Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH FARMAKOTERAPI

GLOMERULONEFRITIS

Disusun Oleh :
Kelompok IV

Dhian Rachma Maulida NIM :F120155034


Khriatun Naimah NIM :F120155037
Iriana Murdiastutik NIM :F120155047

PROGAM STUDIS1FARMASI(KELAS 2B )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.
Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827
sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai
etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2011).
Indonesia melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Jumlah pasien di Surabaya (26,5%), Pasien laki-
laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%) (Wahab, 2000).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal (Wahab,
2000).
Glomerulonefritis dapat menyebabkan terjadinya nefrotik sindrom.
Neprotik Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik :
proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema
(Suryadi, 2001).
Insiden lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan,
prognosis dan mortalitas bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas, usia anak,
kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan. Insiden sindrom
nefrotik pada anak di hongkong dilaporkan 2-4 kasus per 100.000 anak
pertahun, di negara berkembang dilaporkan insidennya lebih tinggi di
Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak pertahun (Putri, 2009).
Mempelajari asuhan keperawatan glomerulonefritis dan nefrotik
sindrom membantu perawat agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan glomerulonefritis dan nefrotik sindrom. Peran tenaga
medis dan layanan kesehatan sangat penting dalam membantu pasien dengan
glomerulonefritis dan nefrotik sindrom, salah satunya adalah memberikan
edukasi atau pendidikan kesehatan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian untuk
meningkatkan pengetahuan tentang glomerulonefritis akut.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mata ajar keperawatan perkemihan mahasiswa mampu memberi
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit glomerulonefritis akut,
glomerulonefritis kronis dan nefrotik sindrom.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Menjelaskan tentang anatomi ginjal.
2. Menjelaskan tentang definisi glomerulonefritis akut, glomerulonefritis
kronis dan nefrotik sindrom.
3. Menjelaskan tentang etiologi glomerulonefritis akut, glomerulonefritis
kronis dan nefrotik sindrom.
4. Menjelaskan tentang gejala dan manifestasi klinis glomerulonefritis akut,
glomerulonefritis kronis dan nefrotik sindrom.
5. Menjelaskan tentang web of caution glomerulonefritis akut,
glomerulonefritis kronis dan nefrotik sindrom.
6. Menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan glomerulonefritis akut
glomerulonefritis kronis dan nefrotik sindrom.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fungsi Ginjal


2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,
retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus kadang-kadang
dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-
12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan
puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks
terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal .

Gambar 2.1 Anatomi ginjal


Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi
lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang
dengan bertambahnya umur.
Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang
berhubungan dengannya). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada
janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan
selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai
maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus
proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula
bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di
glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan urine tidak kalah
pentingnya.
2.1.2 Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.

gambar 2.2 Ginjal dan glomerulus

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :


1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
+
H dan membentuk kembali HCO3
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
2.1.3 Fungsi Nefron
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir
metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion
natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi
dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang
tidak diperlukan dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi
yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati
sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine
yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-
substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang
3
disekresi.

2.2 Glomerulonefritis Akut


2.2.1 Definisi Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat
infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.

Glomerulonefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang


mengacu pada sekelompok penyakit ginjal di mana inflamasi terjadi di
glomerulus (Brunner dan Suddarth, 2001).
2.2.2 Etiologi Glomerulonefritis Akut
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas dan kadang-kadang infeksi kulit,
yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 4, 12
dan jarang disebabkan oleh sebab lain.
Namun sebenarnya bukan bakteri sptreptokokus yang menyebabkan
kerusakan pada ginjal melainkan diduga karena adanya antibodi yang ditujukan
terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma spesifik
streptokokus. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah yang
bersirkulasi kedalam glomerulus dimana kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya :
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma

2.2.3 Patofisiologi Glomerulonefritis Akut


Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada
tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2
minggu. Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup
A tipe 12 atau 4 dan 1, jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya
bukan streptokukus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang
merupakan membran plasma streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi dalam darah bersikulasi ke dalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan
yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan
membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi,
timbul poliferasi sel-sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler
glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam
urin yang sedang di bentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria. Agaknya, kompleks komplemen antigen-antibodi inilah yang
terlihat sebagai nodul-nodul subepitel (atau sebagai bungkusan epimembanosa)
pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan mikroskop cahaya
glomerulus tampak membengkak dan hiperselular di sertai invasi PMN.

2.2.4 Manifestasi Klinis Glomerulonefritis Akut


Gejala yang sering ditemukan :
1. Hematuri dan albuminuria akibat kerusakan pada rumbai kapiler glomerulus
2. Akibat ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen mungkin berkurang
sehingga timbul edema, azotemia
3. Hipertensi belum diketahui dengan jelas apakah disebabkan oleh ekspansi
volume cairan ektra sel atau akibat vasospasme.
4. Peningkatan suhu badan
5. Mual, anoreksia
6. Oliguri akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.

2.2.5 Komplikasi Glomerulonefritis Akut


1. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus
2. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan
anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat HT yang
menetap dan kelainan di miocardium.
4. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik
yang menurun.
2.3 Glomerulonefritis Kronis
2.3.1 Definisi
Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan
ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap (Mansjoer, et. al, 2000)
Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lama
dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut
yg tidak membaik atau timbul secara spontan (Muttaqin & Sari, 2011). Pada
umumnya merupakan penyakit yang berkembang secara lambat dan
menimbulkan pengerutan.

2.3.2 Etiologi glomerulonefritis kronis


Menurut Naga (2012) glomerulonefritis kronis merupakan kelanjutan
dari glomerulonefrtis akut, terkadang dapat disebabkan oleh penyakit lain
misalnya pielonefritis, anomali kongenital pada kedua ginjal, penyakit ginjal
oleh analgesik, diabetes melitus dan penyakit-penyakit yang jarang ditemuka
seperti amiloidosis.
Menurut Price (2010) penyebab dari belum diketahui asal usulya, dan
biasanya baru ditemukan pada stadium yang lebih lanjut ketika gejala-gejala
insufiensi ginjal timbul (ginjal atrofi). Manifestasi renal karena penyakit
penyakit sistemik seperti : SLE, DM, Amyloid disease. Penyakit ini biasanya
merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut.

2.3.3 Patofisiologi glomerulonefritis kronis


Glomerulonefritis kronis, awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak
sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat
ringan, sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini, ukuran
ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri
dari jaringan fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang
tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang parah, menghasilkan
penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).
1. Penurunan GFR
Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
mendeteksi penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens
kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium
sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium
ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal,
tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.
6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon.
(Smeltzer dan Suzanne, 2002)

2.3.4 Manifestasi klinis glomerulonefritis kronis


Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal. Lemah, lesu, nyeri
kepala, gelisah, mual, dan kejang pada stadium akhir. Edema sedikit pada kaki,
urine bening dan terdapat isostenuria dalam hal ini urin akan mengandung
protein dan kadang - kadang beberapa sel eritrosit tetapi pada umumnya tidak
terdapat bakteri, tekanan darah akan meningkat dikarenakan retensi natrium
dan aktivasi sistem renin angiotensin. Secara perlahan lahan akan timbul
dipsnea pada saat melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan bekerja dan
melakukan kegiatan disnea akan semakin berat dengan adanya anemia
normositik yang berat, akibat ginjal yang sangat kecil sehingga tidak dibentuk
lagi hormon eritropoetin. Bila pasien memasukin fase nefrotik dari
glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah jelas, fungsi ginjal menurun,
dan anemia bertambah berat, diikuti tekanan darah yang mendadak meningi.
Kadang-kadang terjadi ensefalopati hipertensif dan gagal jantung yang berakhir
dengan kematian.
Kecepatan filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) kurang
dari 5 ml/menit (normal 110 ml/menit), kadar ureum meningkat 400-700 mg%
(normal 40 mg%).

2.3.5 Komplikasi glomerulonefritis kronis


Komplikasi dari glomerulonefritis adalah :
1. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia.
Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal
ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
2. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
5. Gagal Ginjal Akut (GGA)

2.4 Nefrotik Sindrom


Nefrotik sindrom dapat terjadi pada usia berapapun tetapi paling umum
antara usia 1 dan 8 tahun. Penyakit ini lebih banyak mempengaruhi anak laki-
laki dibandingkan anak perempuan. Seseorang dengan sindrom
nefrotik memiliki tanda-tanda tingginya kadar protein dalam urin, rendahnya
tingkat protein dalam darah, pembengkakan akibat penumpukan garam dan air
(Yusri, 2011)

2.4.1 Definisi
Nefrotik Syndrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno dkk, 2000).
Nefrotik sindrom adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai
oleh proteinuria masif yang keluar lebih dari 3,5 gram per hari/ 1,73m luas
permukaan tubuh, hipoalbuminemia (kurang dari 3,5 g/dl), edema,
hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Status klinis yang ditandai
dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang
menyebabkan kehilangan protein yang masif, hal ini adalah pengertian sindrom
nefrotik (Wong, D L, 2004)
Nefrotik sindrom adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Membran dari saringan glomerulus
pada penderita menjadi sangat permeabel (mudah dilewati) oleh molekul
protein (Naga, 2012).

2.4.2 Etiologi nefrotik sindrom


Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
glomerulonefritis sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan
penghubung (connective tissue disease), akibat obat atau toksin dan akibat
penyakit sistemik
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen
antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh malaria kuartana atau parasit lainnya, penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,
glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia
seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, dibagi menjadi :
a. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding
kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c. Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Dengan penebalan batang lobular : terdapat prolefirasi sel mesangial
yang tersebar dan penebalan batang lobular.
Dengan bulan sabit (crescent) : didapatkan proliferasi sel mesangial
dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis
buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif : proliferasi sel mesangial
dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis
buruk.
Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
d. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
atrofi tubulus. Prognosis buruk.

2.4.3 Patofisiologi nefrotik sindrom


Reaksi antigen antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis
glomerulus meningkat diikuti oleh kebocoran protein (albumin).
Proteinuri :
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas
membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan
dalam urin adalah albumin. Protein lain yang diekskresi adalah globulin
pengikat tiroid, IgG, IgA, antitrombin III dan protein pengikat vitamin D.
Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan
kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD
melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective
barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada
nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge
selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh
hilangnya size selectivity.

Hipoalbuminemi
Keadaan ini disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui urine
(proteinuria) dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma
albumin, pemasukan protein yang kurang kerana nafsu makan yang menurun
dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal. Jika
kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan terjadi
hipoproteinemi.
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia
disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati
tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein
dapat meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula
terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus
proksimal.

Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah).
Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.

Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.
Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis
glomerulus yang permeabel.

2.4.4 Manifestasi klinis nefrotik sindrom


Gejala utama yang ditemukan adalah :
1. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-
anak.
2. Hipoalbuminemia < 30 g/l.
3. Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat
ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
4. Anorexia
5. Fatique
6. Nyeri abdomen
7. Berat badan meningkat
8. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
9. Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan
arteri.
Gejala awal Sindrom Nefrotik dapat berupa :
1. Berkurangnya nafsu makan
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Nyeri perut
4. Pengkisutan otot
5. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
6. Air kemih berbusa
Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai
berat dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak. Edema mula-mula
Nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat
atau anasarka sering disertai edema pada genetalia eksterna. Edema pada perut
terjadi karena penimbunan cairan. Sesak napas terjadi karena adanya cairan
dirongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Gejala yang lainnya adalah edema
lutut dan kantung zakar (pada pria). Edema yang terjadi seringkali berpindah-
pindah, pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan,
cairan akan tertimbun di pergelangan kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh
edema. Selain itu edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya
nafsu makan karena edema mukosa usus. Umbilikalis, dilatasi vena, prolaks
(2
rectum, dan sesak dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini.
Bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa ahli
diantaranya menurut Wong, 2004, yaitu : penambahan berat badan ; edema;
wajah sembab khususnya di sekitar mata, timbul pada saat bangun pagi
berkurang saat siang hari; pembengkakan abdomen (acites) ; kesulitan
pernafasan; pembengkakan labia atau skrotal; edema mukosa usus ; diare,
anoreksia, absorpsi buruk ; pucat kulit eksterm (sering) ; peka rangsang ;
mudah lelah ; letargi ; tekanan darah normal atau sedikit menurun ; kerentanan
terhadap infeksi ; perubahan urin menurunnya volume urine, warnanya gelap,
berbau buah.
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) retensi cairan dan edema
yang menambah berat badan, edema periorbital, edema dependen,
pembengkakan genetalia, eksterna, edema fasial, asites, hernia ingunalis dan
distensi abdomen, efusi pleural. Penurunan jumlah urin (urin gelap, berbusa).
Hematuria, anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh, pelisutan otot jangka
panjang.
Manifestasi utama adalah edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan. Dan umumnya ditemukan di mata, ekstermitas, abdomen. Gejala lain
seperti malaise, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Dari bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa
ahli, dapat disimpulkan bahwa pada intinya manifestasi klinik sindrom nefrotik
antara lain : yang utama adalah edema akibat retensi cairan yang dapat timbul
diberbagai bagian tubuh sehingga terjadi kenaikan berat badan. Gejala lainnya
anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh, pelisutan otot jangka panjang. malaise,
sakit kepala, iritabilitas. Penurunan jumlah urin (urin gelap, berbusa).
BAB III
TERAPI

A. STRATEGI TERAPI
Diagnosis Glomerulonefritis
Kondisi ini umumnya diketahui melalui hasil tes urine yang
abnormal. Untuk memastikan diagnosis, dokter biasanya akan
menganjurkan beberapa pemeriksaan lebih mendetail seperti:

Tes darah untuk memeriksa kadar kreatinin dan ureum


dalam darah. Peningkatan substansi ini akan mengindikasikan
kerusakan ginjal serta glomeruli.

Tes urine, khususnya untuk mengecek kadar protein, sel


darah putih, dan sel darah merah.

USG atau CT scan pada ginjal.

Pengambilan sampel jaringan ginjal melalui prosedur


biopsi. Ini dilakukan jika dokter perlu memastikan Anda
mengidap glomerulonefritis. Biopsi juga akan membantu dokter
untuk mencari penyebab glomerulonefritis yang Anda idap.
Pengobatan dan perawatan untuk mengatasi glomerolunefritis
pada dasarnya untuk mengatasi kerusakan pada ginjal itu sendiri
atau pun beberapa gangguan yang diakibatkan oleh adanya
glomerolunefritis.Untuk mengatasi glomerolunefritis dan gagal
ginjal perawatan yang diberikan adalah dialisis. Sementara untu
mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi biasanya
diberikan obat obatan medis diuretik.Untuk mengatasi infeksi,
dokter biasanya memberikan obat obatan medis berupa
antibiotik.

B. TATA LAKSANA TERAPI


Tata laksana Gromerulonefritis dibagi menjadi dua bagian yaitu
tata laksana spesifik untuk mengatasi peradangan pada ginjal
dan tata laksana akibat kelainan glomerulus.Penyakit
Gromerulonefritis yang tidak diobati akan cepat berkembang
menjadi penyakit ginjal stadium akhir, sehingga terapi spesifik
berdasarkan penyebab dimulai secepatnya meskipun bukti
pendukung keberhasilan terapi tersebut masih belum memadai.
Tata laksana akibat kelainan glomerulus juga sangat penting.
Pasien dengan glomerulonefritis kresentik perlu mendapatkan
terapi suportif untuk mengontrol komplikasi penyakit glomerulus
seperti uremia, hipervolemia, hipertensi, hiperkalemia, dan
asidosis metabolik. Jika diperlukan, dialisis dan ultrafiltrasi dapat
dilakukan.
Menurut Nursalam:
1) Penatalaksanaan gejala dan antihipertensi, obat untuk
penatalaksanaan hiperkalemia (berhubungan dengan insufisiensi
renal), H2Blocker (untuk mencegah ulcer stres), dan agen
pengikat fosfat (untuk mengurangi fosfat dan menambah
kalsium)
2) Terapi antibiotik untuk menyembuhkan infeksi (jika masih
ada)
3) Pembatasan cairan
4) Diet ketat pembatasan protein jika terdapat oliguria dan BUN
meningkat. Pembatasan perlu diperketat jika mengarah ke gagal
ginjal
5)Asupan potasium dan sodium diperketat jika terdapat edema,
hiperkalemia, atau tanda gagal jantung (CHF)
6) Terapi untuk mempercepat progresif glomerulonefritis
meliputi :
a.Penggantian plasma.
b.Pemberian Imunosupressan
(corticosterois;cyclopfosphamid (Cytoxan)
B. 1 Terapi Non Farmakologi
Istirahat pada fase akut, misalnya bila terdapat GGA,
hipertensi berat, kejang, payah jantung
Diet kalori terutama karbohidrat untuk memperkecil
katabolisme endogen dan diet rendah garam.
B.2 Terapi Farmakologi
Pasien dengan Gromerulonefritis kompleks imun ditata
laksana berdasarkan penyebabnya seperti nefritis lupus,
purpura HenochSchnlein, atau glomerulonefritis primer.
Antimikroba/antivirus, digunakan pada gomerulonefritis yang
disebabkan oleh mikroba atau virus.

Patogen-patogen :
Bakteri : streptokokus, endokarditis, diplococcal,
streptococcal, staphylococcal, or mycobacterial. Salmonella
typhosa, Brucella suis, Treponema pallidum, Corynebacterium
bovis, and actinobacilli dll
Virus : Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus,
hepatitis B, rubella
Fungi/parasit : Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum,
Schistosoma mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis,
trichinosis, and trypanosomes.
Imnosupresif, digunakan pada kasus gromerulonefritis yang
disebabkan kelainan aktifitas imunologi tubuh yang merusak
gromerulus misalnya
Gromerulonefritis lupus, goodpasture. Agent
imunosupresif : Kortikosteroid dosis tinggi dan sitotoksik.
Pemeriksaan Fisik
Riwayat SLE ( Systemic Lupus Erythematus )
Algoritma gromerulonefritis dengan riwayat penyakit lupus

Studi Hasil Laborat

Tidak Ada Komplikasi Dengan Komplikasi

Dengan Steroid
Organ Lain Kulit Ginjal

Jika Ringan Jika Berat

Steroid Ada Indikasi Hemodialisa


Misal : Prednison / Methylprednisolon

Remisi Tidak Remisi

Pertimbangkan
Terapi lanjut menaikkan dosis / terapi tambahan
BAB IV
DESKRIPSI KASUS

NN RT, 23 tahun dengan riwayat diffuse proliverative glomerulonefritis (DPNG)


karena SLE (systemic lupus erythematosus) yang dideritanya. Hasil pemeriksaan
urinalisis yang dilakukan ahli nefrologi menunjukkan peningkatan aktivitas
penyakitnya.
Riwayat penyakit :
Lupus induced DPNG 10 tahun, hipertensi
Riwayat pengobatan :
Prednison 15 mg p.o sekali sehari
Atenolol 25 mg p.o sekali sehari
Data laboratorium dan vital sign :

NO NAMA HASIL NILAI KETERANGA


PEMERIKSAA LAB RUJUKAN N
N
Kimia klinik
1. Na 144mEq 135- Normal
/L
145mEq/L
2. Bun /ureum 45 15- Abnormal
mg/dL
40mg/dL
3. Kholesterol 400 <200 Abnormal
mg/dL
mg/dl
4. Kalium 4,2 3,5-5,0 normal
mEq/L
mEq/L
5. SCr/serum 2,2 L=0,62- abnormal
mg/dL
creatinin 1,10
P=0,45-
0,75
6. LDL 204 <100 abnormal
mg/dL mg/dl
7. Klorida 110 96-108 abnormal
mEq/L
mEq/L
8. Gds 71 70-105 normal
mg/dL
mg/dL
9. HDL 34 40-60 abnormal
mg/dL
mg/dL
10. CO2 26
mEq/L
11. HB 10,4 >10 mg/dL normal
mg/dL

Urinalis
12. PH 5,3 4,8-7,4 normal
13. Protein +3 <1 abnormal
Pengumpulan urin 24 jam
14. Urin total 2,1 L
15. Kreatinin urin 54,4 L=600-
mg/dL
1800
P=800-
2000
16. Protein urin 603
mg/dL
Vital sign
17. Tekanan darah 160/11 <120/<80m abnormal
5 mHg
18. RR(respiratory 18x 16- normal
rate/frekuensi permen 20xpermeni
napas) it t
19. Suhu 36,50C 36,60-37,20 normal
C
Diagnosa : lupus induced glomerulonefritis
BAB V
ANALISIS

5.1 SUBYEKTIF
Nama : NN RT
Umur : 23 thn
Jenis kelamin : perempuan
Gejala : riwayat penyakit Lupus induced DPNG 10 tahun, hipertensi.

5.2 OBYEKTIF
Data laboratorium dan vital sign

NO NAMA HASIL LAB NILAI RUJUKAN KETERANGAN


PEMERIKSAAN
Kimia klinik
1. Na 144mE 135- normal
q/L
145mEq/L
2. Bun /ureum 45 15-40mg/dL abnormal
mg/dL

3. Kholesterol 400 <200 mg/dl abnormal


mg/dL

4. Kalium 4,2 3,5-5,0 normal


mEq/L
mEq/L
5. SCr/serum 2,2 L=0,62-1,10 abnormal
mg/dL P=0,45-0,75
creatinin
6. LDL 204 <100 mg/dl abnormal
mg/dL
7. Klorida 110 96-108 abnormal
mEq/L
mEq/L
8. Gds 71 70-105 normal
mg/dL
mg/dL
9. HDL 34 40-60 abnormal
mg/dL
mg/dL
10. CO2 26
mEq/L
11. HB 10,4 >10 mg/dL normal
mg/dL
Urinalis
12. PH 5,3 4,8-7,4 normal
13. Protein +3 <1 abnormal
Pengumpulan urin 24 jam
14. Urin total 2,1 L 0,6-1,6 L abnormal
15. Kreatinin urin 54,4 1-1,5 mg/dl abnormal
mg/dL

16. Protein urin 603 25 150 abnormal


mg/dl
mg/dL
Vital sign
17. Tekanan darah 160/11 <120/<80m abnormal
5 mHg
18. RR(respiratory 18x 16- normal
rate/frekuensi permen 20xpermeni
napas) it t
19. Suhu 36,50C 36,60-37,20 normal
C

5.3 ASSESMENT
a. Berdasarkan pemeriksaan vital sign yaitu pengukuran tekanan darah pasien yaitu
160/115 mmHg, maka pasien di diagnosa menderita hipertensi stage II
(JNC,2003).
b. Pasien menderita kolesterol yang di dasarkan pada kadar kolesterol yang melebihi
batas normal (<200 mg/dL) dan kolesterol LDL (kolesterol jahat) melebihi batas
normal (<100 mg/dL). Menurut US National Cholesterol Education Program
(NCEP)hasil revisi th 2001. Untuk pasien di atas kolesterol termasuk kategori
buruk/tinggi dan kolesterol LDL termasuk sangat buruk/sangat tinggi.
c. Ratio kadar kolesterol total terhadap HDL (kolesterol baik) juga penting
diperhatikan karena nilainya lebih bermakna terhadap kemungkinan terjadinya
penyakit jantung koroner.Menurut Framingham Hearth Study, rasio yg ideal
antara kolestrol total : HDL yaitu 3,5-4,5. Nilai rasio 3,5-4,5 masih ditoleransi
namun harus diwaspadai. Nilai diatas itu mempunyai resiko mendapat serangan
jantung dua kali lebih besar.
Pasien tsb mempunyai ratio kadar kolesterol:HDL=400/34=11,7 (sangat buruk).
d. Berdasarkan kadar kreatinin,BUN yang melebihi normal, maka pasien bisa juga di
diagnosa mengalami gromerulonefritis ataupun bahkan bisa menjadi gagal ginjal.
Hal itu bisa terjadi dikarenakan adanya riwayat penyakit (Lupus)yang dapat
memicu terjadinya peradangan pada gromeruli yang bisa mengakibatkan
peny.ginjal (perlu dihitung klirens creatinin).
e. Pada pengumpulan urin 24 jam menunjukan vol urin total melebihi batas normal
(0,6-1,6 L) yang di sebut poliuri.
f. Proteinuria yang persistent (tetap +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya
menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi
hasil +1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu
setelah melakukan aktivitas.

5.4 PLANNING
Tata laksana terapi :
A. Terapi suportif
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan
menangani komplikasi dengan tepat jika terjadi.
a. Medis
1) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50
mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. Dan dilanjutkan per
oral 2 x 200.000 IU selama fase konvalesen.

2) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative


untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10
jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat,
0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberi efek toksis. Drug of Choice: golongan vasodilator prozasin HCL dosis 3
x 1-2 mg/hari.
3) Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
4) Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
5) Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan.
B. Terapi non farmakologi
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama
6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya dan pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.
Pada fase akut program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya diberikan
makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan
lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila
suhu telah normal kembali.
Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi dan dianjurkan secara
teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya untuk mencegah berlanjut ke
sindrom nefrotik atau GGK.
Kaji edema dan timbang BB setiap hari jika over load berikan
diuretic.
Observasi tanda-tanda vital waspada terhadap adanya CHF.
Jika sudah ambulasi,monitor proteinure dan hematuria jika
meningkat bedrest tetap dijalankan,jika ambulasi dapat
ditolelir pasien boleh pulang.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya
dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di
atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.
Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4),
kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria
serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya
strptococus
Pemeriksaan darah :
- kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
- jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan
hipokalsemia.
- analisa gas darah ; adanya asidosis.
- Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic
comploment) dan C3 rendah.
- kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan
erytrosit)adanya anemia
Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba
adanya streptokokus
Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase \
Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema
paru atau payah jantung
ECG : adanya gambaran gangguan jantung
Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan
hampir pada 50% penderita, Kadang-kadang dengan tanda
gagal ginjal seperti Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. pada
hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4
normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar
properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien
glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara
20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali
dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan
diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga
menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan
melakukan biakan tenggorok dan kulit.Biakan mungkin negatif
apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.
Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80%
pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin
O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen
sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari
90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer
ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji
titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG,
IgM dan C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi
uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu
dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

C. Terapi farmakologi
BAB VI
PEMBAHASAN
BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Gejala-


gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang
paling sering ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi. Tujuan
utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal,
Meningkatkan fungsi ginjal.
Sedangkan nefrotik sindrom adalah keadaan klinis yang ditandai
dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi
glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Edema merupakan gejala utama penyakit nefrotik sindrom. Tujuan
pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya.

7.2 Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan.
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, petrus. Gumawan Johannes,1990. Kapita Selekta


Patologi klinik. Edisi Jakarat: EGC.
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : EEC .
Brunner and Suddarth, 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8
Vol.2. Jakarta : EEC.
Chandrasoma Parakrama ,Clive R Taylor, 1994. Patologi Anatomi.
Edisi 2.Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Ed.3.
Jakarta : EEC.
Engram Barbara, 1999. Rencana Asuhan Kepertawatan Medikal
Bedah.Vo.l 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2.
Jakarta : Media Aesculapius. FKUI

Anda mungkin juga menyukai