BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi columna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal mengolah
plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahanbahan
tertentu dan mengeliminasi bahanbahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal
terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai
neuron, yang disatukan satu sama lainoleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan fungsinya.
Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu
sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah
suatu sindrom akibat kerusakan metabolic atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu
dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeotasis tubuh.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin
tidak berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasisisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang
dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Susunan nefron di
dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks
ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa segitigasegitiga bergarisgaris, piramida ginjal,
yang secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan
komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat. Komponen
vaskuler dari nefron diantara lain :
1. Arteriol aferen merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagibagi menjadi
pembuluhpembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler glomerulus.
2. Glomerulus suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat
terlarut dari darah yang melewatinya.
3. Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus meninggalkan
glomerulus dan merupakan satusatunya arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah dari
kapiler.
4. Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagibagi menjadi serangkaian kapiler yang kemudian
membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk memperdarahi jaringan ginjal dan
berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler kapiler peritubulus
menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke vena renalis, tempaat darah
meninggalkan ginjal.
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan yang terbentuk oleh
satu lapisan sel epitel, di antara lain :
1. Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan
cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus.
4
2. Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berlikuliku) atau berbelit si
sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang difiltrasi dari kapsula
bowman.
3. Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Parsdesendens
lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, parsassendens berjalan kembali
ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembalike daerah glomerulus dari nefronnya
sendiri, tempat saluran tersebut melewati garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan
arteriol eferen. Dititik ini sel sel tubulus dan selsel vaskuler mengalami spesialisasi
membentuk aparatus jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan
penting dalam mengatur fungsi ginjal.
4. Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung henle dan
mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul.
5. Duktus atau tubulus pengumpul
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang berlainan.
Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan cairan yang
kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis ginjal
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron juksta medula yang dibedakan
berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks merupakan jenis nefron
yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari nefron korteks hanya sedikit terbenam ke
dalam medula. Sebaliknya, nefron juksta medulla terletak di lapisan dalam korteks di dekat
medula dan lengkungnya terbenam jauh kedalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron
jukstamedula membentuk lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang
berjalan berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan
karakteristik permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting
dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan
tubuh.
5
untuk melewatkan albumin dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan
sangat negatif akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang terakhir juga
bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi
dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi
berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling
menjalin dengan tonjolan podosit didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan
dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus
dan masuk ke dalam lumen kapsula bowman. Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi
glomerulus adalah tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan
tekanan hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang
ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus yang meningkat
ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula bowman di sepanjang
kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang melintasi
membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein
plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR.Sedangkan tekanan hidrostatik dapat
meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan
GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena tekanan
tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus. Jika tekanan darah
arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah
glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arterial
aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat
akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh konstriksi
arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah dengan
kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol
aferen untuk mengatur tekanan darah arteri sehingga terjadi perubahan GFR akibat refleks
baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.
7
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi dengan
tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrate glomerulus setiap hari untuk GFR
rata rata 125 ml/menit pada pria dan 160 literfiltrat per hari dengan GFR 115 ml/menit untuk
wanita.
2. reabsorpsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zatzat dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke
kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem vena kemudian ke jantung untuk kembali
diedarkan. Proses ini meupakan transportaktif dan pasif karena sel sel tubulus yang berdekatan
dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino dereabsorpsi seluruhnya disepanjang
tubulus proksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi
secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di
sepanjang tubulus kecuali pada ansa henle parsdescendens. H2O, Cl-, dan urea direabsorpsi ke
dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zatzat yang direabsorpsi
di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses reabsorpsi glukosa
ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na tersebut berfungsi untuk
mengangkut glukosa menembus membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 9 99% akan direabsorpsi secara aktif
ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25% dereabsorpsi di
lengkung henle dan 8% ditubulus distal dan tubulus pengumpul. Natrium yang
direabsorpsi sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan
penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi AirAir secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari
H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle.
Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsidi tubulus distal dan duktus pengumpul
dengan kontrol vasopressin.
8
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan
gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang bermuatan positif. Jumlah Klorida yang
direabsorpsikan ditentukanoleh kecepatan reabsorpsi Nae.
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi secara difusi
pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%,40% kalium akan dirabsorpsi di ansa henle pars
assendens tebal, dansisanya direabsorpsi di duktus pengumpul.
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan difiltrasi seluruhnya
di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian di kapiler peritubulus, dan urea tidak
mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal
karena tubulus kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea.Saat mencapai duktus
pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali.
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan kalsium dalam
plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus,40% direabsorpsi di tubulus
kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi di ansa henle pars assendens. Dalam
reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh homon paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan
direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan
dieksresikan ke dalam urin.
3. sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen
tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+dan ion ionorganik. Proses sekresi
ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang tubulus, ion H+ akan disekresi ke dalam
cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam urat dan K+disekresi ke
dalam tubulus distal. Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin
dankontrol sekresi ion K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari
ketiga proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua konstituen plasma yang
mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau disekresite tapi tidak direabsorpsi, akan tetap
berada di dalam tubulus dan mengalir kepelvis ginjal untuk eksresikan sebagai urin.
9
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang penting
dalam proses konservasi garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
Gagal ginjal akut adalah suatu kondisi penurunan tiba-tiba laju filtrasi glomerulus
sehingga terjadi retensi metabolit endogen dan eksogen yang dalam keadaan normal dibersihkan
oleh ginjal. Oliguria bearti volume utin <400ml/hari (kira-kira 6 ml/kg berat badan /hari). Pada
gagal ginjal akut, volume urin umumnya sedikit, tetapi apabila terdapat gangguan pemekatan
urin, volume urin dapat normal atau berlebih. Pada gagal ginjal akut, kadang urin bisa sama
sekali tidak di produksi (anuri).1
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal
(gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal(uropati obstruksi akut).
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai laboratorium akan kembali
normal.
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan
hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena
terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit
rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu
gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal
berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma5.
14
2.4.4. PATOFISIPOLOGI6
1. Prarenal
kegagalan prarenal terjadi ketika terdapat suatu keadaan (perdarahan,dehidrasi, diare)
yang mengurangi aliran darah ke dalam ginjal sehingga mengakibatkan hipoperfusi.
Hipoperfusi mengakibatkan baroreseptor menjadi aktif. Baroreseptor memicu aktivitas
sestem neurohormonal renin-angiotensin-aldesteron yang bertujuan untuk mempertahankan
15
tekanan darah supaya seimbang. Apabila aliran darah renal terganggu, akan mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus yang juga dapat menimbulkan azotemia ( keadaan
terdapatnya produk limbah nitrogenus yang berlebih dalam darah). Bola faktor prarenal dapat
diatasi, faal ginjal akan menjadi normal kembali, tapi jika tidak hipovolemi berlangsung
lama, maka akan terjadi kerusakan pada parenkim ginjal.
2. Renal
kegagalan renal terjadi karena kerusakan pada struktur ginjal yang berfungsi
melakuakan filtrasi. Penyebab kegagalan renal yaitu nefrotik, inflamasi atau iskemik.
Kekurangan aliran darah yang berat atau lama akibat iskemia dapat menyebabkan kerusakan
renal berupa nekrosis jaringan ginjal. Nekrosis ini menyebabkan tekanan tubulus naik yang
kemudian akan menghentikan filtrasi glomerulus. Pembengkakan tubulus juga menekan vasa
rekta disekitarnya sehingga semangkin mengurangi filtrasi.
3. Post Renal
obstruksi aliran urin menyebabkan tekanan balik yang menghambat filtrasi.
Pembengkakan ang terjadi kemudian menekan pembuluh darah, menyebabkan iskemia.
Penyebab obstruktif dapat berada didalam saluran kemih di dalam dinding saluran kemih dan
luar dinding saluran kemih
7) Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
8) PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik.
9) Osmolaritas urine: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio
urine/serum sering.
10) Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin
serum menunjukan peningkatan bermakna.
11) Natrium Urine: Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
12) Bikarbonat urine: Meningkat bila ada asidosis metabolik.
13) SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
14) Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila
SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM
menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
15) Warna tambahan: Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular
dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA.
Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gagal
jantung.
b) Kajian foto toraks dan abdomen
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi cairan.
c) Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg
d) Pelogram Retrograd
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
17
e) Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
f) Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g) Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular.
2.4.6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan adalah5 :
1. Penatalaksanaan secara umum adalah:
a. Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan, dan
status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi,
diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
b. Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih penuh,
ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin,
selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin dan
mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.
c. Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya
2. Penatalaksanaan gagal ginjal
a. Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi
hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau 30
mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus
tetap diawasi.
b. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau hiperalimentaasi
intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium intravena
pada kedaruratan jantung dan dialisis.
c. Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat terjadi oliguria.
d. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran napas dan
nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila
diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
18
e. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya
perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio
ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya
ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
f. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia,
atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum
continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan
hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai
tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
g. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau makanan,
menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan nilai kreatinin.
h. Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama
pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium >5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG
(tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren
sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
2.4.7. KOMPLIKASI
komplikasi pada GGA adalah7 :
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
3. Neurologi: iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan gastrointestinal.
5. Hematologi: anemia, diathesis hemoragik.
6. Infeksi: pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.
19
2.5.3. KLASIFIKASI8
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialysis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
2.5.4. ETIOLOGI9
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe1 dan tipe 2
(44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh
seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi
merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan
menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga
dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal
antara lain :
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes mellitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan
21
populasi yang memiliki angka tinggi diabetes atau hipertensi seperti African Americans,
Hispanic Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians.
2.5.6. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan
penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan
ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan
mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan hiperfiltrasi dan
peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End
Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksindan hipoperfusi ginjal, proteinuria,
hiperlipidemia ikut memberikan kontribusiterhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan
progresifitas tersebut.8
2. Sesak nafas
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan penurunan
perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan
renin yang terdapat diaparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen
menjadiangitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadiangiotensin II.
Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADHssehingga menyebabkan retensi NaCl dan
air >volume ekstrasel meningkat(hipervolemia) >volume cairan berlebihan >ventrikel kiri gagal
memompadarah ke perifer >LVH >peningkatan tekanan atrium kiri >peningkatantekanan vena
pulmonalis >peningkatan tekanan di kapiler paru >edema paru >sesak nafas.
3. Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HC3) dan pH
plasma. Patogenesis asidosis metabolik padagagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi
amonia karena kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah
bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.Asidosis metabolik
dapat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu
gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan
untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis.
4. Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga menyebabkan penurunan
perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan
renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan tekanan darah.
5. Hyperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh ginjal
sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
23
6. Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah
(hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan kristal urat
dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri.
7. Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormone peptida natriuretik
yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus
memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia
yang disertai dengan retensiair yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan
ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa
kram, diare dan muntah.
8. Hipokalsemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga fosfat banyak
yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung dengan
Ca2+ untuk membentuk kalsiumfosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan
mengendap disendi dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus).
9. Hiporkalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan hipokalsemia merangsang
pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari tulang.
Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat
konsentrasi fosfat didalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak berlebihan
dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui
ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya
konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena
itu,rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-menerus
ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofibahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH.
Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan
hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang, juga
terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, seldarah dan gonad), diduga PTH
berperan dalam terjadinya berbagai kelainan diorgan tersebut.
24
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan dalam menyebabkan
gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus.
Namun karena terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di
usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia
10. Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma meningkat, maka ion
hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+
ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan
hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot
jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks
tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
11. Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan ginjal pada
GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuriaglomerular berkaitan dengan
sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan
kenaikan permeabilitas glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga
molekulprotein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas melewati
membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein atau
lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.
12. Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia pada GGK adalah
akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah.
Urea dalam urin dapat berdifusi kealiran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi
glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang
dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala
iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafasseperti amonia (fetor uremikum),
perikarditis uremia dan pneumonitis uremik.Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum
yang sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.
25
2.5.7. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya
tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetoruremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi menurun,
insomnia, gelisah
Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih
belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makankurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah danlain sebagainya. Pasien
juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia,
gangguan keseimbangan elektrolitantara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.8
26
GAMBARAN LABORATORIUM8
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG.
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic.
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.
GAMBARAN RADIOLOGIS8
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasie.
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.
2.5.8. KOMPLIKASI8
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
a. Hiperkalemia
b. Asidosis metabolik
c. Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
d. Kelainan hematologi (anemia)
e. Osteodistrofi renal Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
f. Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
2.5.9. PENATALAKSANAAN8
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan
LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit
dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk mngetahui
kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus.Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
a. Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi dipecah menjadi
urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal selain itu
makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion
anorganik lainnya juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet
tinggi protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan
substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan mengakibatkan sindrom uremia.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena
protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia
28
b. Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi (ACE inhibitor)
disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting
untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerular dan hipertrofi glomerulus.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian dislipidemia, pengedalian
anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
a. Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10% atau hematokrit < 30%
meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi
total/ total iron binding capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan
hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11-12 g/dl.
b. Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
1. Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600-800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium hidroksida, garam
magnesium. Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari
makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan
calcium acetat.
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambtareseptor Ca pada kelenjar
paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida.
2. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar hormon
paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun
disaluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam kalcium karbonate di jaringan
yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan yang
berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
29
2.5.10. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan
hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering
terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga
penanganannya seringkali terlambat.9
30
BAB III
KESIMPULAN
gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan
elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium
didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang
semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya.
Gagal ginjal akut adalah suatu kondisi penurunan tiba-tiba laju filtrasi glomerulus
sehingga terjadi retensi metabolit endogen dan eksogen yang dalam keadaan normal dibersihkan
oleh ginjal. Oliguria bearti volume utin <400ml/hari (kira-kira 6 ml/kg berat badan /hari). Pada
gagal ginjal akut, volume urin umumnya sedikit, tetapi apabila terdapat gangguan pemekatan
urin, volume urin dapat normal atau berlebih. Pada gagal ginjal akut, kadang urin bisa sama
sekali tidak di produksi (anuri).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnyaberakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea
dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).
31
DAFTAR PUSTAKA
2) S t e i n , J a y H . K e l a i n a n g i n j a l d a n e l e k t r o l i t . p a n d u a n k l i n i k
i l m u p e n y a k i t dalam.edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
7) Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika.
8) Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II.Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.
9) Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu PenyakitDalam
UPH.
10) Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi.Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110-115.