NIM : 6411418108
Gejala
Gejala anemia sideroblastik termasuk kulit pucat,
kelelahan, pusing, dan pembesaran limpa dan hati . Penyakit
jantung, kerusakan hati, dan gagal ginjal dapat terjadi akibat
penumpukan zat besi di organ-organ ini.
Penyebab
Penyebab anemia sideroblastik dapat dikategorikan ke
dalam tiga kelompok: anemia sideroblastik kongenital, anemia
sideroblastik klon yang didapat, dan anemia sideroblastik yang
dapat dibalik. Semua kasus melibatkan sintesis atau
pemrosesan heme yang tidak berfungsi. Hal ini menyebabkan
deposisi granular besi dalam mitokondria yang membentuk
cincin di sekitar nukleus sel darah merah yang sedang
berkembang. Bentuk bawaan sering hadir dengan anemia
normositik atau mikrositik sedangkan bentuk sideroblastik yang
didapat sering berupa normositik atau makrositik.
Diagnosis
Aspirasi susmsum tulang belakang ditemukan cicncin
sidertoblastis mengelilingi sideroblaster terlihat dalam tulanh
sumsum. Anemia dapat ditemukan mulai dari sistem ringan
samapi berat, ditandai dengan adanya anisocysosis dan
poikilocyrosis. Dapat ditemukan sel target dan Pappernheimer
bodies. MCV menurn, hitung jenis bergeser kea rah kiri Leukosis
dan trombosit normal susmsum tulang menunjukan heperplasia
erythroid dengan pematangan lebih dari 40% dari eritrosit
berkembang adalah dikelilingi sideroblastis. Besi serum
presentasi dan saturasi feritin meningkat TIBC yang berkurang
adalah normal. Hemosiderin sumsum tulang meningkat.
Pemeriksaan Penunjang
Peningkatan kadar feritin
Penurunan total kapasitas mengikat besi
Peningkatan hematokrit sekitar 20-30%
Serum iron tinggi
Saturasi transferim meningkat
Sel hidup rata-rata volume atau MCV biasanya normal
atau sedikit meingkat, walaupun mungkin kadang-
kadang rendah, yang menyebabkan kebingungan
dengan kekurangan zat besi
Pada keracunan timbale, ditemukan bintik kasar
basophil pada sel darah merah
Spesifik test : perawarnaan Prusian Blue disumsum
tulang. Menunjukan cicnin yang mengeliling
sideroblasts.
Anemia Megaloblastik
Pengertian
Anemia megaloblastik adalah kumpulan penyakit yang
disebabkan oleh gangguan sintesis DNA. Sel terutama yang
terkena adalah sel yang pertukarannya (turn over) cepat, terutama
sel precursor hematopoetik dan sel epitel gastro-intestinal.
Etiologi
Sebagian besar anemia megaloblastik disebabkan oleh
defisiensi kobalamin (vit B12) dan/atau asam folat.
Gejala klinis
Pada defisiensi kobalomi : gangguan neurologis
Pada gangguan gastrointestinal dapat timul gejala :
kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, mual
dan sembelit
Pasien mungkin diikuti sariawan dan sakit pada lidah
Tanda-tanda anemia
Gangguan Neuorlogis : parastesi tangan dan kaki,
kehilangan memori selanjutnya jika keadaan memberat
dapat mempengaruhi gaya berjalan, kebutaan akibat
atropi N. optikus dan gangguan kejiwaan.
Diagnosis
Temuan makrositosis yang bermakna mengisyaratakan
adanya anemia megaboblastik. Penyebab lain makrositosis
adalah hemolisis, penyakit hati, alkoholisme, hipotriodisme dan
anemia aplastik. Apusan darah memperlihatkan anisitosis
mencolok dan poikilositosis, disertai makrovalosit yaitu eritrosit
yang mengalami hemoglibinisasi penuh, besar, oval dan khas
untuk anemia megaloblastik. Bebrapa stippling basofilik ditemui
dan kadang-kadang ditemukan pula sel darah merah yang berinti.
b. Pembesaran Limpa
Banyak penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran limpa. Jika
membesar, limpa cenderung menangkap dan menghancurkan sel darah
merah. Semakin banyak sel yang terkjebak. Anemia yang disebabkan oleh
pembesaran limpa, biasanya berkembang secara perlahan dan gejalanya
cenderung ringan. Kadang anemianya cukup berat, sehingga perlu dilakukan
pengangkatan limpa. Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan
berkurangnya jumllah keeping darah dan sel darah putih.
c. Kerusakan Mekanik pada Sel Darah Merah
Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan disepenjang pembuluh
darah tanpa mengalami gangguan. Tetapi secara mekanik, sel darah merah
bisa mengalami kerusakan karena adanya kelainan pada pembulun darah
(misalnya suatu aneurishma), katu jantung buatan atau karena tekanan darah
yang sangat tinggi. Kelainan tersebut bisa mengancurkan sel darah merah dan
menyebabkan sel darah merah mengeluarkan isinya ke dalam darah.
e. Polisitemia vera
Pengertian
Polisitemia vera adalah sebuah kelainan darah yang langka, di
mana sumsum tulang belakang menghasilkan sel darah merah lebih
banyak dari batas wajar. Apabila jumlah sel darah merah terlalu banyak,
hal tersebut dapat memengaruhi tingkat kekentalan darah.Darah yang
terlalu kental dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah di pembuluh
nadi. Kondisi ini berpotensi mengakibatkan berbagai masalah, beberapa
di antaranya adalah risiko penggumpalan darah stroke, dan serangan
jantung.
Epidemiologi
Kondisi ini sangat langka terjadi, dengan perkiraan hanya 22 dari
100.000 orang di dunia yang menderita penyakit ini.Polisitemia vera lebih
banyak menyerang laki-laki dibanding dengan perempuan. Semua
kelompok usia bisa mengalami kondisi ini, tapi kebanyakan kasus terjadi
pada pasien yang sudah berusia 60 tahun ke atas. Polisitemia vera jarang
terjadi pada orang di bawah usia 20 tahun.
Gejala
Sesak napas
Gejala pembekuan darah pada urat dekat dengan permukaan kulit
(flebitis)
Warna kebiruan pada kulit, terutama di kaki dan tangan
Rasa kembung atau sesak di perut
Kelelahan
Telinga berdengung
Bercak-bercak merah pada kulit
Gangguan penglihatan
Mimisan
Pendarahan pada gusi
Penyebab
Polisitemia primer
Jenis ini yang paling umum ditemukan dan berkaitan dengan
adanya mutasi genetik. Menurut MPN Research Foundation,
sebanyak 95% penderita polisitemia vera memiliki gen JAK2 yang
bermasalah. Namun, hingga saat ini belum ditemukan apa yang
menyebabkan mutasi gen JAK2 secara pasti. Gen JAK2
memproduksi protein bernama kinase. Kinase berperan penting
dalam pertumbuhan sel. Apabila gen JAK2 di dalam tubuh
mengalami mutasi, hal ini menyebabkan gen tersebut bekerja secara
berlebihan. Kondisi ini dapat berpengaruh pada produksi sel darah di
sumsum tulang belakang. Polisitemia jenis primer bukanlah kondisi
yang diturunkan dari keluarga. Namun, pada beberapa kasus, mutasi
genetik dapat terjadi melalui keturunan keluarga.
Polisitemia sekunder
Polisitemia jenis ini tidak ada hubungannya dengan mutasi gen
JAK2. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya kadar oksigen di dalam
tubuh, terutama darah.Apabila tubuh kekurangan oksigen dalam
jangka waktu yang lama, ginjal Anda akan memproduksi hormon
eythropoietin (EPO). Hormon EPO yang berlebihan dapat
merangsang sumsum tulang belakang untuk menghasilkan sel darah
merah lebih banyak dari biasanya. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan polisitemia sekunder meliputi:
- Penyakit paru-paru kronis (COPD) dan sleep apnea Kedua kondisi
ini mengakibatkan pernapasan terganggu dan menyebabkan tubuh
kekurangan oksigen. Hal ini dapat memicu peningkatan produksi
hormon EPO dan sel darah merah dalam tubuh.
- Masalah pada ginjal
Pada kasus yang jarang terjadi, produksi hormon EPO juga dapat
meningkat apabila ginjal mengalami kerusakan, seperti adanya
tumor atau penyempitan pembuluh darah.
Faktor Risiko
Usia
Orang-orang berusia di atas 60 tahun cenderung lebih rentan terhadap
penyakit ini, walaupun polisitemia vera mungkin saja menyerang
individu yang lebih muda.
Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki lebih berisiko terkena
penyakit ini, dengan perkiraan 2,8 penderita dari 100.000 pasien laki-
laki dan 1,3 dari 100.000 perempuan.
Lingkungan
Apabila berada di lingkungan yang sering terpapar radiasi atau zat-zat
beracun seperti pabrik, bengkel, tinggal di rumah dengan ventilasi
yang buruk, atau berada di ketinggian terlalu lama, berisiko mengidap
polisitemia vera.
Mutasi genetic
Tubuh yang mengalami mutasi gen JAK2 lebih rentan mengalami
penyakit ini dibanding orang-orang dengan aktivitas DNA yang
normal.
Aktif merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena polisitemia vera, akibat
kemungkinan kurangnya aliran oksigen di dalam darah.
Komplikasi
Penggumpalan darah
Gumpalan darah dapat melewati pembuluh darah dan menyerang
di mana saja, menyebabkan kasus yang serius seperti stroke
(pembuluh darah otak) atau infark miokard (arteri jantung).
Pembesaran limpa (splenomegali)
Limpa berfungsi melawan infeksi dan racun yang menyerang
tubuh, termasuk sel-sel darah yang sudah rusak atau mati.
Peningkatan jumlah sel darah merah akan memaksa limpa Anda
bekerja lebih keras dari biasanya, sehingga pelebaran atau
pembengkakan dapat terjadi.
Gangguan pada kulit
Gangguan pada kulit dapat mengalami gatal-gatal, perih,
kesemutan pada lengan, kaki, telapak tangan atau kaki, serta
kemerahan pada wajah.
Kelainan darah lainnya
Pada kasus yang jarang terjadi, polisitemia vera dapat
mengakibatkan penyakit darah lainnya. Salah satunya adalah
mielofibrosis, yaitu munculnya luka pada jaringan umsum tulang
belakang. Selain itu, penyakit darah lain yang mungkin dapat
ditimbulkan oleh kondisi ini adalah sindrom mielodisplastik
(kesalahan fungsi sel punca di sumsum tulang belakang), kanker
sumsum tulang belakang, dan leukemia akut.
Kerusakan organ tubuh lainnya
Diagnosis
Pemeriksaan Darah Lengkap
Tes darah lengkap bertujuan untuk mengetahui kadar hemoglobin
dan hematokrit. Hemoglobin adalah protein kaya akan zat besi yang
membantu sel darah merah mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh,
sedangkan hematokrit adalah seberapa banyak ruang yang dipenuhi
oleh sel darah merah di dalam darah.
Blood Smear
Dalam tes ini, darah akan diambil dengan jarum suntik melalui
pembuluh. Kemudian, sampel darah ini akan diperiksa dengan
mikroskop. Dengan mikroskop, jumlah sel darah merah yang
berlebihan akan terlihat.
Tes Level Hormon Erythropoietin (EPO)
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar hormon EPO di dalam
darah. Kadar EPO yang rendah menandakan mengalami polisitemia.
Tes biopsy sumsum tulang belakang
Dalam tes ini, dokter akan mengambil sedikit jaringan sumsum
tulang belakang dengan memasukkan jarum. Sampel jaringan ini
yang nantinya akan diperiksa dengan mikroskop. Tes ini dapat
menunjukkan apakah ada masalah pada sumsum tulang belakang
yang berpotensi mengakibatkan produksi sel darah merah berlebih.
Pengobatan
Prosedur Phlebotomy
Prosedur ini dilakukan dengan cara mengurangi darah di dalam
tubuh, dengan harapan dapat menurunkan kadar sel darah merah.
Tujuannya adalah untuk mengencerkan darah, sehingga aliran darah
lebih lancar dan risiko terjadinya penggumpalan darah dapat
berkurang.
Konsumsi obat-obatan
Obat-obatan juga dapat digunakan, seperti Aspirin dosis
rendahObat ini digunakan untuk mengurangi pembekuan darah dan
rasa sakit. Aspirin diberikan dalam dosis rendah untuk menghindari
perdarahan pada lambung. Obat penurun sel darah Dokter juga akan
meresepkan obat-obatan seperti hydroxyurea, interferon, anagrelide,
atau ruxolitinib (Jakafi) untuk mengurangi kadar sel darah di dalam
tubuh.Terapi untuk mengurangi rasa gatal. Pengobatan yang biasanya
digunakan untuk mengatasi depresi, yang disebut selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRIs) dapat membantu meringankan gatal-gatal
pada kulit.
3. Kelainan Sel Darah Putih
A. Pengertian Sel Darah Putih
Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan limpatik
untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan
tubuh terhadap infeksi (Sutedjo, 2006). Leukosit paling sedikit dalam tubuh
jumlahnya sekitar 4.000-11.000/mm3 . Berfungsi untuk melindungi tubuh dari
infeksi. Karena itu, jumlah leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu,
sesuai dengan jumlah benda asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih
dapat ditoleransi tubuh tanpa menimbulkan gangguan fungsi (Sadikin, 2002).
Meskipun leukosit merupakan sel darah, tapi fungsi leukosit lebih banyak
dilakukan di dalam jaringan. Leukosit hanya bersifat sementara mengikuti aliran
darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi peradangan pada jaringan tubuh leukosit
akan pindah menuju jaringan yang mengalami radang dengan cara menembus
dinding kapiler (Kiswari,2014).
B. Kelainan Sel Darah Putih
a. Leukimia
Pengertian
Leukemia adalah kanker sel darah putih, yang menghentikan sel
darah putih dalam melawan infeksi. Ini adalah jenis yang paling umum
dari kanker darah. Ketika seseorang memiliki leukemia, sumsum
tulangnya tidak mampu memproduksi sel-sel darah merah yang cukup
dan trombosit untuk memasok kebutuhan tubuh. Berdasarkan seberapa
cepat perkembangannya serta jenis sel darah putih yang diserang,
leukemia ini dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu akut dan kronis.
Leukemia kronis jauh lebih berbahaya dan sulit untuk diobati.
Gejala
Darah sukar membeku
Sering mengalami perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah, atau
memar
Rentan terkena infeksi
Nyeri pada persendiannya atau di bagian tulang belakang
Sakit kepala yang intens
Nafsu makan menurun
Mengalami penurunan berat badan secara drastic
Muncul keringat berlebih di malam hari
Faktor Risiko
Adanya penyakit keturunan gangguan pada imun tubuh.
Memiliki seorang saudara kandung atau kembaran dengan
leukemia.
Riwayat paparan radiasi, kemoterapi, benzena dengan takaran
yang tinggi.
Riwayat pada sistem imun seperti transplantasi organ
Diagnosis
Hitung darah perifer lengkap/complete blood count (CBC)
Pemeriksaan protein darah
Tes penanda tumor
Tes sirkulasi sel tumor
Etiologi
Etiologi leukemia akut berhubungan dengan obesitas dan merokok.
Kelainan genetik seperti Down Syndrome dan Li Fraumeni
Syndrome juga berperan meningkatkan risiko leukemia akut. Pasien
yang mendapat terapi imunosupresan dan/atau kemoterapi
meningkatkan risiko terjadinya acute myeloid leukemia (AML). Acute
lymphocytic leukemia pada pasien dewasa berhubungan dengan infeksi
virus T-lymphotropic tipe 1, Epstein Barr, dan keadaan
imunodefisiensi, misalnya yang diakibatkan oleh HIV. Etiologi chronic
lymphocytic leukemia masih belum diketahui sementara chronic
myeloid leukemia diketahui berhubungan dengan paparan benzena dan
radiasi. Radiasi dapat menyebabkan mutasi, delesi, atau translokasi
DNA. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya insiden leukemia akut
pada kelompok yang berhasil selamat dari bom atom dan radiografer
yang terpapar radiasi tinggi.
Epidemiologi
Menurut data statistic kanker Surveillance, Epidemiology, and End
Results Program National Cancer Institute prevalensi leukemia
sebesar 13.7 per 100.000 populasi per tahun, dan jumlah kematian
leukemia sebesar 6.8 per 100.000 populasi per tahun. Pada tahun 2017
diperkirakan sebanyak 62.130 kasus baru leukemia dan 24,500 orang
akan meninggalan karena leukemia. Leukemia berada di urutan ke-9
dilihat dari prevalensi kejadiannya, yaitu sebesar 3.7% dari seluruh
kanker di United States.
Pengobatan
Kemoterapi.
Kemoterapi adalah penggunaan obat antikanker yang
dirancang untuk mengganggu dan menghentikan pertumbuhan sel-
sel kanker dalam tubuh. Kemoterapi untuk kanker darah kadang-
kadang terdiri dari pemberian beberapa obat bersama dalam satu
set pengobatan ainnya. Selain itu, kemoterapi juga dapat diberikan
sebelum transplantasi sel punca.
Terapi radiasi.
Prosedur ini dapat digunakan untuk menghancurkan sel-sel
kanker atau untuk mengurangi rasa nyeri atau tidak nyaman saat
gejala kanker darah muncul. Prosedur ini dilakukan menggunakan
gelombang energi tinggi seperti, sinar x, gama, proton, dan
elektron untuk membunuh sel kanker. Walaupun terapi radiasi
paling sering digunakan sebagai obat kanker, tetapi terkadang
terapi ini juga dipakai untuk mengobati pasien yang tidak terkena
penyakit ini, seperti tumor dan gangguan pada kelenjar tiroid.
Terapi target.
Terapi target adalah terapi yang menggunakan obat-obatan
atau bahan kimia lain untuk mengidentifikasi dan menyerang sel
kanker secara spesifik tanpa membunuh sel-sel normal.
Transplantasi stemcell.
Transplantasi stemcell akanmenanamkan stem
cell pembentuk darah yang sehat ke dalam tubuh. Stem cell dapat
dikumpulkan dari sumsum tulang, darah perifer, dan darah tali
pusat.
b. Limfoma
Pengertian
Kanker darah limfoma berkembang pada limfosit – tipe sel darah
putih yang berperan untuk melawan infeksi. Kanker jenis ini juga
memengaruhi kelenjar getah bening, limpa, timus, sumsum tulang, dan
bagian lain dari tubuh. Limfosit yang tidak normal dapat mengganggu
sistem kekebalan tubuh. Hal ini akan mengurangi daya tahan tubuh
penderitnya terhadap faktor berbahaya dari luar.
Gejala
Adanya tonjolan di bawah kulit, biasanya di selangkangan, leher,
atau ketiak
Demam dan menggigil
Batuk yang tak kunjung sembuh dan membaik
Sesak napas dan nyeri di dada
Gatal-gatal di seluruh tubuh
Keringat berlebih di malam hari
Sakit perut, punggung, atau nyeri tulang
Selalu merasa lemah, lesu, dan tidak bersemangat
Berat badan turun drastis tanpa alasan yang jelas
Nafsu makan menurun
Gangguan saraf
Muncul darah dalam tinja atau muntah
Faktor Risiko
Berusia 60-an atau lebih
Berjenis kelamin laki-laki
Sistem kekebalan tubuh lemah karena HIV/AIDS, transplantasi
organ, atau karena Anda dilahirkan dengan gangguan sistem
imun
Memiliki penyakit sistem kekebalan tubuh seperti rheumatoid
arthritis (rematik), sindrom Sjögren, lupus, atau penyakit Celiac
Pernah terinfeksi dengan virus seperti Epstein-Barr, hepatitis C,
human-cell T leukemia/limfoma (HTLV-1), atau virus herpes
manusia (HHV8)
memiliki riwayat keluarga seperti orangtua, saudara kandung,
atau kakek dan nenek yang mengidap limfoma
terkena benzena atau bahan kimia yang membunuh serangga dan
gulma
Memiliki riwayat penyakit limfoma Hodgkin atau limfoma non-
Hodgkin di masa lalu
sedang menjalani pengobatan kemoterapi karena kanker tertentu
Kelebihan berat badan atau obesitas
Diagnosis
Tes darah
Tes pencitraan tubuh, seperti foto Rontgen, CT scan, MRI, dan
PET scan
Biopsi, yaitu pemeriksaan dengan mengambil sampel kelenjar
getah bening yang membesar melalui jarum, kemudian diperiksa
di laboratorium. Prosedur ini dilakukan dengan bantuan bius
lokal sebelumnya. Jenis biopsi lainnya adalah dengan mengambil
cairan dari sumsum tulang guna mendeteksi tanda-tanda kanker.
Pengobatan
Kemoterapi
Obat-obatan akan digunakan untuk membunuh sel limfosit
yang telah berubah menjadi sel kanker.
Obat kemoterapi tersedia dalam bentuk pil dan cairan yang
disuntikkan ke pembuluh darah. Pada stadium lanjut, obat
kemoterapi bisa digunakan tanpa digabung dengan metode
pengobatan lain. Efek samping obat kemoterapi yang umum
terjadi adalah mual dan rambut rontok.
Pada beberapa kasus limfoma Hodgkin, kemoterapi dapat
dikombinasikan dengan terapi radiasi, baik untuk mengobati
kanker pada stadium awal maupun stadium lanjut.
Kortikosteroid.
Obat-obatan ini akan digunakan bersamaan dengan
pengobatan kemoterapi. Efek samping yang akan muncul
berupa gangguan tidur, gelisah, meningkatnya nafsu makan
yang dapat memicu penambahan berat badan, dan gangguan
pencernaan.
Rituximab.
Rituximab adalah obat yang berfungsi membantu antibodi
untuk menyerang sel kanker. Obat ini akan menempel pada
permukaan sel kanker, sehingga akhirnya memicu sistem
kekebalan tubuh untuk membunuh sel kanker tersebut.
Beberapa efek samping rituximab yang bisa muncul adalah
mual, diare, kelelahan, dan gejala-gejala yang menyerupai flu,
seperti pusing dan nyeri otot.
Radioterapi.
Terapi menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker.
Sinar X akan dipaparkan pada area kanker, misalnya pada
kelenjar getah bening atau area penyebaran sel kanker. Durasi
terapi akan bergantung pada stadium kanker. Beberapa efek
samping dari terapi ini adalah rambut rontok, muncul warna
kemerahan pada kulit yang terpapar radiasi, dan rasa lelah.
Transplantasi sumsum tulang atau sel punca (stem cell)
Prosedur ini dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
penghasil sel limfosit dengan yang sehat.
Prosedur transplanstasi sumsum tulang dipilih jika limfoma
Hodgkin kambuh. Prosedur dilakukan dengan bantuan obat
kemoterapi dan radiasi untuk menghancurkan sel kanker
sebelum sumsum tulang yang sehat dimasukkan dalam tubuh.
c. Myeloma
Pengertian
Myeloma adalah jenis kanker yang terbentuk oleh sel plasma
ganas. Sel plasma menghasilkan antibodi (atau immunoglobulin)
yang membantu tubuh menyerang dan membunuh kuman. Sel plasma
normal ditemukan di dalam sumsum tulang dan merupakan bagian
sistem imun yang penting. Sumsum tulang adalah jaringan lunak di
dalam beberapa rongga tulang. Selain sel plasma, sumsum tulang
juga memiliki sel-sel yang membangun jenis sel darah lainnya.
Kanker berawal ketika sel-sel di dalam tubuh mulai tumbuh tidak
terkendali. Sel-sel di hampir semua bagian tubuh lainnya bisa
menjadi kanker, dan dapat menyebar ke area tubuh lainnya. Kanker
darah jenis ini mencegah produksi antibodi normal, yang
mengakibatkan sistem kekebalan tubuh Anda menjadi lemah dan
rentan terhadap infeksi.
Gejala
Anemia
Sering mengalami perdarahan dan memar
Gangguan tulang dan kalsium sehingga menyebabkan tulang
mudah patah
Rentan mengalami infeksi
Gangguan atau kerusakan ginjal
Kaki bengkak
Faktor Risiko
Risiko terkena kanker jenis ini meningkat seiring
bertambahnya usia. Kebanyakan orang yang terdiagnosis
dengan kanker ini berusia setidaknya 65 tahun
Pria memiliki peluang lebih tinggi terkena penyakit myeloma
daripada wanita
Memiliki riwayat penyakit autoimun, seperti diabetes, lupus,
rheumatik arthritis, psoriasis, dan lain sebagainya
Memiliki sistem kekebalan tubuh lemah karena pengobatan
kemoterapi atau terkena HIV/AIDS
Terpapar radiasi tingkat tinggi (bom atom) atau tingkat rendah
dalam waktu lama (karena pekerjaan khusus).
Memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini
Sebuah penelitian oleh American Cancer Society telah
menemukan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas
meningkatkan risiko berkembangnya myeloma
Mengalami penyakit sel plasma atau kanker lainnya
Diagnosis
Tes darah
Tes darah yang dilakukan seperti pemeriksaan hitung darah
lengkap, fungsi ginjal, kadar kalsium, LDH (lactate
dehydrogenase), albumin dan globulin. Hal yang ditemukan
adalah penurunan kadar Hb (anemia) dan albumin, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia), serta peningkatan kadar
kalsium dan globulin.Selain itu untuk mendeteksi protein
abnormal dalam darah dapat dilakukan pemeriksaan yang
dinamakan serum protein electrophoresis (SPEP),
imunofiksasi, free light chain (FLC) assay, dan beta-2
microglobulin. LDH dan beta-2 microglobulin digunakan
untuk mengetahui stadium dari multiple myeloma.
Pemeriksaan urine
Sama dengan darah, sampel urine juga dapat diperiksa untuk
mengetahui keberadaaan protein abnormal. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah urine protein electrophoresis, imunofiksasi,
dan free light chain (FLC) assay. Selain itu dilakukan
pengumpulan urine 24 jam untuk mendeteksi jumlah protein
abnormal yang dinamakan protein Bence Jones.
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
Sampel darah dan jaringan dari aspirasi sumsum tulang yang
diambil dari tulang panggul dekat daerah bokong, dilakukan
untuk melihat gambaran pertumbuhan dari sel plasma.
Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan jarum yang lebih
besar dan panjang, namun tetap dilakukan dengan bius lokal.
Pemindaian
Pemindaian seperti foto Rontgen (pemeriksaan bone survey),
MRI, CT scan, atau PET scan (positron emission
tomography). Pemindaian berguna untuk mendeteksi kelainan
pada tulang yang berkaitan dengan multiple myeloma.
Pemindaian dilakukan pada bagian kepala, tulang belakang,
lengan, panggul, dan tungkai untuk mengetahui adanya
kerusakan pada bagian tersebut.
Komplikasi
Nyeri dan kerusakan pada tulang.
Infeksi.
Anemia.
Penurunan fungsi ginjal.
Pengobatan
Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikanpada penyakit ini antara lain
adalah bortezomib, cyclophosphamide, melphalan, lenalido
mide, thalidomide prednison, atau dexamethasone.
Keputusan jenis obat dan dosis yang diberikan sangat
bergantung terhadap kondisi pasien dan daya tahan tubuh
pasien, karena obat-obatan yang digunakan akan
memberikan efek samping, mulai dari yang ringan sampai
yang berbahaya, terhadap pasien. Pasien dengan usia di
bawah 65 tahun biasanya lebih kuat untuk menerima terapi
yang lebih agresif. Pada beberapa pasien yang multiple
myelomanya belum bergejala (disebut smouldering multiple
myeloma), belum membutuhkan terapi segera. Akan tetapi
diharuskan untuk monitor penyakit sampai muncul gejala
awal, guna mendapatkan pengobatan. Selain obat-obatan
untuk multiple myeloma, diberikan juga obat untuk
mengatasi gejala dan komplikasi yang menyertai. Obat-
obatan anti nyeri dan obat
golongan bisphosphonate digunakan untuk mencegah
kerusakan tulang dan menurunkan kadar kalsium dalam
darah. Erythropoietin juga dapat digunakan untuk mengatasi
anemia.
Diagnosis
Tes darah. Untuk mengetahui jumlah sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit dalam tubuh, serta melihat jika
terjadi perubahan terhadap ukuran, bentuk, dan wujud sel
darah.
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (BMP). Dokter akan
mengambil sampel darah langsung dari pabriknya (sumsum
tulang) untuk melihat gambaran sel darah keseluruhan dan
pemeriksaan genetik sel, sekaligus pengambilan sampel
jaringan sumsum tulang (biopsi) untuk melihat perubahan
struktur sel di sumsum tulang. Prosedur ini dilakukan
dengan memasukkan sebuah jarum ke satu titik di bagian
belakang tulang panggul. Prosedur ini berlangsung sekitar
15-20 menit.
Komplikasi
Anemia.
Perdarahan sulit berhenti akibat rendahnya trombosit
(trombositopenia).
Sering mengalami infeksi akibat rendahnya sel darah
putih matang.
Berkembang menjadi leukemia akut (kanker darah).
Pengobatan
Obat-obatan. Bertujuan untuk menghancurkan sel-sel
darah yang tidak berkembang dengan menghentikan
pertumbuhannya. Obat-obatan dapat berbentuk tablet atau
injeksi. Contoh obat yang digunakan untuk menghambat
perkembangan MDS adalah lenalidomide,
azacitidine, atau decitabine.
Injeksi faktor pertumbuhan sel darah. Untuk
meningkatkan sel darah merah sehat dan
mempertahankan nilai Hb normal dapat
digunakan erythropoietin (EPO), seperti epoetin alfa.
Untuk meningkatkan sel darah putih, pemberian G-CSF
seperti filgrastim, hanya diberikan pada kasus tertentu.
Sedangkan, pemberian faktor pertumbuhan terhadap
trombosit seperti eltrombopag malah dapat meningkatkan
jumlah sel darah yang tidak matang, sehingga tidak
digunakan pada kasus MDS.
Transfusi darah. Transfusi sel darah merah merupakan
terapi pendukung yang digunakan untuk meningkatkan
jumlah sel darah dan mempertahankan nilai Hb normal.
Sedangkan transfusi trombosit hanya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan, bila terjadi perdarahan.
Terapi pengikat besi. Terapi ini bertujuan untuk
mengurangi kadar zat besi dalam tubuh akibat terlalu
sering melakukan transfusi.
Antibiotik. Untuk mengatasi infeksi jika jumlah sel darah
putih rendah.
Kemoterapi kombinasi. Kemoterapi kombinasi dilakukan
bila terdapat peningkatan jumlah sel muda yang tidak
matang atau MDS yang berkembang menjadi leukemia
akut (kanker darah).
Transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum
tulang disarankan kepada pasien yang berusia 55 tahun ke
bawah dan memiliki MDS yang tidak terkontrol. Perlu
diingat, MDS banyak dialami oleh pasien berusia 60
tahun ke atas, sehingga transplantasi sumsum tulang
jarang dilakukan pada penyakit MDS.
4. Kelainan Trombosit
A. Definisi Trombosit
Trombosit merupakan elemen terkecil dalam struktur darah, merupakan
sel darah yang berperan penting dalam hemostatis, karena granula trombosit
mengandung faktor pembekuan darah adenosinetrifosfat (ADP) dan
adenosinetrifosfat (ATP), serotonin, katekolamin, dankalsium. Trombosit melekat
pada lapisan pembuluh darah yang rombak (luka) dengan membentuk plug
trombosit.
B. Kelainan Trombosit
a. Trombositopenia
Pengertian
Trombositopenia merupakan kelainan trombosit yaitu dimana kondisi
saat jumlah keping darah (trombosit) rendah, di bawah nilai
normal. Trombosit berperan untuk menghentikan perdarahan saat terjadi
luka atau kerusakan di pembuluh darah. Kurangnya jumlah trombosit
dapat menyebabkan darah sulit membeku. Jumlah trombosit normal
pada darah adalah sebanyak 150.000 – 450.000 sel per mikroliter
darah. Jika jumlah trombosit kurang dari 150.000, maka seseorang
dapat dianggap menderita trombositopenia. Seseorang yang
menderita trombositopenia rentan mengalami perdarahan, misalnya
mudah lebam, mimisan, atau gusi sering berdarah.
Gejala
Trombositopenia ringan umumnya tidak menimbulkan gejala.
Kondisi ini biasanya baru diketahui saat penderita melakukan
pemeriksaan jumlah sel darah untuk tujuan lain. Jika jumlah
trombosit semakin turun, penderita akan merasakan gejala utama
berupa perdarahan, baik yang terlihat dari luar maupun perdarahan
organ dalam. Perdarahan organ dalam lebih sulit dideteksi dan
gejalanya bervariasi, tergantung pada organ yang mengalami
perdarahan. Sedangkan perdarahan di tubuh bagian luar nampak
sebagai memar atau lebam, dan perdarahan yang sulit berhenti.
Gejala perdarahan lain yang dapat muncul akibat trombositopenia
adalah:
Mimisan
Gusi berdarah
Menstruasi yang lebih banyak dari biasanya
Hematuria
BAB berdarah atau berwarna hitam
Muntah darah atau berwarna seperti kopi
Penyebab
Kecanduan alkohol dalam jangka panjang.
Penyakit liver.
Sindrom mielodisplasia.
Penyakit anemia aplastik.
Penyakit myelofibrosis.
Kelainan genetik, seperti Sindrom Wiskott-Aldrich.
Komplikasi
Anemia.
Perdarahan sulit berhenti akibat rendahnya trombosit
(trombositopenia).
Sering mengalami infeksi akibat rendahnya sel darah putih
matang.Berkembang menjadi leukemia akut (kanker darah).
Diagnosis
USG perut
USG perut dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi
pembesaran pada organ hati maupun limpa.
Aspirasi sumsum tulang
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dilakukan untuk melihat
jumlah serta struktur sel darah langsung dari pabriknya, yaitu
sumsum tulang. Pemeriksaan ini juga melihat kondisi sumsum
tulang, dengan mengambil sedikit sampel jaringan (biopsi
sumsum tulang).
Pengobatan
Pengobatan untuk trombositopenia berbeda-beda tergantung
penyebab, jumlah trombosit, dan akut atau kronisnya penyakit :
Jika tombositopenia disebabkan oleh efek samping obat, maka
bila perlu dokter akan mengganti atau menghentikan
penggunaan obat tersebut.
Jika trombositopenia disebabkan oleh infeksi virus, akan
diberikan obat antivirus bila diperlukan. Beberapa infeksi
virus, seperti demam berdarah, tidak memerlukan obat
antivirus, melainkan hanya memerlukan asupan cairan yang
cukup.
Jika trombositopenia disebabkan oleh kecanduan alkohol
jangka panjang, dokter akan meminta penderita untuk berhenti
minum alkohol.
Jika trombositopenia disebabkan oleh penyakit autoimun,
misalnya ITP, pengobatannya adalah dengan
pemberian kortikosteroid.
Pencegahan
Menghindari minum minuman beralkohol.
Mendapatkan vaksinasi untuk mencegah beberapa infeksi virus
yang dapat menurunkan jumlah trombosit, misalnya cacar air
dan rubella.
Mengikuti program pemberantasan sarang nyamuk untuk
mencegah demam berdarah.
b. Immune Thrombocytopenic Purpura
Pengertian
Immune thrombocytopenic purpura atau biasa disingkat ITP
adalah gangguan darah golongan penyakit autoimun. ITP disebabkan
oleh sistem kekebalan tubuh yang menyerang trombosit sehat.
Normalnya, dalam 1μl darah mengandung 140,000-440,000
trombosit. Jika kadar trombosit kurang dari 50.000 trombosit/µl,
maka inilah tanda awal gejala ITP muncul.
Gejala
ITP adalah kondisi yang memiliki gejala umum seperti perdarahan
dan ruam kulit yang tampak seperti bintik-bintik merah (ruam
petekie). Gejala lainnya seperti gusi berdarah, buang air besar yang
disertai darah, menstruasi berkepanjangan, dan perdarahan dari
hidung (mimisan)
Penyebab
ITP adalah penyakit autoimun yang penyebabnya tidak
diketahui. Orang-orang yang menderita thrombocytopenic purpura
idiopatik akan mengalami malfungsi pada sistem kekebalan tubuhnya
sehingga mulai menyerang trombosit seolah-olah mereka adalah
benda asing. Antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh
menempel pada trombosit, lalu menandai trombosit untuk
dihancurkan. Kemudian, limpa yang membantu tubuh melawan
infeksi akan mengenali antibodi dan turut menyingkirkan trombosit
dari tubuh. Pada anak-anak, terinfeksi virus (seperti gondok atau
influenza) biasanya menyebabkan ITP dan sering hilang dengan
sendirinya.Pada orang dewasa, ITP tersebar setelah adanya infeksi
virus, terutama mereka yang mengidap HIV. Penggunaan obat-obatan
selama kehamilan juga dapat menjadi penyebab ITP. ITP pada orang
dewasa dapat menimbulkan kondisi kronis.
Infeksi virus atau bakteri, umumnya pada anak-anak.
Vaksinasi.
Paparan racun atau bahan kimia berbahaya,
misalnya insektisida.
Penyakit autoimun lain, misalnya lupus.
Pengobatan kemoterapi.
Faktor Risiko
Jenis kelamin. Wanita dua kali lebih berisiko mengembangkan
ITP daripada pria.
Infeksi virus. Banyak anak-anak yang menderita ITP mengalami
gangguan kesehatan setelah terinfeksi virus, misalnya gondok,
campak, bahkan infeksi saluran pernapasan.
Epidemiologi
Prevalensi yang disesuaikan berdasarkan usia dari purpura
trombositopenik imun (ITP) diperkirakan 9,5 per 100.000 orang di
AS sementara kejadian tahunannya diperkirakan 2,68 per 100.000 di
Eropa Utara (dengan jumlah trombosit <100 x 10 yang dipotong) (9) /
L). Usia rata-rata orang dewasa pada saat diagnosis di Eropa adalah
50 tahun dan kejadian ITP meningkat dengan bertambahnya
usia. Baik perawatan yang digunakan untuk mengobati pasien dengan
ITP dan penyakit itu sendiri dapat berdampak pada kualitas hidup
terkait kesehatan pasien (HRQoL). Sebagai kejadian ITP di Eropa
meningkat, terutama pada orang tua, jumlah pasien dengan penurunan
HRQoL meningkat. Pencarian literatur dan kelompok fokus telah
membantu pengembangan model konseptual untuk menilai
HRQoL. Dalam model ini, jumlah trombosit yang rendah dan gejala
terkait ITP selain efek samping pengobatan diusulkan sebagai
penentu utama dari HRQoL yang terkena dampak negatif. Domain
konseptual primer HRQoL, yang terpengaruh pada pasien dengan
ITP, termasuk kesehatan emosional, kesehatan fungsional, pekerjaan,
kegiatan sosial dan rekreasi dan kesehatan reproduksi. Karena
manfaat pengobatan cenderung meningkatkan domain ini, model
konseptual dapat digunakan untuk manajemen pasien yang lebih baik,
dengan mempertimbangkan HRQoL. Kuesioner 36-item bentuk
pendek (SF-36) dan Kuesioner Penilaian Pasien ITP (ITP-PAQ)
adalah langkah-langkah HRQoL yang divalidasi yang dapat
memberikan penilaian komprehensif berbagai faktor untuk membantu
mengevaluasi keputusan tentang manajemen pasien. Uji klinis masa
depan yang menyelidiki pilihan pengobatan untuk ITP harus menilai
HRQoL menggunakan kuesioner yang divalidasi ini.
Diagnosis
Uji fungsi hati
Pemeriksaan fungsi ginjal
Aspirasi sumsum tulang
Komplikasi
Katarak
Osteoporosis
Diabetes
Hilangnya massa otot
Pengobatan
Obat-obatan
- Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi untuk menekan sistem kekebalan tubuh
dan jumlah trombosit. Dokter akan memberi instruksi kepada
pasien untuk berhenti mengonsumsi obat ini, jika jumlah trombosit
sudah kembali normal.
- Eltrombopag
Jenis obat ini digunakan untuk membantu sumsum tulang agar
dapat memproduksi lebih banyak trombosit.
- Rituximab
Rituximab berfungsi untuk meredakan respons sistem kekebalan
tubuh yang menyebabkan rusaknya trombosit.
- Intravenous immunoglobulin (IVIg)
Obat ini diberikan untuk meningkatkan jumlah trombosit ketika
obat lain tidak lagi efektif dalam mengatasi ITP. Obat ini juga
digunakan untuk meningkatkan jumlah darah ketika pasien
mengalami perdarahan sebelum menjalani operasi
- Operasi
Jika ITP sudah parah dan obat-obatan tidak lagi efektif dalam
mengatasi gejala yang muncul, dokter akan melakukan operasi
pengangkatan organ limpa atau splenektomi. Prosedur
splenektomi bertujuan untuk mencegah penghancuran
trombosit di organ limpa. Meskipun demikian, prosedur operasi
ini jarang sekali dilakukan karena berisiko
menimbulkan infeksi.
-
Referensi
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce7919b071ee191d4d7d71822dcc3098.p
df diakses pada tanggal 8 September 2019
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce7919b071ee191d4d7d71822dcc3098.p
df diakses pada tanggal 8 September 2019