Anda di halaman 1dari 13

Kerja dan Efek Toksik

Kelompok 2 :
Cherry Andini
Dyah Ayu Kusumo
Fita Maharani
Hetri Diokta
Lingga Nur Hayati
Nur Afni Kholizah
Ririn
Yustika Usratin
1. Fase Toksokokinetik
Fase toksokinetik umumnya dikelompokkan ke dalam
proses invasi dan evesi.
1. Proses invasi terdiri dari absorpsi, transpor, dan distribusi
2. Proses evesi juga dikenal dengan eleminasi.

Secara umum toksokinetik menelaah tentang:


a) Laju absorpsi xenobiotika dari tempat paparan ke sirkulasi
sistemik
b) Distribusi di dalam tubuh
c) Bagaimana enzim tubuh memetabolismenya
d) Dari mana dan bagaimana tokson atau metabolitnya
dieliminasi dari dalam tubuh.
Keseluruhan proses pada fase toksokinetik ini akan
menentukan menentukan effikasi, efektifitas,konsentrasi di
reseptor, dan durasi dari efek farmakodinamiknya.
A. Absorpsi
Absorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari
tempat kontak (paparan) menuju sirkulasi sistemik tubuh atau
pembuluh limfe. Absorpsi didefinisikan sebagai jumlah xenobiotika
yang mencapai sistem sirkululasi sistemik dalam bentuk tidak
berubah.
a.Transpor xenobiotika lewat membran sel
Penetrasi xenobiotika melewati membran dapat
berlangsung melalui:
1) Difusi pasif
Molekul xenobiotika berdifusi dari daerah dengan konsentrasi
tinggi ke daerah konsentrasi yang lebih rendah. Jika koefisien
partisi dari suatu xenobiotika sangat tinggi, maka xenobiotika
tersebut akan sangat cepat terlarut dalam lapisan lipid pada
membran
2) filtrasi lewat pori-pori membran ”poren”, membran sel umumnya
memilika lubang dengan ukuran yang bervariasi tergantung pada
sifat dari membran selnya. Umumnya kebanyakan sel mempunyai
pori dengan diameter sekitar 4 Å (amstom). Saluran pori ini
umumnya penuh terisi air, sehingga hanya memungkinkan
dilewati oleh tokson yang relatif larut air dengan berat molekul
kurang dari 200 Da (Dalton)
3) Transpor dengan perantara molekul pengemban
”carrier”
Bila struktur tokson menyerupai subtrat alami
yang ditranpor aktif, maka tokson itu sesuai untuk
ditranspor aktif dengan mekanisme pembawa
yang sama.
4) Pencaplokan oleh sel ”pinositosis”
Pinositas merupakan proses fagositosis
(”pencaplokan”) terhadap makromolekul besar,
dimana membran sel menyelubungi sekeliling
bahan makromolekular dan kemudian mencaplok
bahan tersebut ke dalam sel.
b. Absorpsi tokson melalui saluran pencernaan
Pemakaian oral (misal sediaan dalam bentuk padat), maka
terlebih dahulu akan terdisintegrasi, sehingga xenobiotika
akan terlarut di dalam cairan saluran pencernaan untuk
mencapai sirkulasi sistemik.
Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh pada jumlah
xenobiotika yang mampu mencapai sistem sirkulasi sistemik
dalam bentuk bebasnya setelah pemberian oral (ketersediaan
hayati) adalah:
1) pH yang extrim akan mempengaruhi stabilitas xenobiotika
2) Enzim-enzim hidrolisis, menguraikan xenobiotika selama
berada di saluran cerna.
3) Mikroflora usus, dapat menguraikan molekul xenobiotika
4) Metabolisme di dinding usus, dengan bantuan enzim-enzim
katalisis mempunyai kemampuan untuk melakukan
metabolisme
5) Makanan dapat mempengaruhi absorbsi dari xenobiotika
6) P-Glykoprotein, bertindak sebagai pompa pendorong bagi
beberapa xenobiotika untuk memasuki sistem sistemik.
c. Absorpsi xenobiotika melalui saluran napas.
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-
paru. Absorpsi pada jalur ini dapat terjadi melalui membran ”nasal
cavity” atau absorpsi melalui alveoli paru-paru. Kedua membran ini
relativ mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap xenobiotika.
Sebagai contoh senyawa amonium quarterner.
d. Absorpsi xenobiotika perkutan
Agar dapat terabsorpsi ke dalam kulit, xenobiotika akan
melintasi membran epidermis dan dermis yang merupakan jalan
utama penetrasi xenobiotika dari permukaan kulit menuju sistem
sistemik.
Fase pertama absorpsi perkutan adalah difusi tokson lewat
epidermis melalui sawar (barier) lapisan tanduk (stratum corneum).
Fase kedua absorpsi perkutan adalah difusi tokson lewat dermis
yang mengandung medium difusi yang berpori, nonselektif, dan cair
B. Ditribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia
bersama darah akan diedarkan/ didistribusikan ke seluruh tubuh.
Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dipengaruhi oleh:
tercampurnya xenobiotika di dalam darah, laju aliran darah, dan
laju transpor transmembran.
Secara kesuluruhan pelepasan xenobiotika dari cairan plasma
menuju cairan intraselular ditentukan berbagai faktor, dimana
faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok yaitu:
1) Faktor biologis:
laju aliran darah di organ dan jaringan,
Sifat membran biologis
perbedaan pH antara plasma dan jaringan
2) Faktor sifat molekul xenobiotika
ukuran molekul
ikatan antara protein plasma dan protein jaringan
kelarutan
sifat kimia.
C. Eliminasi
Yang dimaksud proses eliminasi adalah proses hilangnya xenobiotika dari
dalam tubuh organisme. Eliminasi suatu xenobiotika dapat melalui reaksi
biotransformasi (metabolisme) atau ekskresi xenobiotika melalui ginjal,
empedu, saluran pencernaan, dan jalur eksresi lainnya (kelenjar keringan,
kelenjar mamai, kelenjar ludah, dan paru-paru).
1) Ekskresi, Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam
tubuh, xenobiotika/tokson dapat dikeluarkan dengan capat
atau perlahan. Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk
asalnya maupun sebagai metabolitnya. Adapun jalur ekskresi
anatara lain :
Ekskresi urin
Ekskresi empedu
Ekskresi paru – paru
Ekskresi jalur lain
2) Metabolisme Xenobiotika yang masuk ke
dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem
enzim tubuh, sehingga senyawa tersebut akan
mengalami perubahan struktur kimia dan pada
akhirnya dapat dieksresi dari dalam tubuh.
Proses biokimia yang dialami oleh ”xenobiotika”
dikenal dengan reaksi biotransformasi yang
juga dikenal dengan reaksi metabolisme.
D. Konsentrasi plasma
Sifat dan intensitas efek suatu tokson di dalam
tubuh bergantung pada kadar tokson di tempat
kerjanya. Umumnya konsentrasi tokson di tempat
organ sasaran merupakan fungsi kadar tokson di
dalam darah (plasma).
2. Fase Toksodinamik
Dalam fase ini akan membahas interaksi antara molekul
tokson atau obat pada tempat kerja spesifik, yaitu reseptor dan
juga proses yang terkait dimana pada akhirnya timbul efek toksik
atau terapeutik.interaksi tokson – reseptor umumnya merupakan
interaksi bolak balik (reversibel). Selain interaksi reversible,
terkadang terjadi pula interaksi tak bolak balik (irreversibel) anatara
xenobiotika dengan subtract biologik.
a. Mekanisme kerja efek toksik
Farmakolog menggolongkan efek yang mencul berdasarkan
manfaat dari efek tersebut, seperti:
1. Efek terapeutis, efek hasil interaksi xenobiotika dan reseptor
yang diinginkan untuk tujuan terapeutis (keperluan pengobatan),
2. Efek obat yang tidak diinginkan, yaitu semua efek / khasiat obat
yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan
pada dosis yang dianjurkan, dan
3. Efek toksik, pengertian efek toksik sangatlah bervariasi, namun
pada umumnya dapat dimengerti sebagai suatu efek yang
membahayakan atau merugikan organisme itu sendiri.
b. Inhibisi pada transpor oksigen
Hemoglobin adalah pengangkut oksigen. Hemoglobin
mengandung dua rantau α dan dua rantai ß, serta 4 gugus heme,
yang masing- masing berikatan dengan ratai polipeptida. Sebagian
besar hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah ”eritrosit”.
Gangguan pada hemoglobin dan sel darah merah akan menggagu
transpor oksigen bagi organisme.
c. Interaksi dengan fungsi sel umum
1) Kerja narkose.
Kerja atau efek narkose (membius) dimiliki oleh senyawa,
seperti eter, siklopropana dan halotan. Senyawa ini umumnya
bersifat lipofil kuat, sehingga akan terjadi penimbunan dalam
membran sel.
2) Pengaruh pengantaran rangsang neurohormonal.
sebagian besar obat mempengaruhi sinaps pada penghantaran
rangsang dari sel saraf yang satu ke sel saraf yang lainnya atau
mempengaruhi ujung saraf sel efektor.
3) Gangguan pada sintesis DNA dan RNA.
Kerja toksik racun dapat disebabkan oleh gangguan pada
pengaturan proses sintesis DNA dan RNA.
d. Kerja Teratogenik
Adalah suatu keabnormalan yang terjadi pada janin
yang timbul selama fase perkembangan embrio (fetus)
atau bisa diatikan dengan pembentukan cacat bawaan.
Hal ini mulai menarik dunia setelah terjadi bencana
talidomid yang terjadi pada akhir 1950-an sampai awal
tahun 1960-an,. Seperti yang telah disampaikan pada
bab 1 , efek yang terjadi adalah terlahir janin dengan
pertumbuhan organ tubuh yang tidak lengkap. Jenis
kerusakan tidak hanya tergantung dari zat penyebab
tapi juga tergantung pada fase perkembangan embrio,
yaitu fetus, tempat zat teratogenik bekerja.
ASSALAMUALAIKUM…

Anda mungkin juga menyukai