Anda di halaman 1dari 4

I.

Pembahasan
Praktikum kali ini mempalajari tentang rute-rute pemberian obat dan pengaruh cara
pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh. Pada dasarnya rute pemberian obat
menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan
penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Dalam hal ini,
alat uji yang digunakan adalah tubuh hewan (uji in vivo). Mencit dipilih sebagai hewan uji
karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk
dijadikan sebagai objek pengamatan.
Pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan melalui cara oral,
intravena, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular. Dengan cara oral (pemberian obat
melalui mulut masuk kesaluran intestinal) digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul agar
tidak membahayakan bagi hewan uji. Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah,
ekonomis, tidak perlu steril. Sedangkan kerugiannya rasanya yang tidak enak dapat mengurangi
kepatuhan (mual), kemungkinan dapat mengiritasi lambung dan usus, menginduksi mual, dan
pasien harus dalam keadaaan sadar. Selain itu obat dapat mengalami metabolisme lintas pertama
dan absorpsi dapat terganggu dengan adanya makanan.
Kedua, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena yaitu dengan menyuntikkan
obat pada daerah ekor (terdapat vena lateralis yang mudah dilihat dan dapat membuat obat
langsung masuk kepembuluh darah). Keuntungannya obat cepat masuk dan bioavailabilitas
100%, sedangkan kerugiannya perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi,
resiko terjadi kadar obat yang tinggi kalau diberikan terlalu cepat.
Ketiga, yaitu dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk hewan uji
tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit). Keuntungannya obat dapat diberikan dalam kondisi
sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian obat perlu prosedur steril, sakit,
dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi.
Keempat dengan cara intraperitoneal (injeksi yang dilakukan pada rongga perut. Cara ini
jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi). Keuntungan adalah obat yang
disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat
terlihat. Yang kelima atau yang terakhir adalah dengan cara intramuscular yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha atau lengan atas. Keuntungan
pemberian obat dengan cara ini, absorpsi berlangsung dengan cepat, dapat diberikan pada pasien

sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberiannya perlu prosedur steril, sakit,
dapat terjadi iritasi ditempat injeksi.
Pada percobaan ini obat yang digunakan adalah Diazepam. Diazepam terutama
digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat
untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang
refrakter terhadap terapi lazim. Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang dewasa,
disuntikan 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit diazepam IV secara lambat. Dosis
maksimal 20-30 mg. Sedangkan pada anak-anak dapat diberikan diazepam IV dengan dosis 0,150,3 mg/kgBB selama 2 menit dan dosis maksimal 5-10 mg. Diazepam dapat mengendalikan 8090% pasien bangkitan rekuren. Pemberian per rektal dengan dosis 0,5 mg atau 1 mg/kgBB
diazepam untuk bayi dan anak di bawah 11 tahun dapat menghasilkan kadar 500 g/mL dalam
waktu 2-6 menit. Bagi anak yang lebih besar dan orang dewasa pemberian rektal tidak
bermanfaat untuk mengatasi kejang akut, karena kadar puncak lambat tercapai dan kadar
plasmanya rendah. Sedangkan efeksamping berat dan berbahaya dan menyertai penggunaan
diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disampingini terjadi
depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan kantuk.
Pada percobaan ini, dosis obat yang diberikan

adalah 10 mg/kgBB hewan uji (untuk kelompok 1-3) dan 15 mg/kgBB hewan uji (untuk
kelompok 4-6). Untuk stock larutan, pada per oral, intravena, intraperitoneal, intramuskular dan
subkutan menggunakan larutan dengn konsentrasi 5 mg/ml. Kemudian dihitung jumlah obat
yang diberikan kepada hewan uji dengan menggunakan rumus VAO.

Pada percobaan ini, kelompok kami menggunakan tiga ekor mencit. Masing-masing
mencit diberikan injeksi obat berbeda-beda. Banyaknya volume obat yang akan diinjeksi utuk
mencit tergantung dengan berat badan mencit dengan menggunakan rumus VAO. Data yang
dihasilkan untuk volume injeksi mencit berdasarkan berat badan, yaitu ;
Mencit 1 (Secara Subkutan)
- Berat badan : 0,03 kg

- Volume injeksi : 0,06 ml


Mencit 2 (Secara Intraperitoneal)
- Berat badan : 0,028 kg
- Volume injeksi : 0,056 ml
Mencit 3 (Secara Intravena)
- Berat badan : 0,029 kg
- Volume injeksi : 0,058 ml
Setelah mengetahui volume injeksi yang diberikan, kita mulai menyuntikan obat
dengan menggunakan rute-rute yang telah ditentukan, yaitu : Subkutan, Intraperitoneal, dan
intravena. Kemudian dihitung waktu timbulnya efek oabat dan habisnya efek yang dari obat yang
telah diberikan. Pada percobaan ini kelompok kami menghasilkan data :
Rute-rute

pemberian Waktu timbulnya efek Waktu habisnya efek

obat
Subkutan
Intraperitoneal
Intravena

(menit)
5
2
7

(menit)
39
31
15

Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan, ternyata pemberian obat dengan cara
Intraperitoneal waktu timbulnya efek lebih cepat dibandingkan dengan rute pemberian obat
secara subkutan dan intravena. Hal ini dikarenakan obat yang disuntikkan dalam rongga
peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Berdasarkan hasil
pengamatan yang kami lakukan pemberian obat secara intaperitoneal, ketika disuntikan
diazepam mecit terlihat langsung terlihat tenang. Setelah dua menit mencit terlihat sangat peka
terhadap diazepam, yaitu mencit terlihat tidur, tidak tegak walaupun di beri rangasangan nyeri.
Setelah menit ke sebelas mencit terlihat tenang (tidur) tetapi tegak kalau diberi rangsangan nyeri
(mencit memberikan efek yang sesuai dengan dugaan). Kemudian, pada menit ke-31 mencit
mulai kembali aktif dikarenakan efek dari obat diazepam telah habis.
Sedangkan pada rute pemberian obat secara subkutan umumnya absorpsi terjadi secara
lambat dan konstant sehingga efeknya bertahan lama. Oleh karena itu waktu yang dihasilkan
ketika menimbulkan efek relatif lebih lama dibandingkan dengan intraperitoneal, karena obat
diabsorsi secara lambat dan konstan sehingga efeknya dapat bertahan lama sampai 34 menit
sampai efek obatnya habis. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok kami, pemberian obat
secara subkutan, ketika disuntikan diazepam mencit sangat resisten (tidak menimbulkan efek).
Setelah 5 menit mencit memberikan efek resisten (tidak tidur tapi mengalami ataksia), setelah

menit ke-11 mencit menimbulkan efek sesuai dengan dugaan (tidur tetapi tegak kalau diberi
rangsangan nyeri). Kemudian pada menit ke-26 sampai menit ke-38 mencit terlihat lebih tenang
dikarenakan efek dari obat diazepam masih ada. Setelah menit ke-39, mencit mulai kembali aktif
dikarenakan efek dari obat diazepam telah habis.
Sedangkan pada pemberian obat dengan cara intravena, yang menurut literatur reaksi
obatnya akan berlangsung dengan cepat. Tapi, pada hasil percobaan yang kami lakukan tidak
sesuai. Sedangkan pada pemberian obat secara intravena, kelompok kami memproleh data;
waktu yang dibutuhkan saat menimbulkan efek adalah 7 menit, dan pada menit ke 15 efek dari
obat diazepam sudah habis. Sebenarya pada menit ke-7 sampai menit ke-14 mencit hanya
menimbulkan efek resisten terhadap diazepam hal ini mungkin dikarenakan pada saat
penyuntikan obat tidak masuk sehingga hanya sedikit kadar diazepam yang masuk kedalam
tubuh mencit. Selain itu pada pemberian obat dengan intravena ini, kami menemukan banyak
kesulitan. Terutama pada saat penyuntikan, jarum suntik yang digunakan kemungkinan kurang
tajam sedangkan ekor dari mencit sangatlah keras sehingga kemungkinan obat yang disuntikan
tidak masuk kedalam pembuluh vena pada ekor mencit. Pada dasarnya diazepam itu digunakan
untuk obat untuk obat sedatif, anti kejang/ antiepilepsi, dan untuk obat gangguan kecemasan dan
gangguan tidur. Sehingga kita bisa melihat efek dari diazepam pada mencit dengan cara melihat
reaksi-reaksi yang di timbulkan pada mencit.
Selain itu pada percobaan yang kami lakukan, banyak terjadi kesalahan-kesalahan
sehingga efek yang dihasilkan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dikarenakan cara
penyuntikan yang salah dan pengambilan volume injeksi obat yang tidak sesuai. Selain itu,
disebabkan juga karena kami disini belum begitu mahir dalam melakukan penyuntikan sehingga
efek yang dihasilkan tidak sesuai.

Anda mungkin juga menyukai