Anda di halaman 1dari 48

Nama : Salsabila Kinaya Pranindita

NIM : 6411418108

Kelas : 3C Kesehatan Masyarakat 2018

Mata Kuliah : Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Dosen Pengampu : Dr. Arulita Ika Fibriana, M.Kes. (Epid)

Kelainan Sel Darah Merah, Sel Darah Putih dan Trombosit

1. Pengertian Kelainan Darah


Kelainan darah adalah kondisi yang mempengaruhi salah satu atau beberapa
bagian dari darah sehingga menyebabkan darah tidak bisa berfungsi secara normal.
Kelainan darah bisa bersifat akut maupun kronis. Kebanyakan kondisi ini merupakan
penyakit keturunan. Darah mengandung zat cair dan zat padat. Bagian yang bersifat
cair adalah plasma darah. Lebih dari setengah bagian darah merupakan plasma.
Plasma terdiri dari air, protein, dan garam. Sedangkan bagian yang bersfiat padat
merupakan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan keeping
darah (trombosit). Kelainan darah akan berdampak pada fungsi dari bagian-bagian
darah tersebut, seperti gangguan pada sel darah merah yang bertugas mengankut
oksigen ke jaringan tubuh, sel darah putih yang bertgas melawan infeksi, palatelet
yang bertugas membantu pembekuan darah, dan plasma. Penanganan terhadao
kelainan darah bergantung pada bagian darah mana yang terkena dan tingkat
keparahannya.
2. Kelainan Sel Darah Merah
A. Pengertian Sel Darah Merah
Sel darah merah adalah suatu kantung yang mengangkat O2 dan CO2
(dalam tingkat yang lebih rendah) di dalam darah. Sel darah merah tidak
memiliki nucleus, organel, atau ribosom, tetapi dipenuhi oleh hemogoblin, yaitu
molekul yang mengandung besi yang dapat berikatan dengan O2 secara longgar
dan reversible. Karena O2 sukar larut dalam darah, hemogoblin juga berperan
dalam transportasi CO2 dan sebagai peyangga darah dengan berikatan secara
reversible dengan CO2 dan H+, karena tidak mampu mengganti komponen-
komponennya, sel darah merah memiliki usia yang terbatas yaitu sekitar 120 hari.
Sel-sel bakal yang belum berdiferensiensi disumsum tulang membentuk semua
unsure sel darah. Produksi sel darah merah oleh sumsum tulang, dalam keadaaan
normal seimbang dengan kecepatan lenyapnya sel darah merah, sehingga hitung
sel darah merah konstan. Eritropoiesis dirangsang oleh Eritropoeitin, hormone
yang dikeluarkan ginjal sebagai respon terhadap penurunan penyaluran O2.
B. Kelainan Sel Darah Merah
a. Anemia
Penurunan jumlah sel darah merah memacu susmsum tulang untuk
meningktakan pelepasan sel-sel darah abnormal yang berukuran kecil dan
kekurangan hemogoblin. Kondisi yang paling umum yang mempengaruhi sel
darah merah adalah anemia. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai
penurunan jumlah massa sel darah merah, sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer (penurunan oxygen carryng capacity). Secara praktis anemia ditujukan
oleh penurunan kadar hemogoblin, hematokrit atau hitung sel darah merah.
Penyebab-penyebab anemia dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu anemia
yang disebabkan gangguan akibat berkurangnya pembentukan sel darah
merah dan anemia yang disebabkan oleh adanya peningkatan penganhancuran
sel darah merah.
a) Anemia disebabkan berkurangnya pembentukan sel darah merah.
Beberapa kondisi dapat menyebabkan berkurangnya pembentukan sel
darah merah, diantaranya :
 Anemia Defisiensi Besi
 Pengertian
Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik
hipokromik yang terjadi akibat kekurangan besi dalam gizi, atau
hilangnya darah secara lambat dan kronik. Anemia defisiensi
besi terjadi pada orang yang sedang melakukan diet dengan zat
besi rendah, atau orang yang kehilangan sel darah merah (serta
zat besi yang dikandungannya) dalam pendarahan, bayi
premature, bayi dengan nutrisi rendah, gadis remaja yang sedang
haid, dan orang-orang yang kehilangan darah akibat penyakit,
seperti radang usus besar biasanya mengalami anemia akibat
penurunan zat besi. Menurut WHO dikatakan anemia bila :
 Laki dewasa : hemoglobin < 13 g/dl .
 Wanita dewasa tak hamil : hemoglobin < 12 g/dl .
 Wanita hamil : hemoglobin < 11g/dl . Anak umur 6-
14 tahun : hemoglobin < 12g/dl .
 Anak umur 6 bulan-6 tahun : hemoglobin < 11g/dl
 Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria
anemia klinik (di rumah sakit atau praktek klinik) pada
umumnya disepakati adalah :
1. Hemoglobin < 10 g/dl
2. Hematokrit < 30 % 3. Eritrosit < 2,8 juta/mm³
 Patofisiologi
 Metabolism Besi
Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh untuk pembentukan hemogoblin, miogoblin
dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam
jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi
evolusinya alat penyerapan besi dalam usus, maka
sejak awal manusia dipersilahkan untuk menerima besi
yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola
makanan berubah dimana sebagian besar berasal dari
sumber nabati, tetapi perangkat yang absobrsi besi
tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak
menimbulkan defisiensi besi.
 Komposisi besi dalam tubuh
Besi terdapat daam berbagai jaringan dalam tubuh:
- Senyawa fungsional, yaitu besi yang
membentuk senyawa yang berfungsi dalam
tubuh
- Besi cadangan, senyawa besi yang
dipersiapkan bila masukan besi berkurang.
- Besi transport, yaitu besi yang berikatan
dengan protein tertentu dalam fungsinya
untuk mengangkut besi dari satu
kompartemen lainnya.
 Absobrsi Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal
dari makanan dalam usus. Untuk memasukkan besi
dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses
absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada
duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan
oleh struktur epitel usus yang memungkinkan
untuk itu. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3
fase yaitu :
- Fase luminal : besi dalam makanan diolah
dalam lambung kemudian siap diserap di
duodenum.
- Fase mukosal : proses penyerapan dalam
mukosa usus yang merupakan suatu proses
yang aktif.
- Fase korporeal : meliputi proses transportasi
besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel
yang memerlukan serta penyimpanan besi
(storage).
 Siklus Besi dalam Tubuh
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran
yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang
diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik
bersifat tetap. Besi yang diserap setiap hari
berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam
jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi
dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung
dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag
dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat
memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24
mg/hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif
yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan
esi 17 mg, sdeangkan besi sebesar 7 mg akan
dikembalikan ke makrofag karena terjadinya
hemolisis infektif (hemolisis intramedular). Besi
yang dapat pada eritrosit yang beredar, setelah
mengalami proses penuaan juga akan
dikembalikan 9 pada makrofag sumsum tulang
sebesar 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat
dilihat suatu lingkaran tertutup (closed circuit)
yang sangat efisien.
 Klasifikasi Anemia Defiesiensi
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh
maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
 Deplesi besi (Iron depleted state) : cadangan besi
menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis
belum terganggu.
 Eritropoesis defisiennsi besi (Iron deficient
erythropoesis) : cadangan besi kosong, penyediaan
besi untuk eritopoesis terganggu, tetapi beu\lum timbul
anemia secara laboratorik.
 Epidemiologi Anemia Defisiensi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang
paling sering dijumpai baik di klini maupun dimasyarakat. Dari
berbagai data yang dikumpuakn sampai saat ini, didapatkan
gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti pada table
dibawah ini

 Etiologi Anemia Defisiensi


Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya masukan besi, gangguan absorbs serta kehilangan besi
akibat pendarahan menahun :
 Kehilangan besi akibat pendarahan menahun yang
berasal dari saluran cerna akibat dari tukak peptic,
pemakaian salisilat atau NSAID (obat non-steroid anti-
inflamasi yang umum digunakan untuk mengobati
gangguan musculoskeletal), kanker lambung, kanker
colon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing
tambang.
 Faktor nutrisi . Akibat kuragnya jumlah besi total
dalam makanan atau kualitas besi, besi yang tidak baik
(makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging)
 Kebutuhan besi meningkat : seperti pada
premateruritas anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan
 Gangguan absorbs besi : gastrektomi, tropical sprue
atau colitis kronik.
 Faktor Risiko
 Wanita menstruasi
 Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan
kebutuhan zat besi
 Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa
pertumbuhan yang cepat
 Orang yang kurang makan-makanan yang
mengandung zat besi, jarang makan dgaging dan telur
selama bertahun-tahun.
 Menderita penyakit maag
 Penggunaan aspirin jangka panjang
 Kanker kolon
 Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapu
dapat digantikan dengan brokoli dan bayam.
 Pathogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi
atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh
sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi
menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang
negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini
ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan
absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum
tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka
cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi
untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan
pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi.
Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada
fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan
kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin 12 menurun dan kapasitas ikat besi
total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat, serta
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan
jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu
sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi
besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang
dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring
serta berbagai gelaja lainnya.
 Gejala Anemia Defisiensi
 Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi
rapuh, bergarisgaris vertikal dan menjadi cekung sehingga
mirip sendok.

 Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan


mengkilap karena papil lidah menghilang.
 Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan
pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
berwarna pucat keputihan.
 Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel
hipofaring. Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga
sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang
terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil
lidah, dan disfagia.
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala
penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi
tersebut. Misalnya pada anemia akibat cacing tumbang
dijunpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak
tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena
pendarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala
gangguan kebiaasan buang besar atau gejala lain tergantung
dari lokasi tersebut.
 Diagnosis laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia
defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
 Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. 15 MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl
hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan
thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi
yang lebih berat dan berlangsung lama. RDW (red cell
distribution witdh) meningkat yang menandakan
adanya anisositosis. Anisositosis merupakan tanda
awal defisiensi besi. Kadar hemoglobin sering turun
sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang
menyolok karena anemia timbul perlahan-lahan.
Hapusan darah mennunjukan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel
target dan sel pensil. Leukosit dan trombosit normal.
Pada kasus ankilostomiasis sering disertai eosinofilia.
 Kadar besi serum menurun < g/dl, TIBC
meningkat50 g/dl, dan saturasi> 350 transferin <
15 %
 Kadar serum feritinin < g/dl.20
 Protoforfirin eritrosit meningkat ( g/dl)> 100
 Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik
dengan normoblast kecilkecil (micronormoblast)
dominan.
 Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor
transferin kadar reseptor transferin meningkat.
 Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia
(perl’s stain) menunjukan cadangan besi yang negatif
(butir hemosiderin negatif).
 Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab
anemia defisiensi besi antara lain :
- Pemeriksaan feses untuk cacing tambang,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan
semikuantitatif (Kato Katz).
- Pemeriksaan darah samar dalam feses,
endoskopi, barium intake dan barium inloop.
 Diagnosis
 Mengecek ukuran dan warna sel darah merah. Sel
darah merah lebih kecil dan lebih pucat dibandingkan
yang normal
 Hematrokit. Tes ini untuk mengukur kandungan sel
darah merah di dalam darah. Tingkat yang normal
antara 34.9 dan 33.5 persen untuk wanita dewasa dan
38.8-50 persen untuk pria dewasa. Angka ini dapat
berubah tergantung pada usia
 Hemoglobin. Jika memiliki tingkat haemoglobin yang
rendah, mungkin terkena anemia. Kisaran
haemoglobin normal secara umum berkisar 13.5-17.5
gram (g) haemoglobin per desiliter (dL) darah untuk
pria dan 12.0-15.5 g/dL untuk wanita. Angka ini dapat
berubah tergantung pada jenis kelamin dan usia
 Ferritin. Zat besi disimpan di dalam ferritin, jenis
protein dalam tubuh. Tingkat ferritin yang rendah
artinya memiliki tingkat zat besi yang rendah
dibanding orang normal.
 Komplikasi
Anemia yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan. Salah
satunya adalah masalah pada jantung, seperti detak jantung yang
cepat dan tidak beraturan. Kondisi ini dapat
memicu kardoiomegali atau gagal jantung. Untuk wanita hamil,
komplikasi yang timbul dari anemia defisiensi besi
adalah kelahiran premature atau berat badan lahir yang rendah
pada bayi.Pada bayi dan anak-anak, komplikasi yang dapat
muncul adalah gangguan pertumbuhan. Selain itu, anak-anak
penderita anemia ini juga rentan terkena infeksi. Kondisi ini
dapat dicegah dengan memberi asi pada bayi selama 1 tahun,
dan memberi sereal yang diperkaya zat besi (setelah bayi berusia
6 bulan) sampai bayi bisa mengonsumsi makanan padat lainnya.
 Pengobatan
 Meningkatkan Asupan Zat Besi
Penderita anemia defisiensi zat besi memerlukan tambahan
asupan zat besi dari makanan. Oleh karena itu, para
penderita disarankan untuk lebih banyak mengonsumsi:
- Daging merah, ayam, serta ati ayam.
- Kacang-kacangan seperti kacang hitam, kacang hijau,
kacang merah.
- Makanan laut atau boga bahari seperti tiram, kerang
dan ikan.
- Sayuran berdaun hijau, seperti bayam dan brokoli.
- Sereal yang diperkaya zat besi.
- Buah kering, seperti kismis dan aprikot.
 Mengonsumsi Suplemen Penambah Zat Besi
Suplemen penambah zat besi merupakan penanganan
utama yang dilakukan dokter untuk memperbaiki defisiensi
zat besi yang dialami pasien. Umumnya, pasien diminta
mengonsumsi 150-200 mg setiap hari.
 Mengatasi penyebab anemia defisiensi zat besi
Jika anemia defisiensi zat besi disebabkan oleh perdarahan
atau gangguan penyerapan zat besi, maka penanganan
dapat dilakukan melalui pemberian obat. Contohnya adalah
kontrasepsi oral untuk wanita yang mengalami
menstruasi dengan perdarahan berlebihan, atau antibiotik
untuk mengatasi infeksi dalam usus. Sedangkan untuk
perdarahan karena polip, tumor, atau miom dokter dapat
mengatasinya dengan melakukan prosedur operasi.
 Transfusi sel darah merah
Saat penanganan dengan suplemen tidak dapat mengatasi
gejala yang dialami penderita dengan cepat, biasanya pada
anemia yang berat dengan Hb rendah, maka dokter dapat
melakukan transfusi sel darah merah.
 Anemia Pernisiosa
 Pengertian
Anemia pernesiosa adalah anemia makrositik normokromik
yang terjadi akibat kekurangan vitamin B12, dimana vitamin B12
tidak dapat diserap oleh tubuh karena lambung tidak dapat
mengahsilkan faktor intrinsic yang akan bergabung dengan
vitamin B12 penting untuk sintesis DNA didalam sel darah
merah dan untuk fungsi saraf. Anemia ini kadang-kadang terjadi
karena suatu sistem kekebalan yang menyerang sel-sel lambung
yang menghasilakn faktor intrinsic (rekasi autoimun). Bentuk
lainnya dari kekurangan vitamin B12 bisa terjadi pada
vegetarian, karena vitamin B12 hanya ditemukan dalam produk
hewan dan penderita kelainan yang diturunkan, yang
menghalangi pengangkatan atau aktivitas vitamin ini.
 Penyebab
 Kekurangan faktor intrinsic. Kekurangan faktor intrinsic
merupakan protein yang dibuat diperut. Protein ini
membantu tubuh untuk menyerap vitamin B12. Pada
anemia pernisiosa tubuh membuat antibody untuk
menyerang dan mengancurkan sel-sel paratietal. Sel-sel ini
melapisis perut dan membuat faktor intrinsic. Akibat
serangan antibody,perut berhenti mmproduksi faktor
intrinsic. Tanpa faktor intrinsic tubuh tidak mampu
meyalurkan vitamin B12 melalui usus kecil sebagai tempat
penyerapan vitamin. Kondisi ini memicu defisiensi vitamin
B12.
 Melabsorbsi di usus kecil, terkadang anemia disebabkan
oleh adanya gangguan pada penyerapan vitamin B12 diusus
kecil. Gangguan itu dipicu oleh :
- Terlalu banyak bakteri jahat diusus kecil.
- Penyakit yang menganggi penyerapan vitamin B12, seperti
penyakit celiac.
- Obat-obatan tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
atau mengambat penyeraoan vitamin B12 oleh usus kecil
- Operasi pengangkatan sebagian atau seluruh bagian usus kecil
- Infeksi cacing pita.
 Pola makan rendah B12
 Faktor Risiko
 Berusia lebih dari 60 tahun
 Memiliki penyakit autoimun, seperti penyakit Addison
 Memiliki riwayat keluarga dengan anemia pernsiosa
 Riwayat pembedahan dibagian perut
 Meiliki riwayat penyakit lain yang memperngaruhi nutisi
(HIV,penyakit Chron)
 Menjalani pengobatan antibiotic atau anti kejang.
 Gejala Anemia Persisioisa
 Merasa lemas atau lemah
 Pusing atau sakit kepala
 Nyeri dada
 Pingsan
 Rasa kesemutan atau beal pada tangan dan kaki
 Sulit konsentrasi
 Mual
 Muntah
 Tidak anfsu makan
 Mudah luapa atau bingung
 Gangguan mood

 Diagnosis Anemia Pernisiosa


 Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dapat mengkur kadar hemogoblin dalam
tubuh dan kondisi sel darah.
 Pemeriksaan kadar vitamin B12
Pemeriksaan ini melalui tes kadar vitamin B12.
 Pemeriksaan antbodi faktor intisnaik
Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah, antobodi di
dalam darah akan diuji terhadap faktor inrinsik.
 Pengobatan Anemia Pernisiosa
 Makanan tinggi vitamin B12
 Tablet vitamin B12
 Injeksi vitamin B12, injeksi inidiberika ketika anemia
pernisiosa tidsk dapat di perbaiki dengan asupan nutisi
melalui makanan.
 Pencegahan Anemia Pernisiosa
 Memakan makanan yang sehat
 Olahraga teratur
 Hindari stress dan kelelahan yang berebih
 Perawatan Anemia Pernisiosa
 Suntikan intramuscular
Pengobatan standar untuk PA adalah suntikan kobalamin
intramuskular dalam bentuk sianokoblamain (CN-
Cbl), hidrosokabolamin (OH-Cbl) atau metylcobalamin
 Dosis oral
Pengobatan dengan vitamin B12 dosis tinggi secara oral juga
tampak efektif
 Epidemiologi
PA diperkirakan mempengaruhi 0,1% dari populasi umum
dan 1,9% dari mereka yang berusia di atas 60, terhitung 20-50%
dari defisiensi B 12 pada orang dewasa. Tinjauan literature
menunjukan bahwa pervalensi PA lebih tinggi di Eropa Utara,
terutama dinegara-negara Skandinavia, dan diantara orang-orang
keturunan Afrika dan bahwa penikatan kesadaran terhadap
penyakit dan alat diagnostic yang ebih aik mungkin berperan
dengan tingkat yang tampaknya lebih tinggi kejadian.
 Anemia Defisienasi Asam Folat
 Pengertian
Anemia defisiensi asam folat adalah anemia makrosiitk-
normokromik akibat kekurangan vitamin folat. Asam folat penting
untuk sintesis DNA dan RNA dan untuk fungsi beberapa enzim
pengkoreksi DNA. Kekurangan asam folat dapat terjadi pada
wanita hamil, yang asupan makanannya mengandung sedikit
sayur-sayuran hijau dan tanaman polong yang banyak
mengandung asam folat.
 Gejala
Gejala anemia defisiensi vitamin B12 dan folat muncul
secara perlahan dalam beberapa bulan atau tahun. Kondisi ini
awalnya tidak terlihat, dan dapat terasa semakin parah seiring
waktu. Gejala anemia defisiensi vitamin B12 dan folat ini, antara
lain:
 Pucat.
 Letih atau lesu.
 Lemas.
 Mudah pingsan.
 Sakit kepala.
 Kehilangan nafsu makan.
 Berat badan turun.
 Insomnia
 Sulit berkonsentrasi.
 Perubahan kepribadian.
 Jantng berdebar.
 Kebingungan atau pikun.
 Tinnitus atau telinga berdenging.
 Mati rasa atau kesemutan pada lengan dan tungkai.
 Sesak napas.
 Jantung berdebar.
Sementara gejala lain yang ditunjukkan penderita anemia
defisiensi B12 adalah:
 Sulit berjalan.
 Kaki dan tangan terasa kebas atau kesemutan.
 Mual.
 Diare.
 Lidah menjadi halus dan lunak.
 Penyebab
 Kurang asupan makanan yang mengandung folat. Di
samping itu, pengolahan makanan yang terlalu matang
juga dapat menghancurkan vitamin ini. Folat banyak
ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran berwarna
hijau. Jika dalam waktu beberapa minggu asupan
makanan kurang mengandung vitamin ini, maka
seseorang dapat menderita anemia defisiensi folat.
 Penyakit yang mengganggu penyerapan folat dalam
saluran gastrointestinal. Di antaranya adalah penyakit
celia , penyakit Crohn, beberapa jenis kanker,
serta gagal ginjal.
 Efek samping konsumsi obat, seperti sulfasalazine,
methotrexate, phenytoin, dan kotrimoksazol.
 Konsumsi alkohol berlebihan. Kondisi ini dapat
mengganggu penyerapan folat dalam tubuh, serta
meningkatkan pengeluaran folat melalui urine.
 Mutasi genetik yang menghambat tubuh mengubah
asupan folat menjadi bentuk yang digunakan secara
efisien dan tepat.
 Urine keluar secara berlebihan. Kondisi ini dapat
membuat tubuh kekurangan folat dan banyak ditemui
pada penderita gagal jantung, kerusakan hati, serta
yang menjalani cuci darah dalam waktu lama.
 Diagnosis
 Tes antibodi. Antibodi dalam darah pasien akan
diperiksa untuk mengetahui faktor intrinsik yang
menunjukkan terhadap anemia pernisiosa.
 Tes asam methylmalonic. Pada tes ini dokter akan
memeriksa zat yang disebut methylmalonic dalam
darah pasien yang menunjukkan kadar yang lebih
tinggi pada penderita anemia ini.
 Tes schilling. Pasien akan diminta untuk menelan
sejumlah kecil vitamin B12 dengan kandungan
radioaktif. Kemudian darah pasien akan diperiksa guna
memastikan apakah tubuh pasien dapat menyerap
vitamin ini.
 Pengobatan
 Meningkatkan asupan makanan atau minuman yang
sarat folat dan vitamin B12. Makanan yang dapat
menjadi sumber vitamin B12 adalah telur, daging
ayam, kerang, daging, serta susu. Sedangkan makanan
yang kaya dengan kandungan folat, antara lain adalah
buah jeruk, sayuran berdaun hijau, asparagus, kacang,
toge, serta brokoli.
 Pemberian suplemen vitamin B12 Awalnya, dokter
akan memberi suplemen vitamin B12 dalam bentuk
suntik. Selanjutnya, pemberian suplemen ini bisa
dalam bentuk tablet. Jika kondisi defisiensi B12 sangat
parah, maka dapat dilakukan penyuntikan suplemen
vitamin B12 secara teratur tiap bulan, yang dapat
berlanjut hingga seumur hidup.
 Pemberian suplemen folat atau yang juga dikenal
dengan asam folat. Suplemen ini akan dikonsumsi
sampai kadar folat dalam darah berangsur normal.
Pemberian asam folat biasanya berlangsung selama 4
bulan. Namun jika penyebabnya tidak bisa tertangani,
maka penderita perlu mengonsumsinya seumur hidup.
 Anemia Karena Penyakit Kronis
 Pengertian
HIV-AIDS dan juga pada penyakit lai seperti arthritis
rheumatoid, limfoma Hodgkin, kanker sering disertai anemia dan
diinroduksi sebagai anemia penyakit kronik. Alas an untuk
mengatakan bahwa anemia yang dtemukan pada berbagai
kelainan klinis kronis berhubungan, karena mereka mempunyai
banyak macam gambran klinis, yakni kadar Hb berkisar 7-11
g/dL, kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah,
cadangan Fe jaringan tinggi, dan produksi se darah merah
berkurang.
 Anemia Sideroblastik
 Pengertian
Merupakan anemia mikrosiitk-hipokromik yang ditandai
oleh adanya sel-sel darah imatur dalam sirkulasi dan sumsum
tulang. Anemia sideroblastik primer dapat terjadi akibat cacat
genetic pada kromosom X yang jarang ditemukan (terutama
dijumpai pada pria) atau dapat timbul secara spontan terutama
pada orang tua.

 Gejala
Gejala anemia sideroblastik termasuk kulit pucat,
kelelahan, pusing, dan pembesaran limpa dan hati . Penyakit
jantung, kerusakan hati, dan gagal ginjal dapat terjadi akibat
penumpukan zat besi di organ-organ ini.
 Penyebab
Penyebab anemia sideroblastik dapat dikategorikan ke
dalam tiga kelompok: anemia sideroblastik kongenital, anemia
sideroblastik klon yang didapat, dan anemia sideroblastik yang
dapat dibalik. Semua kasus melibatkan sintesis atau
pemrosesan heme yang tidak berfungsi. Hal ini menyebabkan
deposisi granular besi dalam mitokondria yang membentuk
cincin di sekitar nukleus sel darah merah yang sedang
berkembang. Bentuk bawaan sering hadir dengan anemia
normositik atau mikrositik sedangkan bentuk sideroblastik yang
didapat sering berupa normositik atau makrositik.
 Diagnosis
Aspirasi susmsum tulang belakang ditemukan cicncin
sidertoblastis mengelilingi sideroblaster terlihat dalam tulanh
sumsum. Anemia dapat ditemukan mulai dari sistem ringan
samapi berat, ditandai dengan adanya anisocysosis dan
poikilocyrosis. Dapat ditemukan sel target dan Pappernheimer
bodies. MCV menurn, hitung jenis bergeser kea rah kiri Leukosis
dan trombosit normal susmsum tulang menunjukan heperplasia
erythroid dengan pematangan lebih dari 40% dari eritrosit
berkembang adalah dikelilingi sideroblastis. Besi serum
presentasi dan saturasi feritin meningkat TIBC yang berkurang
adalah normal. Hemosiderin sumsum tulang meningkat.

 Pemeriksaan Penunjang
 Peningkatan kadar feritin
 Penurunan total kapasitas mengikat besi
 Peningkatan hematokrit sekitar 20-30%
 Serum iron tinggi
 Saturasi transferim meningkat
 Sel hidup rata-rata volume atau MCV biasanya normal
atau sedikit meingkat, walaupun mungkin kadang-
kadang rendah, yang menyebabkan kebingungan
dengan kekurangan zat besi
 Pada keracunan timbale, ditemukan bintik kasar
basophil pada sel darah merah
 Spesifik test : perawarnaan Prusian Blue disumsum
tulang. Menunjukan cicnin yang mengeliling
sideroblasts.
 Anemia Megaloblastik
 Pengertian
Anemia megaloblastik adalah kumpulan penyakit yang
disebabkan oleh gangguan sintesis DNA. Sel terutama yang
terkena adalah sel yang pertukarannya (turn over) cepat, terutama
sel precursor hematopoetik dan sel epitel gastro-intestinal.
 Etiologi
Sebagian besar anemia megaloblastik disebabkan oleh
defisiensi kobalamin (vit B12) dan/atau asam folat.
 Gejala klinis
 Pada defisiensi kobalomi : gangguan neurologis
 Pada gangguan gastrointestinal dapat timul gejala :
kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, mual
dan sembelit
 Pasien mungkin diikuti sariawan dan sakit pada lidah
 Tanda-tanda anemia
 Gangguan Neuorlogis : parastesi tangan dan kaki,
kehilangan memori selanjutnya jika keadaan memberat
dapat mempengaruhi gaya berjalan, kebutaan akibat
atropi N. optikus dan gangguan kejiwaan.
 Diagnosis
Temuan makrositosis yang bermakna mengisyaratakan
adanya anemia megaboblastik. Penyebab lain makrositosis
adalah hemolisis, penyakit hati, alkoholisme, hipotriodisme dan
anemia aplastik. Apusan darah memperlihatkan anisitosis
mencolok dan poikilositosis, disertai makrovalosit yaitu eritrosit
yang mengalami hemoglibinisasi penuh, besar, oval dan khas
untuk anemia megaloblastik. Bebrapa stippling basofilik ditemui
dan kadang-kadang ditemukan pula sel darah merah yang berinti.
b. Pembesaran Limpa
Banyak penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran limpa. Jika
membesar, limpa cenderung menangkap dan menghancurkan sel darah
merah. Semakin banyak sel yang terkjebak. Anemia yang disebabkan oleh
pembesaran limpa, biasanya berkembang secara perlahan dan gejalanya
cenderung ringan. Kadang anemianya cukup berat, sehingga perlu dilakukan
pengangkatan limpa. Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan
berkurangnya jumllah keeping darah dan sel darah putih.
c. Kerusakan Mekanik pada Sel Darah Merah
Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan disepenjang pembuluh
darah tanpa mengalami gangguan. Tetapi secara mekanik, sel darah merah
bisa mengalami kerusakan karena adanya kelainan pada pembulun darah
(misalnya suatu aneurishma), katu jantung buatan atau karena tekanan darah
yang sangat tinggi. Kelainan tersebut bisa mengancurkan sel darah merah dan
menyebabkan sel darah merah mengeluarkan isinya ke dalam darah.

d. Reaksi Autoimun Terhadap Sel Darah Merah


Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan
menghancurkan selnya sendiri, karena keliru mengenalinya sebagai bahan
asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel
darah merah, akan terjadi anemia hemalotik .

e. Polisitemia vera
 Pengertian
Polisitemia vera adalah sebuah kelainan darah yang langka, di
mana sumsum tulang belakang menghasilkan sel darah merah lebih
banyak dari batas wajar. Apabila jumlah sel darah merah terlalu banyak,
hal tersebut dapat memengaruhi tingkat kekentalan darah.Darah yang
terlalu kental dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah di pembuluh
nadi. Kondisi ini berpotensi mengakibatkan berbagai masalah, beberapa
di antaranya adalah risiko penggumpalan darah stroke, dan serangan
jantung.
 Epidemiologi
Kondisi ini sangat langka terjadi, dengan perkiraan hanya 22 dari
100.000 orang di dunia yang menderita penyakit ini.Polisitemia vera lebih
banyak menyerang laki-laki dibanding dengan perempuan. Semua
kelompok usia bisa mengalami kondisi ini, tapi kebanyakan kasus terjadi
pada pasien yang sudah berusia 60 tahun ke atas. Polisitemia vera jarang
terjadi pada orang di bawah usia 20 tahun.
 Gejala
 Sesak napas
 Gejala pembekuan darah pada urat dekat dengan permukaan kulit
(flebitis)
 Warna kebiruan pada kulit, terutama di kaki dan tangan
 Rasa kembung atau sesak di perut
 Kelelahan
 Telinga berdengung
 Bercak-bercak merah pada kulit
 Gangguan penglihatan
 Mimisan
 Pendarahan pada gusi
 Penyebab
 Polisitemia primer
Jenis ini yang paling umum ditemukan dan berkaitan dengan
adanya mutasi genetik. Menurut MPN Research Foundation,
sebanyak 95% penderita polisitemia vera memiliki gen JAK2 yang
bermasalah. Namun, hingga saat ini belum ditemukan apa yang
menyebabkan mutasi gen JAK2 secara pasti. Gen JAK2
memproduksi protein bernama kinase. Kinase berperan penting
dalam pertumbuhan sel. Apabila gen JAK2 di dalam tubuh
mengalami mutasi, hal ini menyebabkan gen tersebut bekerja secara
berlebihan. Kondisi ini dapat berpengaruh pada produksi sel darah di
sumsum tulang belakang. Polisitemia jenis primer bukanlah kondisi
yang diturunkan dari keluarga. Namun, pada beberapa kasus, mutasi
genetik dapat terjadi melalui keturunan keluarga.
 Polisitemia sekunder
Polisitemia jenis ini tidak ada hubungannya dengan mutasi gen
JAK2. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya kadar oksigen di dalam
tubuh, terutama darah.Apabila tubuh kekurangan oksigen dalam
jangka waktu yang lama, ginjal Anda akan memproduksi hormon
eythropoietin (EPO). Hormon EPO yang berlebihan dapat
merangsang sumsum tulang belakang untuk menghasilkan sel darah
merah lebih banyak dari biasanya. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan polisitemia sekunder meliputi:
- Penyakit paru-paru kronis (COPD) dan sleep apnea Kedua kondisi
ini mengakibatkan pernapasan terganggu dan menyebabkan tubuh
kekurangan oksigen. Hal ini dapat memicu peningkatan produksi
hormon EPO dan sel darah merah dalam tubuh.
- Masalah pada ginjal
Pada kasus yang jarang terjadi, produksi hormon EPO juga dapat
meningkat apabila ginjal mengalami kerusakan, seperti adanya
tumor atau penyempitan pembuluh darah.
 Faktor Risiko
 Usia
Orang-orang berusia di atas 60 tahun cenderung lebih rentan terhadap
penyakit ini, walaupun polisitemia vera mungkin saja menyerang
individu yang lebih muda.
 Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki lebih berisiko terkena
penyakit ini, dengan perkiraan 2,8 penderita dari 100.000 pasien laki-
laki dan 1,3 dari 100.000 perempuan.
 Lingkungan
Apabila berada di lingkungan yang sering terpapar radiasi atau zat-zat
beracun seperti pabrik, bengkel, tinggal di rumah dengan ventilasi
yang buruk, atau berada di ketinggian terlalu lama, berisiko mengidap
polisitemia vera.
 Mutasi genetic
Tubuh yang mengalami mutasi gen JAK2 lebih rentan mengalami
penyakit ini dibanding orang-orang dengan aktivitas DNA yang
normal.
 Aktif merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena polisitemia vera, akibat
kemungkinan kurangnya aliran oksigen di dalam darah.
 Komplikasi
 Penggumpalan darah
Gumpalan darah dapat melewati pembuluh darah dan menyerang
di mana saja, menyebabkan kasus yang serius seperti stroke
(pembuluh darah otak) atau infark miokard (arteri jantung).
 Pembesaran limpa (splenomegali)
Limpa berfungsi melawan infeksi dan racun yang menyerang
tubuh, termasuk sel-sel darah yang sudah rusak atau mati.
Peningkatan jumlah sel darah merah akan memaksa limpa Anda
bekerja lebih keras dari biasanya, sehingga pelebaran atau
pembengkakan dapat terjadi.
 Gangguan pada kulit
Gangguan pada kulit dapat mengalami gatal-gatal, perih,
kesemutan pada lengan, kaki, telapak tangan atau kaki, serta
kemerahan pada wajah.
 Kelainan darah lainnya
Pada kasus yang jarang terjadi, polisitemia vera dapat
mengakibatkan penyakit darah lainnya. Salah satunya adalah
mielofibrosis, yaitu munculnya luka pada jaringan umsum tulang
belakang. Selain itu, penyakit darah lain yang mungkin dapat
ditimbulkan oleh kondisi ini adalah sindrom mielodisplastik
(kesalahan fungsi sel punca di sumsum tulang belakang), kanker
sumsum tulang belakang, dan leukemia akut.
 Kerusakan organ tubuh lainnya
 Diagnosis
 Pemeriksaan Darah Lengkap
Tes darah lengkap bertujuan untuk mengetahui kadar hemoglobin
dan hematokrit. Hemoglobin adalah protein kaya akan zat besi yang
membantu sel darah merah mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh,
sedangkan hematokrit adalah seberapa banyak ruang yang dipenuhi
oleh sel darah merah di dalam darah.
 Blood Smear
Dalam tes ini, darah akan diambil dengan jarum suntik melalui
pembuluh. Kemudian, sampel darah ini akan diperiksa dengan
mikroskop. Dengan mikroskop, jumlah sel darah merah yang
berlebihan akan terlihat.
 Tes Level Hormon Erythropoietin (EPO)
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar hormon EPO di dalam
darah. Kadar EPO yang rendah menandakan mengalami polisitemia.
 Tes biopsy sumsum tulang belakang
Dalam tes ini, dokter akan mengambil sedikit jaringan sumsum
tulang belakang dengan memasukkan jarum. Sampel jaringan ini
yang nantinya akan diperiksa dengan mikroskop. Tes ini dapat
menunjukkan apakah ada masalah pada sumsum tulang belakang
yang berpotensi mengakibatkan produksi sel darah merah berlebih.
 Pengobatan
 Prosedur Phlebotomy
Prosedur ini dilakukan dengan cara mengurangi darah di dalam
tubuh, dengan harapan dapat menurunkan kadar sel darah merah.
Tujuannya adalah untuk mengencerkan darah, sehingga aliran darah
lebih lancar dan risiko terjadinya penggumpalan darah dapat
berkurang.
 Konsumsi obat-obatan
Obat-obatan juga dapat digunakan, seperti Aspirin dosis
rendahObat ini digunakan untuk mengurangi pembekuan darah dan
rasa sakit. Aspirin diberikan dalam dosis rendah untuk menghindari
perdarahan pada lambung. Obat penurun sel darah Dokter juga akan
meresepkan obat-obatan seperti hydroxyurea, interferon, anagrelide,
atau ruxolitinib (Jakafi) untuk mengurangi kadar sel darah di dalam
tubuh.Terapi untuk mengurangi rasa gatal. Pengobatan yang biasanya
digunakan untuk mengatasi depresi, yang disebut selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs) dapat membantu meringankan gatal-gatal
pada kulit.
3. Kelainan Sel Darah Putih
A. Pengertian Sel Darah Putih
Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan limpatik
untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan
tubuh terhadap infeksi (Sutedjo, 2006). Leukosit paling sedikit dalam tubuh
jumlahnya sekitar 4.000-11.000/mm3 . Berfungsi untuk melindungi tubuh dari
infeksi. Karena itu, jumlah leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu,
sesuai dengan jumlah benda asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih
dapat ditoleransi tubuh tanpa menimbulkan gangguan fungsi (Sadikin, 2002).
Meskipun leukosit merupakan sel darah, tapi fungsi leukosit lebih banyak
dilakukan di dalam jaringan. Leukosit hanya bersifat sementara mengikuti aliran
darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi peradangan pada jaringan tubuh leukosit
akan pindah menuju jaringan yang mengalami radang dengan cara menembus
dinding kapiler (Kiswari,2014).
B. Kelainan Sel Darah Putih
a. Leukimia
 Pengertian
Leukemia adalah kanker sel darah putih, yang menghentikan sel
darah putih dalam melawan infeksi. Ini adalah jenis yang paling umum
dari kanker darah. Ketika seseorang memiliki leukemia, sumsum
tulangnya tidak mampu memproduksi sel-sel darah merah yang cukup
dan trombosit untuk memasok kebutuhan tubuh. Berdasarkan seberapa
cepat perkembangannya serta jenis sel darah putih yang diserang,
leukemia ini dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu akut dan kronis.
Leukemia kronis jauh lebih berbahaya dan sulit untuk diobati.
 Gejala
 Darah sukar membeku
 Sering mengalami perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah, atau
memar
 Rentan terkena infeksi
 Nyeri pada persendiannya atau di bagian tulang belakang
 Sakit kepala yang intens
 Nafsu makan menurun
 Mengalami penurunan berat badan secara drastic
 Muncul keringat berlebih di malam hari
 Faktor Risiko
 Adanya penyakit keturunan gangguan pada imun tubuh.
 Memiliki seorang saudara kandung atau kembaran dengan
leukemia.
 Riwayat paparan radiasi, kemoterapi, benzena dengan takaran
yang tinggi.
 Riwayat pada sistem imun seperti transplantasi organ
 Diagnosis
 Hitung darah perifer lengkap/complete blood count (CBC)
 Pemeriksaan protein darah
 Tes penanda tumor
 Tes sirkulasi sel tumor
 Etiologi
Etiologi leukemia akut berhubungan dengan obesitas dan merokok.
Kelainan genetik seperti Down Syndrome dan Li Fraumeni
Syndrome juga berperan meningkatkan risiko leukemia akut. Pasien
yang mendapat terapi imunosupresan dan/atau kemoterapi
meningkatkan risiko terjadinya acute myeloid leukemia (AML). Acute
lymphocytic leukemia pada pasien dewasa berhubungan dengan infeksi
virus T-lymphotropic tipe 1, Epstein Barr, dan keadaan
imunodefisiensi, misalnya yang diakibatkan oleh HIV. Etiologi chronic
lymphocytic leukemia masih belum diketahui sementara chronic
myeloid leukemia diketahui berhubungan dengan paparan benzena dan
radiasi. Radiasi dapat menyebabkan mutasi, delesi, atau translokasi
DNA. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya insiden leukemia akut
pada kelompok yang berhasil selamat dari bom atom dan radiografer
yang terpapar radiasi tinggi.
 Epidemiologi
Menurut data statistic kanker Surveillance, Epidemiology, and End
Results Program National Cancer Institute prevalensi leukemia
sebesar 13.7 per 100.000 populasi per tahun, dan jumlah kematian
leukemia sebesar 6.8 per 100.000 populasi per tahun. Pada tahun 2017
diperkirakan sebanyak 62.130 kasus baru leukemia dan 24,500 orang
akan meninggalan karena leukemia. Leukemia berada di urutan ke-9
dilihat dari prevalensi kejadiannya, yaitu sebesar 3.7% dari seluruh
kanker di United States.
 Pengobatan
 Kemoterapi.
Kemoterapi adalah penggunaan obat antikanker yang
dirancang untuk mengganggu dan menghentikan pertumbuhan sel-
sel kanker dalam tubuh. Kemoterapi untuk kanker darah kadang-
kadang terdiri dari pemberian beberapa obat bersama dalam satu
set pengobatan ainnya. Selain itu, kemoterapi juga dapat diberikan
sebelum transplantasi sel punca.
 Terapi radiasi.
Prosedur ini dapat digunakan untuk menghancurkan sel-sel
kanker atau untuk mengurangi rasa nyeri atau tidak nyaman saat
gejala kanker darah muncul. Prosedur ini dilakukan menggunakan
gelombang energi tinggi seperti, sinar x, gama, proton, dan
elektron untuk membunuh sel kanker. Walaupun terapi radiasi
paling sering digunakan sebagai obat kanker, tetapi terkadang
terapi ini juga dipakai untuk mengobati pasien yang tidak terkena
penyakit ini, seperti tumor dan gangguan pada kelenjar tiroid.
 Terapi target.
Terapi target adalah terapi yang menggunakan obat-obatan
atau bahan kimia lain untuk mengidentifikasi dan menyerang sel
kanker secara spesifik tanpa membunuh sel-sel normal.
 Transplantasi stemcell.
Transplantasi stemcell akanmenanamkan stem
cell pembentuk darah yang sehat ke dalam tubuh. Stem cell dapat
dikumpulkan dari sumsum tulang, darah perifer, dan darah tali
pusat.
b. Limfoma
 Pengertian
Kanker darah limfoma berkembang pada limfosit – tipe sel darah
putih yang berperan untuk melawan infeksi. Kanker jenis ini juga
memengaruhi kelenjar getah bening, limpa, timus, sumsum tulang, dan
bagian lain dari tubuh. Limfosit yang tidak normal dapat mengganggu
sistem kekebalan tubuh. Hal ini akan mengurangi daya tahan tubuh
penderitnya terhadap faktor berbahaya dari luar.
 Gejala
 Adanya tonjolan di bawah kulit, biasanya di selangkangan, leher,
atau ketiak
 Demam dan menggigil
 Batuk yang tak kunjung sembuh dan membaik
 Sesak napas dan nyeri di dada
 Gatal-gatal di seluruh tubuh
 Keringat berlebih di malam hari
 Sakit perut, punggung, atau nyeri tulang
 Selalu merasa lemah, lesu, dan tidak bersemangat
 Berat badan turun drastis tanpa alasan yang jelas
 Nafsu makan menurun
 Gangguan saraf
 Muncul darah dalam tinja atau muntah
 Faktor Risiko
 Berusia 60-an atau lebih
 Berjenis kelamin laki-laki
 Sistem kekebalan tubuh lemah karena HIV/AIDS, transplantasi
organ, atau karena Anda dilahirkan dengan gangguan sistem
imun
 Memiliki penyakit sistem kekebalan tubuh seperti rheumatoid
arthritis (rematik), sindrom Sjögren, lupus, atau penyakit Celiac
 Pernah terinfeksi dengan virus seperti Epstein-Barr, hepatitis C,
human-cell T leukemia/limfoma (HTLV-1), atau virus herpes
manusia (HHV8)
 memiliki riwayat keluarga seperti orangtua, saudara kandung,
atau kakek dan nenek yang mengidap limfoma
 terkena benzena atau bahan kimia yang membunuh serangga dan
gulma
 Memiliki riwayat penyakit limfoma Hodgkin atau limfoma non-
Hodgkin di masa lalu
 sedang menjalani pengobatan kemoterapi karena kanker tertentu
 Kelebihan berat badan atau obesitas
 Diagnosis
 Tes darah
 Tes pencitraan tubuh, seperti foto Rontgen, CT scan, MRI, dan
PET scan
 Biopsi, yaitu pemeriksaan dengan mengambil sampel kelenjar
getah bening yang membesar melalui jarum, kemudian diperiksa
di laboratorium. Prosedur ini dilakukan dengan bantuan bius
lokal sebelumnya. Jenis biopsi lainnya adalah dengan mengambil
cairan dari sumsum tulang guna mendeteksi tanda-tanda kanker.
 Pengobatan
 Kemoterapi
Obat-obatan akan digunakan untuk membunuh sel limfosit
yang telah berubah menjadi sel kanker.
Obat kemoterapi tersedia dalam bentuk pil dan cairan yang
disuntikkan ke pembuluh darah. Pada stadium lanjut, obat
kemoterapi bisa digunakan tanpa digabung dengan metode
pengobatan lain. Efek samping obat kemoterapi yang umum
terjadi adalah mual dan rambut rontok.
Pada beberapa kasus limfoma Hodgkin, kemoterapi dapat
dikombinasikan dengan terapi radiasi, baik untuk mengobati
kanker pada stadium awal maupun stadium lanjut.
 Kortikosteroid.
Obat-obatan ini akan digunakan bersamaan dengan
pengobatan kemoterapi. Efek samping yang akan muncul
berupa gangguan tidur, gelisah, meningkatnya nafsu makan
yang dapat memicu penambahan berat badan, dan gangguan
pencernaan.
 Rituximab.
Rituximab adalah obat yang berfungsi membantu antibodi
untuk menyerang sel kanker. Obat ini akan menempel pada
permukaan sel kanker, sehingga akhirnya memicu sistem
kekebalan tubuh untuk membunuh sel kanker tersebut.
Beberapa efek samping rituximab yang bisa muncul adalah
mual, diare, kelelahan, dan gejala-gejala yang menyerupai flu,
seperti pusing dan nyeri otot.
 Radioterapi.
Terapi menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker.
Sinar X akan dipaparkan pada area kanker, misalnya pada
kelenjar getah bening atau area penyebaran sel kanker. Durasi
terapi akan bergantung pada stadium kanker. Beberapa efek
samping dari terapi ini adalah rambut rontok, muncul warna
kemerahan pada kulit yang terpapar radiasi, dan rasa lelah.
 Transplantasi sumsum tulang atau sel punca (stem cell)
Prosedur ini dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
penghasil sel limfosit dengan yang sehat.
Prosedur transplanstasi sumsum tulang dipilih jika limfoma
Hodgkin kambuh. Prosedur dilakukan dengan bantuan obat
kemoterapi dan radiasi untuk menghancurkan sel kanker
sebelum sumsum tulang yang sehat dimasukkan dalam tubuh.
c. Myeloma
 Pengertian
Myeloma adalah jenis kanker yang terbentuk oleh sel plasma
ganas. Sel plasma menghasilkan antibodi (atau immunoglobulin)
yang membantu tubuh menyerang dan membunuh kuman. Sel plasma
normal ditemukan di dalam sumsum tulang dan merupakan bagian
sistem imun yang penting. Sumsum tulang adalah jaringan lunak di
dalam beberapa rongga tulang. Selain sel plasma, sumsum tulang
juga memiliki sel-sel yang membangun jenis sel darah lainnya.
Kanker berawal ketika sel-sel di dalam tubuh mulai tumbuh tidak
terkendali. Sel-sel di hampir semua bagian tubuh lainnya bisa
menjadi kanker, dan dapat menyebar ke area tubuh lainnya. Kanker
darah jenis ini mencegah produksi antibodi normal, yang
mengakibatkan sistem kekebalan tubuh Anda menjadi lemah dan
rentan terhadap infeksi.
 Gejala
 Anemia
 Sering mengalami perdarahan dan memar
 Gangguan tulang dan kalsium sehingga menyebabkan tulang
mudah patah
 Rentan mengalami infeksi
 Gangguan atau kerusakan ginjal
 Kaki bengkak
 Faktor Risiko
 Risiko terkena kanker jenis ini meningkat seiring
bertambahnya usia. Kebanyakan orang yang terdiagnosis
dengan kanker ini berusia setidaknya 65 tahun
 Pria memiliki peluang lebih tinggi terkena penyakit myeloma
daripada wanita
 Memiliki riwayat penyakit autoimun, seperti diabetes, lupus,
rheumatik arthritis, psoriasis, dan lain sebagainya
 Memiliki sistem kekebalan tubuh lemah karena pengobatan
kemoterapi atau terkena HIV/AIDS
 Terpapar radiasi tingkat tinggi (bom atom) atau tingkat rendah
dalam waktu lama (karena pekerjaan khusus).
 Memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini
 Sebuah penelitian oleh American Cancer Society telah
menemukan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas
meningkatkan risiko berkembangnya myeloma
 Mengalami penyakit sel plasma atau kanker lainnya
 Diagnosis
 Tes darah
Tes darah yang dilakukan seperti pemeriksaan hitung darah
lengkap, fungsi ginjal, kadar kalsium, LDH (lactate
dehydrogenase), albumin dan globulin. Hal yang ditemukan
adalah penurunan kadar Hb (anemia) dan albumin, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia), serta peningkatan kadar
kalsium dan globulin.Selain itu untuk mendeteksi protein
abnormal dalam darah dapat dilakukan pemeriksaan yang
dinamakan serum protein electrophoresis (SPEP),
imunofiksasi, free light chain (FLC) assay, dan beta-2
microglobulin. LDH dan beta-2 microglobulin digunakan
untuk mengetahui stadium dari multiple myeloma.
 Pemeriksaan urine
Sama dengan darah, sampel urine juga dapat diperiksa untuk
mengetahui keberadaaan protein abnormal. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah urine protein electrophoresis, imunofiksasi,
dan free light chain (FLC) assay. Selain itu dilakukan
pengumpulan urine 24 jam untuk mendeteksi jumlah protein
abnormal yang dinamakan protein Bence Jones.
 Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
Sampel darah dan jaringan dari aspirasi sumsum tulang yang
diambil dari tulang panggul dekat daerah bokong, dilakukan
untuk melihat gambaran pertumbuhan dari sel plasma.
Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan jarum yang lebih
besar dan panjang, namun tetap dilakukan dengan bius lokal.
 Pemindaian
Pemindaian seperti foto Rontgen (pemeriksaan bone survey),
MRI, CT scan, atau PET scan (positron emission
tomography). Pemindaian berguna untuk mendeteksi kelainan
pada tulang yang berkaitan dengan multiple myeloma.
Pemindaian dilakukan pada bagian kepala, tulang belakang,
lengan, panggul, dan tungkai untuk mengetahui adanya
kerusakan pada bagian tersebut.
 Komplikasi
 Nyeri dan kerusakan pada tulang.
 Infeksi.
 Anemia.
 Penurunan fungsi ginjal.
 Pengobatan
 Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikanpada penyakit ini antara lain
adalah bortezomib, cyclophosphamide, melphalan, lenalido
mide, thalidomide prednison, atau dexamethasone.
Keputusan jenis obat dan dosis yang diberikan sangat
bergantung terhadap kondisi pasien dan daya tahan tubuh
pasien, karena obat-obatan yang digunakan akan
memberikan efek samping, mulai dari yang ringan sampai
yang berbahaya, terhadap pasien. Pasien dengan usia di
bawah 65 tahun biasanya lebih kuat untuk menerima terapi
yang lebih agresif. Pada beberapa pasien yang multiple
myelomanya belum bergejala (disebut smouldering multiple
myeloma), belum membutuhkan terapi segera. Akan tetapi
diharuskan untuk monitor penyakit sampai muncul gejala
awal, guna mendapatkan pengobatan. Selain obat-obatan
untuk multiple myeloma, diberikan juga obat untuk
mengatasi gejala dan komplikasi yang menyertai. Obat-
obatan anti nyeri dan obat
golongan bisphosphonate digunakan untuk mencegah
kerusakan tulang dan menurunkan kadar kalsium dalam
darah. Erythropoietin juga dapat digunakan untuk mengatasi
anemia.

 Transplantasi sumsum tulang atau stem cell


Pada prosedur ini, sumsum tulang yang terjangkit sel kanker
digantikan dengan sumsum tulang baru. Sebelum
transplantasi, sumsum tulang dibersihkan dari sel kanker
melalui obat-obatan dosis tinggi untuk multiple myeloma.
Kemudian stem cells dimasukkan ke tubuh dengan tujuan
pembentukan sumsum tulang yang baru.
 Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar-X dan proton digunakan
untuk menghancurkan sel kanker serta menghentikan
pertumbuhan sel myeloma yang memicu timbulnya rasa sakit
dan kerusakan pada tulang.
 Cuci darah
Cuci darah dilakukan bila kerusakan pada ginjal berkembang
menjadi gagal ginjal.
 Operasi
Operasi dilakukan bila terdapat kelainan pada tulang yang
bertujuan untuk memperbaiki atau memperkuat tulang yang
rusak.
d. Sindrom Mielodisplastik (Praleukimia)
 Pengertian
Praleukimia adalah jenis kanker darah yang menyerang sumsum
tulang. Kondisi ini disebabkan karena sel darah yang terbentuk
tidak sempurna, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Meski sering kali muncul secara perlahan, sindrom ini
juga dapat muncul secara mendadak dan menjadi leukimia pada
tingkatan yang parah.
 Gejala
 Pucat karena anemia.
 Infeksi yang sering terjadi akibat jumlah sel darah putih
matang yang rendah.
 Mudah memar atau berdarah karena rendahnya jumlah
trombosit.
 Kelelahan.
 Sesak napas.
 Bintik merah di bawah kulit akibat perdarahan.
 Penyebab
Sindrom mielodisplasia (MDS) terjadi ketika fungsi sumsum
tulang terganggu. Sumsum tulang memiliki jaringan spons yang
memproduksi sel darah merah untuk membawa oksigen ke seluruh
tubuh, sel darah putih untuk membantu melawan infeksi, dan
trombosit untuk membantu proses pembekuan darah. Pada penderita
sindrom mielodisplasia, sumsum tulang tidak mampu menghasilkan
sel-sel darah sehat (matang) dan hanya mampu memproduksi sel-sel
darah abnormal yang tidak sepenuhnya berkembang. Sel-sel darah
abnormal ini akan mati ketika masih di dalam sumsum tulang atau
ketika baru memasuki aliran darah. Seiring waktu, jumlah sel darah
abnormal akan semakin banyak dan menekan jumlah sel darah sehat,
sehingga jumlah sel darah yang masuk ke aliran darah semakin
sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan genetik. Perubahan
genetik yang dapat mengakibatkan kelainan pada sumsum tulang
tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor pemicu yang diduga
dapat mengakibatkan perubahan genetik sehingga menimbulkan
MDS, yaitu:
 Bertambahnya usia. Sebagian besar penderita MDS
berusia lebih dari 60 tahun.
 Paparan bahan kimia, seperti asap rokok, pestisida, dan
benzena.
 Paparan logam berat, seperti timah dan merkuri.
 Pengobatan dengan kemoterapi atau radioterapi
sebelumnya. Obat kemotera

 Diagnosis
 Tes darah. Untuk mengetahui jumlah sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit dalam tubuh, serta melihat jika
terjadi perubahan terhadap ukuran, bentuk, dan wujud sel
darah.
 Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (BMP). Dokter akan
mengambil sampel darah langsung dari pabriknya (sumsum
tulang) untuk melihat gambaran sel darah keseluruhan dan
pemeriksaan genetik sel, sekaligus pengambilan sampel
jaringan sumsum tulang (biopsi) untuk melihat perubahan
struktur sel di sumsum tulang. Prosedur ini dilakukan
dengan memasukkan sebuah jarum ke satu titik di bagian
belakang tulang panggul. Prosedur ini berlangsung sekitar
15-20 menit.
 Komplikasi
 Anemia.
 Perdarahan sulit berhenti akibat rendahnya trombosit
(trombositopenia).
 Sering mengalami infeksi akibat rendahnya sel darah
putih matang.
 Berkembang menjadi leukemia akut (kanker darah).
 Pengobatan
 Obat-obatan. Bertujuan untuk menghancurkan sel-sel
darah yang tidak berkembang dengan menghentikan
pertumbuhannya. Obat-obatan dapat berbentuk tablet atau
injeksi. Contoh obat yang digunakan untuk menghambat
perkembangan MDS adalah lenalidomide,
azacitidine, atau decitabine.
 Injeksi faktor pertumbuhan sel darah. Untuk
meningkatkan sel darah merah sehat dan
mempertahankan nilai Hb normal dapat
digunakan erythropoietin (EPO), seperti epoetin alfa.
Untuk meningkatkan sel darah putih, pemberian G-CSF
seperti filgrastim, hanya diberikan pada kasus tertentu.
Sedangkan, pemberian faktor pertumbuhan terhadap
trombosit seperti eltrombopag malah dapat meningkatkan
jumlah sel darah yang tidak matang, sehingga tidak
digunakan pada kasus MDS.
 Transfusi darah. Transfusi sel darah merah merupakan
terapi pendukung yang digunakan untuk meningkatkan
jumlah sel darah dan mempertahankan nilai Hb normal.
Sedangkan transfusi trombosit hanya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan, bila terjadi perdarahan.
 Terapi pengikat besi. Terapi ini bertujuan untuk
mengurangi kadar zat besi dalam tubuh akibat terlalu
sering melakukan transfusi.
 Antibiotik. Untuk mengatasi infeksi jika jumlah sel darah
putih rendah.
 Kemoterapi kombinasi. Kemoterapi kombinasi dilakukan
bila terdapat peningkatan jumlah sel muda yang tidak
matang atau MDS yang berkembang menjadi leukemia
akut (kanker darah).
 Transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum
tulang disarankan kepada pasien yang berusia 55 tahun ke
bawah dan memiliki MDS yang tidak terkontrol. Perlu
diingat, MDS banyak dialami oleh pasien berusia 60
tahun ke atas, sehingga transplantasi sumsum tulang
jarang dilakukan pada penyakit MDS.
4. Kelainan Trombosit
A. Definisi Trombosit
Trombosit merupakan elemen terkecil dalam struktur darah, merupakan
sel darah yang berperan penting dalam hemostatis, karena granula trombosit
mengandung faktor pembekuan darah adenosinetrifosfat (ADP) dan
adenosinetrifosfat (ATP), serotonin, katekolamin, dankalsium. Trombosit melekat
pada lapisan pembuluh darah yang rombak (luka) dengan membentuk plug
trombosit.
B. Kelainan Trombosit
a. Trombositopenia
 Pengertian
Trombositopenia merupakan kelainan trombosit yaitu dimana kondisi
saat jumlah keping darah (trombosit) rendah, di bawah nilai
normal. Trombosit berperan untuk menghentikan perdarahan saat terjadi
luka atau kerusakan di pembuluh darah. Kurangnya jumlah trombosit
dapat menyebabkan darah sulit membeku. Jumlah trombosit normal
pada darah adalah sebanyak 150.000 – 450.000 sel per mikroliter
darah. Jika jumlah trombosit kurang dari 150.000, maka seseorang
dapat dianggap menderita trombositopenia. Seseorang yang
menderita trombositopenia rentan mengalami perdarahan, misalnya
mudah lebam, mimisan, atau gusi sering berdarah.
 Gejala
Trombositopenia ringan umumnya tidak menimbulkan gejala.
Kondisi ini biasanya baru diketahui saat penderita melakukan
pemeriksaan jumlah sel darah untuk tujuan lain. Jika jumlah
trombosit semakin turun, penderita akan merasakan gejala utama
berupa perdarahan, baik yang terlihat dari luar maupun perdarahan
organ dalam. Perdarahan organ dalam lebih sulit dideteksi dan
gejalanya bervariasi, tergantung pada organ yang mengalami
perdarahan. Sedangkan perdarahan di tubuh bagian luar nampak
sebagai memar atau lebam, dan perdarahan yang sulit berhenti.
Gejala perdarahan lain yang dapat muncul akibat trombositopenia
adalah:

 Mimisan
 Gusi berdarah
 Menstruasi yang lebih banyak dari biasanya
 Hematuria
 BAB berdarah atau berwarna hitam
 Muntah darah atau berwarna seperti kopi
 Penyebab
 Kecanduan alkohol dalam jangka panjang.
 Penyakit liver.
 Sindrom mielodisplasia.
 Penyakit anemia aplastik.
 Penyakit myelofibrosis.
 Kelainan genetik, seperti Sindrom Wiskott-Aldrich.
 Komplikasi
 Anemia.
 Perdarahan sulit berhenti akibat rendahnya trombosit
(trombositopenia).
 Sering mengalami infeksi akibat rendahnya sel darah putih
matang.Berkembang menjadi leukemia akut (kanker darah).
 Diagnosis
 USG perut
USG perut dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi
pembesaran pada organ hati maupun limpa.
 Aspirasi sumsum tulang
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dilakukan untuk melihat
jumlah serta struktur sel darah langsung dari pabriknya, yaitu
sumsum tulang. Pemeriksaan ini juga melihat kondisi sumsum
tulang, dengan mengambil sedikit sampel jaringan (biopsi
sumsum tulang).
 Pengobatan
Pengobatan untuk trombositopenia berbeda-beda tergantung
penyebab, jumlah trombosit, dan akut atau kronisnya penyakit :
 Jika tombositopenia disebabkan oleh efek samping obat, maka
bila perlu dokter akan mengganti atau menghentikan
penggunaan obat tersebut.
 Jika trombositopenia disebabkan oleh infeksi virus, akan
diberikan obat antivirus bila diperlukan. Beberapa infeksi
virus, seperti demam berdarah, tidak memerlukan obat
antivirus, melainkan hanya memerlukan asupan cairan yang
cukup.
 Jika trombositopenia disebabkan oleh kecanduan alkohol
jangka panjang, dokter akan meminta penderita untuk berhenti
minum alkohol.
 Jika trombositopenia disebabkan oleh penyakit autoimun,
misalnya ITP, pengobatannya adalah dengan
pemberian kortikosteroid.
 Pencegahan
 Menghindari minum minuman beralkohol.
 Mendapatkan vaksinasi untuk mencegah beberapa infeksi virus
yang dapat menurunkan jumlah trombosit, misalnya cacar air
dan rubella.
 Mengikuti program pemberantasan sarang nyamuk untuk
mencegah demam berdarah.
b. Immune Thrombocytopenic Purpura
 Pengertian
Immune thrombocytopenic purpura atau biasa disingkat ITP
adalah gangguan darah golongan penyakit autoimun. ITP disebabkan
oleh sistem kekebalan tubuh yang menyerang trombosit sehat.
Normalnya, dalam 1μl darah mengandung 140,000-440,000
trombosit. Jika kadar trombosit kurang dari 50.000 trombosit/µl,
maka inilah tanda awal gejala ITP muncul.
 Gejala
ITP adalah kondisi yang memiliki gejala umum seperti perdarahan
dan ruam kulit yang tampak seperti bintik-bintik merah (ruam
petekie). Gejala lainnya seperti gusi berdarah, buang air besar yang
disertai darah, menstruasi berkepanjangan, dan perdarahan dari
hidung (mimisan)
 Penyebab
ITP adalah penyakit autoimun yang penyebabnya tidak
diketahui. Orang-orang yang menderita thrombocytopenic purpura
idiopatik akan mengalami malfungsi pada sistem kekebalan tubuhnya
sehingga mulai menyerang trombosit seolah-olah mereka adalah
benda asing. Antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh
menempel pada trombosit, lalu menandai trombosit untuk
dihancurkan. Kemudian, limpa yang membantu tubuh melawan
infeksi akan mengenali antibodi dan turut menyingkirkan trombosit
dari tubuh. Pada anak-anak, terinfeksi virus (seperti gondok atau
influenza) biasanya menyebabkan ITP dan sering hilang dengan
sendirinya.Pada orang dewasa, ITP tersebar setelah adanya infeksi
virus, terutama mereka yang mengidap HIV. Penggunaan obat-obatan
selama kehamilan juga dapat menjadi penyebab ITP. ITP pada orang
dewasa dapat menimbulkan kondisi kronis.
 Infeksi virus atau bakteri, umumnya pada anak-anak.
 Vaksinasi.
 Paparan racun atau bahan kimia berbahaya,
misalnya insektisida.
 Penyakit autoimun lain, misalnya lupus.
 Pengobatan kemoterapi.
 Faktor Risiko
 Jenis kelamin. Wanita dua kali lebih berisiko mengembangkan
ITP daripada pria.
 Infeksi virus. Banyak anak-anak yang menderita ITP mengalami
gangguan kesehatan setelah terinfeksi virus, misalnya gondok,
campak, bahkan infeksi saluran pernapasan.
 Epidemiologi
Prevalensi yang disesuaikan berdasarkan usia dari purpura
trombositopenik imun (ITP) diperkirakan 9,5 per 100.000 orang di
AS sementara kejadian tahunannya diperkirakan 2,68 per 100.000 di
Eropa Utara (dengan jumlah trombosit <100 x 10 yang dipotong) (9) /
L). Usia rata-rata orang dewasa pada saat diagnosis di Eropa adalah
50 tahun dan kejadian ITP meningkat dengan bertambahnya
usia. Baik perawatan yang digunakan untuk mengobati pasien dengan
ITP dan penyakit itu sendiri dapat berdampak pada kualitas hidup
terkait kesehatan pasien (HRQoL). Sebagai kejadian ITP di Eropa
meningkat, terutama pada orang tua, jumlah pasien dengan penurunan
HRQoL meningkat. Pencarian literatur dan kelompok fokus telah
membantu pengembangan model konseptual untuk menilai
HRQoL. Dalam model ini, jumlah trombosit yang rendah dan gejala
terkait ITP selain efek samping pengobatan diusulkan sebagai
penentu utama dari HRQoL yang terkena dampak negatif. Domain
konseptual primer HRQoL, yang terpengaruh pada pasien dengan
ITP, termasuk kesehatan emosional, kesehatan fungsional, pekerjaan,
kegiatan sosial dan rekreasi dan kesehatan reproduksi. Karena
manfaat pengobatan cenderung meningkatkan domain ini, model
konseptual dapat digunakan untuk manajemen pasien yang lebih baik,
dengan mempertimbangkan HRQoL. Kuesioner 36-item bentuk
pendek (SF-36) dan Kuesioner Penilaian Pasien ITP (ITP-PAQ)
adalah langkah-langkah HRQoL yang divalidasi yang dapat
memberikan penilaian komprehensif berbagai faktor untuk membantu
mengevaluasi keputusan tentang manajemen pasien. Uji klinis masa
depan yang menyelidiki pilihan pengobatan untuk ITP harus menilai
HRQoL menggunakan kuesioner yang divalidasi ini.
 Diagnosis
 Uji fungsi hati
 Pemeriksaan fungsi ginjal
 Aspirasi sumsum tulang
 Komplikasi
 Katarak
 Osteoporosis
 Diabetes
 Hilangnya massa otot
 Pengobatan
 Obat-obatan
- Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi untuk menekan sistem kekebalan tubuh
dan jumlah trombosit. Dokter akan memberi instruksi kepada
pasien untuk berhenti mengonsumsi obat ini, jika jumlah trombosit
sudah kembali normal.
- Eltrombopag
Jenis obat ini digunakan untuk membantu sumsum tulang agar
dapat memproduksi lebih banyak trombosit.
- Rituximab
Rituximab berfungsi untuk meredakan respons sistem kekebalan
tubuh yang menyebabkan rusaknya trombosit.
- Intravenous immunoglobulin (IVIg)
Obat ini diberikan untuk meningkatkan jumlah trombosit ketika
obat lain tidak lagi efektif dalam mengatasi ITP. Obat ini juga
digunakan untuk meningkatkan jumlah darah ketika pasien
mengalami perdarahan sebelum menjalani operasi
- Operasi
Jika ITP sudah parah dan obat-obatan tidak lagi efektif dalam
mengatasi gejala yang muncul, dokter akan melakukan operasi
pengangkatan organ limpa atau splenektomi. Prosedur
splenektomi bertujuan untuk mencegah penghancuran
trombosit di organ limpa. Meskipun demikian, prosedur operasi
ini jarang sekali dilakukan karena berisiko
menimbulkan infeksi.

-
Referensi

https://hellosehat.com/penyakit/polisitemia-vera/ di akses pada tanggal 7 September 2019

https://hellosehat.com/penyakit/kelainan-darah/ diakses pada tanggal 7 September 2019

https://www.academia.edu/9356767/makalah_epidemiologi_Anemia diakses pada tanggal 7


September 2019

https://www.alodokter.com/anemia-defisiensi-besi/pengobatan diakses pada tanggal 7 September


2019

https://www.alodokter.com/anemia-defisiensi-vitamin-b12-dan-folat/diagnosis diakses pada


tanggal 7 September 2019

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce7919b071ee191d4d7d71822dcc3098.p
df diakses pada tanggal 8 September 2019

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce7919b071ee191d4d7d71822dcc3098.p
df diakses pada tanggal 8 September 2019

https://hellosehat.com/penyakit/leukemia-limfositik-akut/ diakses pada tangga 8 Seprember 2019

https://www.alomedika.com/penyakit/hematologi/leukemia/epidemiologi diakses pada tanggal 8


September 2019

https://www.alodokter.com/multiple-myeloma diakses pada tanggal 8 September 2019

https://www.academia.edu/9356767/makalah_epidemiologi_Anemia diakses pada tanggal 8


September 2019.

Anda mungkin juga menyukai