Anda di halaman 1dari 27

BOOKLET “ PENGARUH TERAPI YOGA TERHADAP PENURUNAN

HIPERTENSI “

OLEH :

ROSALIA D. PADUT

1714201016

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

TAHUN 2020

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...............................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................4
A. Defenisi Hipertensi............................................................................4
B. Etiologi .............................................................................................6
C. Patofisiologi .....................................................................................7
D. Manifestasi Klinis ..........................................................................10
E. Komplikasi .....................................................................................11
BAB III PENGARUH TERAPI YOGA TERHADAP HIPERTENSI.......14
A. Defenisi Yoga..................................................................................14
B. Pengaruh Terapi Yoga Terhadap Penurunan Hipertensi.................14
C. Pose – Pose Terapi Yoga.................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................23

ii
iii
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan


masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang dan
menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling
umum dan paling banyak disandang masyarakat. Hipertensi disebut
sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita
tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui
setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat komplikasi
Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah
dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain otak, mata,
jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri
perifer. Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan
sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3
orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus
meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5
Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya
10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017,


menyatakan bahwa dari 53,3 juta kematian didunia didapatkan penyebab
kematian akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 33,1%, kanker sebesar
16,7%, DM dan gangguan endokrin 6% dan infeksi saluran napas bawah
sebesar 4,8%. Data penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2016
didapatkan total kematian sebesar 1,5 juta dengan penyebab kematian

5
terbanyak adalah penyakit kardiovaskuler 36,9%, kanker 9,7%, penyakit
DM dan endokrin 9,3% dan Tuberkulosa 5,9%. IHME juga menyebutkan
bahwa dari total 1,7 juta kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko
yang menyebabkan kematian adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar
23,7%, Hiperglikemia sebesar 18,4%, Merokok sebesar 12,7% dan
obesitas sebesar 7,7%. Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi
berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar
34,1%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur (44.1%), sedangkan terendah di
Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia
sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat
hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok
umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun
(55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa
sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis
hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak mengetahui
bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.

Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis


yaitu pengobatan non obat (non farmakologi) dan pengobatan dengan
obat-obatan (farmakologi), yang mana disini pengobatan non farmakologi
diantaranya adalah mengatasi obesitas / menurunkan kelebihan berat
badan, mengurangi asupan garam dalam tubuh, ciptakan keadaan rileks
(meditasi, yoga atau hipnotis), dan melakukan olah raga seperti senam
aerobik dan senam yoga. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah tinggi
adalah bagian dari usaha untuk mengurangi berat badan danmengelola
stress, dua faktor yang mempertinggi hipertensi. Dengan melakukan
gerakan yang tepat selama 30-40 menit atau sebanyak minimal 3 hari dan
maksimal 4 hari perminggu dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 10
mmHg pada bacaan sistolik dan diastolik.

6
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu hipertensi

2. Untuk mengetahui apa itu yoga

3. Untuk mengetahui pengaruh terapi yoga untuk menurunkan


hipertensi.

4. Untuk mengetahui langkah – langkah dalam terapi yoga untuk


hipertensi.

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah


didalam arteri yang abnormal dan diukur paling kurang pada tiga
kesempatan yang berbeda. Seseorang dikatakan terkena hipertensi
mempunyai tekanan darah sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah
diastoltik ≥90mmHg. (Bruunner & Suddarth. 2002)
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik


(mmHg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan >180 >105
berat
Hipertensi sistolik >140 <90
terisolasi
Hipertensi sistolik 140-160 <90
perbatasan

Hipertensi adalah salah satu faktor resiko untuk terjadinya stroke, serangan
jantung, gagal jantung, dan merupakan penyebab utama terjadinya gagal
jantung kronis. Sejalan dengan bertambahnya usia hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun, sedangkan tekanan darah diastolic terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara
perlahan/bahkan menurun drastis. Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga

8
golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi diastolic, dan hipertensi
campuran. Hipertensisistolik (isolated systolic hypertension) merupakan
peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolic
dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut
jantung), tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan
tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang
nilainya lebih besar. Hipertensi diastolik (diastolik hypertension)
merupakan peningkatan tekanan diastolic tanpa diikuti peningkatan
tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Hipertensi diastolic terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah
yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah
diastolic berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik. Berdasarkan penyebabnya
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya,disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar
95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkaran, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, system renin-
angiotensin, efek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko ,seperti
obesitas, alkohol, merokok.
2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5%
kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiper
aklosteronisme primer, dan cushing feokromositoma, koartasio
aorta,hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan,dan lain-lain.

B. Etiologi

9
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal
ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan
hipertensi sering tidak menampakan gejala. Institut Nasional Jantung, paru
dan darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak
sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien
harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan
kondisi seumur hidup. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi,
lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer),
dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami
kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder),
seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkhin ginjal, berbagai
obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang diketahui sebab-sebabnya. Hipertensi jenis ini hanya
sebagian kecil, yakni hanya sekitar 10%. Beberapa penyebab hipertensi,
antara lain:
1. Keturunan
Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Jika sesorang memiliki orang tua
atau saudara yang memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan
ia menderita tekanan darah tinggi lebih besar.
2. Usia
Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Penelitian menunjukkan bahwa
seraya usia seseorang bertambah, tekanan darah pun akan meningkat.
3. Garam
Faktor ini bisa dikendalikan. Garam dapat meningkat tekanan darah
dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes,
penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua.

4. Kolesterol
Faktor ini bisa dikendalikan. Kandungan lemak yang berlebih dalam
darah, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding
pembuluh darah.
5. Obesitas/Kegemukan

10
Faktor ini bisa dikendalikan. Orang yang memiliki berat badan di atas
30% berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita
tekanan darah tinggi.
6. Stres
Faktor ini bisa dikendalikan. Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil
juga dapat memicu tekanan darah tinggi.
7. Rokok
Faktor ini bisa dikendalikan. Merokok juga dapat meningkatkan
tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasan merokok dapat meningkatkan
risiko diabetes, serangan jantung dan stroke.
8. Alkohol
Faktor ini bisa dikendalikan. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga
menyebabkan tekanan darah tinggi.
9. Kurang Olahraga
Faktor ini bisa dikendalikan. Kurang olahraga dan bergerak bisa
menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat. Olahraga teratur
mampu menurunkan tekanan darah tinggi namun jangan melakukan
olahraga yang berat jika menderita tekanan darah tinggi.

C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor itu bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron masing-masing
ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pusat
ganglia ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang

11
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang pada
akhirnya menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi tersebut juga
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal yang kemudian
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan
oleh beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis,
gangguan sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan
curah jantung menurun dan tekanan primer yang meningkat, gangguan
sirkulasi yang dipengaruhi oleh reflek kardiovaskuler dan angiotensin
menyebabkan vasokonstriksi. Sedangkan mekanisme pasti hipertensi pada
lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan normal
terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh
darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar
meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur.
Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer, yang kemudian tahanan perifer meningkat. Faktor lain
yang juga berpengaruh terhadap hipertensi yaitu kegemukan, yang akan
mengakibatkan penimbunan kolesterol sehingga menyebabkan jantung
harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Rokok terdapat zat-zat
seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang
masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah
tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan kadar kortisol

12
dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikan tekanan darah.
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya
adalah feokromositoma, maka didalam urine bisa ditemukan adanya
bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin
(Ruhyanudin, 2007).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air

13
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

D. Manifestasi Klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun, gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.Sebagian besar
manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun, dan
berupa:
1. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang di sertai mual dan
muntah, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
dan mimisan akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
3. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat.
4. Nokturia yang di sebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
E. Komplikasi
a. Retinopati hipertensif
Reninopati merupakan kondisi rusaknya retina yang disebabkan
oleh tingginya tekanan intraocular akibat hipertensi yang tidak
terkontrol. Tekanan darah yang tinggi merusak pembuluh darah
kecil retina sehingga menyebabkan penebalan pada dinding
pembuluh darah. Penebalan tersebut menyebabkan penyempitan
lumen pembuluh darah yang berdampak pada penurunan aliran
darah yang melaluinya. Akibatnya adalah suplai darah ke retina
tersebut. Gejala yang dapat dirasakan oleh penderitya adalah
penglihatan ganda,penurunan daya lihat, nyeri kepala hingga
kebutaan.
b. Penyakit jantung dan pembuluh darah

14
Penyakit jantung yang sering timbul pada penderita hipertensi
ini adalah penyakit jantung coroner dan penyakit jantung
hipertensif. Penyakit jantung koroner terkait dengan berbagai
gejala yang muncul akibat terganggunya suplai darah ke otot
jantung sehingga menimbulkan kerusakan, mulai dari iskemia,
cedera, hingga kematian otot jantungnya.
`Peregangan yang berlebihan pada dinding pembuluh darah ini
akan menyebabkan luka kecil pada endothelium yang dikenal
dengan luka mikroskopik. Meskipun demikian, luka tersebut sudah
dapat memicu respon pembekuaan sehingga pada akhirnya
terbentuk thrombus pada area tersebut. Jika thrombus tersebut
terkupas, maka akan menyisakan dinding pembuluh darah yang
tipis. Seiring perjalanan waktu penipisan dinding pembuluh darah
tersebut dapat memicu aneurisma yang penonjolan dinding
pembuluh darah seperti kantong. Aneurisma ini sangat retan untuk
pecah yang dapat berakibat fatal. Selain itu tingginya resistensi
sistemik pada hipertensi membuat jantung harus berkerja lebih
keras lagi supaya aliran darah dapat tetap terjaga. Jika hal ini
berlangsung lama,akan menyebabkan pembesaran otot jantung
( hipertrofil miokard) yang menyebabkan penurunan fungsi
jantung.
c. Hipertensi serebrovaskular
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko paling penting
penyakit stroke baik karena pendarahan maupun emboli. Resiko
stroke akan semakin bertambah dengan semakin tingginya tekanan
darah. Tingginya renggangan pada dinding pembuluh darah akan
menyebabkan luka mikroskopik yang dapat terjadi pemicu
terbentuknya thrombus pada area tersebut.trombus yang terbentuk
menyebabkan penyempitan pada lumen pembuluh darah sehingga
bisa menurunkan aliran darah sentral. Demikian pula ketika
thrombus terlepas dan ikut bersama aliran darah, maka akan
menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah yang diameter yang

15
lebih kecil. Penurunan aliran darah ini akan menyebabkan iskemia
hingga kematian sel-sel otak. Kondisi ini dini di kenal dengan
stoke hemoragik.
d. Ensefalopati hipertensi
Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom yang ditandai oleh
perubahan neurologis secra mendadak akibat peningkatan tekanan
darah arteri. Sindrom tersebut akan hilang jika tekanan darah dapat
diturunkan kembali. Gejala yang sering muncul biasanya berupa
nyeri kepala hebat, bingung, lamban, mual muntah, dan ganguan
pengelihatan. Gejala ini umumnya bertambah berat dalam waktu
12-48 jam, pasien dapat mengalami kejang, penurunan kesadaran,
hingga kebutaan. Kondisi ini sering terjadi hipertensi maligna yang
mengalami peningkatan tekanan darah secara cepat.
e. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya
glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal yaitu nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
f. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi.
Ventrikel dapat menyebabkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan
darah.

16
BAB III
PENGARUH TERAPI YOGA
TERHADAP PENURUNAN HIPERTENSI

A. Defenisi Yoga

Yoga merupakan penggabungan


antara latihan peregangan dan latihan
pernafasan, latihan peregangan akan
menjadikan otot lebih lentur hal ini
membuat peredaran darah lebih lancar
dan hasilnya tekanan darah yang menurun atau normal. Senam yoga adalah
sebuah aktivitas dimana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk
mengontrol panca inderanya dan tubuhnya secara keseluruhan. Berarti
mengendalikan, mengatur, dan berkonsentrasi, yang berfungsi menyelaraskan
tubuh, jiwa dan pikiran. Selain itu, senam yoga dapat melancarkan aliran
oksigen didalam tubuh. Sehingga tubuhpun sehat (Johan, 2011).

B. Pengaruh Terapi Yoga Terhadap Penurunan Hipertensi


Penurunan tekanan darah sistole yang karena terapi yoga dapat menekan
sistem saraf otonom. Dengan terapi yoga dapat menstimulus sistem parasimpatik
sehingga menimbulkan keadaan tenang (rileks). Dengan terstimulusnya saraf

17
parasympatik dapat memperlambat denyut jantung memperlebar diameter
pembuluh arteri sehingga dalam keadaan rileks atau tenang dapat menurunkan
tekanan darah. Tekanan darah sistole merupakan tekanan darah yang terukur pada
saat ventrikel kiri jantung berkontraksi (sistole). Darah mengalir dari jantung ke
pembuluh darah sehingga pembuluh darah teregang maksimal. Tekanan darah
diastole merupakan tekanan darah yang terjadi pada saat jantung berelaksasi
(diastole). Pada saat diastole, tidak ada darah mengalir dari jantung ke pembuluh
darah sehingga pembuluh darah dapat kembali ukuran normalnya sementara darah
didorong kebagian arteri yang lebih distal. , tekanan sistolik salah satunya
dipengaruhi oleh psikologis sehingga dengan terapi yoga mendapatkan
ketenangan dan tekanan sistolik dapat turun, selain itu tekanan darah sistolik juga
dipengaruhi sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal sehingga dengan terapi yoga
yang berfokus pada pengaturan pernapasan dapat terjadi penurunan nadi dan
penurunan tekanan darah sistolik. Sedangkan tekanan darah diastolik terkait
dengan sirkulasi koroner, jika arteri koroner mengalami aterosklerosis maka dapat
mempengaruhi tekanan darah diastolik, sehingga dengan terapi yoga tidak
mengalami penurunan tekanan darah diastolik yang berarti.
Hipertensi merupakan suatu peningkatan tekanan darah dalam pembuluh
darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Hipertensi dipengaruhi
oleh 4 faktor yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain
sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010). Perubahan pada volume
cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik, bila tubuh mengalami kelebihan
garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme fisiologis kompleks
yang akan mengubah aliran balik vena kejantung dan mengakibatkan peningkatan
curah jantung (Udjianti, 2010). Pada usia lanjut terjadinya hipertensi sedikit
berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia
lanjut terutama adalah penurunan kadar renin karena munurunnya jumlah nefron
akibat proses menua, peningkatan sensivitas terhadap asupan natrium, penurunan
elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan

18
hipertensi sistolik saja, perubahan ateromatus akibat proses menua menyebabkan
disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi
kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal
(Martono, 2005). Tekanan darah meningkat di dalam arteri bisa terjadi dengan
cara jantung memompa lebih kuat sehingga menggalirkan lebih banyak darah
pada setiap detiknya arteri besar kehilanggan kelenturan dan menjadi kaku
sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui
arteri. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembulu yang
sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah, ini yang
terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arteri telah menebal dan kaku karena
arterosklerosis. Tekanan darah akan meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi,
jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengecil karena perangsangan
saraf atau hormon di dalam darah. Volume darah dalam tubuh akan meningkat
sehingga tekanan juga akan meningkat (Triyanto, 2014).
Hipertensi dapat dilakukan perawatan secara farmakologi dan non
farmakologi. Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah
membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada tingkat
optimal dan meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal dengan cara
memberikan intervensi asuhan keperawatan. Perawatan farmakologi yang
diberikan yaitu pemberian diuretik tiazide, penghambat adrenergik, angiotensin
converting enzyme inhibitor (ACE-Inhibitor), angiotensin-II-blocker, antagonis
kalsium, vasodilator (Wulandari, 2011). Berbagai cara untuk menciptakan
keadaan rileks dengan terapi relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis yang
dapat mengontrol sistem saraf, sehingga dapat mengontrol sistem saraf, sehingga
dapat menurunkan tekanan darah (Triyanto, 2014).
Latihan yoga secara teratur dapat menyeimbangkan system saraf otonom,
sehingga tubuh menjadi lebih relaks dan pengeluaran hormon-hormon yang
berperan dalam peningkatan tekanan darah seperti hormon adrenalin lebih
terkontrol. Salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan
melakukan aktifitas fisik dapat meningkatkan tekanan darah. Naiknya tekanan
darah tersebut merupakan bagian dari proses untuk mempersiapkan dan

19
mempertahankan tubuh, karena selama beraktifitas terjadi peningkatan aliran
darah ke otot-otot besar tubuh, tetapi kenaikan tersebut hanya sebentar dan
bersifat sementara. Ada berbagai macam jenis latihan yoga yang intinya
menggabungkan antara teknik bernapas (pranayama), relaksasi dan meditasi serta
latihan peregangan, yoga dalam penelitian ini adalah jenis yoga dalam
dikhususkan untuk menurunkan tekanan darah pada lansia. Bernapas adalah suatu
tindakan yang otomatis tanpa harus diperintah untuk melakukannya. Tetapi, jika
kita bernapas dengan cepat dan dangkal akan mengurangi jumlah oksigen yang
tersedia dan otak akan bereaksi terhadap hal ini dengan panik. Bagian dari proses
adalah peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Dengan
mengatur napas menjadi lebih pelan dan dalam akan membuat peregangan pada
otot-otot tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh dan pikiran menjadi lebih relaks,
nyaman dan tenang yang membuat penurunan pada tekanan darah (Menurun Jain,
2011) pranayama (teknik bernapas) pada yoga berfungsi untuk menenangkan
pikiran dan tubuh yang membuat detak jantung lebih tenang sehingga tekanan
darah dan produksi hormon adrenalin menurun. Yoga merupakan suatu
mekanisme penyatuan dari tubuh, pikiran dan jiwa. Yoga mengkombinasikan
antara teknik bernapas, relaksasi dan meditas serta latihan peregangan (Jain,
2011). Yoga dianjurkan pada penderita hipertensi, karena yoga memiliki efek
relaksasi yang dapat meningkatkan sirkulasi darah yang lancar, mengindikasikan
kerja jantung yang baik (Ridwan, 2009). Penelitian menemukan bahwa kombinasi
antara yoga, meditas dan pemantauan kondisi tubuh menggunakan peralatan
elektronik telah membuat 25% dari pasien penderita tekanan darah tinggi berhenti
mengkonsumsi obat dan yang 35% mulai menguranginya (Jain, 2011).

C. Pose – Pose dalam Terapi Yoga

Pose bound angle

Langkah 1 : Tarik napas, mulailah duduk dengan pose staff.

20
Langkah 2 : Tekuk lutut melebar ke kedua sisi, dan rapatkan kedua tapak kaki,
sekitar 1-2 kaki di depan Anda. Tarik napas, letakkan kedua telapak kaki
berhadapan di dekat pangkal paha, dan tekan kedua telapak kaki bawah bersama.

Langkah 3 : Buang napas, letakkan ibu jari pada telapak kaki bawah, dengan jari
tangan di telapak kaki atas dan tekuk telapak kaki keluar (supinate; bagian telapak
bawah menghadap atas). Tarik napas, duduk tegak, luruskan tulang belakang
dengan kepala tegak.

21
Langkah 4 : Tahan pergelangan kaki dengan kedua tangan. Tarik napas panjang
untuk memanjangkan tulang belakang, lalu gerakkan badan ke depan sepanjang
gerakannya terasa nyaman.

Langkah 5 : Turunkan kepala dan kendurkan bahu.

22
Pose downward facing dog

Pada posisi ini tubuh berbentuk huruf V terbalik, di mana posisi kepala
menghadap ke bawah. Pertama, mulailah dengan membungkuk meletakan kedua
tangan di atas matras. Kemudian, posisi telapak tangan ini harus lebih maju
daripada bahu.

23
Selanjutnya untuk posisi kaki, letakkan lutut di atas matras menekuk. Selanjutnya,
angkat lutut yang menempel di matras hingga kaki Anda lurus dari ujung ke
ujung. Anda bisa melihat contoh gerakannya seperti gambar di atas.

Pastikan posisi tubuh lurus, tidak membungkuk saat melakukan pose ini.
Pertahankan posisi ini sambil menarik napas panjang sebanyak 5-10 kali.

Pose forward bend

Langkah 1 : Mulailah duduk dengan pose staff .

Langkah 2 : Gerakkan kaki melebar satu sama lain.

24
Langkah 3 : Angkat pinggul sedikit untuk mendorongnya ke depan jika tersedia
cukup ruang.

Langkah 4 : Lepaskan tangan di depan Anda ke lantai, tarik napas panjang untuk
memanjangkan tulang belakang, dan saat mengembuskan napas, mulai gerakkan
tangan ke depan sehingga tulang belakang tetap lurus.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://www.msn.com/id-id/kesehatan/latihan/yoga/seated-wide-leg-forward-
bend-pose/ss-BBtSLNS

https://www.msn.com/id-id/kesehatan/latihan/yoga/bound-angle-pose/ss-BBtSQiI

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/hipertensi-tekanan-darah-tinggi/yoga-
menurunkan-tekanan-darah-tinggi

https://journal.uny.ac.id/index.php/jorpres/article/view/5730

http://jurnal.poltekeskupang.ac.id/index.php/jkp.

https://journal.ppnijateng.org/index.php/jpi/article/view/181

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan keperawatan Pada Klien DenganGangguanSistem


Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

KemKes Propinsi Nusa Tenggara Timur.Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia (KemKes) 2019. Hari Hipertensi Dunia.2019

26
Bruunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai