PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti
serangan. Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan
dipercaya juga bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Latar belakang
munculnya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi berasal hal tersebut. Mitos tersebut
mempengaruhi sikap masyarakat dan menyulitkan upaya penanganan penderita epilepsi
dalam kehidupan
normal.Penyakit tersebut sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 2000
sebelum Masehi. Orang pertama yang berhasil mengenal epilepsi sebagai
gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit yang
didasari oleh adanya gangguan di otak adalah Hipokrates. Epilepsi
merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di
seluruh dunia ( Harsono, 2007)
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi,
dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal
(Lumbantobing, 1994).
Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang
umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada
satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai
kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi
mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai
kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk
dalam epilepsi umum.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung mendadak dan
sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran. Disebabkan oleh
hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak dan bukan disebabkan
oleh suatu penyakit otak akut (Gofir dan Wibowo,2006).
Kejang epilepsi harus dibedakan dengan sindrom epilepsi. Kejang
epilepsi adalah timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang ditandai
dengan serangan tunggal atau tersendiri. Sedangkan sindrom epilepsi
adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang ditandai dengan
kejang epilepsi berulang, meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis
serangan, faktor pencetus, kronisitas (Harsono, 2007)
Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang
harus ada, tetapi tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi. Seorang anak
terdiagnosa menderita epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang lain
yang bisa dihilangkan atau
disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi, adanya pendesakan otak
oleh tumor, adanya pendesakan otak oleh desakan tulang cranium akibat
trauma, adanya inflamasi atau infeksi di dalam otak, atau adanya kelainan
biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan tersebut tidak
ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di
dengan epilepsi yang resisten terhadap obat, memperkirakan bahwa pasien ini
mengalami penurunan inhibisi.
Glutamat
Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar menunjukkan peningkatan kadar
glutamat ekstrasel yang terus-menerus selama dan mendahului kejang. Kadar GABA
tetap rendah pada hipokampus yang epileptogenetik, tapi selama kejang, konsentrasi
GABA meningkat, meskipun pada kebanyakan hipokampus yang epileptogenetik.
Hal ini mengarah pada peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat penurunan
inhibisi di daerah yang epileptogenetik (Eisai, 2012).
2.3. Etiologi
1. Primer /Idiopatik
- Genetik (5-10 %)
- Tidak dapat dibuktikan adanya lesi pada otak
Sekunder
- Ada kelainan serebral yang mempermudah terjadinya respon kejang.
- Penyebab kejang sekunder a.l:
a. Cedera kepala
Cedera selama atau sebelum kelahiran. Atau pada saat kecelakaan.
Arterio Venous Malformation (AVM)
Ensefalitis,Meningitis,Eclampsia
Gangguan metabolisme & nutrisi
Ex: hipokalemia,defisiensi vit.B6
e. Gangguan sirkulasi & neoplasma
f. Obat-Obat:
MAO-blockers,klorpromazin,penyalahgunaan obat & Alkohol
(Mansjoer.dkk, 2000)
2.4. Klasifikasi (USU)
Menurut manifestasi klinisnya, kejang dibagi menjadi kejang parsial, yang
berasal dari salah satu bagian hemisfer serebri,dan kejang umum, dimana kedua
hemisfer otak terlibat secara bersamaan.
Tipe kejang
Kejang parsial
Parsial sederhana
Parsial kompleks
Kejang umum
Tonik-klonik
Ciri khas
Adanya gejala motorik, somatosensorik,
sensorik,
otonom, atau kejiwaan.
Kesadaran normal.
Adanya
gejala motorik, somatosensorik, sensorik,
otonom,atau kejiwaan.
Adanya penurunan kesadaran
Kekakuan tonik yang diikuti oleh sentakan
ekstremitas
Absans
Mioklonik
Atonik
Tonik
Klonik
yang sinkron.
Dapat disertai inkontinensia.
Diikuti dengan kebingungan pasca
kejang.
Hilangnya kesadaran yang singkat
(biasanya <10
detik) dengan terhentinya aktivitas yang
sedang
Berlangsung
Dapat disertai gerakan otomatis, seperti
mengedip.
Pola EEG menunjukkan gambaran pakuombak (spike-and-wave).
Adanya satu
atau banyak sentakan otot.
Kesadaran normal.
Biasanya bilateral dan simetris.
Hilangnya tonus otot yang singkat
Kontraksi otot yang berkepanjangan
Pergantian sentakan dan relaksasi
ekstremitas secara berulang-ulang.
f.
g.
h.
i.
j.
terjadinya
3) Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien epilepsi untuk menegakkan
diagnosis epilepsi. Terdapat dua bentuk kelaianan pada EEG, kelainan fokal pada
EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak. Sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik (Sunaryo, 2006).
Rekaman EEG dikatakan abnormal bila :
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah
yang sama di kedua hemisfer otak
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang
lebih lambat dibanding seharusnya
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada
anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike),
paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat
yang timbul secara paroksimal.
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu
menentukan prognosis dan penentuan perlu atau tidaknya
pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE).
b. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagaipemeriksaan radiologis
bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Dua
pemeriksaan yang sering digunakan Computer Tomography Scan (CT Scan)
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.
Obat anti epilepsi terbagi menjadi 8 golongan sesuai dengan mekanisme kerjanya :
GOLONGAN OBAT
Hidantoin
CONTOH OBAT
Fenitoin, mefenotoin,
etotoin.
Barbiturat
Deoksibarbiturat
Iminostilben
Suksimid
Asam valproat
Fenobarbital.
Primidon.
Karbamazepin.
Etosuksimid.
Asam valproat dan
garamnya.
Diazepam dan
klonazepam.
Gabapentin.
Benzodiazepin
Obat antiepilepsi lain
MEKANISME KERJA
Menghambat potensi aksi oleh
depolarisasi terus-menerus pada
neuron.
Menurunkan konduktan Na+ dan K+.
Penurunan pada neuron eksitatori.
Menghambat kanal Na+.
Menghambat kanal Ca2+ tipe T.
Mengaktivasi sintesis GABA.
Meningkatkan frekuensi pembukaan
reseptor GABAA.
Mengikat protein pada membran
korteks saluran Ca2+ tipe L.
Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) yang
mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang, dan
menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron.
Dosis awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari
tiap 6 jam (Lacy, 2009).
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP,
sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan
berganda), disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan nystagmus. Salah satu efek
samping kronis yang mungkin terjadi adalah gingival hyperplasia (pembesaran pada
gusi). Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival
hyperplasia (Weiner WJ., 1999).
(2) Barbiturat
Fenobarbital
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik.
Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat
yang penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya
menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak telah mengurangi penggunaannya
sebagai obat utama.
Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan konduktan
Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan mempunyai efek langsung
terhadap reseptor GABA (aktivasi reseptor barbiturat akan meningkatkan durasi
pembukaan reseptor GABAA dan meningkatkan konduktan post-sinap klorida).
Selain itu, fenobarbital juga menekan glutamate excitability dan meningkatkan
postsynaptic GABAergic inhibition.
Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20
mg/kg 1kali sehari (Lacy, 2009).
Efek samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital
(Gidal, and Garnett, 2005)
Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan
depresi. Penggunaan fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas.
Fenobarbital juga dapat menyebabkan kemerahan kulit, dan Stevens-Johnson
syndrome (Gidal, and Garnett, 2005)
(3) Deoksibarbiturat
Primidon
Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik . Primidon
mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori . Efek anti kejang primidon hampir
sama dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh primidon dirubah
menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital dan feniletilmalonamid (PEMA) . PEMA dapat
meningkatkan aktifitas fenobarbotal .
Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari (Lacy, 2009).
Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan
keseimbangan, perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi (Gidal, and
Garnett, 2005)
(4) Iminostilben
(a)
Karbamazepin
gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan(Gidal,
and Garnett, 2005).
Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11 tahun 0,3
mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg , (Lacy, 2009). dan dewasa 4-40
mg/hari
Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas,
kehilangan kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi,
dan mual (Lacy, 2009).
Gabapentin
Gabapentin merupakan obat pilihan kedua untuk penanganan parsial epilepsi walaupun
kegunaan utamanya adalah untuk pengobatan nyeri neuropati. Uji double-blind dengan
kontrol plasebo pada penderita seizure parsial yang sulit diobati menunjukkan bahwa
penambahan gabapentin pada obat antiseizure lain leibh unggul dari pada plasebo.
Penurunan nilai median seizure yang diinduksi oleh gabapentin sekitar 27%
dibandingkan dengan 12% pada plasebo. Penelitian double-blind monoterapi gabapentin
(900 atau 1800 mg/hari) mengungkapkan bahwa efikasi gabapentin mirip dengan efikasi
karbamazepin (600 mg/hari) . Gabapentin dapat meningkatkan pelepasan GABA
nonvesikel melalui mekanisme yang belum diketahui. Gabapentin mengikat protein pada
membran korteks saluran Ca2+ tipe L. Namun gabapentin tidak mempengaruhi arus Ca2+
pada saluran Ca2+ tipe T, N, atau L. Gabapentin tidak selalu mengurangi perangsangan
potensial aksi berulang terus-menerus.
Dosis gabapentin untuk anak usia 3-4 tahun 40 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 5-12
tahun 25-35 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 12 tahun atau lebih dan dewasa 300 mg 3
kali sehari (Lacy, 2009).
Efek samping yang sering dilaporkan adalah pusing, kelelahan, mengantuk, dan
ketidakseimbangan tubuh. Perilaku yang agresif umumnya terjadi pada anak-anak.
Beberapa pasien yang menggunakan gabapentin mengalami peningkatan berat badan
(Dillon dan Sander,2003).
Daftar Pustaka
Nordli, D.R., Pedley, De Vivo, 2006, Buku Ajar Pediatri Rudolph volume
3, EGC, Jakarta, 1023, 1034, 2135-2138.
Wibowo, S., dan Gofir, A., 2006, Obat Antiepilepsi, Pustaka Cendekia
Press, Yogyakarta, 85.
Gidal, B.E., and Garnett, W.R., 2005, Epilepsy, in Pharmacotherapy: A
Phathophisiology Approach, Dipiro, J.T., et al (eds) McGraw Hill, New
York, 1023-1048.