Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindromanefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang
ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Penyebab primer sindrom nefrotik
biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari sindrom
nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom
nefrotik dapat menyerang siapa saja namun penyakit ini banyak ditemukan
pada anak - anak usia 1 sampai 5 tahun. Selain itu kecenderungan penyakit
ini menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan anak
perempuan.
Angka kejadian SN pada anak tidak diketaui pasti, namun laporan
dari luar negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 16 tahun berkisar
antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 100.000 anak. Angka
kejadian kasus sindroma nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap 10.000
penduduk. Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindromanefrotik
mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14
tahun. Untuk kejadian di Jawa Tengah sendiri mencapai 4 kasus terhitung
mulai dari tahun 2006. (Israr, 2008) Sifat khusus dari penyakit sindrom
nefrotik adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan
timbulnya penyulit, baik akibat dari penyulitnya sendiri maupun oleh
karena pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada sindrom nefrotik
adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi, gangguan
pertumbuhan, hiperlipidemia dan anemia. Infeksi merupakan penyulit
yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Bentuk
infeksi yang sering dijumpai pada sindrom nefrotik adalah peritonitis,
infeksi saluran kemih, dan sepsis. Obat-obat yang digunakan untuk terapi
penyakit ini pada umumnya sangat toksik seperti kortikosteroid dan

1
imunosupresant. Pemakaian kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu yang
lama dapat menekan sistem imun (imunocompromised) dan menimbulkan
berbagai efek samping yang merugikan seperti munculnya infeksi
sekunder. Infeksi yang tidak ditangani sebagaimana mestinya akan
mengakibatkan kekambuhan dan resisten terhadap steroid.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi
berdasakan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari dan responnyaterhadap pengobatan. Namun sejak
diperkenalkannya kortikosteroid, mortalitas keseluruhan sindrom nefrotik
telah menurun drastis dari lebih dari 50% menjadi sekitar 2-5%.
Angka kejadian sindrom nefrotik ini memang tergolong jarang,
namun penyakit ini perlu diwaspadai terutama pada anak-anak, karena jika
tidak segera diatasi akan mengganggu sistem urinaria dan akan
menggangu perkembangan lebih lanjut anak tersebut. Di samping itu
masih banyak orang yang belum mengerti tentang sindrom nefrotik, faktor
penyebab sindrom nefrotik, gejala sindrom nefrotik, dan cara penanganan
sindroma nefrotik.
B. Tujuan umum
a. Mengetahui definisi sindrom nefrotik
b. Mengetahui anatomi fisiologi pada sindrom nefrotik
c. Mengetahui klasifikasi sindrom nefrotik
d. Mengetahui Etiologi dari sindrom nefrotik
e. Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Mengetahui patofisiologi sindrom nefrotik
g. Mengetahui Pathway sindrom nefrotik
h. Mengetahui komplikasi dari sindrom nefrotik
i. Mengetahui Pemeriksaan diagnostik yang dilakuakan pada
sindrom nefrotik
j. Mengetahui penatalaksanaan pada sindrom nefrotik
k. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari sindrom nefrotik
C. Tujuan khusus
Mengetahui tentang teori dan asuhan keperawatan yang dilakukan pada
pasien dengan gangguan sistem perkemihan sindrom nefrotik.
D. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan sindrom nefrotik ?
b. Bagaimana anatomi fisiologi pada sindrom nefrotik ?
c. Apa saja klasifikasi sindrom nefrotik?
d. Apa Etiologi dari sindrom nefrotik?

2
e. Bagaimana manifestasi klinis sindrom nefrotik?
f. Bagaimana patofisiologi sindrom nefrotik?
g. Bagaimana Pathway sindrom nefrotik?
h. Apa saja komplikasi dari sindrom nefrotik?
i. Apa saja Pemeriksaan diagnostik yang dilakuakan pada sindrom
nefrotik ?
j. Bagaimana penatalaksanaan pada sindrom nefrotik ?
k. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari sindrom nefrotik?

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi
Sindrom Nefrotik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah
(hyperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma
protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilititas membran
kapiler glomerulus. (Nursalam, 2011)

3
Sindrome nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis,
meliputi hal-hal sebagai berikut
1. Proteinuria masif >3,5 gr/hr.
2. Hipoalbuminemia.
3. Edema.
4. Hiperlipidemia.
Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran
kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus. (Muttaqin, 2012)
Sindrom nefrotik adalah gangguan klinis ditandai oleh peningkatan
protein dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin
dalam darah, edema dan serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia).
Tanda - tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak
membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus. (Rudi Haryono, 2013)

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Sistem Perkemihan
Ginjal terletak di belakang peritoneum pariental (retro-peri-toneal),
pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi
aorta abdominal dan vena kava inferior. Anatomi sistem perkemihan
terdiri dari:
a. Ginjal
Ginjal adalah organ eksresi yang berperan penting dalam
mempertahankan keseimbangan internal dengan menjaga
komposisi cairan tubuh/ekstraseluler. Ginjal merupakan dua buah
organ berbentuk kacang polong, berwarna kebiruan.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama
didaerah lumbal disebelah kiri tulang belakang, dibungkus oleh
lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau luar
ronggaperitonium.

4
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai
dari ketinggian torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang
menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing
ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.
berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa
115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila
kapsul terlihat dipermukaan ginjal yang licin dengan warna merah
tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam yaitu medulla, bagian luar
yaitu korteks. Bagian dalam (interna) medulla yaitu substansi
medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16
buah yangmempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang
lurus, anshele vasa rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagian
luar(eksternal) korteks yaitu substansi kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak, dan bergranula. Substansia ini tepat
dibawah tunik fibrosa, melengkung sepanjang basis pyramid yang
berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam diantara
pyramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus,
tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus
koligens.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang satuan
fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-
kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri.
Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dan
ginjal. Ginjal terdiri atas tiga area yaitu, korteks, medulla, pelvis :
a) Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal,
dibawah kapsula fibrosa sampai dengan lapisan medulla,
tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta.

5
b) Medulla, terdiri dari saluran-saluran atau duktus
collecting yang disebut pyramid ginjal yang tersusun antara
8-18 buah.
c) Pelvis, merupakan area yang terdiri dari kaliks
minor yang kemudian bergabung menjadi kalik mayor.

b. Ureter
Ureter merupakan saluran yang terbentuk tabung dari ginjal
ke bladder, 25-30 cm dengan diameter 6 mm. Berjalan mulai dari
pelvis renal setinggi lumbal ke 2. Posisi ureter miring dan
menyempit ditiga titik yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal,
titik saat melewati pinggiran pelvis dan titik pertemuan dengan
kandung kemih.
c. Vesika Urinaria
Merupakan organ berongga dan berotot yang berfungsi
menampung urin dikeluarkan melalui uretra. Terletak pada rongga
pelvis. Pada laki-laki kandung kemih berada dibelakang simpisis
pubis dan didepan rektum, pada wanita kandung kemih berada
dibawah uterus dan didepan vagina. Dinding kandung kemih
memiliki 4 lapisan jaringan. Lapisan paling dalam adalah lapisan
mukosa, kemudian lapisan submukosa, lapisan otot polos atau
disebut detrusor dan lapisan paling luar adalah serosa.
d. Uretra
Uretra memanjang dari leher kandung kemih sampai
meatus pada wanita panjangnya sekitar 4 cm. Lokasinya antara

6
klitoris dengan liang vagina. Panjang uretra pada laki-laki sekitar
20 cm, terbagi atas 3 bagian yaitu bagian prostatik uretra yang
panjangnya sekitar 3 cm, bagian kedua adalah mebranesea uretra
yang panjangnya 1-2 cm. Pada bagian akhir adalah cavernous yang
panjangnya sekitar 15 cm.

2. Fisiologi Sistem Perkemihan


Ginjal merupakan organ yang penting dalam proses keseimbangan
cairan tubuh dan sebagai organ sekresi dari zat-zat yang sudah tidak
dibutuhkan lagi, fungsi ginjal diantaranya :
a. Ginjal
1. Pengaturan volume dan komposisi darah. Ginjal berperan
dalam pengaturan volume darah dan komposisi darah melalui
mekanisme pembuangan atau sekresi cairan.
2. Pengaturan jumlah dan konsentrasi elektrolit pada cairan
ekstrasel, seperti natrium, klorida, bikarbonat, kalsium,
magnesium, fosfat, dan hydrogen.
3. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa (pH)
darah, pengendalian asam basa darah oleh ginjal dilakukan
dengan sekresi urin yang asam atau basa.

7
4. Pengaturan tekanan darah, ginjal berperan dalam
pengaturan tekanan darah dengan mensekresi enzim rennin yang
mengaktifkan jalur rennin-angiotensin dan mengakibatkan
perubahan vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah atau menurun
tekanan darah.
5. Pengeluaran dan pembersihan hasil metabolisme tubuh
seperti urea, asam urat dan kreatinin, jika tidak dikeluarkan
maka bersifat toksik khususnya pada otak.
6. Pengeluaran komponen-komponen asing seperti
pengeluaran obat, pestisida dan zat-zat berbahaya lainnya.

Salah satu fungsi penting ginjal adalah mengatur kalsium


serum dan fosfor. sangat penting untuk pembentukan tulang,
pertumbuhan sel, pembekuan darah respon hormon, dan aktivitas
listrik seluler. Ginjal melakukan hal ini dengan mengubah vitamin
D dalam usus (dari makanan) ke bentuk yang lebih aktif, yaitu 1,
25-dihidrovitamin D3 .
b. Ureter
Ureter berperan aktif dalam transport urin. Urin mengalir
dari pelvis ginjal, ureter denga gerakan peristaltiknya. Adanya
ketegangan pada ureter menstimulasi terjadinya kontraksi dimana

8
urin akan masuk ke bladder, rangsangan saraf simpatis dan
parasimpatis juga mengontrol kontraksi ureter mengalirkan urin.
Sebelum masuk ginjal, ureter melebar dan membentuk pelvis gijal.
Kemudian, pelvis ginjal bercabang dan membentuk 2-3 kaliks
mayor. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi beberapa kaliks
minor. Kaliks minor inilah yang mengumpulkan urine yang keluar
dari tubulus kilogenter.

c. Vesika Urinaria
Kapasitas maksimum kandung kemih pada orang dewasa
sekitar 300-450 ml, dan -anak antara 50-200 ml. Pada laki-laki
kandung kemih berada dibelakang simpisis pubis dan didepan
rektum, pada wanita kandung kemih berada dibawah uterus dan
didepan vagina. Pada keadaan penuh akan memberikan rangsangan
pada saraf aferen ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot
detrusor yang mendorong terbukanya leher kandung kemih,
sehingga terjadi proses miksi. Fungsi utama dari ginjal adalah
menampung urin dari ureter dan kemudian dikeluarkan melalui
uretra.
d. Uretra
Fungsi dari uretra adalah menyalurkan urin dari kandung
kemih keluar. uretra interna yang dikontrol secara involunter
memungkinkan urin dapat keluar serta spinter uretra eksterna
memungkin kan pengeluaran urin dapat dikontrol.

C. Klasifikasi

9
Klasifikasi sindrom nefrotik
a. Sindrom nefrotik lesi minimal
Kondisi yang sering menyebabkan sidrom nefrotik pada anak usia
sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini pada biopsi ginjalnya
terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskopik cahaya
b. Sindrom nefrotik sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi sistem
endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom nefrotik kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan.
D. Etiologi
Penyebab nefrotik sindrom dibagi menjadi dua yaitu sebai berikut.
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti berikut
ini.
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik sindrom perubahan minimal.
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik
lain, seperti berikut ini.
a. Diabetes melitus
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis
E. Manifestasi klinis
1. Proteinuria: mengakibatkan kehilangan protein tubuh > 3,5 gr/hari
2. Hiperlipidemia: mengakibatkan aterosklerosis
3. Hipoalbuminemia <30 gr/l
4. Penurunan jumlah urin, urin gelap, berbusa
5. Hiperkoagulasi yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan
arteri
6. Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal
7. Wajah pucat
8. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus
9. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
10. Hipertensi
11. He maturia : didapatkan darah atau sel darah merah di dalam urin.
F. Patofisiologi

10
Kondisi dari sindrome nefrotik adalah hilangnya plasma protein,
terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan
produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus-menerus
hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema
generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskular ke dalam
ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan
edema lebih lanjut. Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan
menstimulasi sintesis lipoprotein dari hati dan terjadi peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah ( hiperlipidemia ).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal
intrinsik atau sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara
umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom
nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab
sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis kronis, diabetes melitus
disertai glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus
erthematosus sistemik, dan trombosis vena rental.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional
akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat.
G. Pathway
Sekunder Primer

Diabetes Mellitus Glumerulonefritis


Sistema Lupus Eritematosis
Amyloidosis

Sindrom Nefrotik
MK : Risko
Infeksi Perubahan permeabilitas glomerulus

Sitem imun Protein terfiltrasi bersama urine (Proteinuria)

MK : Gangguan Citra Hilangnya protein plasma Merangsang sintesis


Tubuh LDL di hati
MK : Risiko 11
Kerusakan Integritas
Kulit
Hipoalbuminemia
Mengangkut
Tekanan osmotik plasma kolesterol dlm darah

Edema Cairan intravaskuler Hiperlipidemia


Berpindah ke intersisial
Vol. Intravaskuler
Peritonel Paru Kemaluan Mata
Hipovolemia
Asites Efusi Pleura Bengkak periorbital
Sekresi renin
Menekan Menekan Sesak
gaster diafragma Renin Vasokontriksi
angiotensin
Persepsi Ekspansi MK : Hipertensi
kejang otot Intoleransi
pernapasan
Aktivitas
Anoreksia tdk optimal MK :
Pelepasan aldosteron Gangguan
Nafas tidak ADH
Perfusi
MK : adekuat
Jaringan
Ketidak Reabsorbsi
seimbangan Na dan H2O
nutrisi MK :
Produksi Volume
kurang dari Ketidak Urine plasma
kebutuhan efektifan
tubuh pola nafas Edema MK : Kelebihan
volume cairan
H. Komplikasi
1. Hipovolemia
2. Trombosis vaskuler
Terjadi akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma.
3. Shock
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gram/100 ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
4. Infeksi sekunder
Terjadi karena kadar imunoglobin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
5. Gangguan metabolisme obat berhubungan dengan penurunan
plasma protein
6. Malnutrisi
7. Progresif menjadi gagal ginjal

12
I. Pemeriksaan diagnostik
1. Urinalisis: proteinuria, secara mikroskopik ditemukan hematuria,
endapan pada urine, dan berbusa.
2. Urine 24 jam protein meningkat dan kreatinin klirens menurun.
3. Biopsi dengan memasukan jarum ke dalam ginjal: pemeriksaan
histologi jaringan ginjal untuk menegakan diagnosis.
4. Kimia serum: protein total dan albumin menurun, kreatinin
meningkat atau normal, trigliserida meningkat, dan gangguan
gambaran lipid.
J. Penatalaksanaan
1. Memonitor urin output
2. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
3. Pembatasan cairan, sampai 1 liter
4. Memonitor fungsi ginjal
5. Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
6. Hitung GFR/LFG setiap hari.
7. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium
sampai kurang lebih 1gram/hari secara praktis dengan menggunakan
garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet
protein 2-3 gram/kgBB/hari.
8. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat
digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung
pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter,
dapat digunakan hididroklotiazid (25-50 mg/hari), selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik
dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
9. Pengobatan kortikosteroid :
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis
60 mg/hari luas permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28
hari dengan dosis 40mg/hari, setiap 3 hari dalam satu minggu
dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama
pengobatan makan pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten
selama 4 minggu.
10. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila terdapat
infeksi.
11. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

13
12. Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada
edema yang berat

K. Konsep dasar keperawatan


a. Fokus pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal tahapan proses keperawatan.
Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian
1. Identitas
Umumnya 90% dijumpai pada kasus anak. Enam kasus per tahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio
laki – laki dan perempuan 2:1. Pada daerah endemik malaria
banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak
pada wajah atau kaki.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan
hal berikut: Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine
output, kaji onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah
disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya
anoreksia pada klien, kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
N Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu
mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit edema, apakah
ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang
riwayat pemakaian obat-obatan masalalu adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat dan dokumentasikan.

14
5. Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
6. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak
akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang
maladaptive pada klien
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan
tingkat kesadaran biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak
didapatkan adanya perubahan.
a. B1 ( Breathing). Biasanya tidak didapatkan adanya
gangguan pola napas dan jalan napas walaupun secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut.
Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas
dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b. B2 ( Blood ). Sering ditemukan penurunan curah jantung
respons sekunder dari peningkatan beban volume.
c. B3 ( Brain ). Didapatkan edema wajah terutama periorbital,
sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan
sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
d. B4 ( Bladder ). Perubahan warna urine output seperti warna
urine berwarna kola.
e. B5 ( Bowel ). Didapatkan adanya mual dan muntah,
anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi
dari kebutuhan. Didapatkan ansietas pada abdomen.
f. B6 ( Bone ). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum, efek sekunder dari edem tungkai dari keletihan fisik
secara umum
8. Pemeriksaan persistem :
a. Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X /menit,
efusi pleura karena distensi abdomen

15
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X /mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg,
hipertensi ringan biasa dijumpai.
c. Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d. Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e. Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri
daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolapsani.
f. Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g. Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h. Sistem endokrin
Dalam batas normal
i. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
9. Pengkajian diagnosa
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria,
terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus.
10. Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih
lanjut dan merupakan risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan
terapi, amka penatalaksanaan tersebut meliputi hal-hal berikut :
a. Tirah baring,
b. Diuretik,
c. Adenokortikosteroid, golongan prednison,
d. Diet rendah natrium tinggi protein,
e. Terapi cairan. Jika klien dirawat di rumah sakit, maka
intake dan output diukur secara cermat dan dicatat. Cairan
diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan
harian.
b. Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Kelebihan
asupan nutrisi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (anoreksia).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

16
c. Intervensi keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Kelebihan
asupan nutrisi
 NOC
 Electrolit and acid base balance
 Fluid balance
 Hydration
 Kriteria hasil
 Terbebas dari edema, efusi, anaskara
 Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea /
ortopnea
 Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek
hepatojugular (+)
 Memelihara tekanan vena sentral, tekanan
kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam
batas normal
 Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau
kebingungan
 NIC
a) Pantau asupan dan haluaran cairan setiap pergantian
Rasional : Pemantauan membantu menentukan status
cairan pasien.
b) Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Penimbangan berat badan harian adalah
pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan berat
badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.
c) Programkan pasien pada diet rendah natrium selama
fase edema
Rasional : Suatu diet rendah natrium dapat mencegah
retensi cairan.
d) Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema.
Evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4).
Rasional : Edema terjadi terutama pada jaringan yang
tergantung pada tubuh.
e) Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh: BUN,
kreatinin, natrium, kalium, Hb/ht, foto dada.
Rasional : Mengkaji berlanjutnya dan penanganan
disfungsi/gagal ginjal. Meskipun kedua nilai mungkin

17
meningkat, kreatinin adalah indikator yang lebih baik
untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh
hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan.
f) Berikan obat sesuai indikasi Diuretik, contoh
furosemid (lasix), mannitol.
Rasional : Diberikan dini pada fase oliguria untuk
mengubah ke fase nonoliguria, untuk melebarkan lumen
tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan
meningkatkan volume urine adekuat.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kehilangan nafsu makan (anoreksia).
 NOC
 Nutritional status
 Nutritional status : food and fluid intake
 Nutritional status : nutrient intake
 Weight control
 Kriteria hasil
 Adanya peningkatan berat badan sesuai
dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
 Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
 NIC
a) Kaji / catat pemasukan diet.
Rasional : Membantu dan mengidentifikasi defisiensii
dan kebutuhan diet.
b) Timbang BB tiap hari.
Rasional : Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
c) Tawarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan
Rasional : Meningkatkan nafsu makan
d) Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status uremik

18
e) Berikan diet tinggi protein dan rendah garam.
Rasional : Memenuhi kebutuhan protein, yang hilang
bersama urine.
f) Berikan makanan yang disukai dan menarik
Rasional : Pasien cenderung mengonsumsi lebih banyak
porsi makan jika ia diberi beberapa makanan
kesukanannya
g) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN,
albumin serum, transferin, natrium, dan kalium
Rasional : Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan
efektivitas terapi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
 NOC
 Energy convervation
 Activity tolerance
 Self care : ADLs
 Kriteria hasil
 Berpartisipasi dalam akyivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah, nadi, RR
 Mampu melakukan aktivitas sehari – hari
(ADLs) secara mandiri
 Tanda – tanda vital normal
 Energy psikomotor
 Level kelemahan
 Mampu berpindah dengan atau tanpa
bantuan alat
 Status kardiopulmonari adekuat
 Status respirasi pertukaran gas da ventilasi
adekuat
 NIC
a) Monitor respons kardiorespiratori terhadap aktivitas
(misal : takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, pucat,
tekanan hemodinamik dan frekuensi pernapasan)
Rasional : Peningkatan respons kardiorespiratori
meningkatkan kelemahan
b) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik
managemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Rasional : Managemen waktu dalam pembatasan
aktivitas untuk mengurangi kelelahan

19
c) Tentukan penyebab keletihan ( misalnya, perawatan
nyeri, pengobatan)
Rasional : Mengurangi aktivitas yang menyebabkan
keletihan
d) Kolaborasikan pemberian obat nyeri sebelum
aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
Rasional : Obat analgetik atau anti nyeri berfungsi untuk
mengurangi nyeri yang menjadi faktor penyebab
keletihan
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
 NOC
 Anxiety self-control
 Anxiety level
 Coping
 Kriteria hasil
 Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungapkan gejala cemas
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
 Vital sign dalam batas normal
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangan
kecemasan.
 NIC
a) Berikan motivasi pada keluarga untuk ikut secara
aktif dalam kegiatan perawatan klien.
Rasional : Deteksi dini terhadap perkembangan klien.
b) Jelaskan pada klien setiap tindakan yang akan
dilakukan.
Rasional : Peran serta keluarga secara aktif dapat
mengurangi rasa cemas klien.
c) Observasi tingkat kecemasan klien dan respon klien
terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Rasional : Penjelasan yang memadai memungkinkan
klien kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.

20
BAB III
KASUS

Tn. T berumur 57 tahun dibawa keluarganya ke poli penyakit dalam


rumah sakit Medika karena edema generalisata (pembengkakan di seluruh tubuh).
Keluhan ini sudah muncul sejak 3 hari yang lalu. Sebulan yang lalu kelopak mata
orang tersebut mengalami pembengkakan. Semakin lama keluhan bengkak
semakin parah. Klien kadang-kadang mengeluhkan sesak nafas saat beraktivitas.
Kencing menjadi jarang dan sedikit, serta urin yang keluar tampak berbusa. Berat
badan menjadi naik dari 50 menjadi 60 kg , muka menjadi bulat, pucat dan
terdapat asites(terdapat cairan pada rongga perut), dan pitting edema (+) . Pada
auskultasi terdapat penurunan suara paru di bagian basal. Tekanan darah : 180/100
mmHg, Nadi : 90x/m, RR : 28 x/m, Suhu: 360C .

Hasil lab
Urea nitrogen 70 mg/dl (tinggi) (N=20-30 g/100ml)
Creatinin 6 mg/dl (tinggi) (N=1,0-1,7 mg/100ml)
Uric acid 12 mg/dl (tinggi) (N=3-7,5 mg/100ml)
BUN 92 mg/dl (tinggi) (N= 8-20 mg/100 ml)
Cholesterol 256 mg/dl (rendah) (N=150-280 mg/100ml)
Trigliserida 185 mg/dl (rendah) (N=250 mg/100ml)
Total protein 4 mg/dl (rendah) (N=6-7 mg/100ml)

21
Proteinuri +++ (positif)

22

Anda mungkin juga menyukai