Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENYAKIT TETANUS

Dosen Pengampuh : Lia Amalia, S.KM., M.Kes

Mata Kuliah : Dasar Epidemiologi

Disusun Oleh :

Yuliana Angelina Roboth

(NIM : 811421138) Kelas 3D

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah- Nya sehingga saya bisa menyusun Tugas makalah Dasar
Epidemiologi ini dengan baik serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa
“Penyakit Tetanus” itu adalah penyakit menular. Tetanus adalah infeksi bakteri dengan
potensi fatal yang mempengaruhi saraf. Vaksin dapat dengan mudah mencegah infeksi,
namun belum ada obatnya. Semuanya perlu dibahas pada makalah ini kenapa Penyakit
Tetanus itu sangat diantisipasi agar terhindar dari penyakit menular ini.

Tugas ini saya buat untuk memberikan ringkasan tentang penyakit Tetanus dan upaya
pencegahan yang akan dilakukan. Mudah-mudahan makalah yang saya buat ini bisa
memberi pengetahuan kita agar jadi lebih luas lagi. Saya menyadari kalau masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan
guna kesempurnaan makalah ini. saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lia
Amalia selaku Dosen pengampuh mata kuliah Dasar Epidemiologi. Kepada pihak yang
sudah menolong dan turut dalam penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta
waktunya, saya sampaikan banyak terima kasih.

Gorontalo, 18 Oktober, 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Masalah......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Definisi Penyakit Tetanus.......................................................................................5
B. Tanda dan Gejala Penyakit Tetanus.......................................................................6
C. Trias Epidemiologi (Host Agen dan Environment)................................................9
D. Riwayat Alamiah Penyakit Tetanus.....................................................................11
E. Penularan/ Transmisi............................................................................................14
F. Masa Inkubasi.......................................................................................................15
G. Upaya Pencegahan................................................................................................18
BAB III PENUTUP.................................................................................................................22
A. Kesimpulan...........................................................................................................22
B. Saran.....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani,


dengan gejala utama spasme otot tanpa gangguan kesadaran, disebabkan oleh
tetanospasmin yaitu eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani 1(Leman &
Tumbelaka, 2016). Menurut Harum, spora Clostridium tetani biasanya masuk ke
dalam tubuh melalui luka pada kulit disebabkan terpotong, tertusuk, luka bakar, gigi
berlubang, atau infeksi pada tali pusat yang biasa dikenal sebagai tetanus
neonatorum 2(Harum, 2014). Saat terinfeksi, toksin ini akan dibawa menuju terminal
syaraf sehingga menurunkan fungsi sel saraf motorik yang bertanggung jawab
mengaktifkan otot secara sadar. Gambaran klinis tetanus diawali dengan kejang otot
di sekitar luka, lemah, cemas, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala,
kemudian kaku pada rahang, perut dan punggung yang mengeras serta kesukaran
untuk menelan (Ade, 2016).
3
Secara global selama tahun 2011-2016 laporan kasus tetanus selalu kurang dari
20.000 kasus per tahun. Di Amerika Serikat pada tahun 2019, sebanyak 26 kasus
tetanus dilaporkan melalui sistem National Notifiable Diseases Surveillance
System (NNDSS). Dari 29 kasus tersebut, 2 pasien meninggal akibat tetanus. Dari
tahun 2009 hingga 2017, di Amerika Serikat terdapat 264 kasus dan 16 kematian
akibat tetanus yang dilaporkan. Sejumlah 60 kasus (23%) merupakan pasien berusia
≥ 65 tahun dan 36 kasus (13%) terjadi pada pasien dengan usia kurang dari 20
tahun, dimana 2 diantaranya merupakan kasus tetanus neonatorum. (diakses pada
tangga 17 oktober jam 20.00)
Empat puluh sembilan pasien dari 197 kasus tersebut diketahui riwayat vaksinasinya
dan hanya 10 pasien yang pernah mendapatkan vaksin tetanus toxoid sebanyak 3
dosis atau lebih.
Penyebaran penyakit tetanus menyebar di seluruh dunia terutama di negara
berkembang dengan frekuensi penderita yang bervariasi. Penyakit ini termasuk
mematikan di negara berkembang karena telah membunuh kurang lebih 500.000
orang pertahun 4(Rahmanto & Farhanah, 2017). Menurut WHO penyebab kematian
yang diakibatkan tetanus neonatorum TN di negara-negara berkembang adalah

1
Martinus M Leman and Alan R Tumbelaka, “Ipt 1” 12, no. 4 (2010): 283–88.
2
A Harum, “Dental Caries as A Risk Factor of Tetanus,” Medula Unila 3, no. 2 (2014): 8–15.
3
“Tetanus Neonatorum - Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan - Alomedika,” accessed October 18,
2022, https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/tetanus-neonatorum.
4
Danawan Rahmanto and Nur Farhanah, “FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH PADA
KEMATIAN PASIEN TETANUS DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG,” 2017.

1
sebanyak 135 kali lebih tinggi dari pada negara maju. Pada tahun 2007, 2011, dan
2014 diantara jumlah kasus TN di negara-negara ASEAN, Indonesia menempati
urutan kedua setelah Philipina, yaitu dengan jumlah penderita lebih dari 100 orang.

Berdasarkan data dari Kemenkes RI, laporan kasus tetanus pada tahun 1994 di
Indonesia berjumlah 3.843 kasus, dengan kasus terbanyak ditemukan di provinsi
Jawa Timur yakni 1.229 kasus. Penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin,
Bandung antara tahun 1991-1995 menemukan 85 kasus tetanus. Sekitar 69,4%
kasus disebabkan karena luka pada kaki. Angka mortalitas mencapai 25,6% dan dari
semua pasien tersebut tidak ada yang pernah mendapatkan imunisasi dasar.
Penemuan kasus tetanus mengikuti kejadian bencana gempa di Yogyakarta pada
tahun 2006 melaporkan adanya 26 kasus tetanus yang ditemukan dari data 8 rumah
sakit setempat dan delapan dari 26 pasien atau sebanyak 30,8% dari total pasien
tersebut meninggal . Di tahun 2017, WHO melaporkan insidensi tetanus neonatorum
di Indonesia sebanyak 25 kasus, dan insidensi tetanus secara keseluruhan adalah 506
kasus. (Diakses dilink tetanus neonatorum pada tanggal 17 oktober 2022 jam 20.00
wita).

Disamping itu, tingkat kasus kematian yang diakibatkan penyakit TN di


Indonesia cenderung mengalami kondisi yang cukup tinggi di tahun 2014 5(Yani &
Munawaroh, 2020). Angka kematian (case fatality rate) Tetanus neonatorum dari
tahun 2007-2011 berada di kisaran angka 48%-61%. Pada tahun 2013 case Fatality
Rate tetanus neonatorum sebesar 49,6%. Terdapat sebanyak 84 kasus TN yang
terjadi di Indonesia pada tahun 2014 dengan kematian mencapai 54 orang atau
64,3% 6(Sari, 2017).
Penyakit tetanus pernah meningkat di Indonesia saat terjadi tsunami di provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004 silam. Pasien tetanus mencapai
106 kasus dalam kurun waktu yang sangat singkat. Penyebab kematian dilaporkan
karena adanya manifestasi klinik peneumonia, dan sarana prasarana kesehatan yang
rusak dan hilang selama kurun waktu yang singkat 7(Prawira, Witari, & Tini, 2018).
Hal ini menunjukkan bahwa tetanus dapat terjadi kapan saja, termasuk ketika

5
Wine Frindi Yani and Madinah Munawaroh, “Sikap Ibu, Dukungan Suami Dan Peran Tenaga Kesehatan
Berhubungan Dengan Pelaksanaan Imunisasi TT Ibu Hamil,” Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia 10, no. 02
(2020): 34–41, https://doi.org/10.33221/jiki.v10i02.496.
6
Selvy Novita Sari, “Risk Analyses Factor of Infant Mortality Caused by Tetanus Neonatorum in East
Java,” Jurnal Berkala Epidemiologi Volume 5 N, no. July 2017 (2017): 195–206,
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.195-206.
7
Tu Bagus Adnan Angga Prawira, Ni Putu Witari, and Kumara Tini, “Faktor–Faktor Yang Berhubungan
Dengan Luaran Klinis Pasien Tetanus Di RSUP Sanglah Pada Bulan Januari 2018–Oktober 2019,” Intisari
Sains Medis 11, no. 3 (2020): 948–54, https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.697.

2
bencana alam melanda. Penyakit ini menjadi ancaman bagi orang-orang yang
berpotensi terinfeksi Clostridium tetani, terutama yang tidak menerima vaksin
tetanus. Infeksi dapat terjadi akibat tingkat kebersihan yang masih sangat kurang,
perawatan luka yang kurang diperhatikan, mudah terjadi kontaminasi, serta
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan dan kekebalan
terhadap tetanus.
Digorontalo sendiri, Untuk penyakit menular, prioritas masih tertuju pada
penyakit tuberculosis, deman berdarah, malaria dan HIV/AIDS. Masih tingginya
penyakit menular yang disebabkan oleh tuberkulosis mencapai 2.172 penderita pada
tahun 2015, malaria 115 penderita tahun 2015 dan demam berdarah (DBD)
mencapai 269 penderita tahun 2015. Kematian DBD tahun 2015 mencapai 13
penderita. Yang menggebirakan adalah angka kesakitan dan kematian yang
disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti
polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B dan tetanus baik pada maternal maupun
neonatal sudah menurun.

Menurut Leman & Tumbelaka, (2010) bahwa Secara klinis tetanus dibagi
menjadi 4 derajat, yaitu derajat I (ringan), derajat II (sedang), derajat III (berat), dan
derajat IV (stadium terminal). Pengobatan infeksi penyakit ini dapat dilaksanakan
dengan pemberian antibiotik, menetralkan toksin, pemberian obat antikonvulsan dan
memberikan perawatan pada luka. Saat ini Indonesia telah memiliki beberapa
pilihan untuk netralisasi toxin tetanus yaitu Anti Tetanus Serum (ATS) yang
dihasilkan oleh plasma kuda (equine) atau Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG)
yang berasal dari plasma darah manusia. Penggunaan serum merupakan bentuk
imunisasi pasif yang diberikan dengan cara menginjeksikan antibodi dalam tubuh
sebagai pengobatan atau langkah preventif terhadap infeksi tetanus 8(Murwani,
2015).

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa tetanus masih rentan terhadap swarm.
Terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Juga, karena bakteri
penyebab tetanus tidak bisa dihilangkan dari lingkungan. Imunisasi merupakan salah
satu upaya pencegahan penyakit tetanus. Namun, ketika tetanus terjadi di dalam
tubuh, perawatan intensif diperlukan untuk memastikan pemulihan penuh klien.

B. Rumusan Masalah

8
S Murwani, “Dasar-Dasar Mikrobiologi Veteriner,” 2015, https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=lEJRDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA2&dq=(Murwani,
+2015).&ots=vRE2ThaXou&sig=WbAu_HupRFM1wh05M_T7HlzfcoA.

3
1. Apa yang dimaksud dengan Tetanus ?
2. Bagaimana tanda dan gejala Tetanus ?
3. Bagaimana Trias Epidemiologi penyakit tetanus ?
4. Bagaimana riwayat alamiah penyakit tetanus ?
5. Bagaimana penularan penyakit tetanus ?
6. Berapa lama masa inkubasi penyakit tetanus ?
7. Bagaimana upaya pencegahan penyakit tetanus ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui definis penyakit tetanus


2. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit tetanus
3. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit tetanus
4. Untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit tetanus
5. Untuk mengetahui penularan penyakit tetanus
6. Untuk mengetahui masa inkubasi penyakit tetanus
7. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit tetanus

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. Definisi Penyakit Tetanus
9
Tetanus adalah penyakit menular disebabkan oleh kontaminasi luka dari
bakteri yang hidup di tanah. Bakteri Clostridium tetani adalah organisme
penyebab penyakit tetanus yang mampu hidup bertahun-tahun di tanah dalam
bentuk spora. Bakteri ini pertama kali diisolasi pada tahun 1899 oleh S. Kitasato
ketika ia sedang bekerja dengan R. Koch di Jerman. Kitasato juga menemukan
toksin tetanus dan bertanggung jawab untuk mengembangkan vaksin pelindung
pertama melawan penyakit tetanus.
Tetanus terjadi ketika luka menjadi terkontaminasi dengan spora bakteri.
Infeksi akan berlangsung ketika spora menjadi aktif dan berkembang menjadi
bakteri gram positif yang berkembang biak dan menghasilkan toksin yang
sangat kuat (racun) kemudian mempengaruhi otot. Spora tetanus ditemukan di
seluruh lingkungan, biasanya di tanah, debu, dan kotoran hewan. Lokasi yang
biasa bagi bakteri untuk masuk ke tubuh oleh luka tusuk, seperti yang
disebabkan oleh paku berkarat, pecahan, atau gigitan serangga.
Tetanus membuat kejang otot tidak terkendali, kadang-kadang disebut kejang
mulut. Dalam kasus yang berat, otot-otot yang digunakan untuk bernapas bisa
kejang, menyebabkan kekurangan oksigen ke otak dan organ lain yang mungkin
bisa mengakibatkan kematian.
Penyakit pada manusia adalah hasil dari infeksi luka dengan spora
bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan toksin tetanospasmin yang
bertanggung jawab untuk menyebabkan tetanus. Tetanospasmin mengikat saraf
motorik yang mengontrol otot, memasuki akson (filamen yang memanjang dari
sel-sel saraf), dan perjalanan dalam akson sampai mencapai tubuh saraf motorik
di sumsum tulang belakang atau otak (proses transportasi intraneuronal disebut
retrograde). Kemudian toksin bermigrasi ke dalam sinaps (ruang kecil antara sel-
sel saraf penting untuk transmisi sinyal di antara sel saraf) di mana ia mengikat
ke terminal saraf presynaptic dan menghambat atau menghentikan pelepasan
neurotransmitter inhibisi tertentu (glisin dan asam gamma-aminobutyric).
Karena saraf motorik tidak memiliki hambat sinyal dari saraf lainnya,
sinyal kimia pada saraf motorik dari otot semakin intensif, menyebabkan otot
untuk memperketat kontraksi terus-menerus atau kejang. Jika tetanospasmin
mencapai aliran darah atau pembuluh limfatik dari situs luka, dapat disimpan di
banyak terminal presynaptic berbeda sehingga efek yang sama pada otot lain.

9
Victor Trismanjaya Hulu et al., “Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan,”
Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 2020, 1–170.

5
Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan
kejangkejang otot rangka.10(Laksmi, 2014)

B. Tanda dan Gejala Penyakit Tetanus

Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu


pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher.

Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni;

a.Localited tetanus ( Tetanus Lokal )


b. Cephalic Tetanus
c.Generalized tetanus (Tctanus umum)

Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus

Kharekteristik dari tetanus:

 Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7


hari.
 Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya.
 Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
 Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher.
 Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena
spasme Otot masetter.
 Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )

- Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

o Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,


tungkai dengan Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik.

10
Ni Komang Saraswita Laksmi, “Penatalaksanaan Tetanus,” Cermin Dunia Kedokteran 41, no. 11
(November 1, 2014): 283–87, http://cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1073.

6
o Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada
anak).

Ada 4 bentuk klinik atau jenis dari penyakit tetanus, yaitu:

1. tetanus lokal (lokalited Tetanus)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah
tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bias
bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara
bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi
dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal
tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara
terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.

2. Cephalic tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar
1 –2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ),
luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga
hidung.

3 Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang
disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot
leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala
lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari
laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas,
sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan
pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi
begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi,
tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya
meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

4. Neotal tetanus

7
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu
proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat obatan Wltuk tali pusat
yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan
dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam
terjadinya neonatal tetanus.

Bakteri penyebab Tetanus (Clostridiumtetani) merupakan bakteri


grampositif, batangan aerob yang dapat mengembangkan sporaterminal. Sensitif
terhadap panas dan tidak dapat bertahan hidup dengan adanya oksigen. Spora,
sebaliknya, sangat tahan terhadap panas dan antiseptik biasa. Mereka dapat
bertahan hidup autoklaf pada 249,8°F (121°C) selama 10-15 menit. Spora juga
relatif tahan terhadap fenol dan bahan kimia lainnya. Spora tersebar luas di tanah
dan di usus dan kotoran kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, marmut, dan
ayam. Tanah pupuk kandang yang diobati mungkin berisi sejumlah besar spora.
Di daerah pertanian, sejumlah besar manusia dewasa mungkin pelabuhan
organisme. Spora juga dapat ditemukan pada permukaan kulit dan heroin yang
terkontaminasi.

Clostridium tetani menghasilkan dua exotoxins, tetanolysin dan tetanospasmin.


Fungsi tetanolysin tidak diketahui dengan pasti. Tetanospasmin adalah
neurotoxin dan menyebabkan manifestasi klinistetanus. Atas dasar berat,
tetanospasmin adalah salah satu racun yang dikenal paling kuat. Diperkirakan
dosis yang mematikan manusia minimum adalah 2,5 nanogram per kilogram
berat badan (nanogram adalah satu miliar gram), atau 175 nanogram untuk 70-
kg (154lb) manusia

Periode inkubasi bervariasi 3-21 hari dengan rerata 8 hari. Makin jauh lokasi
luka dari SSP, periode inkubasi makin lama. Singkatnya periode inkubasi
berkaitan dengan peningkatan risiko kematian. Padaetanus neonatorum, gejala
biasanya muncul mulai dari hari ke-4 hingga 14 setelah melahirkan dengan
rerata 7 hari.5 Toksin tetanus menyebabkan hiperaktivitas otot rangka dalam
bentuk rigiditas dan spasme. Rigiditas merupakan kontraksi otot involunter
tonik, sedangkan spasme merupakan kontraksi otot yang berlangsung lebih
singkat, dapat dirangsang oleh peregangan otot atau stimulasi sensorik sehingga
disebut sebagai refleks spasme.11(Surya, 2016).
11
R Surya - Cermin Dunia Kedokteran and undefined 2016, “Skoring Prognosis Tetanus Generalisata
Pada Pasien Dewasa,” 103.13.36.125, accessed October 18, 2022,
http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/34.

8
C. Trias Epidemiologi (Host Agen dan Environment)

Tetanus tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi


dengan cakupan imunisasi DPT (Diphtheria, Pertussis and Tetanus) yang
rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran
ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora
kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3. OMP, caries gigi
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril
6. Luka bekas suntikan narkoba.

1. Agent (penyebab penyakit)

12
Bakteri penyebab Tetanus (Clostridiumtetani) merupakan bakteri
grampositif, batangan aerob yang dapat mengembangkan sporaterminal.
Sensitif terhadap panas dan tidak dapat bertahan hidup dengan adanya
oksigen. Spora, sebaliknya, sangat tahan terhadap panas dan antiseptik biasa.
Mereka dapat bertahan hidup autoklaf pada 249,8°F (121°C) selama 10-15
menit. Spora juga relatif tahan terhadap fenol dan bahan kimia lainnya.
Spora tersebar luas di tanah dan di usus dan kotoran kuda, domba, sapi,
anjing, kucing, tikus, marmut, dan ayam. Tanah pupuk kandang yang diobati
mungkin berisi sejumlah besar spora.

Di daerah pertanian, sejumlah besar manusia dewasa mungkin pelabuhan


organisme. Spora juga dapat ditemukan pada permukaan kulit dan heroin
yang terkontaminasi. Clostricam tetani menghasilkan dua exotoxins,
tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi tetanolysin tidak diketahui dengan
pasti. Tetanospasmin adalah neurotoxin dan menyebabkan manifestasi
klinistetanus. Atas dasar berat, tetanospasmin adalah salah satu racun yang
dikenal paling kuat. Diperkirakan dosis yang mematikan manusia minimum
adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan (nanogram adalah satu miliar
gram), atau 175 nanogram untuk 70-kg manusia.
12
Victor Trismanjaya Hulu et al., “Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan.”

9
Tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani. Clostridium
tetani marupakan bakteri berbentuk batang lurus, langsing, berukuran
panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Bakteri ini membentuk
eksotoksin yang disebut tetanospasmin. Kuman ini terdapat di tanah
terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang, seperti kotoran
kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, dan babi.

Clostridium tetani termasuk bakteri gram positif, anaerobic (tidak dapat


bertahan hidup dalam kehadiran oksigen), berspora, dan mengeluarkan
eksotoksin. Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin
dan tetanolisin. Tetanospamin-lah yang dapat menyebabkan penyakit
tetanus, sedangkan untuk tetanolisin belum diketahui dengan jelas fungsinya.
Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar toksin (tenospamin) adalah
2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk 70
kilogram (154lb) manusia.

Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak


memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak
menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif.
Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan bahan kimia,
seperti etanol, phenol, dan formalin. Sporanya juga dapat bertahan pada
autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit, juga resisten
terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Spora ini bisa tahan beberapa
bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau
bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh
penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.

2. Host
Host penyakit tetanus adalah manusia dan hewan, khususnya hewan
vertebrata, seperti kucing, anjing, dan kambing. Tetanus Organisme
ditemukan terutama di saluran tanah dan usus hewan dan manusia.
3. Environment (lingkungan)
Evironment Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan faktor utama
untuk mencegah penularan DPT. Tidak meletakkan bahan bahan yang tajam
dan berkarat di lingkungan anak bermain dapat mencegah penularan
tentanus. Pelayanan ibu hamil sebaiknya dilakukan dengan tenaga kesehatan
yang memiliki alat alat membantu proses persalinan yang steril. Lingkungan

10
rumah dan sekolah yang terkena matahari langsung dan ventilasi udara
cukup serta bersih dapat mengurangi risiko penularan Difteri dan Pertusis.
Anak anak dibiasakan untuk mencuci tangan dan peralatan makan minum
yang bersih sebelum digunakan 13(Najmah,2016).

Tetanus merupakan penyakit infeksi yang prevalensi dan angka kematiannya


masih tinggi. Tetanus terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah tropis,
daerah dengan cakupan imunisasi DPT (Diphtheria, Pertussis and Tetanus)
yang rendah dan di daerah peternakan.

Tetanus merupakan infeksi berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian


yang disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini
ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang. Karena itulah, daerah
peternakan merupakan daerah yang rentan untuk terjadinya kasus tetanus.
Pada tahun 2001, diperkirakan 282.000 orang di seluruh dunia meninggal
karena tetanus, yang terbesar terjadi di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan,
yang merupakan daerah tropis.

D. Riwayat Alamiah Penyakit Tetanus


14
1. Tahap Propatogenesis
Terjadi Interaksi antara pejamu (Host) dan Agent (penyebab) bakteri
clostridium tetani, Jika imunitas host sedang lemah agent lebih ganas dan
kondidsi lingkungan tidak menguntungkan bagi Host maka penyakit tetanus
akan melanjutkan riwayat alamiahnya ke tahap Patogenesis.

2. Tahap Patogenesis
Tetanus Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8
hari. Semakin pendek masa inkubasi, semakin tinggi kemungkinan kematian.
Clostridiumtetani biasanyamasuk ke dalam tubuhmelaluiluka. Di
hadapananaerob (oksigen rendah), spora berkecambah. Toksin diproduksi

13
Najmah Najmah, “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR,” n.d.
14
“Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan - Google Books,” accessed
October 18, 2022,
https://www.google.co.id/books/edition/Epidemiologi_Penyakit_Menular_Riwayat_Pe/tBoIEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=Najmah,+N.+(2016).
+Epidemiologi+Penyakit+Menular.&pg=PA141&printsec=frontcover.

11
dan disebarkan melalui darah dan limfatik. Racun bertindak di beberapa situs
dalam sistem saraf pusat, termasuk akhir saraf motorik perifer, sumsum
tulang belakang, dan otak, dan sistem saraf simpatik. Manifestasi klinis yang
khas dari tetanus disebabkan ketika toksin tetanus mengganggu pelepasan
neurotransmiter, menghambat impuls inhibitor. Hal ini menyebabkan
kontraksi otot dilawan dan kejang 15(Najmah, 2016).

Tetanus memiliki empat gambaran klinis umum:


Tetanus lokal hanya melibatkan lokasi cedera tetapi seringkali tidak
dikenali sampai menjadi umum. Tetanus cephalic adalah salah satu bentuk
tetanus lokal yang berasal dari cedera kepala atau infeksi, seperti otitis
media. Tetanus umum adalah bentuk yang paling umum dan mewakili 80%
kasus. Tetanus neonatus adalah bentuk tetanus umum vano hiasanya teriadi
dalam 28 hari

a. lokal,
b. umum,
c. Neonatal.
d. Sefalika

Tetanus lokal hanya melibatkan lokasi cedera tetapi seringkali tidak dikenali
sampai menjadi umum. Tetanus cephalic adalah salah satu bentuk tetanus lokal
yang berasal dari cedera kepala atau infeksi, seperti otitis media. Tetanus umum
adalah bentuk yang paling umum dan mewakili 80% kasus. Tetanus neonatus
adalah bentuk tetanus umum yang biasanya terjadi dalam 28 hari setelah lahir.
Ini juga membawa mortalitas yang sangat tinggi dan menyebabkan 50%
kematian akibat tetanus. Tetanus neonatal diperoleh dari kontaminasi tunggul
pusar, dan perlindungan diberikan melalui transfer antibodi ibu ke janin
16
(Roper, Vandelaer and Gasse, 2007).

Perjalanan alami penyakit biasanya dimulai dengan luka yang terkontaminasi


oleh tanah, kotoran, atau logam berkarat. Cedera tusuk adalah metode masuk
yang paling umum, tetapi tetanus telah dilaporkan setelah patah tulang, luka
bakar, cakaran hewan, otitis media, luka bedah yang terkontaminasi yang
melibatkan saluran pencernaan atau aborsi, serta kontaminasi tali pusat. 20%
kasus, tidak ada tempat masuk yang dapat ditemukan.(Bleck, 1986). Masa

15
Najmah, “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR.”
16
Martha H. Roper, Jos H. Vandelaer, and François L. Gasse, “Maternal and Neonatal Tetanus,” The
Lancet 370, no. 9603 (December 8, 2007): 1947–59, https://doi.org/10.1016/S0140-6736(07)61261-6.

12
inkubasi, yang didefinisikan sebagai waktu dari cedera hingga gejala pertama,
dapat berkisar dari satu hingga 60 hari. Ini diikuti oleh periode onset (waktu
hingga kejang pertama), yang berkisar dari 1 hingga 7 hari.(Vandelaer et al.,
2003).

Gejala pertama biasanya leher dan rahang kaku. Kejang dominan pada
minggu pertama penyakit dan berlanjut hingga 3 minggu, sementara kekakuan
dapat bertahan hingga sementara kekakuan bisa bertahan hingga 4-8 minggu.
Ketidakstabilan otonom memuncak pada minggu kedua dan biasanya mereda
setelah minggu ketiga jika pasien selamat dari gejala sisa gangguan
hemodinamik (Bleck, 1986) Awal gejala menandai penyebaran luas toksin
tetanus ke seluruh sistem saraf. Perkembangan penyakit bergerak seperti candad
sampai penyakit digeneralisasikan. Keterlibatan awal kepala dan leher
bermanifestasi sebagai trismus dari spasme masseter, dan " risus sardonicus,"
fasies tetanus yang terkenal, berasal dari spasme otot wajah. Kekakuan dinding
dada dan otot perut serta paralisis atau spasme diafragma dapat menyebabkan
gagal nafas akibat hipoventilasi. Paroksisma yang melibatkan faring dan laring
dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas akut.

Paroksisma umum tampak mirip dengan kejang epilepsi, tetapi tanpa


kehilangan kesadaran, dan pernah dilaporkan terjadi patah tulang panjang dan
ruptur tendon. Spasme trunkus mengunci pasien pada posisi klasik
opisthotomus. Gagal ginjal dari rhabdomyolysis telah dilaporkan dari kekakuan
otot yang sedang berlangsung. (Taylor, 2006).

Tetanus parah ditandai dengan ketidakstabilan otonom yang signifikan secara


klinis yang telah dibandingkan dengan perubahan hemodinamik dari
pheochromocytoma.1.7 Periode ini sangat labil dan ditandai dengan hipertensi
dan takikardia tingkat ganas, diikuti oleh hipotensi berat dan bradikardia. Dulu,
gagal nafas akut merupakan penyebab utama kematian akibat tetanus. Dengan
perbaikan manajemen ventilasi dan perawatan intensif, serangan jantung
mendadak sering didahului dengan bradikardia, sekarang menjadi penyebab
utama kematian akibat tetanus. Disfungsi otonom juga termasuk stasis lambung,
ileus, diare, sekresi bronkus, salivasi, pireksia, dan diaphoresis. Gejala sisa
serius lainnya dari tetanus berat termasuk edema paru, disfungsi miokard,
sindrom gangguan pernafasan akut, pneumonia, sepsis, emboli i paru,
gastrointestinal, perdarahan, dan status gizi buruk.

E. Penularan/ Transmisi

13
Penularan terutama terjadi oleh luka yang terkontaminasi (jelas dan tanpa
gejala). Luka mungkin besar atau kecil. Berdasarkan temuan medis, terdapat tiga
perbedaan tetanus yaitu :

1. Tetanus lokal adalah bentuk jarang dari penyakit, di mana pasien mengalami
kontraksi terus-menerus dari otot-otot di daerah anatomi yang sama dengan
cedera. Kontraksi ini dapat bertahan selama bermingguminggu sebelum secara
bertahap mereda. Tetanus lokal mungkin mendahului timbulnya umum tetanus
tetapi pada umumnya lebih ringan. Hanya sekitar1% dari kasus yang fatal.

2. Tetanus cephalic adalah bentuk yang jarang dari penyakit, kadang-kadang


terjadi dengan otitis media (infeksi telinga) di mana C.tetani hadir dalam flora
telinga tengah, atau mengikuti cedera di kepala. Ada keterlibatan saraf kranial,
terutama di daerah wajah.

3. Jenis yang paling umum (sekitar 80%) dari yang dilaporkan tetanus umum
tetanus. Penyakit ini biasanya menyajikan dengan pola turun. Tanda pertama
adalah trismus atau kejang mulut, diikuti dengan kekakuan leher, kesulitan
menelan, dan kekakuan otot perut. Gejala lain termasuk suhu tinggi, berkeringat,
tekanan darah tinggi, dan episodik detak jantung yang cepat. Spasme dapat
terjadi sering dan berlangsung selama beberapa menit. Kejang berlanjut selama
3-4 minggu. Pemulihan lengkap dapat mengambil bulan

Cara penularan khusus melalui mode of transmission Unsur Penyebab

1. Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies, pediculosis, dll.


2. Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun cacing perut.
3. kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba dll
4. fungus atau jamur baik uni maupun multiseluler
5. bakteri termasuk sprichaeta maupun ricketsia
6. virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana

Sumber penularan :

1. Penderita
2. Pembawa kuman
3. Binatang sakit

14
4. Tumbuhan/benda

Cara penularan :

1. Kontak langsung
2. Malaui udara
3. Melalui makanan atau minuman
4. Melalui vector

Keadaan Pejamu :

1. Keadaan umum
2. Kekebalan
3. Status gizi
4. Keturunan

Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke pejamu melalui :

1. Mukosa atau kulit


2. Saluran pencernaan
3. Saluran pernafasan
4. Saluran urogenitalia
5. Gigitan, suntikan, luka. 17(Darmawan,2016).

F. Masa Inkubasi

Masa inkubasi berkisar dari 2 hari sampai sebulan, dengan sebagian besar
(rata-rata) kasus terjadi dalam 14 hari. Pada neonatus, masa inkubasi biasanya 5-
14 hari. Secara umum, periode inkubasi pendek berhubungan dengan
terkontaminasi luka, penyakit lebih parah, dan prognosis yang buruk.
Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Semakin
pendek masa inkubasi, semakin tinggi peluang kematian, biasanya kurang dari
72 jam. Dalam gejala tetanus neonatorum, biasanya muncul 4-14 hari setelah
kelahiran, rata-rata sekitar 7 hari.
Karakteristik/gejalan klinis tetanus:
a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7
hari.
b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
17
M.Epid dr. Armaidi Darmawan, “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK
MENULAR,” JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan” 4, no. 2 (2016),
https://doi.org/10.22437/JMJ.V4I2.3593.

15
c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
d. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme


otot masetter.
a. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
b. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
c. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan
d. Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
e. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).

18
Tetanus tidak bisa segera terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini
berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh.
Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus
bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

1. Tahap pertama
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh
merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi
kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan.
Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih
berlangsung.

2. Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah
(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang,
yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak
bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah,
sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus),
karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun
menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin
meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang

18
Victor Trismanjaya Hulu et al., “Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan.”

16
(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami
luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi
lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan.
Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena
berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatu berat, dan gerakan dari
langit-langit mulut menjadi terbatas.

3. Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah
kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya
kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari
luar, bisa juga karena adanya rangsangan dari luar, misalnya cahaya,
sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya
berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan
dengan frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus
dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah,
bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot
hebat. Pernafasan juga dapat terhenti karena kejang otot, sehingga
beresiko menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan
saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk
tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

4. Masa laten dan periode infeksi


Tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus dicegah
dengan vaksin penyakit yang menular, DTP (difteri, tetanus, and
pertusis), tapi tidak menular. Luka, baik besar maupun kecil, adalah jalan
bakteri Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh. Tetanus dapat
disebabkan oleh luka bakar, luka tusuk yang dalam, otitis media, infeksi
gigi, gigitan hewan, aborsi, dan persalinan yang tidak steril.
Tetanus tidak mempunyai periode infeksius karena tetanus tidak menular
dari orang ke orang. Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah
dengan vaksin, tapi tidak menular.

G. Upaya Pencegahan

17
19
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan
ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus
bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi.
Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ia sembuh dikarenakan
toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang
pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya
bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini
tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan
kekebalan).
Vaksinasi adalah cara pencegahan terbaik terhadap tetanus. Komite
Penasehat untuk Praktik Imunisasi (ACIP) merekomendasikan bahwa semua
anak menerima serangkaian rutin dari 5 dosis difteri dan vaksin tetanus pada
usia 2, 4, 6, 15-18 bulan, dan 4-6 tahun. Dosis booster difteri dan tetanus toxoid
harus diberikan dimulai pada usia 11-12 tahun (minimal 5 tahun sejak dosis
terakhir) dan diulangi setiap 10 tahun sesudahnya. Saat ini, DTaP dan DT harus
digunakan pada orang kurang dari tujuh tahun, sedangkan Td diberikan kepada
mereka yang berusia tujuh tahun atau lebih. Jadwal catch-up imunisasi Td bagi
mereka dimulai pada usia tujuh tahun atau lebih terdiri dari tiga dosis.

Dosis kedua biasanya diberikan 1-2 bulan setelah dosis pertama, dan dosis
ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis kedua. Aselular formulasi vaksin pertusis
bagi remaja dan orang dewasa yang berlisensi dan dikombinasikan dengan
difteri dan tetanus-toxoid. Jadwal yang disarankan untuk Tdap belum
ditentukan, tetapi vaksin ini harus diterima dalam kondisi yang tepat.

Untuk pencegahan tetanus neonatorum, langkah-langkah pencegahan,


selain imunisasi ibu, adalah program imunisasi untuk gadis remaja dan wanita
usia subur serta pelatihan yang tepat bidan dalam rekomendasi untuk imunisasi
dan teknik aseptik dan pengendalian infeksi. Maternal and Neonatal Tetanus
Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan
wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategi yang dilakukan untuk
mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah 1) pertolongan
persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan
merata; dan 3) penyelenggaraan surveilans. Beberapa permasalahan imunisasi
Tetanus Toksoid (TT) pada wanita usia subur yaitu pelaksanaan skrining yang
belum optimal, pencatatan yang dimulai dari kohort WUS (baik kohort ibu
maupun WUS tidak hamil) belum seragam, dan cakupan imunisasi TT2 bumil

19
“Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan - Google Books.”

18
jauh lebih rendah dari cakupan K4. Cakupan imunisasi TT2 selama tahun 2003-
2007 tidak mengalami perkembangan, bahkan cenderung menurun. Namun
sejak dua tahun terakhir terjadi peningkatan cakupan imunisasi TT2+, dari 26%
pada tahun 2007 menjadi 42,9% pada tahun 2008, kemudian meningkat lagi
menjadi 62,52% pada tahun 2009 (Kemenkes RI. 2009).
Data dari WHO menunjukkan bahwa, dari tahun ke tahun cakupan
imunisasi DTP3 mengalami kenaikan. Semakin tingginya cakupan imunisasi,
baik imunisasi DTP3 maupun TT2, menunjukkan penurunan pada terjadinya
kasus tetanus, tetanus neonatorum.

Jadwal Pemberian Imunisasi:


1. Bayi dan Anak Normal
Imunisasi harus dimulai pada awal masa bayi dan memerlukan empat
suntikan DTaP diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 15-18
bulan. Dosis pertama diberikan pada usia 4-6 tahun. Sepuluh tahun setelah
dosis pertama (usia 14-16 tahun), suntikan Td, yang berisi dosis yang sama
tetanus toksoid sebagai DTP dan dosis difteri toxoid yang dikurangi, harus
diberikan dan diulang setiap 10 tahun sepanjang hidup individu dalam
peristiwa yang tidak ada reaksi signifikan untuk DTP atau Td.

2. Bayi dan Anak Normal Usia Tujuh Bulan yang tidak Mendapat Imunisasi di
Awal
DTP harus diberikan pada kunjungan pertama dan 2 dan 4 bulan setelah
injeksi pertama. Dosis keempat harus diberikan 6-12 bulan setelah terlebih
dulu injeksi pertama. Dosis pertama diberikan antara 4 dan 6 tahun. Sepuluh
tahun setelah dosis pertama (14-16 tahun), suntikan Td harus diberikan dan
diulang setiap 10 tahun di seluruh. Prasekolah dosis tidak diperlukan jika
dosis keempat dari DTP merupakan diberikan setelah ulang tahun keempat

3. Anak Usia Tujuh Tahun atau Lebih yang Belum diimunisasi


Imunisasi memerlukan setidaknya tiga suntikan Td. Suntikan harus
diberikan pada kunjungan pertama , 4-8 minggu setelah bulan pertama Td,
dan 6-12 setelah Td kedua. Td suntikan harus berulang setiap 10 tahun
sepanjang hidup dalam hal bahwa tidak ada reaksi yang signifikan untuk Td.

4. Wanita hamil yang belum Diimunisasi

19
Neonatal tetanus dapat dicegah dengan imunisasi aktif dari ibu hamil.
Wanita hamil yang belum diimunisasi harus menerima dua dosis Td sebelum
persalinan, sebaiknya selama dua trimester terakhir, diberikan 2 bulan
terpisah. Sebelum ada bukti bahwa tetanus dan difteri toxoid yang
teratogenik. Setelah melahirkan, sang ibu harus diberi dosis ketiga Td 6
bulan setelah dosis kedua untuk melengkapi imunisasi aktif. Td suntikan
harus diulang setiap 10 tahun sepanjang hidup dalam hal bahwa tidak ada
reaksi signifikan terhadap Td. Jika neonatus yang ditanggung oleh seorang
ibu yang belum diimunisasi tanpa perawatan kebidanan, bayi harus
menerima 250 unit TIG manusia. TIG adalah solusi dari gamma globulin
disiapkan dari darah vena manusia, hyperimmunized dengan tetanus toksoid.

5. Anak di bawah Tujuh Bulan dengan Kontraindikasi untuk Vaksinasi Pertusis


DT (untuk penggunaan pediatrik) lebih baik digunakan daripada DTaP.
Anak di bawah 1 tahun menerima imunisasi DT sebanyak 4 kali. Tiga dosis
pertama diberikan dengan interval 4-8 minggu dan dosis keempat 6-12 bulan
kemudian. Jika dosis vaksin pertusis menjadi kontraindikasi setelah mulai
DTaP di tahun pertama kehidupan anak, DT harus diganti dengan DTaP di
jadwal yang tersisa.
6. Bayi dengan Penyakit Neurologis
Bayi yang memiliki atau diduga memiliki penyakit neurologis,
pemberian imunisasi DTaP atau DT ditunda sampai observasi lebih lanjut
dan status neurologis anak telah jelas. Tapi, imunisasi DTaP atau DT
dilakukan selambat-lambatnya anak berusia satu tahun.
7. Bayi Dengan Gangguan Neurologis sementara Berkaitan dengan DTaP
Vaksinasi
Bayi dan anak-anak yang mengalami kejang dalam waktu 3 hari sejak
diterimanya DTaP atau ensefalopati dalam 7 hari tidak boleh menerima
vaksin pertusis, bahkan meskipun penyebab dan akibat mungkin tidak bisa
dimunculkan.

8. Anak-anak dengan Gangguan Neurologis tidak Diimunisasi dengan


Lengkap
Jika kejang atau gangguan lainnya terjadi sebelum ulang tahun pertama
dan penyelesaian terlebih dulu tiga dosis utama serangkaian DTaP, dosis
lebih lanjut DTaP atau DT dianjurkan sampai status bayi telah jelas.

9. Bayi dan Anak-anak dengan Kondisi Neurologis Stabil

20
Bayi dan anak-anak dengan kondisi neurologis yang stabil, termasuk kejang
terkendali dengan baik, dapat divaksinasi. Terjadinya kejang tunggal (terkait
dengan DTaP) pada bayi dan anak kecil, sementara yang memerlukan
evaluasi, tidak perlu imunisasi DTaP, terutama jika kejang dapat dijelaskan
secara memuaskan. Antikonvulsan profilaksis harus dipertimbangkan ketika
memberikan DTaP ke anak-anak tersebut.

10. Anak-anak dengan Gangguan neurologis yang Terselesaikan


Imunisasi DTaP dianjurkan untuk bayi dengan masalah neurologis
tertentu yang telah jelas mereda atau telah diperbaiki, seperti neona-
hypocalcemic tetani atau hidrosefalus (berikut penempatan shunt dan tanpa
kejang).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

21
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan
berat. Tetanus biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin yang merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium
tetani. Ciri utama dari tetanus adalah kekakuan otot (spasme), tanpa disertai
gangguan kesadaran.
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan berikutnya,
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk terkena tetanus bila terjadi
luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Pencegahan
terhadap tetanus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif, berupa DPT
atau DT, yang diberikan sejak anak berusia 2 bulan.

B. Saran

1. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat.


2. Masyarakat sebaiknya selalu mengikuti program imunisasi yang telah
diselenggarakan pemerintah karena itu semua demi kepentingan masyarakat itu
sendiri.
3. Pemerintah dan petugas kesehatan sebaiknya melakukan sosialisasi atau
penyuluhan tentang pentingnya imunisasi kepada masyarakat, sehingga
masyarakat dapat tahu betapa pentingnya imunisasi bagi kesehatan anak-anak
mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, A., & Epid, M. (2016). Epidemiologi penyakit menular dan penyakit
tidak menular. JAMBI MEDICAL JOURNAL" Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan", 4(2).

22
Hiola, R. (2015). CAKUPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID LENGKAP
(TT-2) IBU HAMIL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN
KEMATIAN BAYI DI PROVINSI GORONTALO. Penelitian Dana
PNBP, 2(1151).

Harum, A. (2014). Dental Caries as a Risk Factor of Tetanus. Jurnal


Medula, 3(02), 8-16.

Hulu, V. T., Salman, S., Supinganto, A., Amalia, L., Khariri, K., Sianturi, E., ...
& Syamdarniati, S. (2020). Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat,
Penularan dan Pencegahan. Yayasan Kita Menulis.

Laksmi, N. K. S. (2014). Penatalaksanaan tetanus. Cermin Dunia


Kedokteran, 41(11), 283-287.

Leman, M. M., & Tumbelaka, A. R. (2016). Penggunaan Anti Tetanus Serum


dan Human Tetanus Immunoglobulin pada Tetanus Anak. Sari
Pediatri, 12(4), 283-8.

Murwani, S. (2015). Dasar-dasar Mikrobiologi veteriner. Universitas Brawijaya


Press.

Najmah, N. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular.

Prawira, T. B. A. A., Witari, N. P., & Tini, K. (2020). Faktor–faktor yang


berhubungan dengan luaran klinis pasien tetanus di RSUP Sanglah pada
bulan Januari 2018–Oktober 2019. Intisari Sains Medis, 11(3), 948-954.

Roper, M. H., Vandelaer, J. H., & Gasse, F. L. (2007). Maternal and neonatal
tetanus. The Lancet, 370(9603), 1947-1959.

Rahmanto, D., & Farhanah, N. (2017). Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh


pada Kematian Pasien Tetanus di RSUP Dr. Kariadi
Semarang (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine).

23
Sari, S. N. (2017). Analisis Faktor Risiko Kematian Bayi Penderita Tetanus
Neonatorum Di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5,
195-206.

Surya, R. (2016). Skoring Prognosis Tetanus Generalisata pada Pasien


Dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, 43(3), 199-203.

Tetanus Neonatorum - Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan - Alomedika,”


accessedOctober18,2022,https://www.alomedika.com/penyakit/kesehata
n-anak/tetanus-neonatorum

Tu Bagus Adnan Angga Prawira, Ni Putu Witari, and Kumara Tini, “Faktor–
Faktor Yang Berhubungan Dengan Luaran Klinis Pasien Tetanus Di
RSUP Sanglah Pada Bulan Januari 2018–Oktober 2019,” Intisari Sains
Medis 11, no. 3 (2020): 948–54, https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.697.

Yani, W. F., & Munawaroh, M. (2020). Sikap Ibu, Dukungan Suami dan Peran
Tenaga Kesehatan Berhubungan Dengan Pelaksanaan Imunisasi TT Ibu
Hamil. Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia, 10(02), 34-41.

Wine Frindi Yani and Madinah Munawaroh, “Sikap Ibu, Dukungan Suami Dan
Peran Tenaga Kesehatan Berhubungan Dengan Pelaksanaan Imunisasi
TT Ibu Hamil,” Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia 10, no. 02 (2020):
34–41, https://doi.org/10.33221/jiki.v10i02.496

24

Anda mungkin juga menyukai