PENDAHULUAN
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah di dalam tubuh kurang dari normal, atau
sel darah merah kurang mengandung hemoglobin. Hemoglobin, yaitu protein yang banyak
mengandung zat besi dan menyebabkan warna merah pada darah, berfungsi membawa oksigen
dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh.
Ada beberapa jenis anemia, tetapi yang paling sering dijumpai adalah anemia defisiensi besi.
Pada anemia defisiensi besi, tubuh tidak mempunyai cukup zat besi untuk membentuk
hemoglobin. Kurangnya hemoglobin menyebabkan oksigen yang mampu diantarkan oleh sel
darah merah ke seluruh tubuh juga menjadi lebih sedikit.
Tubuh memperoleh zat besi dari makanan. Makanan yang banyak mengandung zat besi antara
lain adalah daging dan kerang-kerangan, juga makanan dengan tambahan zat besi. Suplai zat besi
yang cukup dan berkesinambungan sangat penting untuk membentuk hemoglobin dan sel darah
merah yang normal.
Gejala anemia defisiensi besi dapat ringan, sedang, bahkan berat. Pada kasus yang ringan,
terkadang tidak timbul gejala. Sedangkan pada kasus yang berat dapat menyebabkan kelelahan
atau kelemahan yang berlebihan. Anemia defisiensi besi yang berat juga dapat menyebabkan
gangguan yang serius pada anak-anak atau wanita hamil.
Pada anak-anak dapat timbul bising jantung dan gangguan tumbuh kembang. Selain itu anak
menjadi rentan terkena infeksi dan mengalami gangguan perilaku.
Pada wanita hamil, anemia defisiensi besi dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau
lahir dengan berat badan rendah.1
BAB II
LAPORAN KASUS
SESI I
Anda sedang berjaga diruang IGD RS Trisakti, datang seorang pasien wanita bernama Ny. T
berumur 25 tahun dengan keluhan badan lemas, letih dan lesu. Dua hari yang lalu Ny. T
merasakan hal yang sama.
SESI II
Keluhan tambahan : BAB tidak lancer, pernah BAB diikuti darah menetes, selama sakit tidak
nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik didpatkan
TD
: 110/70 mmHg
Nadi
: 90x/menit
RR
: 16x/menit
SESI III
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb
: 8 g/dL
Eritrosit
: 4 juta/uL
Ht
: 24 %
MCV
: 60 fl
Leukosit
: 6000/uL
MCH
: 22 pg
Trombosit
:200.000/ul
MCHC
:33%
BAB III
PEMBAHASAN
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Ny. T
Suku bangsa : -
Status perkawinan
:-
Agama
:-
Pekerjaan
:-
Pendidikan
:-
Alamat
:-
Tanggal masuk RS : -
1. ANAMNESIS
Diperoleh secara autoanamnesis
Keluhan utama : Badan lemah, letih, lesu
Keluhan tambahan:
Sejak 2 hari yang lalu, Ny.T merasakan hal yang sama yaitu lemah, letih, lesu
BAB tidak lancer
BAB pernah diikuti darah menetes
Tidak nafsu makan selama sakit
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka diperlukan informasi lebih lanjut
dengan melakukan anamnesis tambahan, yaitu :
Riwayat penyakit sekarang
Apakah Ny.T mengalami pandangan yang berkunang-kunang?
Apakah telinga pasien terasa berdenging atau tidak?
Apakah pasien mengalami nyeri menelan atau tidak?
Apakah mengalami nyeri perut yang mengarang ke dispepsia atau tidak?
Apakah Ny.T mengalami penurunan berat badan atau tidak?
Sudah berapa lama BAB disertai darah menetes yang dialami Ny.T?
Apakah pasien mengalami menggigil, demam tinggi, dan memakai baju berlapis-lapis
atau tidak?
Apakah siklus haid Ny.T teratur atau tidak?
140-159
Atau 90-99
stage II
> 160
atau
> 100
Hasil pemeriksaan
tekanan
darah
Normal.
Nadi
RR
: 90x/menit
: 26x/menit
Suhu
TB
BB
Keadaan umum
: (tidak demam)
: - cm
: - kg
: pucat, lemas
Kepala
:
Mata
: Conjunctiva anemis +/+ Sklera Ikterik -/indikator yang menunjukkan terjadinya anemia, conjunctiva menjadi pucat
Telinga
:
Mulut
: periksa keadaan mukosa mulut apakah berubah pucat atau tidak
Leher
:Thorax
: Jantung dan Paru dalam keadaan normal
Abdomen : Ekstremitas : Normal
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Nilai normal
11,5 16 g/dL
37 43 %
5.000 10.000
Hasil
8 g/dL
24%
6.000
Interpretasi
Normal
Trombosit
Eritrosit
150.000 400.000
3,9x106 5,6x106
200.000
4 x 106
Normal
Normal
MCV
76 96 fL
60 fL
MCH
27 32 pg
22 pg
MCHC
30 36 g/dL
33%
Normal
Keterangan
Menandakan bahwa pasien
menderita anemia.
Tidak ada
Menyingkirkan
infeksi.
adanya anemia
aplastik tidak
ada depresi
sumsum tulang.
Menggambarkan
Anemia
keadaan eritrosit
mikrositik
yang mikrositik.
hipokrom:
Menggambarkan anemia defisiensi
besi, thalassemia.
eritrosit yang
hipokrom.
4. DAFTAR MASALAH
Terlampir
5. HIPOTESIS
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan dapat berasal dari:
- Saluran cerna akibat dari tukak peptik, pemakaian salisisilat atau NSAID, hemoroid
dan infeksi cacing tambang
2. Faktor nutrisi
Akibat kurangnya jumalah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas)
besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Gangguan absorbsi besi
Gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
<< SERAT
INTAKE <<<
REDUKTOR <<<
DEFISIENSI BESI
contoh: VIT C
PERIFER <<<
Fe
2+
2+
TERBUANG
MALABSORPSI
Fe LEWAT KOLON
VASOKONTRIKSI
HEME <<<
PUCAT
SINTESIS hb <<<
KONJUNGTIVA
ANEMIS
HB <<<
PRODUK PEMBUAT
ERITROSIT <<<
SADT : ANEMIA
MIKROSITIK HIPOKROM
JML ERITROSIT
<<
HOMEOSTASIS PLASMA
& SEL DARAH TGANGGU
A N E M I A
TRANSPOR O2 <<<
2
ATP <<<
KOMPENSASI O2 >>
2
TACHYPNOE
Ht <<
<<<
7. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Anemia Defisiensi Besi et causa Perdarahan
Saluran Cerna Bawah (suspect hemoroid). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan sediaan apus darah tepi. Pasien
datang dengan keadaan lemah, letih, lesu yang merupakan tanda anemia. Pada pemeriksaan
fisik pasien terlihat pucat dan ditemukan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan penunjang
ditemukan gambaran morfologik hipokrom mikrositik dari hasil MCV, MCH, dan MCHC
dimana gambaran ini mencerminkan insufisiensi sintesis heme atau kekurangan zat besi dan
ditemukan pada anemia defisiensi zat besi. Pada sediaan apus darah tepi terlihat gambaran sel
pensil yang khas pada anemia defisiensi besi
8. PENATALAKSANAAN
a. Pada pasien ini perlu dirawat di Rumah Sakit dalam UGD.
Dalam perawatan di RS perlu diperbaiki oksigenasinya (airway, breathing, circulation)
serta perlu dicari penyebab dari adanya defisiensi besi pada pasien. Selain itu perlu di
transfuse darah untuk menutup kekurangan besi pada pasien, sebelum transfusi darah
diperlukan pemeriksaan golongan darah.
b. Setelah diketahui penyebab dari defisiensi besi, baru dilakukan penatalaksanaan untuk
menghilangkan penyebab defisiensi tersebut
c. Dapat diberikan asupan Fe untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh. Asupan Fe ini
dapat diberikan melalui oral maupun parenteral. Terapi oral merupakan terapi pilihan
pertama karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia sebagai pilihan pertama
yaitu ferrous sulfat. Dosis anjurannya yaitu 3 x 200 mg. Setiap 200 mg ferrous sulfat
mengandung 66 mg besi elemental, dan pemberian ferrous sulfat 3 x 200 mg
mengakibatkan absorpsi besi 50 mg perhari yang dapat meningkatkan erotropoiesis dua
sampai tiga kali normal. Preparat parenteral lebih efektif, tetapi pemberiannya atas
indikasi tertentu, karena memiliki resiko yang lebih besar dan harganya lebih mahal.
Contoh preparat parenteral yang diberikan yaitu iron dextran complex (mengandung 50
mg besi/ml), iron sorbitol citric acid complex, iron ferric gluconat, dan iron sucrose.
Indikasi pemberian preparat parenteral yaitu :
Intoleransi terhadap pemberian besi oral.
Kepatuhan terhadap obat yang rendah.
Gangguan pencernaan yang dapat kambuh jika diberikan besi, seperti colitis ulseratif.
Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi.
Keadaan dimana kehilangan darah banyak sehingga tidak dapat dikompensasi dengan
Pemberian preparat parenteral ini dapat diberikan secara intramuscular dalam atau
intravena pelan. Terapi parenteral ini bertujuan mengembalikan kadar hemoglobin dan
mengisi besi sebesar 500-1000 mg.
d. Diet tinggi protein
e. Pemberian vitamin C sebanyak 3 x 100 mg dengan tujuan untuk meningkatkan
penyerapan besi.
f. Olahraga, tujuannya untuk meningkatkan motilitas usus sehingga dapat meningkatkan
absorpsi pemberian besi
g. Diet tinggi serat untuk mencegah konstipasi
9. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Untuk pasien ini diperkirakan ad vitam nya bonam dikarenakan pasien ini tanda vitalnya
masih baik, kesadaran masih kompos mentis
Ad sanationam : dubia ad bonam
Untuk pasien ini diperkirakan ad sanationam nya dubia ad bonam dikarenakan kita belum
mengetahui secara pasti penyebab dari anemia mikrositik hipokrom tersebut
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Untuk pasien ini diperkirakan ad fungtionamnya dubia ad bonam dikarenakan fungsi
organnya masih baik, sumsum tulangnya masih normal dilihat dari eritrosti leukosit dan
trombositnya yang tidak terlalu turun.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fe
METABOLISME ZAT BESI (Fe)
Tubuh manusia mengandung sekitar 2 sampai 4 gram besi. Lebih dari 65% zat besi
ditemukan di dalam hemoglobin dalam darah atau lebih dari 10% ditemukan di
mioglobin, sekitar 1% sampai 5% ditemukan sebagai bagian enzim dan sisa zat besi
ditemukan di dalam darah atau ditempat penyimpanan. Jumlah total besi ditemukan
dalam orang tidak hanya terkait berat badan tetapi juga pengaruh dari berbagai kondisi
psikologi termasuk umur, jenis kelamin kehamilan dan status tingkat pertumbuhan. Besi
merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia yaitu
sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Didalam tubuh sebagian besar Fe
terkonjugasi dengan protein dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat
besi biasanya terdapat sebagai ferro, sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai
ferri(misalnya dalam bentuk storage). Besi, mempunyai beberapa tingkat oksidasi yang
bervariasi dari Fe6+ menjadi Fe2-, tergantung pada suasana kimianya. Hal yang stabil
dalam cairan tubuh manusia dan dalam makanan adalah bentuk ferri (Fe3+) dan ferro
(Fe2+).3
Metabolisme energi
Fungsi besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi.
Kemampuan belajar. Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang
diperoleh dari transport besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin. Defisiensi besi
berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem
neurotransmitter. Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat
berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar
tiroid
Sistem
dan
kemampuan
mengatur
suhu
tubuh
menurun.
kekebalan
Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh
limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang
kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sistesis
DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang
membutuhkan besi untuk dapat berfungsi.
SUMBER
Besi biasanya selalu terkandung dalam makanan. Diet orang barat diperkirakan tidak
lebih dari 5-7 mg besi per 1.000 kkal. Diet besi ditemukan dalam satu dari dua bentuk
dalam makanan yaitu hem dan non hem. Besi heme terutama berasal dari hemoglobin dan
mioglobin. Besi hem berada pada makanan hewani dan besi non hem berada pada
makanan nabati. Besi nonheme umumnya terdapat dalam makanan (kacang-kacangan,
buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan tofu) dan dairy produk (susu, keju dan telur),
meskipun dairy produk sangat sedikit mengandung besi. Besi nonheme biasanya
berikatan dengan komponen makanan dan harus di hidrolisis atau dilarutkan terlebih
dahulu baru di absorbsi. Sumber besi ialah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan
ikan.. Sumber baik yang lainnya ialah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran
hijau, dan beberapa jenis buah. Makanan yang memiliki banyak kadar besi, yaitu hati dan
organ daging, yang bukan merupakan bahan yang popular di kebanyakan diet orang
barat. Beberapa makanan yang lebih popular yang secara keseluruhan merupakan sumber
besi yang baika dalah daging merah, tiram dan kerang, kacang (lima,laut), dark green,
sayur daun-daunan, dan buah kering. Sebagai tambahan untuk sejumlah besi alami
ditemukan pada makanan, makanan seperti roti, roti kadet, paset, sereal, kersik, dan
tepung yang difortifikasi dengan besi. Besi alami, besi askorbat, besi karbonat,besi sitrat,
besi fumarat, besi glukonat, besi laktat, besi pirofosfat, dan besi sulfat disediakan dan
digunakan untuk fortifikasi makanan.3
hasilnya berupa pelepasan besi heme. Demikian , heme mengandung ikatan besi berupa
cincin porphyrin sehingga lebih mudah diabsorpsi sebagai metaloporphyrin ke dalam sel
mokusal dari usus kecil.
Absorpsi besi heme dipengaruhi oleh simpanan besi tubuh. Absorpsi heme berhubungan
dengan simpanan besi dan kemungkinan range dari 15% dengan status besi normal
sampai 35% pada orang yang kekurangan besi. Absorpsi besi berlangsung seluruhnya di
usus kecil tetapi lebih efisiens dalam proximal portion, khususnya di duodenum. Dalam
mokusal sel absorpsi heme cincin porphyrin dihidrolisis oleh heme oksigenase ke dalam
besi ferrous inorganic dan protoporphyrin. Pelepasan besi digunakan oleh mokusal sel
usus atau transport selanjutnya ke sel usus dan kemudian transport diteruskan darah untuk
digunakan oleh sel tubuh yang lain.3
Fungsi monooksigen adalah memasukan satu dari dua molekul oksigen ke dalam
subtract. Contoh besi mengandung oksigen termasuk Fenilalanin monooksigen, Tirosin
monooksigen dan Triptofan monooksigen.
Enzim itu memasukan molekul oksigen kedalam fenilalanin, tirosin, dan triptofan, saling
berhubungan. Monooksigen lebih jauh diklasifikasi berdasarkan pada co-substrat yang
berperan dalam reaksi. Fungsi co-subtract untuk menyediakan atom hydrogen yang
dikurangi molekul oksigen kedua dalam air. Fenilalanin monooksigen, tirosin
monooksigen dan triptofan monooksigen semuanya menggunakan tetrahidrobiopterin
sebagai co-subtract dan selama reaksi, tetrabiopetrin dioksidasi menjadi dihidrobiopetrin.
Reaksi dikatalisis oleh fenilalanin monooksigen (juga disebut hidroksilase karena
subtract utama fenilalanin menjadi hidrisilat). Enzim ini mengandung satu sampai dua
atom besi dan konversi fenilalanin menjadi tirosin; vitamin C termasuk dalam reaksi ini.
Banyak dioksigenase juga mengandung besi. Katalis dioksigenase menempatkan dua
atom oksigen kedalam subtract. Ada banyak besi penting yang dibutuhkan dioksigenase
dalam tubuh. Beberapa contoh termasuk Triptofan dioksigenase (metabolism asam
amino), Homogentisate dioksigenase (metabolime asam amino), Trimetil lisin
dioksigenase dan -butirobetain dioksigenase (sintesis karnitin), Lisin dioksigenase dan
prolin dioksigenase (sintesis prokolagen), Sintesis nitric oksida, -karoten dioksigenase
(sintesis vitamin A)
Reaksi penting yang lain untuk melindungi tubuh juga menggunakan besi yang
mengandung enzim, seperti katalisis dan mieloperoksidasi.
Katalisis, dengan empat kelompok heme, mengubah hydrogen perooksida menjadi air
dan molekul oksigen. Katalisis membantu mencegah sel rusak yang diakibatkan oleh
hydrogen
perioksida.
Mieloperoksida, heme lain mengandung enzim, ditemukan dalam plasma sama dangan
granula dalam neutrofil (sel darah putih). Selama fagositosis bakteri, mieloperooksida
dilepaskan dari fagositosis vesikel dalam neutrofil. Vesikel fagositosis mengandung
berbagai senyawa termasuk peroksida (H2O2), hidroksi radikal bebas (OH-) dan ion lain
seperti klorida (Cl-).
Bentuk hipoklorit dalam reaksi sitoksida kuat yang penting untuk menghancurkan
subtansi asing seperti bakteri. Aktivitas Mieloperoksida mungkin dilemahkan oleh
defisiensi besi dengan meningkatnya susceptibilitas atau infeksi sederhana.
Beberapa oksidereduktase yang termasuk besi-terikat Aldehid oksidase, yang
menggunakan oksigen untuk mengubah alehid (RCOH) menjadi alcohol (RCOOH):
Oksidasi sulfit, besi sulfur mengandung enzim yang mengubah suilfit (SO3-) menjadi
sulfat (SO4-) : dan Oksidasi xanthin dan dehidrogenase, kedua non besi heme tersebut
dan molybdenum yang mengandung enzim yang mengubah hipoxantine dihasilkan dari
kataboisme purin menjadi xantin dan ketika xantin menjadi asam uric untuk pengeluaran.
Enzim non heme terikat lain yang dibutuhkan dalam sintesis DNA dan replikasi sel
adalah ribonukleotida reduktase yang mengubah adenosine difosfat (ADP) menjadi
dioksi ADP (dADP) . Dalam glikolisis, gliserol fosfat dehidrogenase, flavoprotein, adalah
komponen besi non heme. Dalam Siklus krebs, akonitasi yang mengubah sitrat menjadi
isositrat, membutuhkan satu sampai dua atom besi non heme. Fosfoenolpirufat
karbosikinase, penting dalam glukoneogenesis, juga membutuhkan besi untuk fungsinya.
Tiroperoksida, enzim besi heme terikat lain, dibutuhkan untuk organifikasi iodida
(penambahan 2I- menjadi tiroglobulin tirosin) dan konjugasi residu iodinated tirosin pada
tiroglobulin. Reaksi ini dibutuhkan untuk sintesis dari hormone tiroid T3 dan T4.
Sebagai peroksidan, besi ferro bebas mengkatalisis reaksi non enzimatik fenton, yang
mana reaksi besi ferrous dengan hydrogen perioksida untuk menghasilkan besi ferrik dan
radikal bebas. Dalam reaksi diketahui sebagai reaksi Haber Weiss, superoksida radikal
O2- kemungkinan bereaksi dengan molekul hydrogen perioksida lain untuk
menghasilkan molekul oksigen dan hidroksil radikal bebas seperti OH-, sebuah
membrane
oksida
berbahaya.
Zat gizi lain yang memiliki kemungkinan untuk berinteraksi dalam hal penyerapan adalah
zinc. Ingestion kedua zat gizi adalah 25: 1 molar hal ini mengurangi absorpsi zinc dari air
sampai 34% pada manusia; meskipun, ketika rasio besi sama dengan zinc yang diberikan
lewat daging, tidak ada efek inhibitor yang diperlihatkan. Rasio besi non heme dengan
zinc pada 2:1 dan 3:1 juga menunjukkan adanya hambatan absorpsi zinc, sementara rasio
yang sama antara besi heme dengan zinc tidak ada efek absorpsi zinc.
Asosiasi lain antara vitamin A dan besi. Status kekurangan vitamin A merubah distribusi
besi antara jaringan. Konsentrasi rendah plasma retinol diasosiasi dengan pengurangan
plasma besi dan hemoglobin darah dan hematrokit sebanding bertambahnya akumulasi
hepatic besi dalam tikus.
Besi dan timah juga berinterksi. Timah menghalangi aktifitas -aminolevulinik asam
dehidratase, enzim dimasukkan dalam sintesis heme. Timah juga menghalangi aktifitas
ferochelatase enzim yang menggabungkan besi ke heme. Sebagai tambahan, absorpsi
timah meningkat berlangsung dengan kekurangan besi pada hewan dan dapat bermasalah
untuk anak-anak yang sering kekurangan besi dan dapat meningkatkan perombakan ke
timah. Seluruh Mekanisme kekurangan besi yang diperbaiki oleh absorpsi timah tidak
diketahui.
Defisiensi besi diasosiasi dengan penurunan konsentrasi selenium sama dengan sintesis
dan aktivitas glutation peroksida. Glutation peroksida, sebuah enzim yang diperlukan
oleh selenium, untuk mengkatalisis reduksi hydrogen peroksida dengan menggunakan
glutation (GSH). Sebagai tambahan enzim ini mengubah peroksida organic (ROOH)
menjadi bentuk hidroksinya (atau alcohol). Mekanisme interaksi antara besi dan selenium
tidak diketahui. Besi jumlah sedikit dibutuhkan dalam regulasi pretranslasional sintesis
glutation peroksida. Secara berurutan, defisiensi besi berpengaruh pada absorpsi selenium
atau peningkatan penggunaan selenium pada tubuh. Kemungkinan lain besi atau protein
yang
mengandung
besi
dibutuhkan
untuk
aktifitas
glutation
peroksida.
Meskipun diet besi penting dalam mempertahankan adekutnya dalam jangka panjang
oleh tubuh besi, namun jumlah absorpsi besi, sekitar 0,06% total kandungan besi tubuh
hal ini tidak menyediakan konsentrasi besi yang dibutuhkan.
Kebanyakan besi masuk ke dalam plasma untuk distribusi dan redistribusi oleh transferin
yang juga berkonstribusi melalui bagian pengrusakan hemoglobin dan bagian degradasi
ferritin dan hemosiderin. Hemoglobin didegradasi terutama oleh fagosit pada system
retikuloendotelia (ditemukan dalam hati, limfa dan sumsum tulang). Simpanan besi
sebagai feritin dan hemosiderin didegradasi terutama dalam hati, limfa dan sumsum
tulang.
Kebanyakan sel darah merah berumur sekitar 120 hari, yang tua selanjutnya dimakan
oleh makrofag di dalam limfa dan diturunkan (fagositosit); walaupun , sel makrofag
retikuloendotelial dalam sumsum tulang dan sel kupfer dalam hati juga mendegradasi sel
darah merah.
Selama degradasi sel darah merah, bagian heme dari molekul hemoglobin dalam sel
darah marah dikatabolis oleh oksigenase heme menjadi biliverdin dan selanjutnya
menjadi bilirubin, yang kemudian dikeluarkan ke empedu untuk diekskresi dari tubuh.
Sebagai tambahan, sekitar 20 sampai 25 mg besi per hari dilepaskan dari katabolisme
hemoglobin. Besi itu akan digunakan kembali, sebagai contoh untuk eritropoiesis atau
untuk penggabungan kedalam enzim besi terikat, atau besi menjadi cadangan untuk
disimpan.
Walaupun kebanyakan sel darah merah didegradasikan dalam system retikuloendotelial,
beberapa lisis sel darah merah berlangsung dalam darah. Dua protein, haptoglobin dan
hemopexin, berfungsi untuk melepaskan pelepasan hemoglobin dan heme bebas, secara
berturut-turut di dalam darah. Haptoglobin, disintesis oleh hati, bentuk kompleks dengan
hemoglobin bebas , sementara hemopexin, juga disintesisoleh hati, bentuk kompleks
dengan heme bebas dalam darah. Protein lalu mengantarakan komponen yang
mengandung besi ke hati, dimana degradasi lebih jauh berlangsung untuk dapat
digunakan
kembali
besi
tersebut.
Kecuali kalau simpanan tubuh dihabiskan, persedian besi pada plasma pool dapat
disesuaikan dengan batas banyaknya. Kebutuhan untuk besi transferin ditentukan oleh
kebutuhan sumsum tulang untuk sintesis sel darah merah. Walaupun , hemolisis kronik
kuantiti besi melewati plasma dapat dikembangkan enam sampai delapan kali normal.
EKSKRESI
Kehilangan besi sehari-hari oleh laki-laki dewasa kira-kira antara 0,9 dan 1,0 mg/hari
(12-14
mg/Kg/hari).
Kehilangan
tersebut
berlangsung
dari
berbagai
letak:
Dinding
gastrointersinal
Kulit
0,6
Ginjal
0,2-0,3
:
0,1
Dapat dilihat dari angka tersebut, kebanyakan kehilangan besi via daerah gastrointestinal
(0,6 mg). dari 0, 6 mg, sekitar 0,45 mg sesuai dari kehilangan darah menit (-1 mL) dan
0,15 mg besi yang lain sesuai kehilangan empedu dan kematian sel mokusa. Kehilangan
pada kulit kira-kira 0,2 sampai 0,3 mg besi berlagsung untuk kematian permukaan sel
dari kulit. Terakhir, kira-kira sangat sedikit , sekitar 0,1 mg, hilang di urin. Kehilangan
besi , walaupun mungkin meningkat pada orang dengan ulkus gastrointensial atau parasit
intestinal atau hemorange ditimbulkan oleh operasi atau luka yang sesuai.
Kehilangan besi basal baru digambarkan sedikit (0,7-0,8 mg/hari) pada wanita karena
daerah permukaannya lebih kecil. Kehilangan total premanopause wanita, walaupun
diperkirakan kurang lebih 1,3 sampai 1,4 mg/hari karena kehilangan besi pada saat
menstruasi. Rata-rata kehilangan darah selama siklus menstruasi sekitar 35 mL, dengan
batas lebih sekitar 80 mL. Kandungan besi dalam darah sekitar 0,5 mg/100 mL darah,
yang kehilangan hampir 17,5 mg besi per periode. Ketika dirata-ratakan lebih sebulan,
kehilangan besi dalam menstruasi sekitar 0,5 mg per hari; pada beberapa wanita,
kehilangan besi untuk menstruasi mungkin melebihi 1,4 mg/hari. Ekskresi besi
meningkat pada orang sehat dengan asupan yang melebihi rata-rata konsentrasi besi
ferritin
pada
kematian
sel
mokusa
sel.
Keseimbangan pemasukan besi dengan kehilangannya dari tubuh sangat penting untuk
kesehatan. Tingginya kejadian anemia defisiensi besi, merupakan defisiensi gizi yang
umum pada manusia di dunia, menjadi fakta bahwa keseimbangan besi sering tidak
dicapai, sebagian pada banyak anak-anak, perempuan dan wanita usia subur.
RECOMMENDED
DIETARY
ALLOWANCES
Kehilangan besi basal, dengan rata-rata 0,7 sampai 1,0 mg/hari oleh laki-laki dewasa dan
wanita pada saat menopause dengan pertambahan kehilangan besi meningkat dalam
memformulasi RDA. Pada tahun 1989 RDA berasumsi absorpsi besi sekitar 10% dan
telah diatur rekomendasinya 10 mg pada laki-laki dan wanita postmonopouse. RDA
untuk besi pada wanita sebelum monepouse diatur 15 mg/hari. Karena kurangnya
menstruasi selama kehamilan dan bertambah atau lebih efisien absorpsi besi yang juga
berlangsung saat kehamilan, RDA menyarankan 30 mg besi/hari wanita hamil. Karena 30
mg besi lebih dari biasanya yang didapatkan dari diet, supplement yang biasanya
digunakan.
2. Anemia
Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh
penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang
paling sering digunakan adalah hemoglobin, dan hematokrit. Kadar hemoglobin dan eritrosit
sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan
fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai
macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diangnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai
kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemi
tersebut.3
Klasifikasi
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan), proses penghancuran
2.
D.
I.
1.
2.
darah ke jaringan. Menimbulkan gejala tergantung pada organ mana yang terkena.
Mekanisme adaptasi (kompensasi) tubuh terhadap anemia4
- Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG
-
Gejala anemia
Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang timbul
pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah
harga tertentu. Gejala umum anemia timbul karena anoksia organ, mekanisme kompensasi
tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.4
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah
turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada derajat
penurunan hemoglobin, kecepatan menurun hemoglobin, usia dana adanya kelainan jantung
atau paru sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:
1. Gejala umum anemia (sindrom anemia)
Timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh
terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindroma anemia
terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelahm telinga mendenging (tinnitus), mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dada dyspepsia. Pada
pemeriksaan pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa
mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindroma anemia ini tidak
spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive
2.
karena timbul setelah penuruna hemoglobin yang berat (Hb < 7g/dl).
Gejala khas masing-masing anemia
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
-
kuku sendok(koiloncychia)
Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin
B12
Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
Anemi aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang kelompok kami mendiagnosis
Anemia Defisiensi Besi et causa Perdarahan Saluran Cerna Bawah (suspect hemoroid). Pada
anamnesis didapat keluhan letih, lemah, lesu disertai tinja berdarah yang menunjukkan gejala
anemia dengan perdarahan saluran cerna bawah. Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat pucat dan
ditemukan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan gambaran morfologik
hipokrom mikrositik dan pada sediaan apus darah tepi terlihat gambaran sel pensil yang khas
pada anemia defisiensi besi. Tatalaksana harus dilaksanakan secara tepat dan adekuat untuk
mengatasi anemia defisiensi besi pasien. Serta diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengetahui etiologi perdarahan saluran cerna.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Anemia
defisiensi
besi.
Available
http://www.docstoc.com/docs/36663185/anemia-defisiensi-besi.
Accessed
at:
15th
October 2011.
2. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta; EGC; 2005.
3. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5 th ed. Jakarta :
Interna Publishing; 2009; p. 1110-11.
4. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: ECG; 2006; p. 14-7.