Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DIARE KRONIS

KELOMPOK IV
PROGRAM ALIH JENIS 2/ B19
Zita Triwika 131611123071
Ramona Irfan Kadji 131611123072
YogaTrilintang Pamungkas 131611123073
Yoga Hadi Narendra 131611123074
Bayu Triantoro 131611123075
Clara Agustina 131611123076
Yhunika Nur Mastiyas 131611123077
Antonia Andasari 131611123078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Diare diartikan sebagai pengeluaran tinja yang berair (encer), dapat berupa
diare aktif dan kronis, terinflamasi dan non-inflamasi, atau disebabkan virus,
 bakteri dan parasit. Diare
Diar e bukanlah sebuah penyakit, tetapi sebuah
s ebuah gejala atau
hasil dari berbagai jenis penyakit termasuk infeksi pernafasan (terutama pada
anak-anak) dan gangguan saluran pencernaan; dapat pula merupakan efek
samping dari pengobatan.
Penyebab utama kematian pada anak di bawah 5 tahun adalah komplikasi
kelahiran prematur, pneumonia, asfiksia lahir, diare dan malaria.5,9 juta anak
di bawah usia 5 tahun meninggal pada tahun 2015.Lebih dari setengah dari
kematian anak usia dini karena kondisi yang bisa dicegah atau diobati dengan
akses ke pelayanan kesehatan intervensi sederhana.Penyakit diare adalah
 penyebab utama kedua kematian pada anak-anak di bawah lima tahun, dan
 bertanggung jawab untuk membunuh sekitar 760.000 anak setiap tahun.Angka
kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan
korban meninggal sekitar 4 juta jiwa. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 adalah 3,5%, angka kejadian ini menurun
dibandingkan data Riskesdas tahun 2007 yaitu 9,0% untuk semua kelompok
umur. Bila dilihat per kelompok umur insiden diare tertinggi tercatat pada
anak umur <1 tahun yaitu 5,5%.Sedangkan pada umur 1-4 tahun angka
insiden diare tercatat sebanyak 5.1% (Riskesdas, 2013). Sejalan dengan hasil
survei morbiditas diare Kementerian
Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2010, angkaangka
morbiditas diare menurut kelompok umur terbesar adalah 6-11 bulan yaitu
sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok
umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada
kelompok umur 54-59 bulan yaitu 2,06%.
Diare kronis ditandai dengan adanya buang air besar encer 3 kali per hari
aatau lebih selama lebih dari 2 minggu dan ditemukan a danya “ Red Flags”Flags”
yaitu melena, demam yang persisten, penurunan berat badan atau
keterlambatan tumbuh kembang, dan anemia (Keating,
(Kea ting, 2005).
Burns et al (2013) menjelaskan manajemen tindakan pada penderita diare
kronis yaitu penangangan sesuai penyebab yang mendasari. Misalnya pada
diare nonspesifik kronik/Toddler’s
kronik/Toddler’s Diarrhea 
Diarrhea  harus diberi normalisasi diet,
 penanganan malabsorbsi karbohidrat, dan rujuk pasien pada gastroenterologist
 jika terjadi diare pada bayi baru lahir, pasien dengan keterlambatan tumbuh
kembang, dan pasien dengan keluhan fisik seperti anoreksia, nyeri perut,
sendawa kronis, muntah, kelemahan, dan menderita kesakitan yang parah.
Penanganan diare kronik ini sangat perlu diperhatikan karena dapat
menimbulkan komplikasi diantaranya yaitu malnutrisi, gangguan tumbuh
kembang, dan gangguan kognitif.
Diare merupakan penyebab utama kekurangan gizi pada anak-anak di
 bawah lima tahun (WHO, 2016). Diare dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu, dan dapat meninggalkan tubuh tanpa air dan garam
yang diperlukan untuk kelangsungan hidup. Kebanyakan orang yang
meninggal akibat diare sebenarnya meninggal karena dehidrasi berat. Anak-
anak yang kekurangan gizi atau memiliki gangguan imunitas serta orang-
orang yang hidup dengan HIV adalah yang paling berisiko diare yang
mengancam jiwa (WHO, 2016). Anak-anak yang meninggal akibat diare
sering menderita kekurangan gizi yang mendasari, yang membuat mereka
lebih rentan terhadap diare. Setiap episode diare, pada gilirannya, membuat
kekurangan gizi mereka bahkan lebih buruk. Oleh karena itu, penting bagi
 perawat untuk memahami konsep teori diare kronis sebagai acuan untuk
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada anak dengan diare
kronis.

1.2.Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep teori dan asuhan keperawatan
 pada anak dengan diare kronis.

b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
 Memahami konsep teori yang meliputi definisi, etiologi,
 patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang,
 penatalaksanaan, dan komplikasi pada diare kronis.
 Memahami proses asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
analisa data, diagnosis, dan intervensi pada anak dengan diare
kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare kronis (persisten) adalah buang air besar dengan konsistensi cair/encer
lebih dari 3 kali perhari selama lebih dari 2 minggu, pada anak-anak, kadang
disertai penurunan berat badan (Bhutta et all, 2004 dalam Burns, Catherine E.,
et al 2009). Klasifikasi diare menurut Limbos (2005) dalam Burns et al (2009)
dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Diare Osmotik
Terjadi ketika partikel aktif yang mempengaruhi tingkat osmotik dalam
usus menarik cairan ke saluran cerna. Kondisi ini terjadi pada dumping
 syndrome,
 syndrome, defisiensi laktase, overfeeding , sindrom malabsorpsi, dan
konsumsi cairan hipertonik dalam jumlah berlebihan.
 b. Diare Sekretorik
Terjadi ketika terjadi sekresi aktif air dan elektrolit dari sel Crypt mukosa
di usus halus ke dalam lumen usus. Oleh karenanya cenderung terjadi
 pengeluaran tinja
ti nja berair (encer) dalam volume besar walaupun anak tidak
t idak
mengkonsumsi makanan. Hal ini melibatkan produksi endotoksin dari
 bakteri, kelainan kongenital, gangguan mukosa
mukosa dan tumor.
c. Gangguan Motilitas
Gangguan motilitas menyebabkan diare namun tidak terjadi malabsorpsi,
defisiensi garam empedu dan enzim pankreas dapat menyebabkan diare
oleh karena mencegah atau menghabat proses absorpsi normal. Toddler”s
 Diarrhea diduga
 Diarrhea diduga disebabkan oleh adanya peningkatan motilitas usus.
d. Proses Inflamasi
Invasi bakteri, parasit dan virus, penyakit celiac, dan  Inflamatory Bowel
 syndrome 
 syndrome  atau prosedur bedah dapat merubah anatomi dan kemampuan
fungsional dari usus. Peristaltis abnormal untuk alasan apapun dapat
mengakibatkan terjadinya diare.

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko


a. Etiologi
Penyebab umum diare kronik yang sering ditemukan pada anak anak
sesuai kelompok umurnya menurut Burns, et al (2013) adalah sebagai
 berikut:
Penyebab Umum Diare Kronis yang Ditemukan pada Anak-Anak

Usia Penyebab
0  –  6
 6 bulan 1. Malabsorpsi Karbohidrat (didapat, kongenital)
2. Hipersensitifitas Protein
3. Konsumsi formula atau cairan lain secara berlebihan
(Air, Jus, Makanan/minuman yang mengandung
sorbitol/fruktosa, larutan tinggi karbohidrat)
4. Postenteritis
5. Infeksi
6. Fibrosis Kistik atau kondisi absorpsi lemak yang lain
7.  Neuroblastoma (jarang)
8. Immunodefisiensi (HIV/AIDS)
9. Lymphangiectasia
10. Penyakit Hirchsprung
11. Enteropati Neonatal maupun Infan
12. Terapi Radiasi
7  –  24
 24 bulan Delapan kondisi awal di atas ditambah :
1. Diare Nonspesifik Kronis
2. Pertumbuhan usus kecil yang berlebihan ( overgrowth)
overgrowth)
3. Penyakit Celiac
4. Graft vs Host enterophaty
5.  Autoimmune Enteropathy
6. Terapi Radiasi
>24 bulan 1. Intake jus buah/minuman berkarbohidrat tinggi
2. Infeksi
3. Pertumbuhan bakteri di usus halus yang berlebih
4. Penyakit Celiac
5. Sindrome Munchausen
6. Grant vs host enteropathy
7. Malabsorpsi karbohidrat
8.  Irritable Bowel Syndrome
9. Hipolaktase tipe dewasa
10. Encopresis
11. Inflamatory
11. Inflamatory Bowel Disease
12. Penggunaan laksatif berlebihan
13. Terapi radiasi
14. Defisiensi Laktase yang didapat pada anak, terutama
 pada keturunan Afrika, Asia dan Timur Tengah
Tengah
(Keating, 2005)
15. Perforasi Appendix
Tabel 2.1. Penyebab diare yang umum ditemukan pada anak-anak
sesuai kelompok umur.

Sedangkan Perry (2010) menjelaskan bahwa diare kronis disebabkan oleh


kondisi kronis, yaitu : seperti Sindrom Malabsorpsi oleh karena Penyakit
Celiac, Intoleransi Laktosa dan Sindroma Usus Pendek, penanganan diare
akut yang tidak adekuat, Inflammatory
 Inflammatory Bowel Syndrome,
Syndrome,
Immunodefisiensi, dan CNSD (Chronic
( Chronic Non Specific Diarrhea/childhood
and toddler diarrhea).
diarrhea).
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
a. Sindroma Malabsopsi :
Sindroma Malabsorpsi terjadi ketika seorang anak tidak dapat
mencerna atau menyerap nutrisi dalam makanan. Gangguan
malabsorpsi disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi. Ball &
Bindler (2008) menjelaskan penyebab Sindroma Malabsorpsi adalah
Penyakit Celiac, Intoleransi Laktosa dan Sindroma Usus Pendek
 Penyakit Celiac
Penyakit Celiac disebut juga  gluteninduced enteropathy, gluten
 sensitive enteropathy, atau celiac sprue 
sprue  adalah enteropathy yang
diperantarai imun pada proximal/awal usus halus yang dipicu oleh
respon imun yang tidak seharusnya karena mengkonsumsi gluten
dan protein terkait gluten yang ditemukan pada gandum, rye dan
 barley (Hockenberry, 2009).
Faktor predisposisi genetik merupakan faktor penting pada
 perkembangan Penyakit Celiac. Reseptor membran yang terlibat
adalah presentasi Antigen pada T sel CD4+, memainkan peran
yang krusial pada karakteristik respon imun pada Penyakit Celiac.
Saat reaksi inflamasi diaktivasi oleh gluten, T sel CD4+
memproduksi Sitokin, yang berkontribusi pada rusaknya usus.
Kerusakan terdiri dari infiltrasi lamina propria, hiperplasia crypt,
dan atropi dan penipisan filia usus (Perry, 2010).
Atropi dan penipisan fillia usus mengurangi luas permukaan
 penyerapan di usus, Nutrisi yang mengalami malabsorpsi adalah
lemak, vitamin yang larut dalam lemak, dan karbohidrat (Broyles,
2009).
 Intoleransi Laktosa
Intoleransi Laktosa adalah gangguan kongenital maupun didapat
dimana anak tidak memproduksi laktase, enzim yang diperlukan
untuk mencerna laktosa. (Towle & Adam, 2008). Laktosa adalah
sebuah disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa, dan
ditemukan secara eksklusif pada susu mamalia. Laktosa
membutuhkan enzim laktase, yang diproduksi pada usus halus,
untuk menghidrolisa 2 monosakarida tersebut agar terpisah,
sehingga dapat diserap pada usus halus, laktosa yang tidak dapat
diserap meningkatkan tekanan osmotik pada usus sehingga
menarik cairan dan elektrolit ke dalam usus sehingga
mengakibatkan tinja cair atau diare. Laktosa yang tidak dapat
diserap dimetabolime oleh bakteri di dalam usus menghasilkan gas
(metana, karbon dioksida dan hidrogen) sehingga mengakibatkan
sendawa dan flatus (kentut) (Burns et all, 2009).
 Sindroma Usus Pendek
Sindroma usus pendek adalah gangguan penyerapan yang terjadi
ketika terjadi penurunan area permukaan mukosa, biasanya sebagai
hasil dari reseksi ekstensif usus halus. Penyebab paling umum
sindroma usus pendek pada anak-anak termasuk anomali
kongenital (atresia jejunum dan ileum, gastroschisis), iskemia
(necrotizing enterocolitis),
enterocolitis), dan trauma atau perlukaan vaskuler
(volvulus). Penyebab lain termasuk volvulus yang menyebabkan
reseksi masif, Penyakit Hirschprung bersegmen panjang dan
omphalocele (Perry, 2010)

 b. Penanganan Diare Akut yang tidak adekuat (Diare Persisten)


Diare akut merupakan penyebab utama terjadinya kondisi sakit pada
anak-anak di bawah usia 5 tahun, dan diartikan sebagai peningkatan
frekuensi BAB secara -tiba dan disertai perubahan konsistensi tinja,
seringkali disebabkan oleh agen infeksius pada saluran pencernaan.
Dapat juga dihubungkan dengan infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA), infeksi saluran kemih, terapi antibiotik, atau penggunaan
laksatif (Perry, 2010). Diare akut yang tidak tertangani dengan baik,
dapat mengarah menjadi Diare Kronis apabila terus berlangsung
selama lebih dari 2 minggu.

c.  Inflamatory BowelSyndrome
 Inflamatory Bowel Syndrome 
Syndrome  adalah kondisi inflamasi kronis pada
usus halus dan/atau usus besar yang termasuk diantaranya 2 gangguan:
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulseratif.
 Penyakit Crohn
Penyakit Crohn adalah kondisi autoimun kronis yang dapat terjadi
di semua bagian saluran pencernaan dan dapat mempengaruhi ke 3
level mukosa usus.
 Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif biasanya terjadi di usus besar dan hanya
mempengaruhi lapisan mukosa dan sub-mukosa dinding usus besar
(Broyles, 2009).
 Inflamatory Bowel Syndrome terjadi ketika usus merespon pemicu
lingkungan (virus, alergi, imunologi) yang diidentifikasi oleh sistem
imun sebagai hal yang mengancam dan berbahaya dan menyebabkan
injuri sehingga terjadi vasokonstriksi. Kemudian dilanjutkan dengan
 pelepasan mediator sel terlokalisir, termasuk histamin, yang
mengakibatkan vasodilatasi kapiler. Kapiler menjadi distended /
meregang karena penuh dengan darah, mukosa menjadi bengkak dan
menebal. Permeabilitas kapiler meningkat dan bengkak usus yang
semakin parah, Usus yang bengkak menjadi rentan dan perlukaan
menembus barier mukosa, kemudian terjadi ruptur pada dinding usus.
Enzim pencernaan dan bakteri usus mengenai jaringan yang luka,
menyebabkan iritasi dan inflamasi lebih lanjut, serta ulserasi dan
 perdarahan. Ulserasi dapat berkembang menjadi fissure. Eksudat
inflamasi yang terdiri atas protein plasma menarik lebih banyak cairan
 pada usus sehingga terjadi diare.(Pott, NL., & Mandleco BL., 2012).
d. Immunodefisiensi
Kondisi imunodefisiensi menyebabkan anak menjadi rentan terhadap
infeksi virus, bakteri dan parasit. Invasi patogen pada saluran cerna
mengakibatkan peningkatan sekresi sel mukosa usus oleh karena
enterotoksin, mediator sitotoksin atau penurunan absorpsi karena
kerusakan dan inflamasi saluran cerna.

e. Diare Kronis yang tidak spesifik  (Chronic


 (Chronic Non Spesific Diarrhea)
Disebut juga  Irritable Colon 
Colon  dan Childhood and Toddler’s Diarrhea.
Diarrhea .
Merupakan penyebab umum terjadinya diare kronis pada anak pada
usia 6-54 bulan. Seringkali dijumpai tinja yang cair pada anak, dengan
 partikel makanan yang belum dicerna, dan diare terjadi selama lebih
dari 2 minggu. Anak dengan diare non spesifik kronis tumbuh dengan
normal dan tidak dijumpai terjadinya malnutrisi, tidak ada darah dalam
tinja, dan tidak ada infeksi usus. Pemilihan diet yang kurang tepat dan
alergi makanan telah dikaitkan sebagai penyebab diare kronis.
Konsumsi jus dan pemanis buatan seperti sorbitol, sebuah bahan
 pengganti makanan yang ditemukan pada banyak makanan dan
minuman kemasan komersil secara berlebihan, dapat menjadi faktor
 penyebabnya (Perry, 2009)
2009)

b. Faktor Resiko
a. Berusia 6-11 bulan
 b. Status gizi kurang/buruk
Status gizi yang buruk/kurang mengakibatkan turunnya imunitas pada
anak, sehingga rentan terjadi infeksi pada saluran cerna. Infeksi pada
saluran cerna oleh bakteri, virus dan parasit dapat mengakibatkan
diare.
c. Pemakaian Antibiotik
Pemakaian antibiotik dapat mengakibatkan hilangnya flora normal
dalam saluran cerna yang berfungsi sebagai agen dalam mekanisme
 pertahanan tubuh dari infeksi
d. Anemia
2.4. Manifestasi Klinis
a. Adanya BAB encer 3 kali per hari atau lebih selama lebih dari 2 minggu ;
 bila dijumpai diare cair 10 kali per hari dan terdapat partikel makanan yang
 belum dicerna merupakan tipe “Toddler’s
“Toddler’s Diarrhea”
Diarrhea”
 b. Konsistensi Tinja, adanya lemak, darah, lendir, pus, partikel makanan
c.  Nyeri perut, kembung, sendawa, flatus.
d. Adanya “Red Flags” (Keating, 2005)
 Hematochezia atau melena
 Demam yang persisten
 Penurunan berat badan atau perlambatan perkembangan
 Anemia

2.5. Pemeriksaan Penunjang


a. Tinja : Kultur tinja, pH tinja, Partikel bahan makanan, partikel darah,
leukosit, adanya lemak pada tinja (pH normal tinja >5,5, karbohidrat negatif)
 b. Darah : Uji darah lengkap (hitung darah, elektrolit, albumin)
c. Urine : tes Urine Lengkap, kultur urin pada anak-anak.
d. Radiologi : X-Ray, CT-Scan, MRI Thorax dan abdomen
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan sesuai indikasi berdasarkan riwayat,
 pemeriksaan fisik, dan pertimbangan diagnosis banding :
 ESR (Erythrocyte sedimentation rate), CRP (C Reaktif Protein)
 Pemeriksaan hormonal untuk mengkaji tumor di saluran cerna (Vasoactive
intestinal peptide, gastrin, secretin, Urine assay untuk 5-hydroxytryptamine
[5-HT])
 Test hidrogen pernafasan untuk intoleransi laktose dan sukrosa
 Serologi Virus, seperti HIV atau CMV
 Test Klorida keringat untuk menguji Kistik Fibrosis
 Endoskopi, tes barium (Burns, et al, 2013)

2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bagi penderita diare kronis bertujuan untuk rehidrasi,
mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit serta memberikan diet nutrisi
yang adekuat. Burns et al (2013) menjelaskan manajemen tindakan pada
 penderita diare kronisadalah sebagai berikut :
a. Tangani penyebab yang mendasari.
 b. Pada Diare Nonspesifik kronik/Toddler’s
kronik/Toddler’s Diarrhea :
Diarrhea :
 Normalisasi diet ; hindarkan makanan dan minuman yang memicu diare;
hindarkan minuman yang mengandung sorbitol dan fruktosa; kurangi intake
cairan tidak lebih dari 90 mL/kgBB/24 jam (berikan separuhnya berupa

10
susu); tingkatkan asupan lemak hingga 35-40% pada diet makanan;
tingkatkan konsumsi serat untuk memadatkan tinja.
c. Tangani malabsorpsi karbohidrat dengan mengurangi laktosa atau sukrosa ;
tambahkan lactase atau sakrosidase sesuai indikasi berdasarkan jenis
intoleransi karbohidrat.
d. Sindroma malabsorpsi post gastroenteritis (terjadi pada infan dengan
 penurunan berat badan dan terdapat gumpalan lemak pada tinja) dapat
diberikan  predigested formula 
formula  (mis : Pregistmil), jika mampu ditoleransi
selama 3-4 minggu. Formula elemental dapat diberikan jika tidak terjadi
intoleransi.
e. Berikan suplemen Zinc
Pemberian mineral Seng (Zinc) sangat penting untuk mempercepat perbaikan
kondisi penderita, karena telah terbukti menurunkan insiden diare, durasi
 buang air besar pada anak. WHO merekomendasikan pemberian tablet Zinc
10 mg/hari pada anak dengan diare pada usia di bawah 6 bulan, dan 20
mg/hari pada anak dia atas usia 6 bulan, dan diberikan selama 10-14 hari
(Sellen & Khan, 2011). Tidak perlu dikuatirkan efek samping pemberian
Zinc, karena menurut penelitian, Harvey & Fischer (2006) menyatakan
suplemen zinc adalah pengobatan yang aman dan efektifuntuk diare. Zinc
 juga telah terbukti amandalam studi suplementasi jangka panjang. Yang
 paling parah efek samping dari percobaan suplementasi adalah muntah dalam
 beberapa kasus dan sedikit penurunan dalam status tembagadi beberapa anak.
f. Rujuk pasien pada gastroenterologist :
1). Diare pada bayi baru lahir.
2). Pasien dengan perlambatan atau terhentinya pertumbuhan
3). Pasien dengan keluhan fisik abnormal (Anoreksia, nyeri perut, sendawa
kronis, muntah, kelemahan)
4). Menderita kesakitan yang parah

2.7. Komplikasi
Diare Kronis apabila tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan
dampak yang berbahaya pada anak. Malnutrisi akan terjadi ketika nutrient
yang terkandung dalam makanan tidak diabsorpsi secara optimal di saluran
cerna. Ketidakseimbangan asupan nutrisi dengan kebutuhan tubuh akan
memperlambat pertumbuhan pada anak, anak dapat mengalami “ stunting 
 stunting ”
maupun “ failure to thrive”.
thrive”. Dampak pada perkembangan anak dapat pula
 berupa gangguan perkembangan/kognitif. Penelitian Moore (1989-1998) yang
dikutip oleh Putra (2011) menemukan diare yang terjadi pada anak dalam 2
tahun pertama kehidupan akan mempengaruhi fungsi kognitif hal ini

11
dihubungkan dengan kehilangan nutrisi dan dehidrasi selama diare. Hal ini
dihubungkan dengan konsep bahwa 2 tahun pertama kehidupan anak
merupakan periode kritikal perkembangan otak. Diare yang terjadi pada anak
0-2 tahun berhubungan secara signifikan dengan keterlambatan pertumbuhan
 pada waktu anak berumur 2-7 tahun.
Pertumbuhan normal anak dapat dibandingkan antara panjang/tinggi badan
anak dengan tabel/kurva Z-Score WHO untuk masing-masing anak laki-laki
dan perempuan. Pertumbuhan anak yang berada di bawah garis median di
 bawah kurva -2SD menunjukkan status nutrisi anak yang kurang bahkan
dianggap malnutrisi bila di bawah kurva -3SD. Tabel Z-Score WHO dapat
dilihat di lampiran 1- lampiran 4.
Perkembangan normal anak diukur melalui 4 komponen kemampuan yang
dimiliki anak dalam rentang umur yaitu :
a. Motorik kasar
 b. Bahasa
c. Adaptif/motorik halus, dan
d. Personal-sosial.
Tingkat Perkembangan anak dapat diukur dengan menggunakan lembar
DDST II ( Denver
 Denver developmental Screening Test ).
). Lembar DDST II dapat
dilihat di lampiran 5.
Prognosis pada kondisi diare kronis tergantung pada penyakit yang mendasari.
Prognosis yang buruk didapatkan pada kondisi Immunodefisiensi akibat
infeksi HIV dan penyakit Crohn. Penyakit Celiac, intoleransi laktosa, CNSD,
alergi makanan memliki prognosis yang cukup baik, pembatasan makanan
yang mengandung bahan pemicu dapat mengurangi bahkan menghilangkan
kejadian diare kronis.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan


3.1.1. Pengkajian
3.1.1.1. Anamnesa
a. Identitas : meliputi identitas anak dan orang tua/ wali , hari dan
tanggal masuk, dan nomor rekam medis
 b. Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis
 berupa BAB yang encer/cair lebih dari 3x dalam satu hari dan terjadi
selama lebih dari 2 minggu.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Paliatif, apakah yang menyebabkan gejala diare dan apa yang
telah dilakukan. Diare dapat disebabkan oleh karena infeksi,
malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis.
 Kuatitatif, gejala yang dirasakan akibat diare bisanya berak lebih
dari 3 kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir,
mules, muntak. Kualitas, Bab konsistensi, awitan, badan terasa
lemah, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
 Regional,perut teras mules, anus terasa basah.
 Skala/keparahan, kondisi lemah dapat menurunkan daya tahan
tubuh dan aktivitas sehari-hari.
 Timing , gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang
terjadi karena infeksi atau faktor lain, lamanya untuk diare akut
3-5 hari, diare berkepanjangan > 7 hari dan Diare kronis > 14
hari.
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air
cair berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat
 bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin
didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat,
volume urine menurun dan gejala penurunan kesadaran.
d. Riwayat Kesehatan yang lalu
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, penyakit infeksi
yang sedang diderita dan riwayat penyakit infeksi sebelumnya,
alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi
(lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan
lain-lain.

13
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang
 penting karena setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur dan
fungsi yang berbeda, sehingga pendekatan pengkajian fisik dan
tindakan harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan.
Untuk pertumbuhan (panjang/tinggi badan dan berat badan) dapat
menggunakan kurva Z-score WHO yang tercatat pada KMS yang
dimiliki anak, untuk perkembangan (motorik kasar, bahasa,
adaptif/motorik halus dan personal-sosial) dapat dikaji dengan
menggunakan lembar pengkajian  Denver Development Screening
Test (DDST) atau Denver II
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
 Penyakit
Apakah ada anggota keluarga atau tetangga yang sedang
menderita diare, atau penyakit infeksi lain (berhubungan dengan
distribusi penularan)
 Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang
kurang mudah terkena kuma penyebab diare.
 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara
 bermain anak yangkurang higienis dapat mempermudah
masuknya kuman lewat Fecal-oral.
 Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu
keputusan untuk penangan awal atau lanjutan ini bergantung pada
tingkat pengetahuan dan penglaman yang dimiliki oleh anggota
keluarga.
g. Pola Fungsi kesehatan
 Pola Nutrisi
Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang hygiene
 berpengaruh terjadinya diare, sehingga status gizi dapat berubah
ringan samapai jelek dan dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan
Berat Badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi. Dietik
 pada anak <1tahun/> 1tahun dengan Berat badan <7 kg dapat
diberikan ASI/ susu formula dengan rendahlaktosa, umur >1
tahun dengan BB >7 kg dapat diberikan makanan padat atau cair.

14
 Pola eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa lendir, darah
dapat mendukung secara makroskopis terhadap kuman penyebab
dan cara penangana lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output
terhadap kehilangan cairan lewat urine.
 Pola istirahat
Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat
terganggu karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga
menjadi rewel.
 Pola aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3.1.1.2. Pengkajian Fisik


a. Sistem Neurologi
 Subyektif, klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang
 Inspeksi, Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali
 bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah
 berat,sedang, ringan atau tidak tampak sakit. Kesadaran diamati
komposmentis, apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
 Palpasi, adakah parese, anesthesia.
 Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.

b. Sistem Penginderaan
 Subyektif , klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
 Inspeksi:
K epala,
pala, kesimetrisan muka, cephal hematoma (-), caput
sucedum (-), warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit
kepala kering, pada neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak
cekung.
 Ma
 M ata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah
icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis
atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok
hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.
Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan
asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis
respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil
O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung.

15
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh
 pada kemungkinani nfeksi parenteal yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984).
 Palpasi,
K epala
pala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering,
sedangkan untuk anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup
maximal umur 2 tahun.
 Ma
 M ata, tekanan bola mata dapat menurun,
Telinga, nyeri tekan, mastoiditis.

c. Sistem Integumen
 Subyektif, kulit kering
 Inspeksi, kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
 Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit
kembali dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi
sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat.

d. Sistem Kardiovaskuler
 Subyektif,  badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki
terasa dingin
 Inspeksi, pucat, tekanan vena jugularis
ju gularis menurun, pulasisi ictus
cordis (-), adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
 Palpasi, suhu akral dingin karena perfusi jaringan
menurun, heart rate meningkat karena vasodilatasi pembuluh
darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output
meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi.
 Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar
 pada kausus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri
umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis
midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
 Auskultasi,  pada dehidrasiberat dapat terjadi
gangguansirkulasi, auskulatasi bunyi jantung S1, S2, murmur
atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.

e. Sistem Pernafasan
 Subyektif, sesak atau tidak
 Inspeksi, bentuk simetris, ekspansi, retraksi interkostal atau
subcostal. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman
 pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas
inspirasi atau ekspirasi.

16
 Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan, kesemitrisan
ekspansi, tacti vremitus (-).
 Auskultasi, dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas
vesikuler, intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing
untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho
 pnemonia atau infeksi lainnya.

f. Sistem Pencernaan
 Subyektif, Kelaparan, haus
 Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek),
frekuensilebih dari 3 kali dalam sehari, adakah bau, disertai
lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-)
dankesemitrisan abdomen.
 Auskultasi, Bising usus (dengan menggunakan diafragma
stetoskope), peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik
dengan durasi 1 detik.
 Perkusi, mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar
dan lien tidak membesar suara tymphani.
 Palpasi, adakahnyueri tekan, superfisial pemuluh darah, massa
(-). Hepar dan lien tidak teraba.

g. Sistem Perkemihan
 Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
 Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio
mayor menutupi labio minor, pembesaran scrotum (-), rambut(-
). Frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing
spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam
atau sesuai ketentuan.
 Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau
femosis.

h. Sistem Muskuloskletal
 Subyektif, lemah
 Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
 Palpasi, hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun. Kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan,
kekuatan otot.

17
3.1.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (NANDA) yang bisa muncul pada anak dengan
diare kronis adalah sebagai berikut:
 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
tubuh berlebih
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 berhubungan dengan penuruan berat badan akibat faktor biologis
(glukoneogenesis)
 Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan kurang
 pengetahuan (orang tua) tentang pemeliharaan integitras kulit
 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
 jantung (aritmia)
 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
 Resiko syok (hipovolemia) berhubungan dengan kekurangan
volume cairan akibat kehilangan ciran tubuh berlebih
 Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
kegagalan untuk tumbuh
 Resiko kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan
kelebihan volume cairan

3.1.3. Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan/ Intervensi Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kekurangan volume NOC: NIC:
cairan ❖ Fluid balance Fluid management
Definisi: Penurunan cairan ❖ Hydration ● Timbang popok/pembalut
intravaskuler, interstisial, ❖  Nutritional Status: Food  jika diperlukan.
dana tau intraseluler. Ini and Fluid Intake ● Pertahankan catatan
mengacu pada dehidrasi, Kriteria hasil: intake dan output yang
kehilangan cairan saat tanpa ❖ Mempertahankan urine akurat
 perubahan pada natrium. output sesuai dengan ● Monitor status hidrasi
Batasan karakteristik: usia dan BB, BJ urine (kelembaban membran
 Perubahan status mental normal, mukosa, nadi adekuat,
 Penurunan tekanan darah ❖ Tekanan darah, nadi, tekanan darah ortostatik),
 Penurunan tekanan nadi suhu tubuh dalam batas  jika diperlukan
 Penurunan volume nadi normal ● Monitor hasil lab yang
 Penurunan turgor kulit sesuai dengan retensi

18
 Penurunan turgor lidah ❖
Tidak ada tanda tanda cairan (BUN, Hmt ,
 Penurunan haluaran urin dehidrasi, Elastisitas osmolalitas urin, albumin,
 Penurunan pengisian vena turgor kulit baik, total protein )
 Membran mukosa kering membran mukosa ● Monitor vital sign setiap
 Kulit kering
lembab, tidak ada rasa 15menit – 
15menit –  1
 1 jam
 Peningkatan hematocrit
haus yang berlebihan ● Kolaborasi pemberian
❖ Orientasi terhadap waktu cairan IV dan resusitasi
 Peningkatan suhu tubuh
dan tempat baik ● Monitor status nutrisi
 Peningkatan frekuensi
❖ Jumlah dan irama ● Berikan cairan oral
nadi
 pernapasan dalam batas ● Berikan penggantian
 Penurunan berat badan
normal nasogatrik sesuai output
 Haus
❖ Elektrolit, Hb, Hmt (50 – 
(50 –  100cc/jam)
 100cc/jam)
 Kelemahan
dalam batas normal ● Dorong keluarga untuk
❖  pH urin dalam batas membantu pasien makan
Faktor yang berhubungan:
normal ● Kolaborasi dokter jika
 Kehilangan cairan aktif
❖ Intake oral dan intravena tanda cairan berlebih
 Kegagalan mekanisme adekuat muncul memburuk
regulasi ● Pasang kateter jika perlu
● Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

Diagnosa Keperawatan/ Intervensi Keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari a.  Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient untuk menentukan jumlah
 b.  Nutritional Status: food kalori dan nutrisi yang
Definisi: Asupan nutrisi and Fluid Intake dibutuhkan pasien
tidak cukup untuk c. Weight Control  Yakinkan diet yang dimakan
memenuhi kebutuhan Setelah dilakukan tindakan mengandung tinggi serat
metabolik keperawatannutrisi kurang untuk mencegah konstipasi
teratasi dengan indikator:  Ajarkan pasien bagaimana
Batasan Karekteristik:  Albumin serum ( N 37  –  membuat catatan makanan
 Diare 52 gr/dl) harian.
 Kelemahan otot untuk  Hematokrit ( 40 – 
40  –  50
  50 gr/dl  Monitor adanya penurunan
menelan (P) dan 45-55gr/dl (L)) BB dan gula darah
 Bising usus berlebihan

19
 Kurang informasi  Hemoglobin ( 12  –   14 %  Monitor lingkungan selama
 Nyeri Abdomen (P) dan 13-16% (L)) makan
Faktor yang berhubungan  Total iron binding capacity  Jadwalkan pengobatan dan

 Faktor biologis ( 360-390 gr/dl) tindakan tidak selama jam


 Faktor ekonomi  Limfosit 20,0 – 
20,0 –  40,0
 40,0 % makan
 Ketidakmampuan
 Monitor turgor kulit

mencerna makanan  Monitor kekeringan, rambut

 Ketidakmampuan
kusam, total protein, Hb dan
mengabsorbsi nutrien kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

Masalah Keperawatan / Intervensi Keperawatan


masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan Integeritas NOC: NIC: Pressure Management
Kulit Tissue Integrity: Skin and ▪ Anjurkan pasien untuk
Definisi: Perubahan atau Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
gangguan epidermis dan Wound Healing: primer dan longgar

20
atau dermis sekunder ▪ Hindari kerutan pada
Batasan Karakteristik: Setelah dilakukan tindakan tempat tidur
 Kerusakan lapisan kulit keperawatan selama….. ▪ Jaga kebersihan kulit agar

(dermis) kerusakan integritas kulit tetap bersih dan kering


 Gangguan permukaan  pasien teratasi dengan
den gan kriteria ▪ Mobilisasi pasien (ubah
kulit hasil:  posisi pasien) setiap dua
 Invasiseluruh tubuh ❖ Integritas kulit yang baik  jam sekali
Faktor yang berhubungan:  bisa dipertahankan ▪ Monitor kulit akan adanya

 Hipotermia (sensasi, elastisitas, kemerahan


 Hipertermia
temperatur, hidrasi, ▪ Oleskan lotion atau
 Imobilitas fisik  pigmentasi) minyak/baby oil pada
❖ Tidak ada luka/lesi pada daerah yang tertekan
 Perubahan status cairan
kulit ▪ Monitor aktivitas dan
 Perubahan tugor
❖ Perfusi jaringan baik mobilisasi pasien
 Kurang pengetahuan
❖ Menunjukkan ▪ Monitor status nutrisi px
tentang perawatan
 pemahaman dalam ▪ Memandikan pasien dengan
integritas jaringan
 proses perbaikan kulit sabun dan air hangat
dan mencegah terjadinya ▪ Kaji lingkungan dan
sedera berulang  peralatan yang
❖ Mampu melindungi kulit menyebabkan tekanan
dan mempertahankan ▪ Observasi luka: lokasi,
kelembaban kulit dan dimensi, kedalaman luka,
 perawatan alami karakteristik, warna cairan,
❖ Menunjukkan terjadinya granulasi, jaringan nekrotik,
 proses penyembuhan tanda-tanda infeksi lokal,
luka formasi traktus
▪ Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan perawatan
luka
▪ Kolaborasi ahli gizi
 pemberian det TKTP,
vitamin
▪ Cegah kontaminasi feses
dan urin
▪ Lakukan tehnik perawatan

luka dengan steril


▪ Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka

21
3.1.Tinjauan Kasus
Pasien yang bernama An. R berumur 3 tahun datang ke Puskesmas Merti Jaya
Kabupaten Sintang diantar oleh keluarganya pada tanggal 20 Oktober 2016 dan
tampak rewel. Menurut keterangan orang tua An.R selalu nampak lemas di
seluruh tubuh, tidak bisa berjalan, dan buang air besar terus menerus, keadaan
ini terjadi sejak 2 minggu yang lalu. TD = 90/50 mmHg, RR = 38 kali/menit, T
= 35,7 C, Nadi = 80x/menit, BB = 9kg, TB = 95 cm.

A. Pengkajian
 Anamnesa
Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 12.00 wib.
 Identitas Klien
 Pasien
 Nama : An. R
Umur : 3 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Merti Jaya
 Penanggung Jawab
 Nama : Tn. A
Umur : 44 th
Hubungan dengan pasien : Ayah
Alamat : Merti Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
 Keluhan Utama
Menurut keterangan orang tua An. R keluhan fisik yang paling dirasakan
oleh An. R saat ini adalah BAB terus menerus (4 kali sehari).
 Alasan Datang
Keluarga Mengatakan An. R selalu menangis, rewel, tidak bisa berjalan,
BAB terus menerus (4 kali sehari)dan dianjurkan oleh tetangga pergi ke
 puskesmas.
 Riwayat Perkembangan
Keluarga mengatakan baru bisa mengucapkan kata pertama pada umur
1,5 tahun, An. R sekarang belum bisa berjalan, belum bisa minum
menggunakan gelas dan belum bisa memegang benda.

22
 Riwayat Kesehatan yang Lalu.
Keluarga mengatakan An. R tidak ada masalah kesehatan sebelumnya
tetapi keluarga juga mengatakan klien sulit makan.
 Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu An. R saat ini berusia 44 dan 42tahun. An. R adalah anak
tunggal. Ayah dan ibu An. R tidak pernah berobat ke fasilitas kesehatan
 pemerintah dan hanya berobat ke kepala suku.
 Rasio Berat Badan
Keluarga mengatakan An.R sejak enam bulan yang lalu mengalami lemas
dan tidak bertenaga. An.R menjadi sukar menelan dan nafsu makan
menurun.Setelah di timbang BB menurun dari yang awalnya 10,5 kg
menjadi 9 kg
 Pola Aktivitas
Keluarga mengatakan setiap hari An. R tampak lesu, apatis, tidak
 bergairah, tidak bisa berjalan dan setiap hari hanya tiduran.
 Pola Nutrisi
Keluarga mengatakan An. R setiap hari hanya makan 2 kali sehari porsi
tidak habis dan minum 2 botol susu formula sehari porsi tidak habis, 1
 botol air putih (± 800 ml).
 Diet
Keluarga mengatakan An. R sulit makan dan sering menolak makan.
 Pengetahuan Tentang Nutrisi dan Penyakit
Keluarga mengungkapkan mereka tidak tahu tentang makanan yang harus
diberikan dan penyakit apa yang menyerang anaknya.
 Pola eliminasi
Pola BAB = ±4-5x sehari, pola BAK = ±5-8x sehari.
 Perokok dan pemakai obat-obatan.
Tidak ada riwayat merokok ataupun pemakai obat maupun alkohol.
 Lingkungan
Keluarga Klien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih,
 pedalaman dan masih percaya kepada hal hal yang tidak realistis.

 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : Kurang
 Kesadaran : Apatis
 Tekanan darah : 90/50 mmHg,
  Nadi : 80x/menit
 Respirasi : 38 kali/menit

23
 Suhu : 35,7 C
 Berat badan : 9 kg saat sakit, 10,5 kgsebelum
sakit.
 Penurunan BB : 1,5 kg
 Tinggi badan : 95 cm.
 IMT : 9,972 kg/m2
 Lila : 11 cm

 Pemeriksaan Persistem
 B1 (Breathing)
Frekuensi nafas cepat, tetapi tidak ada suara nafas tambahan.
 B2 (Blood)
CRT lebih dari 2 detik, Nadi lemah, Hb 4.
 B3 (Brain)
GCS Normal (4,4,4), kesadaran pasien apatis, klien rewel, konjungtiva
anemis.
 B4 (Bladder)
 produksi urine sedikit 9cc per jam , warna urin kuning jernih, tidak ada
nyeri saat miksi.
 B5 (Bowel)
 Napsu makan menurun, BB turun 8 kg, adanya keluhan kesulitan
menelan/mengunyah, Tugor kulit >2 detik, Tinja encer, Terdapat mual,
Kulit kering, Sering BAB 4-5x sehari, dan bising usus 40x/menit.
 B6 (Bone)
Kelemahan otot pada seluruh tubuh, badan terasa lemas, Kesulitan tidur,
malam 5 jam dan siang 3 jam, Sehari-hari klien hanya tiduran di tempat
tidur,klien mengalami atropi, Tonus otot 2,2,2,2 dari skala 5.

 Pemeriksaan penunjang
 Gula darah sewaktu: 45 mg/dl
 Urine : glukosa (-)
 Pemeriksaan Denver: Dibawah standart tumbuh kembang.
 Hb : 8mg/dl

24
B. Analisa Data
 No Data Etiologi Masalah
1. DS: Keluarga men- Diare Kronis Ketidakseimbangan
gatakan An. R nutrisi kurang dari
mengalami penurunan Penurunan absorbsi kebutuhan tubuh
 berat badan sejak sakit
yaitu 8 kg. Karbohidrat yang
diserap minimal
DO: K/U Kurang, GCS
12, Usia 3 Tahun. Hipoglikemia
IMT : 9,972 kg/m2
USG Abdomen: Glukoneogenesis
Terdapat masa pada
appendiks Penurunan berat badan
Pemeriksaan Denver:
Dibawah standart Ketidakseimbangan
tumbuh kembang. nutrisi kurang dari
Tugor kulit >2 detik kebutuhan tubuh
Tinja encer
Terdapat mual
Sering BAB 4-5x sehari
GDS: 45 mg/dl
Hb: 8 mg/dl

2. DS : Keluarga klien Diare Kronis Kekurangan


mengatakan haus dan volume cairan
Asupan cairan kurang  berhubungan
 bibir kering
dari kebuthan dengan kehilangan
cairan aktif
DO : Pasien tampak
Output cairan berlebih
mukosa kering , urine
output sedikit <10 cc per
Kekurangan volume
 jam, Nadi Lemah dan
 pasien BAB 4-5x sehari. cairan berhubungan
dengan kehilangan
cairan aktif

25
3. DS: Keluarga Diare Kronis Keletihan
mengatakan setiap hari
An. R tampak lesu, Malnutrisi
apatis, tidak bergairah,
tidak bisa berjalan dan Defisiensi asam amino
setiap hari hanya esensial
tiduran.
Gangguan sintesis sel
DO: K/U Kurang, GCS
12, Kesadaran apatis, Gangguan
Usia 3 Tahun.  pembentukan sel darah
IMT : 9,972 kg/m2
USG Abdomen: Kadar Hb menurun
Terdapat masa pada
appendiks Oksigenasi sel menurun
Pemeriksaan Denver:
Dibawah standart Hipoksia sel otak
tumbuh kembang.
Tugor kulit >2 detik Cengeng, apatis,
Kelemahan otot pada lethargi
seluruh tubuh
Hb: 8 mg/dl Kelesuhan fisik

Keletihan

C. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan berat badan akibat faktor biologis
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3) Keletihan berhubungan dengan adanya kelesuhan fisik

 NO. TANGGAL PRIORITAS MASALAH TAMBAHAN/KETERANGAN


1. 20 Oktober 2016 1
2. 20 Oktober 2016 2
3. 20 Oktober 2016 3

26
D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Intervensi Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan NOC: NIC:


nutrisi kurang dari a.Nutritional status: Nutrition management
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient  Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan  b.Nutritional Status: food  Kolaborasi dengan ahli gizi
penurunan berat badan and Fluid Intake untuk menentukan jumlah kalori
akibat faktor biologis c.Weight Control dan nutrisi yang dibutuhkan
 pasien
Setelah dilakukan tindakan  Yakinkan diet yang dimakan
keperawatannutrisi kurang mengandung rendah serat
teratasi dengan indikator:  Ajarkan pasien bagaimana
 Albumin serum ( N 37  –  membuat catatan makanan
52 gr/dl) harian.
 Hematokrit ( 40  –  50  Monitor adanya penurunan BB
gr/dl (P) dan 45-55gr/dl dan gula darah
(L))  Monitor lingkungan selama
 Hemoglobin ( 12 – 
12  –  14
  14 % makan
(P) dan 13-16% (L))  Jadwalkan pengobatan dan
 Total iron binding tindakan tidak selama jam makan
capacity (360-390 gr/dl)  Monitor turgor kulit
 Limfosit 20,0 – 
20,0 –  40,0
 40,0 %  Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.

27
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oval

Diagnosa Keperawatan/ Intervensi Keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kekurangan volume NOC: NIC:
cairan berhubungan ❖ Fluid balance Fluid management
dengankehilangan ❖ Hydration ● Timbang popok/pembalut
cairan aktif ❖  Nutritional Status: Food  jika diperlukan.
and Fluid Intake ● Pertahankan catatan intake
Kriteria hasil: dan output yang akurat
❖ Mempertahankan urine ● Monitor status hidrasi
output sesuai dengan (kelembaban membran
usia dan BB, BJ urine mukosa, nadi adekuat,
normal, tekanan darah ortostatik), jika
❖ Tekanan darah, nadi, diperlukan
suhu tubuh dalam batas ● Monitor hasil lab yang sesuai
normal dengan retensi cairan (BUN,
❖ Tidak ada tanda tanda Hmt , osmolalitas urin,
dehidrasi, Elastisitas albumin, total protein )
turgor kulit baik, ● Monitor vital sign setiap
membran mukosa 15menit – 
15menit –  1
 1 jam
lembab, tidak ada rasa ● Kolaborasi pemberian cairan
haus yang berlebihan IV dan resusitasi
❖ Orientasi terhadap waktu ● Monitor status nutrisi
dan tempat baik ● Berikan cairan oral
❖ Jumlah dan irama ● Berikan penggantian
 pernapasan dalam batas nasogatrik sesuai output (50 – 
(50 – 
normal 100cc/jam)
❖ Elektrolit, Hb, Hmt ● Dorong keluarga untuk
dalam batas normal membantu pasien makan

28
❖  pH urin dalam batas ● Kolaborasi dokter jika tanda
normal cairan berlebih muncul
❖ Intake oral dan intravena memburuk
adekuat ● Pasang kateter jika perlu
● Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

Diagnosa Keperawatan/ Intervensi Keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keletihan NOC: NIC:
berhubungan dengan  Endurance Energy Management
adanya kelesuan fisik   Consentrasion Activity Therapy
 Energy conservation Nutrition Management
  Nutrisional status:
energy ▪ Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
▪ Dorong anak untuk
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan mengungkapkan perasaan
keperawatan, tidak ada terhadap keterbatasan
▪ Kaji adanya faktor yang
keletihan ditandai dengan:
 Mengatakan adanya menyebabkan kelelahan
▪ Monitor nutrisi dan sumber
 peningkatan energi
dan merasa kondisi energi yang adekuat
▪ Monitor pasien akan adanya
fisik membaik
 Kecemasan menurun kelelahan fisik dan emosi secara
 Glukosa darah  berlebihan
▪ Monitor respon kardiovaskular
adekuat
 Istirahat cukup terhadap aktivitas
▪ Monitor pola istirahat klien
 Mempertahankan
▪ Bantu aktivitas sehari hari
kemampuan untuk
 berkosentrasi sesuai kebutuhan
▪ Tingkatkan tirah baring dan
 pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode istirahat)
▪ Konsultasi dengan ahli gizi
untuk meningkatkan asupan
yang berenergi tinggi (diet
TKTP)

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diare kronis adalah masalah gangguan pencernaan yang sering terjadi pada masa
anak-anak. Anak yang meninggal akibat diare sering menderita dehidrasi dan
kekurangan gizi, yang membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi yang dapat
mengarah pada diare. Setiap episode diare, pada gilirannya, membuat kekurangan
gizi mereka bahkan lebih buruk. Pada gambaran kasus, An. R mengalami diare
selama lebih dari dua minggu. Jika dilihat dari tinggi
tinggi badan An. R yaitu 95 cm
dengan berat badan 10,5 kg (sebelum sakit), An. R bisa dikategorikan sangat
kurus (-3 SD). Masalah keperawatan yang muncul dari masalah diare kronis dan
malnutrisi pun juga berkaitan. Seperti yang masalah keperawatan yang muncul
 pada kasus An. R yaitu ketidakseimbangan nutrisi, kekurangan volume cairan,
dan keletihan.

4.2 Saran
 Ibu dan pengasuh lainnya seharusnya:
1. Meningkatkan kebersihan melalui mencuci tangan dengan sabun,
meningkatkan penggunaan sumber air minum yang bersih dan menjaga
kebersihan sanitasi.
2. Mencegah dehidrasi melalui pemberian cairan yang tepat yang tersedia di
rumah, dan oralit, jika tersedia.
3. Memberikan suplemen zinc pada anak-anak 20 mg/hari selama 10-14 hari
sebagai bagian dari pengobatan diare
4. Mempromosikan ASI eksklusif dan meningkatkan ASI dan semua makan
selama dan setelah episode diare
5. Mengenali tanda-tanda dehidrasi dan bawa anak ke penyedia layanan
kesehatan, serta membiasakan diri dengan gejala lain yang membutuhkan
 perawatan medis (diare dengan darah pada tinja)

 Petugas kesehatan harus


1. Memberikan konseling pada ibu untuk memulai pemberian cairan rumah
yang cocok tersedia segera setelah diare terjadi pada anak.
2. Mengatasi dehidrasi dengan larutan oralit (atau dengan larutan elektrolit
intravena pada kasus dehidrasi berat) dan memberikan anak-anak dengan
suplemen zinc 20 mg/hari dari selama 10-14 hari
3. Gunakan antibiotik hanya bila sesuai, yaitu dengan adanya diare berdarah
atau shigellosis, dan menjauhkan diri dari pemberian obat anti-diare.

30
4. Menyarankan ibu dari memenuhi kebutuhan cairan pada anak (pada
ibu menyusui) dan terus memberikan makan selama episode diare
akut.
5. Mempromosikan kebersihan, sanitasi dan air.
6. Mempromosikan dan memastikan vitamin yang memadai diberikan
 pada anak.

31
 Lampiran 1
 Lampiran 2
 Lampiran 3
 Lampiran 4
 Lampiran 5
 Lampiran 6
DAFTAR PUSTAKA

Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk Buku 1, Kementerian Kesehatan RI, 2013.
Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku 2, Kementerian Kesehatan RI,
2013.
2008. Pediatric Nursing : Caring for Children 4th
Ball, Jane W., dan Bindler Ruth C., 2008. Pediatric
edition,
edition, New Jersey : Pearson Prentice Hall
Broyles, Bonita E., 2009 Clinical companion for pediatric nursing . New York :
Delmar
Burns, Catherine E., Dunn, Ardys M., Brady, Margaret A., Starr, Nancy B., Blosser,
2013. Pediatric Primary care 5th edition,
Catherine G., 2013. Pediatric  edition, Philadelphia : Elsevier.
Christa Fischer and Philip Harvey. 2006.  Low Risk of Adverse Effects from Zinc
Supplementation.
Supplementation. The USAID Micronutrient Program
Hockenberry, Marilyn J., & Wilson, David. 2011  Nursing care of infants and
children,
children, Missouri : Elsevier
Hockenberry, Marylin J.,2009. Clinical Companion for Wong’s essential of pediatric
nursing, 8Th edition.
 edition. Missouri : Mosby Elsevier
James, Susan Rowen & Ashwill, Jean Weiler. 2007.  Nursing Care of Children :
 Principles and Practices, 3rd  edition.
 edition. Missouri : Elsevier.
Khan, Waqas Ullah and Sellen, Daniel W. 2011. Zinc Zinc supplementation in the
management of diarrhea : Biological, behavioural and contextual rationale.
rationale.
 Nurarif, Amin H., & Kusuma, Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1
Yogyakarta : Mediaction
 Nurarif, Amin H., & Kusuma, Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2
Yogyakarta : Mediaction
Perry, Shannon E. et al. 2010.  Maternal child nursing care 4th  edition. Missouri :
Elsevier
Pott, NL., and Mandleco BL., 2012. Pediatric
2012.  Pediatric Nursing : Caring for Children and
Their Families.
Families. New York : Delmar
Putra, Deddy Satria. 2011. Dampak Diare Persisten terhadap tumbuh kembang anak
dan Keluarganya. Pekanbaru.
Sodikin, 2011 Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
Towle, Marry Ann & Adams, Ellise D., 2008.  Maternal-child nursing care.
care. New
Jersey : Pearson Prentice Hall
WHO. 2007. Community-Based Management Of Severe Acute Malnutrition.
Malnutrition.
HASIL SMALL GRUP DISCUSION DENGAN
ANAK DIARE KRONIS DAN MALNUTRISI

1. Risca Maya Proboandini: Pada kasus kwarsiokor vaksinasinya seperti apa?


Bagaimana prioritas keperawatannya?
 Jawaban Kelompok: tidak ada vaksinasi khusus kwarsiokor, jenis

vaksinasi yang diberikan sesuai tumbuh kembang anak, vaksinasi


diberikan jika kondisi klinis sudah membaik, Karena vaksinasi harus
diberikan kepada anak dengan sistem imun baik.
2. Liana Rompis: Bagaimana perawatan kulit pada anak dengan kwarsiokor?
 Jawaban Kelompok: Jika anak mengalami penyakit penyulit berupa

gangguan pada kulit (dermatosis), berupa Hipo/hiperpigmentasi,


deskuamasi (kulit mengelupas), dan lesi ulserasi eksudatif menyerupai
luka bakar, maka lakukan:
 Kompres bagian kulit dengan larutan KMnO4 1/1000 selama 10 menit

 Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)


 Usahakan agar daerah perineum tetap kering
 Berikan preparat Zinc per oral
3. Intan Cahyanti: Bagaimana luka bakar dapat menyebabkan malntrisi?
 Jawaban Kelompok: Karena perdarahan dan luka bakar dapat
menyebabkan hipoalbumin sehingga protein fokus pada penyembuhan
luka bukan untuk pertumbuhan, luka bakar bakar menyebabkan dehidrasi
sehingga anak kekurangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
 pertumbuhan terganggu dan perdarahan yang terus menerus dapat
mengganggu metabolisme
4. Yohanes Permadi Doka: seharusnya penalaksaan dehidrasi akut sesuai dengan
tingkat dehidrasi anak yaitu ringan, sedang, berat
 Jawaban Kelompok: Penanganan diare kronis tidak sesuai dengan tingkat
dehidrasi tetapi sesuai dengan penyakit yang menyadari
5. Galih Adhi Wicaksono: Bagaimana rasionalisasi untuk intervensi pemberian
serat dan pembatasan cairan pada anak dengan diare kronis?
 Jawaban Kelompok: Menurut referensi yang kita dapat dalam buku
 pediatric nersing (perry, 2009) dijelaskan bahwa penanganan pada diare
kronis nonspecific adalah dengan pemberian serat dan pembatasan cairan
karena serat membantu meningkatkan motilitas usus sehingga bisa
memadatkan tinja namun jenis yang diberikan seperti apa tidak
dijelaskan, pembatasan cairan agar tidak memperberat kerja jantung dan
ginjal
 Fasilitator: Selama ini prinsip penanganan diare adalah dengan pemberian
diet rendah serat namun jika ada referensi lebih baru kita cari rasionalnya
terlebih dahulu di jurnal jurnal penelitian.
6. Sipliana Rosa: Berapa persen keberhasilan penanganan gizi buruk di rumah
sakit karena yang kami temukan di lapangan hanya mengatasi gejala yang
ditimbulkan sedangkan tidak mengatasi masalah utama sehingga
mengakibatkan MRS berulang?
 Jawaban Kelompok: Kelompok belum mengetahui berapa prosentasenya,
tetapi bagan penanganan atau alur penanganan gizi buruk terdapat pada
 buku terbitan kemenkes yang berjudul bagan tatalaksana gizi buruk
dimana ada kriteria khusus bagaimana klien gizi buruk bisa keluar rumah
sakit atau pulang, adapun persiapan tindak lanjut penanganan di rumah
tetap dipantau oleh tenaga medis.

Anda mungkin juga menyukai