OLEH:
PRESEPTOR:
merupakan bentuk yang tersering terdapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis
verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus vulgaris yang
Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa
hematogen, limfogen, dapat juga autoinokulasi atau melalui kulit yang telah
adalah Lupus Vulgaris, sedangkan di India bentuk yang tersering dijumpai adalah
golongan lain.
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Klasifikasi TB kutis
2. Tuberkulid
A. Bentuk papul
Eritema nodusum
Eritema induratum
1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
tampak adanya hiperkeratosis dan akantosis. Pada reaksi radang yang akut, sering
dengan gambaran adanya abses di lapisan ini. Pada dermis tampak adanya
Bentuk ini merupakan hasil inokulasi primer kuman TB pada kulit orang
yang belum pernah terkena kuman TB sebelumnya atau pada orang-orang yang
tidak mempunyai imunitas terhadap kuman TB. Kompleks lesi primer meliputi
kulit dan nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan masuk basil
tuberkel adalah paru-paru, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk.
berdinding tergaung dan disekitarnya livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis
dan limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek
merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena itu
disebut tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat gejalanya.
Bagian yang sering terkena adalah wajah dan ekstremitas yang berhubungan
Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status
selaput otak. Akan ditemukan adanya lesi primer pada paru dan lesi yang muncul
secara mendadak dan tersebar Terjadi karena penjalaran ke kulit dari fokus di
pustule, skuama atau purpura menyeluruh dengan atau tanpa nekrosis diatasnya.
Diagnosis banding dari kelainan ini adalah sifilis sekunder dan erupsi obat. Pada
abses yang dikelilingi zona makrofag dan banyak basil tahan asam. Pada
getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula mula hanya
membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan
dikeluarkan nanahnya, abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak
membentuk fistel. Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai
sifat khas yakni bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna
beberapa tahun dengan meninggalkan bekas luka (sikatriks) yang memanjang dan
tidak teratur. Jembatan kulit (skin bridge) kadang kadang terdapat di atas
sikatriks, biasanya berbentuk seperti tali yang kedua ujungnya melekat pada
sikatriks tersebut.
2. TB kutis verukosa (warty tuberculosis verrucanecrogenica)
bawah dan lutut. Lesi diawali dengan halo berwarna ungu, berkembang menjadi
plak kutil yang keras dan hyperkeratosis, pus dan material keratin keluar dari
cleft dan fisura yang terbentuk. Papul asimtomatis sering salah didiagnosa sebagai
biasanya soliter dan tidak melibatkan kgb regional kecuali jika terjadi infeksi
sekunder. Lesi dapat berkembang dan menetap selama bertahun-tahun. Juga bisa
dari paru. Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun,
kemudian melunak dan bersifat destruktif. Pada awalnya kulit berwarna normal
dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan. Lesi tersebar berbentu makula dan
Pada tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya. Pada
sekitarnya livid.
5. Lupus vulgaris
pada bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas. Cara
infeksi dapat secara endogen atau eksogen. Gambaran klinis yang umum adalah
perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat
2. Tuberkulid
A. Bentuk Papul
2. Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita
TB pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi
terhadap basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen pada orang dengan
satus imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus tuberkulosis secara klinis tidak
aktif pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam keadaan sehat.
krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu menyembuh
dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul lesi-lesi baru. Lama penyakit dapat
bertahun-tahun.
3. Liken skrofulosorum
tuberkulosis tulang atau nodus limfatikus. Kelainan kulit terdiri atas beberapa
papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa. Mula-mula
sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut, punggung
dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif, jika
1. Eritema nodusum
bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat
memberi gambaran klinis sebagai E.N., yang sering: lepra sebagai eritema
arteri dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis lemak. Kelainan kulit berupa
kronik residif.
pemeriksaan bakteriologik.
1. Pemeriksaan bakteriologik
bakteriologik yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan BTA, kultur dan
mendeteksi kurang lebih 10.000 basil per mL. Pada pemeriksaan PCR
2. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi penting untuk menegakkan diagnosis. Pada
gambaran histopatologi tampak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari
lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk. Jaringan yang mengalami
nekrosis kaseosa oleh sel sel epitel dan sel sel Datia Langhans.
tuberculin yang positif karena tes ini hanya menunjukkan bahwa penderita pernah
4. LED
diagnosis.
a. Pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak terjadi
resistensi.
b. Pengobatan harus dalam kombinasi, dan dalam kombinasi, dan dalam
kombinasi tersebut disertakan INH karena obat tersebut bersifat bakterisidal.
c. Keadaan umum diperbaiki.
disebut bersifat bakterisidal lengkap karena obat tersebut dapat memasuki seluruh
(intensif) dan tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah untuk membunuh
jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi
dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu
yang lebih panjang. Efek sterilisasi obat untuk membersikan sisa-sisa kuman dan
kekambuhan. Pada pasien dengan sputum BTA positif ada resiko terjadinya
resistensi selektif. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase
bakteri dalam lesi relatif sedikit. Pengobatan awal dengan 3 obat dan fase lanjutan
dengan 2 obat untuk fase lanjutan biasanya sudah memadai. Pada pasien yang
Panduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat
untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 diantara obat yang
Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan pada wanita hamil dan menyusui,
Pada TBC ekstra paru dapat diberikan pengobatan TBC kategori 1 yaitu
(2 HRZE/4 HR). Fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB,
Diikuti fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk
tuberkulosis paru dan ektra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan
tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan
Rifampisin dan pirazinamid. Setelah 2 bulan pirazinamid dihentikan dan obat lain
diteruskan, regimen ini sangat poten. Karena ketiga obat tersebut bersifat
biasanya meninggi. Bila tetap atau menurun pengobatan dilanjutkan. Akan tetapi
dengan dosis 600mg setiap kali pemberian. Regimen lain adalah kombinasi antara
INH dan rifampisin dan etambutol yang diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan
obatan yang telah disebutkan dapat diberikan inosiklin 2x100mg, tetrasiklin atau
Pada anak dari segala usia yang tidak menunjukkan gejala penyakit dan diketahui
menyingkirkan penyebaran lesi dan membunuh kuman pada fokus primer serta
bulan. Mungkin dapat juga ditemukan anak tanpa tanda penyakit akan tetapi
reaksi tuberkulin positif kuat kebanyakan anak tersebut terkena infeksi primer
dibawah usia 5 tahun, kebanyakan para ahli berpendapat untuk mengobati dengan
Terapi Pembedahan
primer.
1. Bahwa pengobatan penyakit ini dalam jangka waktu lama, dan kemungkinan
efek samping dari pengobatan.
2. Pasien dianjurkan untuk minum obat secara teratur dan kontrol teratur setiap
bulan jika obat habis selama jangka waktu pengobatan
3. Menjaga hygene peroral.
ABSTRACT
Background: Cutaneous tuberculosis constitutes 1.5% of extra pulmonary tuberculosis and the
disease continues to be a challenging one because of its multifaceted presentation. The present
study was done to document the most common type of cutaneous tuberculosis, atypical
presentations if any and response to directly observed therapy short course (DOTS).
Methods: All patients with clinically suspected cutaneous tuberculosis attending outpatient
department of dermatology in our hospital from October 2012 to April 2016 were included in the
study. A detailed history of presenting illness and thorough general, systemic and cutaneous
examination was carried out along with documentation of demographic details. Routine blood
invetigations, biopsy and mantoux test were done. Diagnosed cases were treated with DOTS.
Results: A total of 25 cases of cutaneous tuberculosis were included in the study. Most common
type of cutaneous tuberculosis was lupus vulgaris. Atypical presentations noted during the study
were multifocal lupus vulgaris (LV), co-existence of tuberculosis verrucosa cutis (TVC) and LV, TVC
of lower lip, erythema induratum of bazin presenting as annular plaque in one case and as
erythema nodosum in another case. DOTS were effective in majority of the patients.
Conclusions: Cutaneous tuberculosis is multifaceted. High clinical suspicion is necessary in rare
presentations. Coexistence of two or more morphological patterns can occur. Doubtful cases, 5-
6weeks of therapeutic trail helps. Adequate dose is essential for good response. Second line
drugs are to be considered in case of failure /clinical resistance.
Keywords: Cutaneous tuberculosis, Multifocal tuberculosis, Atypical presentations, Erythema
induratum of bazin, DOTS
PENGANTAR
Tuberkulosis adalah penyakit yang sudah lama, dengan bukti penyakit yang
ditemukan di mumi Peru dan dalam kerangka dari 300 SM. Secara global 9,6 juta
kasus tuberkulosis baru terdeteksi pada tahun 2014 dan 1,3 juta kematian
disebabkan oleh penyakit ini.1 Tuberkulosis biasanya dianggap sebagai penyakit
kemiskinan karena 94% kasus terjadi di negara-negara dengan status sosial
ekonomi rendah. Meskipun kejadiannya telah turun sampai 0,1% bahkan di
negara-negara berkembang, penyakit ini terus menjadi hebat karena koinfeksi
HIV-AIDS, resistansi obat-obatan dan presentasi atipikal .2,3 Penelitian saat ini
dilakukan untuk mendokumentasikan jenis tuberkulosis kutis yang paling umum,
presentasi atipikal jika ada dan respons terhadap terapi singkat langsung yang
diobservasi (DOTS).
METODE
Semua pasien dengan klinis TB kutis yang dicurigai, melakukan rawat jalan pada
bagian kulit di rumah sakit kami dari Oktober 2012 sampai April 2016
dimasukkan dalam penelitian ini. Riwayat rinci tentang penyakit dan pemeriksaan
menyeluruh, sistemik dan kutis dilakukan bersamaan dengan dokumentasi rincian
demografis. Pemeriksaan darah rutin, enzyme linked immunosorbent assay
(ELISA) untuk HIV, rontgen thoraks, uji mantoux dan biopsi dilakukan pada
semua kasus. Pemeriksaan sputum untuk basil asam cepat (AFB), sitologi aspirasi
jarum halus dari kelenjar getah bening dan tes radiologis lainnya dilakukan pada
kasus yang relevan. Kasus yang didiagnosis diberikan DOTS untuk jangka waktu
6 bulan dan respon dinilai pada 6 minggu dan akhir terapi, efek samping juga
dicatat selama masa pengobatan.
HASIL
Sebanyak 25 kasus tuberkulosis kutis dimasukkan dalam penelitian ini. Rasio pria
terhadap wanita dalam penelitian kami adalah 1,5: 1. Kelompok umur populasi
penelitian berkisar antara 5-40 tahun dengan usia rata-rata 25 tahun 6 bulan.
Bagian yang paling sering dilibatkan adalah anggota badan bagian bawah yang
terlihat pada 13 kasus [52%]. Jenis tuberkulosis kutis yang paling umum adalah
lupus vulgaris yang terlihat pada 11 kasus (44%) dan yang paling sedikit adalah
eritema induratum bazin yang dilihat pada 2 kasus (8%), rincian diberikan pada
Tabel 1.
Tuberkulosis kutis menunjukkan kejadian yang lebih tinggi pada pria dalam
penelitian kami yang serupa dengan sebagian besar penelitian di India. 4-6 Hal ini
dapat dikaitkan dengan risiko cedera yang lebih tinggi pada pria, karena banyak
pasien kami terlibat dalam pekerjaan berat manual. Sebagian besar pasien berada
di dekade kedua mereka, serupa dengan yang diamati pada penelitian India
lainnya.6,7 Jenis klinis tuberkulosis kutis yang paling umum dalam penelitian kami
adalah lupus vulgaris [44%], ini serupa dengan beberapa penelitian.5, 6,8 Namun
beberapa studi India lainnya ditemukan scrofuloderma sebagai jenis yang paling
umum dan Tabel 3 menunjukkan rinciannya.7,9,10
Kami menemukan anggota tubuh yang lebih rendah sebagai situs yang paling
sering dilibatkan, juga diketahui oleh beberapa pengarang. 6,8 Kejadian TB kutis
yang tinggi pada kaki di India dapat terjadi. Dijelaskan oleh re-inokulasi basil
tuberkulosis melalui trauma ringan, terutama saat jongkok. Tuberkulosis kutis
sebelumnya dikutip oleh Pillsbury, Shelly dan Kligman sebagai "di kulit
tuberkulosis muncul dalam berbagai bentuk yang menakjubkan" . 11 Sejalan
dengan itu, kami mengamati berbagai presentasi atipikal selama penelitian kami.
Lupus vulgaris multifokal terlihat pada pria berusia 40 tahun, hanya ada sedikit
laporan tentang penyakit multifokal dalam literatur. 12,13 Keterlibatan multifokal
sebagian besar terlihat pada pasien yang tidak divaksinasi dan kurang gizi dan
biasanya memiliki tes mantoux negatif. Ada beberapa laporan tentang
koeksistensi tuberkulosis yang berbeda pada orang yang sama dengan kombinasi
TVC dan scrofuloderma [SFD] yang paling sering dilaporkan termasuk penelitian
kami.14,15 Studi imunohistologis granuloma pada tuberkulosis kutis telah
menunjukkan spektrum perubahan yang dibuktikan oleh Rasio CD4 CD8, yaitu
LV dengan kekebalan yang kuat, TVC dengan kekebalan antara dan SFD dengan
kekebalan tingkat rendah.16 Bergantung pada tingkat imunitas pada seseorang
selama periode waktu tertentu, mungkin ada jenis tuberkulosis kulit yang berbeda.
Alasan lain yang mungkin terjadi adalah, TVC dapat berkembang dari inokulasi
bakteri basil dari tuberkulosis kutis yang berdekatan dengan SFD. Kami
menemukan TVC bibir bawah pada wanita berusia 40 tahun yang merupakan
bagian yang jarang ditemukan, beberapa bagian yang jarang yang telah
dilaporkan dalam literatur adalah jari, dan lain-lain.17,18 EIB secara klinis
menyerupai eritema nodosum dalam satu kasus. Observasi serupa dilakukan oleh
Maharaja dkk dalam studinya tentang ciri klinisokopologis dari nodul tender
eritematosa yang secara dominan melibatkan ekstremitas, di mana kelainan
histologis eritema nodosum terlihat pada 8 kasus [total 30 kasus] dan di antaranya
3 kasus menunjukkan adanya EIB.19 Presentasi EIB lain yang tidak lazim dicatat
dalam penelitian kami adalah plak annular besar di atas paha pada pria berusia 25
tahun. Jadi, EIB mungkin tidak selalu hadir seperti yang digambarkan secara
klasik (nodul ulserasi pada betis), histopatologi inilah yang membantu dalam
diagnosis dan diferensiasi definitif. Mantoux positif terlihat pada 84,2% kasus, ini
sebanding dengan studi Binod kumar dkk, hasil yang berbeda terlihat pada
penelitian lain, rincian yang diberikan pada Tabel 4.7,8,20
Perubahan histopatologis yang khas terlihat pada 90% kasus yang serupa dengan
penelitian India lainnya.20 Durasi terapi antituberkulosis [ATT] untuk tuberkulosis
kutaneus berkisar antara 6-12 bulan pada penelitian yang berbeda. 20-22 Kami
menggunakan terapi DOTS yang diberikan selama 6 bulan. Dalam penelitian
Raghu Rama Rao dkk tentang terapi DOTS pada tuberkulosis kutis, khasiatnya
sebanding dengan kemoterapi kursus singkat harian standar dengan keuntungan
tambahan terhadap jumlah obat yang kurang, standar obat-obatan yang diberikan
di bawah pengawasan dan biaya perjalanan kurang. 21 Dia melakukan pengamatan
tidak ada kegagalan pengobatan atau efek samping yang signifikan dengan terapi
DOTS di studinya.21 Sebaliknya, kami mengamati kegagalan pengobatan pada 8%
kasus dan efek samping ringan seperti jerawat truncal pada 8%, rincian yang
diberikan pada Tabel 5. Durasi percobaan terapeutik pada kasus dugaan
tuberkulosis kutis adalah 5-6 minggu, dengan kecuali tuberkulosis dan pasien
yang menunjukkan aktivitas klinis minimal sebelum perawatan. Diagnosis
digunakan untuk ditinjau ulang pada pasien yang tidak merespons saat ini. Tapi
dengan munculnya tuberkulosis multi drug resistant (MDT), pendekatan ini tidak
dibenarkan. TB tuberkulosis MDR harus selalu diingat dalam pengelolaan pasien
dengan kurangnya respons klinis terhadap obat ATT lini pertama atau pada pasien
yang menunjukkan kemerosotan klinis bahkan pada saat ATT. Diagnosis
tuberkulosis MDR sulit karena tingkat isolasi yang buruk dan sensitivitas tes
diagnostik molekuler yang rendah. Jadi, selalu dibenarkan untuk memberikan
percobaan ATT lini kedua setidaknya dua bulan sebelum memberi label pada
pasien yang tidak responsif terhadap terapi.23 Kami memiliki satu pasien dengan
tinggi badan (tinggi 6 kaki, berat badan 120 kg) berusia 40 tahun dengan biopsi
yang dikonfirmasi scrofuloderma yang tidak menanggapi dosis rutin ATT [AKT-4
kit] bahkan setelah 5 minggu menjalani terapi, berpikir dalam hal resistansi obat
sebelum memulai agen lini kedua kami memberinya agen garis pertama yang
menyesuaikan berat badan per kgnya. Dalam waktu 2 minggu naikkan dosis
pasien, seperti yang disajikan pada Gambar 8. Oleh karena itu, dosis obat yang
memadai disesuaikan dengan berat badan per kg seseorang. juga paling penting
sebelum mempertimbangkan diagnosis alternatif atau resistansi obat.
Untuk