Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PEMERIKSAAN KADAR SGPT (SERUM GLUTAMIC PYRUVATE


TRANSAMINASE) DAN SGOT (SERUM GLUTAMIC OXALOACETIC
TRANSAMINASE) DALAM DARAH

DISUSUN OLEH :
SITI ZULAIKHAH
J310190165
SHIFT G

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Untuk menghitung kadar SGPT dan SGOT dalam plasma darah

1.2 Prinsip
1.2.1 SGPT
  oxoglutara t  L - alanin  L - glutamat  piruvat
GPT

piruvat  NADH  H   L - lactat  NADH


LDH

1.2.2 SGOT
  oxoglutara t  L - asparate  L - glutamat  oxaloaceate
GOT

oxaloaceate  NADH  H   L - malate  NAD


LDH

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hati adalah organ kelenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 gram.
Terletak di abdomen kuadrat kanan atas menyatu dengan saluran bilier dan kandung
empedu. Hati menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika dan
menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang
diabsorbsi usus.Secara mikroskopis, hati tersusun oleh banyak lobulus dengan
struktur serupa yang terdiri dari hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh
endotel vaskuler dan sel kupffer yang merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial
(Rosida, 2016).
Pada sirosis hati yang sudah lanjut sering kita mendapatkan kadar
SGPT/SGOT normal, hal ini terjadi karena jumlah sel hati pada sirosis berat sudah
sangat kurang sehingga kerusakan sel hati relatif sedikit. Tapi kadar bilirubin akan
terlihat meninggi dan perbandingan albumin/globulin akan terbalik. Bila kita cermati
lebih teliti maka kadar SGOT akan lebih tinggi SGPT (Cahyono, 2010).
A. SGPT
SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase sering juga
disebut dengan istilah ALT (alanin aminotransferase). SGPT dianggap jauh lebih
spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi pada
kerusakan lever kronis dan hepatitis.
Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah
enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum
transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase dan serum glutamat
piruvat transaminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih
sensitif terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim
GOT sumber utamanya di hati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada
jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak (Cahyono, 2010).
B. SGOT
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic transaminase.
Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AST (aspartate aminotransferase).
SGOT merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati, melainkan juga terdapat di
otot jantung, otak, ginjal, dan otot-otot rangka. (Eko, 2010).
Aspartat aminotransferase (ASAT) atau glutamate oksalo-asetat
transferase (SGOT). Reaksi antara asam aspartat dan asam alfaketoglutamat
membentuk ASAT. Enzim ini lebih banyak digunakan dijantung dari pada dihati,
juga otot rangka, ginjal dan otak. Apabila terjadi kerusakan pada hati, enzim ini
akan masuk ke sirkulasi darah sehingga bahan pemeriksaan dapat berupa serum.
(Kurniawan, 2014).
Pemeriksaan tes fungsi hati diperlukan guna membantu dalam diagnosis
dokter terhadap pasien, terutama pasien DM dengan gangguan fungsi hati.
Pemeriksaan tes fungsi hati yang diperlukan meliputi pemeriksaan yang spesifik
terhadap inflamasi parenkim hepar yaitu, Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
(SGOT) atau Aspartarte aminotransferase (AST) dan Serum Glutamic Piruvic
Transaminase (SGPT) atau Alanine aminotransferase (ALT) bertujuan untuk
mengetahui inflamasi yang terjadi dalam tubuh dan biasanya menjadi indikasi adanya
gangguan (inflamasi) pada hati (Reza, 2017).

Enzim SGOT dan SGPT berhubungan dengan parenkim sel hati,


perbedaannya, SGPT ditemukan lebih banyak di hati, (secara klinis jumlah
konsentrasi rendah diabaikan dan ditemukan di ginjal, jantung, dan otot rangka),
sedangkan SGOT ditemukan dalam hati, jantung (otot jantung), otot rangka, ginjal,
otak, dan merah sel-sel darah, oleh karena itu, SGPT merupakan indikator yang lebih
spesifik pada peradangan hati daripada SGOT. SGOT dapat meningkat pada penyakit
yang dapat mempengaruhi organ-organ lain, seperti infark miokard, pankreatitis akut,
anemia hemolitik akut, luka bakar parah, penyakit ginjal akut, penyakit
muskuloskeletal, dan trauma (Reza, 2017).
SGOT-SGPT yang berada sedikit di atas normal tak selalu menunjukkan
seseorang sedang sakit. Bisa saja peningkatan itu terjadi bukan akibat gangguan pada
liver. Kadar SGOT-SGPT juga gampang naik turun. Mungkin saja saat diperiksa,
kadarnya sedang tinggi. Namun setelah itu, dia kembali normal. Pada orang lain,
mungkin saat diperiksa, kadarnya sedang normal, padahal biasanya justru tinggi.
Karena itu, satu kali pemeriksaan saja sebenarnya belum bisa dijadikan dalil untuk
membuat kesimpulan (Widjaja, 2010).
Sirosis hati B, rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat (< dari 5
mg%), SGOT> SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal, tapi pada yang
sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. HBsAg+, HBeAg/anti HBe dapat positif.
HBV-DNA seringnya sudah negatif. Sirosis hati C, rasio albumin/globulin terbalik,
Bilirubin meningkat( < dari 5mg%), SGOT > SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d
4 kali normal, tapi pada yang sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. Anti HCV dan
HCV-RNA positif (Widjaja, 2010).

BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
3.1.1 Modul
 Mikropipet
 Tabung reaksi
 Rak tabung
 Spektrofotometer
3.1.2 Video
 Darah/plasma EDTA
 Tabung reaksi
 Vortex
 Mikropipet 100 μ l, 1000 μ l
 Tip kuning dan biru
 Kuvet
 Spektofotometer
 Waterbath

3.2 Bahan
3.2.1 Modul
 Plasma darah
 Reagen SGPT, konsentrasi reaktan dalam setiap tetes :
o Bufer atau substrat
Phosphate buffer 80 mmol/L, pH 7,4
L- alanin 0,8 mmol/L
o Enzim atau substante
LDH 1,2 U/mL
NADH 0,18 U/mL
α-oxoglutarat 18 mmol/L
 Reagen SGOT, konsentrasi reagen dalam Tiap tetes :
o Bufer atau substrat
Phosphate buffer 80 mmol/L, pH 7,4
L- aspartate 200 mmol/L
o Enzim atau substante
MDH ≥0,6 U/mL
LDH ≥0,2 U/mL
NADH 0,18 mmol/L
α-oxoglutarat 12 mmol/L
3.2.2 Video
 Serum
 Reagen

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Modul
 SGPT
1. Pipet darah 2 ml masukkan tabung reaksi.
2 Centrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.
3. Pipet serum sebanyak 100 micron masukkan dalam tabung reaksi.
4. Tambah dengan reagent warna 1 SGPT sebanyak 1000 micron/ 1 ml.
5. Inkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C.
6. Tambah dengan reagent 2 SGPT sebanyak 200 micron, kemudian di inkubasi
selama 10 menit pada suhu 37°C.
7. Baca pada fotometer dengan panjang gelombang 340 nm, f: 1905.
Kadar Normal pada pria: ≤35 U/l sedangkan pada wanita : ≤31 U/l
8. Buatlah laporan hasil praktikum
 SGOT
1. Pipet darah 2 ml masukkan tabung reaksi.
2 Centrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.
3. Pipet serum sebanyak 100 micron masukkan dalam tabung reaksi.
4. Tambah dengan reagent warna 1 SGOT sebanyak 1000 micron/ 1 ml.
5. Inkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C.
6. Tambah dengan reagent 2 SGOT sebanyak 200 micron, kemudian di inkubasi
selama 10 menit pada suhu 37°C.
7 Baca pada fotometer dengan panjang gelombang 340 nm, f: 1905
9. Buatlah laporan hasil praktikum.

3.3.2 Video
1. Lakukan pengambilan sampling darah sebanyak 5 cc, lalu masukkan ke
dalam tabung
2. Sentrifuge selama 15 menit 3000 rpm
3. Untuk pemeriksaan SGOT Pipet serum 100 μ L dan pipet reagen 1 1000 μ L
letakkan pada tabung yang berbeda
4. Untuk pemeiksaan SGPT pipet serum 100 μ L dan pipet reagen 1 1000 μ L
letakkan pada tabung yang berbeda
5. Buatlah blangko pemeriksaan SGOT dan SGPT dengan cara yang sama,
namun gantilah serum 100 μ L dengan aquades 100 μ L
6. Homogenkan semua larutan (sample dan blangko) secara terpisah dengan
menggunakan vortex
7. Inkubasikan sample dan blangko di suhu 37℃ selama 5 menit
8. Campurkan reagen 2 250 μ L
9. Campur dan homogenkan kemudian tuang ke cuvet, nyalakan stopwatch
10. Masukkan cuvet ke dalam spektofotometer kemudian catat absorbansi pada
menit ke 1,2,3,4
11. Pada blangko, hanya perlu mencatat absorbansi menit pertama
12. Catat hasilnya dan hitung

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan data dan hasilan berikut :
a. SGPT
Abs Abs Abs Abs
Blangk Hasil
menit ke menit ke menit ke menit ke Keterangan
o Perhitungan
1 2 3 4
1,466 1,460 1,455 1,451 1,090 10,72 U/L Normal

Perhitungan :
(A1 - 12)  (A2 - A3)  (A3 - A4)
 Absorbansi/menit   2143
3
(1.466  1.460)  (1.460  1.455)  (1.455  1.451)
  2143
3
(0.006)  (0.005)  (0.004)
  2143
3
 0.005  2143
 10.715 U/L
Menurut Kemenkes, 2011 nilai normal SGPT adalah 5-35 U/L. Sehingga dari
pemeriksaan ini termasuk dalam golongan normal.

b. SGOT
Abs Abs Abs Abs
Blangk Hasil
menit ke menit ke menit ke menit ke Keterangan
o Perhitungan
1 2 3 4
1,926 1,908 1,857 1,833 1,254 66,433 U/L Tinggi

Perhitungan :
(A1 - 12)  (A2 - A3)  (A3 - A4)
 Absorbansi/menit   2143
3
(1.926  1.908)  (1.908  1.857)  (1.857  1.833)
  2143
3
(0.018)  (0.051)  (0.024)
  2143
3
 0.031 2143
 66.433 U/L
Menurut Kemenkes, 2011 nilai normal SGOT adalah 5-35 U/L. Sehingga
dari pemeriksaan ini termasuk dalam golongan tinggi.

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini video dengan modul secara garis besar dri alat bahan dan
cara kerja sama. Sehingga jika praktikum modul dilakukan kurang lebih hasil yang
akan didapatkan tidak jauh berbeda.
Dalam praktikum pemeriksaan SGOT maupun SGPT menggunakan metode
spektofotometri. Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode
ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung
dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang
sudah diregresikan (Yahya S,2013).

A. SGPT
Pembacaan absorbansi didapatkan 4 hasil yaitu 1,466 , 1,460 , 1,455 , 1,451.
Pembacaan absorbansi ini dibaca dalam permenit. Dilihat dari hasil absorbansi,
semakin bertambahnya menit hasil yang didapat akan menurun. Hal ini dikarenakan
saat proses pembacaan ada kondosi lingkungan (suhu, lembab) yang dapat
mempengaruhi konsentrasi pada suatu sampel. Hal ini bisa dikatakan adanya lisis
yang terjadi setiap 60 detik proses pembacaan absorbansi yang mengakibatkan
absorbansi menurun tiap menitnya.
Reagen I berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi
pemeriksaan ini supaya menjaga kestabilan aktivitas GPT karena enzim sangat
sensitif terhadap perubahan pH. L-Alanin berfungsi sebagai asam amino yang akan
diubah menjadi L-glutamat dengan dikatalisis oleh enzim Glutamat Piruvate
Transaminase (GPT). LDH (Laktat Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan
mengkatalisis reaksi dari produk perubahan L-Alanin yang dikatalis oleh GPT, yaitu
piruvat, yang akan diubah menjadi laktat. Reagen II yang digunakan ini berisi 2-
oxoglutarat 85 mmol/liter dan NADH 1 mmol/liter. 2-oxoglutarat akan bereaksi
dengan L-Alanin membentuk L-glutamat dan piruvat dengan dikatalisis oleh enzim
GPT. Enzim GPT ini akan mengkatalisis pemindahan gugus amino pada L-Alanin ke
gugus keto dari alfa-ketoglutarat membentuk glutamat dan piruvat. Selanjutnya
piruvat direduksi menjadi laktat.
Reaksi tersebut dikatalisis oleh Laktat Dehidrogenase (LDH) yang
membutuhkan NADH dan H+. NADH akan mengalami oksidasi menjadi NAD+.
Banyaknya NADH yang dioksidasi menjadi NAD+ sebanding dengan banyaknya
enzim GPT. Hal itulah yang akan diukur secara fotometri.

B. SGOT
Metode spektrofotometri dalam SGOT adalah Glutamat oxaloasetat transaminase
(GOT) atau aspartat transaminase  mengkatalis transfer gugus amino dari L-aspartat
ke 2-oxoglutarat untuk membentuk oxaloasetat dan L-glutamat. Kemudian Laktat
dehidrogenase (LDH) mengkonversi oxaloasetat menjadi L-malat dengan
mengoksidasi NADH menjadi NAD+.
Reagen I berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi
pemeriksaan ini supaya menjaga kestabilan aktivitas ALT karena enzim sangat
sensitif terhadap perubahan pH. L-Aspartat berfungsi sebagai asam amino yang
akan diubah menjadi L-glutamat dengan dikatalisis oleh enzim aspartate
aminotransferase (AST). MDH (Malat Dehidrogenase) dan LDH (Laktat
Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan mengkatalisis reaksi
selanjutnya dari produk yang dihasilkan dari reaksi dengan katalisator ALT tadi.
Reagen II yang digunakan ini berisi 2-oksoglutarat 65 mmol/liter dan
NADH 1 mmol/liter. 2-oksoglutarat akan bereaksi dengan L-Aspartat membentuk
L-glutamat dan oxaloasetat dengan dikatalisis oleh enzim AST. Enzim AST ini
akan mengkatalisis pemindahan gugus amino pada L-aspartat ke gugus keto dari
alfa-ketoglutarat membentuk glutamat dan oksalat. Selanjutnya oksaloasetat
direduksi menjadi malat.
Dalam pembacaan absorbansi sama halnya dengan pemeriksaan SGPT,
absorbansi yang dihasilkan menurun karena adanya faktor suhu atau kelembapan
saat pembacaan absorbansi.
Hasil pemeriksaan SGOT ini termasuk dalam kategori tinggi, sehingga
dapat mengakibatakan gangguan masalah fungsi hati. Hindari makanan -
makanan berlemakjenuh dan lemak trans, sebagai gantinya, komsumsi makanan
yang mengandung banyak serat, seperti sayur dan buah. Hindari juga makanan
tinggi gula berlebih karena komsumsi yang berlebih dapat membuat fungsi hati
terganggu (Nimas, 2017).

BAB V
KESIMPULAN

Jadi, dari praktikum diatas mahasiwa dapat menghasilkan data dari pemeriksaan
SGOT dan SGPT kemudian di hitung mendapatkan hasil SGOT 66,433 U/L yang
termasuk dalam kaegori tinggi dan SGPT 10,72 U/L yang termasuk kategori normal
menurut Kemenkes.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono JBSB 2009, Hepatitis A, Kanisius, Yogyakarta.


Daniel, S.W., Widjaja, P., 2009, Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hal 357-360.
dr. Eko Bastiansyah. 2010. Paduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan. Jakara :
Penerbit Plus.
Kemenkes. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Replubik Indonesia.
Kurniawan, F B 2014, Kimia Klinik Praktikum Analisis Kesehatan, EGC, Jakarta.
Nimas Mita. 2017. 5 Cara Menurunkan Kadar SGOT dan SGPT yang Tinggi.
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/hasil-sgot-dan-sgpt-tinggi/ .
diakses pada tanggal 6 Juni 2020.
Reza, A., & Rachmawati, B. (2017). Perbedaan Kadar Sgot Dan Sgpt Antara Subyek
Dengan Dan Tanpa Diabetes Mellitus. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2),
158-166.
Rosida, A. (2016). Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Berkala
Kedokteran, 12(1), 123-131.
Yahya, Sripatundita, 2013. JURNAL SPEKTROFOTOMETER-UV-VIS.

Anda mungkin juga menyukai