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m 2/48 jam diberikan
selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian
16
20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6
minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak
adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat
komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
9. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Jenis kelamin laki-laki.
3. Disertai oleh hipertensi.
4. Disertai hematuria
5. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
6. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
7. Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran
klinis
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya
akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan
pengobatan steroid.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
17
Nama : An. AY
No MR : 783402
Umur : 39 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Umur : 37 Tahun
Pendidikan : SMA
C. ANAMNESIS
18
Keluhan utama
Anak Ay, perempuan usia 10 tahun datang dengan keluhan bengkak pada wajah,
kaki, dan perut sejak 3 minngu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak
diawali pada kelopak mata terutama terlihat jelas pada pagi hari saat bangun
tidur dan bengkak berkurang setelah siang atau sore hari. Bengkak kemudian
menjalar ke wajah, kaki, perut dan akhirnya seluruh tubuh. Keluhan ini muncul
secara tiba – tiba. Keluhan ini tidak disertai dengan demam, riwayat nyeri
tenggorokan tidak ada, keluhan sesak napas. Pasien juga belum pernah sakit
kuning. Pasien juga mengeluh buang air kecil (BAK) yang menjadi jarang,
biasanya sehari minimal 5 kali, namun sekarang menjadi 2 kali dengan kuantitas
yang sedikit, BAK berwarna kuning kekeruhan. Selama bengkak, pasien tidak
pernah tampak pucat, lemah, lesu dan kehilangan nafsu makan. Riwayat alergi
obat-obatan dan makanan disangkal. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak
berwarna kuning sejak 1 minggu yang lalu.
1 hari sebelum masuk ke Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus (RSUD M.
Yunus) Provinsi Bengkulu, pasien telah berobat ke RSUD Bengkulu Tengah dan
langsung dirujuk ke RSMY. Orangtua pasien mengatakan bahwa pertama kali
terkena sekitar 3 minggu ini.
4 bulan yang lalu pasien bengkak seluruh tubuh dengan diagnosis sindrom
nefrotik. Pasien berobat selama 2 minggu kemudian putus obat.
19
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat persalinan
Pasien lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis. Ketuban Jernih, BBL :
2.800 gram
Riwayat pemeliharaan post natal
Ibu pasien rutin membawa pasien ke posyandu setiap bulan. Dan kontrol ke
bidan untuk imunisasi pasien.
ASI diberikan secara ekslusif selama 6 bulan sejak lahir, ASI dilanjutkan sampai
pasien berusia 2 tahun sambil diberikan makanan pendamping ASI seperti susu
formula. Pasien diberikan bubur saring pada usia 8 bulan. Pada usia sekarang
pasien makan seperti makanan orang dewasa dengan lauk pauk dan sayur. Pasien
mengaku sering makan sayuran seperti bayam dan hampir setiap satu bulan
sekali mengkonsumsi daging merah seperti daging sapi. Pasien makan 2-3 kali
sehari.
Riwayat imunisasi
a. Hepatitis B : 4 kali
b. Polio : 4 kali
c. BCG : 1 kali
20
d. DPT : 3 kali
e. Campak : 1 kali
Kesan : imunisasi dasar pasien lengkap.
D. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis pada tanggal 16 Februari 2018, pukul 15.00 WIB di ruang
Edelweis.
Antopometri : BB : 37 kg
TB : 139 cm
cukup
Pernapasan : 26 x/menit
Telinga : Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus tidak ada, nyeri tekan
21
Mulut : Bibir tidak pucat, bibir dan mukosa mulut basah, lidah tidak
kotor, gusi berdarah tidak ada, Caries gigi tidak ada, tonsil T1-
T1, faring tidak hiperemis
Toraks
kanan.
dextra
sinistra
Abdomen : I : Asites
22
Pa : Nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat, hepar dan
Pe : Timpani.
Ekstremitas : Pitting edema pretibia dan dorsum pedis (+/+), CRT < 2
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HB : 12,2 g/dl
Haematokrit : 36 %
Ureum : 35 mg/dl
Urin Rutin
Makroskopik
23
Warna : Kuning
Kejernihan : Keruh
Kimiawi
Reduksi : (-)
Bilirubin : (-)
Urobilin : (-)
Mikroskopik
Epitel : (+)
Leukosit : 5 – 8 /Lpb
Eritrosit : 2 – 3 /Lpb
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Bakteri :+
F. DAFTAR MASALAH
24
2. frekuensi dan volume BAK menurun.
G. DIAGNOSIS
1. Sindrom Nefrotik
I. RENCANA PENATALAKSANAAN
Diagnostik :
Pernapasan : 26 x/menit
25
Tekanan Darah: 120/100 mmhg
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
26
Abdomen I : Asites
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
Pemeriksaan Laboratorium :
Laboratorium
Ureum : 35 mg/dl
Urinalisis
Makroskopik
- Warna : Kuning
- Kejernihan : Jernih
Kimiawi
- Epitel :+
27
- Leukosit : 5-8 / Lpb
- Eritrosit : 2- 3 / Lpb
- Silinder : Negatif
- Kristal : Negatif
- Bakteri :+
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
Tanggal/Jam: 18-10-2018
S: Badan terasa lemas, kelopak mata, badan, ekstremitas, BAK kuning .
O: Tanda vital : Nadi : 83 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
28
Pernapasan : 24 x/menit
Berat Badan : 37 kg
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
29
Pe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra
. Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
Pemeriksaan -
Laboratorium
= 480 – 1640
B = - 1160
30
ASSESMENT
1. Sindrome Nefrotik
PLANNING
Tanggal/Jam: 19-10-2018
S: Sembab pada daerah mata, badan, dan ekstremitas, BAK Frekuensi BAK
meningkat, warna BAK masih kuning kekeruhan.
O: Tanda vital : Nadi : 68 x/menit,
Pernapasan : 20 x/menit
Berat Badan : 37 kg
31
Lingkar Perut : 71 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
32
Abdomen I : Asites +
. Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
Genitalia
Pemeriksaan Urinalisis
Laboratorium
Makroskopik
- Warna : Kuning
- Kejernihan : keruh
Kimiawi
- Epitel :+
- Leukosit : 3-6 / Lpb
- Eritrosit : 5- 25 / Lpb
- Silinder : Negatif
- Kristal : Negatif
- Bakteri :+
33
Balance cairan : input – (out put + IWL)
= 10 ml – 1340
B = - 1330
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
34
Tanggal/Jam: 20-10-2018
S: Sembab pada daerah mata, badan, dan ekstremitas, BAK Frekuensi BAK
meningkat, warna BAK masih kuning .gak keruh
O: Tanda vital : Nadi : 70 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Berat Badan : 37 Kg
Lingkar Perut : 70 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
35
Pa : Iktus kordis teraba di SIC IV linea
midclavicularis kiri
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
Pemeriksaan Urinalisis
Laboratorium
Makroskopik
- Warna : Kuning
- Kejernihan : agak keruh
Kimiawi
36
- Benda Keton : Negatif
Mikroskopik
- Epitel :+
- Leukosit : 3-5 / Lpb
- Eritrosit : 8- 10 / Lpb
- Silinder : Negatif
- Kristal : Negatif
- Bakteri :+
Balance cairan : input – (out put + IWL)
= 1560 ml – 2540
B = - 980
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Terapi Farmakologi
37
- IVFD KN 3B Asnet/ makro
- Injeksi furosemid 2 x 30 mg IV
- Injeksi ceftriaxone 2x900 mg
- Prednison 5 – 5 – 5 tab (@ 5 mg
Terapi Non Farmakologi
- Tirah Baring
- Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat.
- Diet rendah garam (1-2 gr/hari) dan rendah lemak harus diberikan.
- Pada pasien SN asupan protein dibatasi sekitar 0,8-1 gr/kgbb/hari.
38
Tanggal: 22-10-2018
S: Sembab pada daerah mata, badan, dan ekstremitas, BAK Frekuensi BAK
meningkat, warna BAK masih kuning .Gatal-gatal di punggung (+)
O: Tanda vital : Nadi : 98 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Berat Badan : 35 Kg
Lingkar Perut : 70 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
39
Pa :Iktus kordis teraba di SIC IV linea midclavicularis kiri
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium
Albumin : 2,3 gr/dl
Urinalisis
Makroskopik
- Warna : Kuning
- Kejernihan : Agak Jernih
Kimiawi
40
- Epitel :+
- Leukosit : 2-4 / Lpb
- Eritrosit : 3-5 / Lpb
- Silinder : Negatif
- Kristal : Negatif
- Bakteri :+
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
Terapi Farmakologi
- IVFD KN 3B Asnet/ makro
- Injeksi furosemid 2 x 30 mg IV
- Injeksi ceftriaxone 2x900 mg
- Prednison 5 – 5 – 5 tab (@ 5 mg
- CTM 3 x 3,5 mg tab
- Albumin 25% 100cc
- Furosemid ekstra 1x 20 mg
- Ceterizin 1x 1 mg tab
41
Tanggal: 23-10-2018
S: Sembab pada daerah mata, badan, dan ekstremitas, gatal –gatal di punggung (+),
BAK/BAB (+)
O: Tanda vital : Nadi : 70 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 25 x/menit
Suhu : 37 C (aksila)
Berat Badan : 35 Kg
Lingkar Perut : 70 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
42
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
= 500 ml – 1200
B = - 700
43
= 500
420
D = 1.19
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
Terapi Farmakologi
- IVFD KN 3B Asnet/ makro
- Injeksi furosemid 2 x 30 mg IV
- Injeksi ceftriaxone 2x900 mg
- Prednison 5 – 5 – 5 tab (@ 5 mg
- CTM 3 x 3,5 mg tab
- Albumin 25% 100cc
- Furosemid ekstra 1x 20 mg
- Ceterizin 1x 1 tab
Tanggal: 24-10-2018
44
S: Sembab pada daerah mata, badan, dan ekstremitas, BAK /BAB (+)
O: Tanda vital : Nadi : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 25 x/menit
Berat Badan : 35 Kg
Lingkar Perut : 70 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
45
Pe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
= 790 ml – 2800
B = - 2010
ASSESMENT
46
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
Terapi Farmakologi
- IVFD KN 3B Asnet/ makro
- Injeksi furosemid 2 x 30 mg IV
- Injeksi ceftriaxone 2x900 mg
- Prednison 5 – 5 – 5 tab (@ 5 mg
- CTM 3 x 3,5 mg tab
- Albumin 25% 100cc
- Furosemid ekstra 1x 20 mg
- Ceterizin 1x 1 tab
- Captopril 2 x 12,5 mg
- Spironolactone 1x12,5 mg
Tanggal: 25-10-2018
S: Sembab pada daerah mata, badan, dan ekstremitas, BAK Frekuensi BAK
meningkat, warna BAK masih kuning kekeruhan.
O: Tanda vital : Nadi : 87 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 23 x/menit
47
Berat Badan : 35 Kg
Lingkar Perut : 70 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
48
Abdomen I : lemas, Asites (+)
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (+/+), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
Terapi Farmakologi
- IVFD KN 3B Asnet/ makro
- Injeksi furosemid 2 x 30 mg IV
- Injeksi ceftriaxone 2x900 mg
- Prednison 5 – 5 – 5 tab (@ 5 mg
- CTM 3 x 3,5 mg tab
- Albumin 25% 100cc
- Furosemid ekstra 1x 20 mg
- Ceterizin 1x 1 tab
- Captopril 2 x 12,5 mg
- Spironolactone 1x12,5 mg
49
- Tirah Baring
- Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat.
- Diet rendah garam (1-2 gr/hari) dan rendah lemak harus diberikan.
- Pada pasien SN asupan protein dibatasi sekitar 0,8-1 gr/kgbb/hari.
Tanggal: 26-10-2018
S: Sembab pada daerah mata (+), badan (+), dan ekstremitas (-),
O: Tanda vital : Nadi : 87 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Berat Badan : 33 Kg
Lingkar Perut : 70 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
50
Paru I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan,
retraksi dinding dada (-).
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
= 3600 ml – 3960
B = - 360
51
= 3300
792
D = 4,16
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
Terapi Farmakologi
- IVFD KN 3B Asnet/ makro
- Injeksi furosemid 2 x 30 mg IV
- Prednison 5 – 5 – 5 tab (@ 5 mg
- CTM 3 x 3,5 mg tab
- Albumin 25% 100cc
- Ceterizin 1x 1 tab
- Captopril 2 x 12,5 mg
- Spironolactone 1x12,5 mg
52
53
Tanggal: 27-10-2018
S: Sembab pada daerah mata (+), badan (+), dan ekstremitas (-)
O: Tanda vital : Nadi : 87 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 23 x/menit
Berat Badan : 30 Kg
Lingkar Perut : 70 cm
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
54
Pe : Batas kanan jantung: SIC IV liniea parasternalis dextra
Pa : Nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat, hepar dan lien
tidak teraba, shifting dulnes (+), undulasi (+) nyeri ketok
CVA (-)
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium
Albumin : 2,6 gr/dl
Urinalisis
Makroskopik
- Warna : Kuning
- Kejernihan : Keruh
Kimiawi
- Epitel :+
- Leukosit : 15- 25 / Lpb
55
- Eritrosit : 2-4 / Lpb
- Silinder : Negatif
- Kristal : Negatif
- Bakteri :+
Balance cairan : input – (out put + IWL)
= 7300 ml – 3360
B = 3940
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
Diagnostik :
Terapi Farmakologi
- IVFD KN 3B Asnet/ makro
- Injeksi furosemid 2 x 30 mg IV
- Injeksi ceftriaxone 2x900 mg
- Prednison 4 – 4 – 4 tab (@ 5 mg
- Injeksi Ampicillin 3 x 500mg
- Albumin 25% 100cc
- Furosemid ekstra 1x 20 mg
- Paracetamol 3 x ¾ tab
- Captopril 2 x 12,5 mg
56
- Spironolactone 1x12,5 mg
Tanggal: 29-10-2018
S: sudah tidak ada keluhan lagi, kencing lancar, BAK berwarna kuning jernih.
O: Tanda vital : Nadi : 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 20 x/menit
Berat Badan : 33 Kg
57
Kepala Normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut
Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Mulut Bibir tidak sianosis, bibir dan mukosa mulut tidak kering, lidah
tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (-), tonsil T1- T1,
faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
58
dan lien tidak teraba
Pe : Timpani.
Ekstrimitas Pitting edema (-/-), CRT ˂ 2 detik, akral hangat, atrofi otot (-).
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium
Albumin : 2,3 gr/dl
Urinalisis
Makroskopik
- Warna : Kuning
- Kejernihan : Jernih
Kimiawi
Mikroskopik
- Epitel :+
- Leukosit : 4-6 / Lpb
- Eritrosit : 2-3 / Lpb
- Silinder : Negatif
- Kristal : Negatif
- Bakteri :+
ASSESMENT
1. Sindrom Nefrotik
PLANNING
59
Diagnostik :
Rawat Jalan
Terapi Farmakologi
- furosemid 1 x 20 mg tab
- Prednison 5 – 4 – 4 tab (@ 5 mg
- Captopril 2 x 12,5 mg
- Spironolactone 1x12,5 mg
60
Grafik 1. CDC 2000 untuk anak perempuan usia 2 sampai 20 tahun
Berat badan ideal = 33 kg
Status gizi : ( Berat badan sekarang/ berat badan ideal) x 100%
: ( 37 kg / 33 kg) x 100% = 112,1% (status gizi overweight)
61
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan bengkak. Ada beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan bengkak diantaranya adalah kelainan ginjal, penyakit jantung, hati,
alergi dan malnutrisi. Pada penyakit jantung bengkak diawali dari kedua tungkai
karena venous return yang berkurang dikarenakan gangguan aliran balik ke jantung,
pengaruh gaya gravitasi dan tahanan perifer pada tungkai yang tinggi teruma fossa
poplitea dan inguinal. Selanjutnya adalah organ hepar. Bengkak ini diawali dari perut
dikarenakan fibrosis pada hepar yang mengakibatkan bendungan sehingga venous
return berkurang dan terjadi hipertensi porta, penurunan sintesis protein sehingga
terjadi hipoalbuminemia yang menurunkan tekanan osmotik intravaskular yang
menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan. Lalu alergi juga dapat menyebabkan
bengkak tetapi hanya pada tempat tertentu yang sifatnya non pitting edema dan tidak
berlangsung lama. Selanjutnya malnutrisi, bengkak terjadi diseluruh tubuh tanpa
penyebab yang jelas biasanya pada kwashiorkor atau marasmus kwashiorkor. Pada
kelainan ginjal bengkak dimulai dari kelopak mata. Hal ini dikarenakan pengaruh
gaya gravitasi. Kelopak mata merupakan jaringan yang banyak mengandung jaringan
ikat longgar.
Pada pasien ini bengkak dimulai dari kelopak mata yang berlanjut hingga terjadi
edema pada seluruh tubuh. Hal ini menunjukan bahwa bengkak pada pasien ini
mengarah pada kelainan ginjal. Untuk membantu menegakkan diagnosis maka
dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap,
kimia darah dan urin lengkap.
Dari hasil pemerikasaan laboratorium didapatkan albumin 2,0 g/dl, kolesterol total
312 mg/dl, protein urin positif 3 (+++).
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, pasien ini
didapatkan edema anaksarka, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan proteinuria
masif. Maka pasien ini didiagnosis Sindrom Nefrotik karena memenuhi semua
62
kriteria berdasarkan Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak
(Ikatan Dokter Anak Indonesia 2012):
1. Proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL (Konsensus IDAI,2012).
Pasien ini didiagnosis menderita sindrom nefrotik kasus baru, bukan sindrom nefrotik
kasus relaps ataupun sindrom nefrotik resisten steroid.
Dikarenakan yang dimaksud relaps adalah keadaan proteinuria ≥2+ (proteinuria >40
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu setelah pemberian terapi
steroid, sedangkan yang dimaksud dengan resisten adalah tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu. Pada
kasus ini, orang tua pasien tidak mengetahui secara pasti riwayat pengobatan pada
awal pertama pasien sakit, apakah adekuat full dose atau tidak. Oleh karena itu,
penulis menyimpulkan bahwa kasus pada pasien ini termasuk kasus baru.
Untuk pengobatan pada pasien ini diberikan steroid full dose sesuai dengan
International Study on Kidney Diseases in Children(ISKDC) diberikan prednison 60
mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari dalam dosis terbagi
untuk menginduksi remisi). Untuk pemberian dosis prednison sesuai berat badan
ideal (BB terhadap TB). Berdasarkan WHO Growth Chart Standart, pada pasien ini
BB ideal nya di umur 10 tahun dengan TB 139 cm adalah 33 kg, sehingga dosis
prednison yang diberikan adalah 33 kg x 2 mg/kgBB/hari = 66 mg/hari, dibulatkan
menjadi 65 mg/hari dikarenakan:
1. Satu tablet prednison mengandung 5 mg sehingga mempermudah dalam
penentuan jumlah tablet yang akan diberikan dan mempermudah dalam
pengkonsumsian obat;
2. Dosis menjadi 65 mg masih dalam dosis aman prednisone yaitu maksimal 80
mg/hari.
63
Sehingga pasien ini menggunakan prednison sebanyak 8 tablet sehari dengan dosis
terbagi 5-4-4.
Lalu, untuk mengatasi edema pada pasein ini diberikan diuretik furosemid dengan
dosis 1-3 mg/kgBB/hari sehingga dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 33 kg x
2 mg/kgBB/hari jadi 66 mg/hari dibagi menjadi 2 dosis pemberian, sehingga dosis
yang diberikan pada pasien ini adalah 30 mg/12jam. Pemberian furosemid ini
diindikasikan untuk edema berat seperti yang terjadi pada pasien ini. Seharusnya
Pada pasien ini tidak diberikan terapi albumin karena indikasi pemberian albumin
20% 1 g/kgBB apabila belum juga berespon pemberian obat diuretik dan nilai
albumin <1. Sedangkan pada pasien ini kadar albuminnya 2,0g/dl dan dengan
pemberian furosemid pasien sudah berespon, maka pemberian albumin tidak
diperlukan.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb/hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat.
Diet rendah garam (1-2 gr/hari) dan rendah lemak harus diberikan. Pada pasien SN
asupan protein dibatasi sekitar 0,8-1 gr/kgbb/hari. Pada pasien ini dietnya juga
dibatasi mengikuti anjuran diet pada orang SN.
Pada kasus ini prognosisnya dubia ad bonam dikarenakan pasien didiagnosis Sindrom
Nefrotik yang dalam perjalanan penyakitnya masih sensitive terhadap pengobatan
steroid ditandai dengan kondisi pasien sampai pulang mengalami perbaikan.
64
DAFTAR PUSTAKA
65