Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH IDK II

PENYAKIT TETANUS

Disusun Oleh :
Ani Suryani
NIM : 201000414201056

DOSEN PEMBIMBING :
YULHENDRI, M. Biomed

INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKIT TINGGI


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penyebab
Penyakit Tetanus dan Upaya Penyembuhan” tanpa halangan yang berarti dan
selesai tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini dapat terselesaikan tentu tidak lepas dari
bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Yulhendri, M. Biomed.yang sudah membimbing penulis agar bisa


menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.
2. Keluarga penulis dan orang terdekat yang senantiasa memberikan motivasi dan
dukungan.
3. Teman-teman di Fakultas Keperawatan maupun teman-teman lain yang telah
turut serta membantu dalam penulisan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat menjadi referensi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
khususnya tentang penyakit tetanus.

Penulis sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, penulis mohon
maaf apabila dalam penulisan kata atau tata bahasa yang kurang tepat. untuk itu
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari
semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.

Sungai Penuh, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah ........................................................................ 3

1.3 Tujuan .......................................................................................... 3

1.4 Manfaat ........................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4

2.1 Penyebab Penyakit Tetanus ........................................................ 4

2.2 Perkembangan Penyakit Tetanus ................................................ 5

2.3 Perkembangan Penyakit Tetanus ................................................. 6

2.4 Pencegahan dan pengobatan Penyakit Tetanus............................ 11

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan .................................................................................. 15

3.2 Saran ............................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani
yang menyebabkan kejang otot dan diikuti oleh kekakuan seluruh badan (Muttaqin, 2008).
Toksin tetanus (Tetanospasmin) masuk dan menyebar ke sistem saraf pusat menghambat
pelepasan asetikolin, kondisi ini memicu spasme otot sehingga terjadi resiko cedera (Nurarif
& Kusuma, 2015).

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh dunia.


Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas
yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun terakhir, hanya terdapat sembilan
penelitian RCT (Randomized Controlled Trials) mengenai pencegahan dan tata laksana
tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan
data dari WHO, data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah
sekitar 700.000-1.000.000 kasus per tahun. (Dire, 2009)

Tetanus yang juga dikenal sebagai lockjaw (kejang mulut), merupakan


infeksi termediasi-eksotoksin akut yang disebabkan oleh basilus anaerobik pembentuk spora,
Clostridium tetani. Tetanus bersifat fatal pada hampir 60% orang yang tidak terimunisasi,
biasanya dalam 10 hari setelah serangan. Komplikasinya antara lain atelektasis, pneumonia,
emboli pulmoner, ulser gastrik akut, kontraktur fleksi dan aritmia kardiak. Jika gejala
berkembang dalam waktu 3 hari setelah paparan, prognosisnya buruk. Setelah masuk ke
tubuh, Clostridium tetani menyebabkan infeksi lokal dan nekrosis jaringan. Clostridium tetani
memproduksi toksin yang menyebar menuju jaringan sistem saraf pusat. (Tim Indeks, 2011)

Pasien beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang
tidak dalam sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik (SDKI, 2016). Jika masalah resiko
cedera tidak segera ditangani akan menyebabkan penyakit yang serius dan mengancam jiwa
(Zulkarnain, 2011). Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan
penyakit endemik di negara berkembang dengan angka kejadian 1.000.000 pasien setiap
tahunnya di dunia. Di Indonesia, insiden penyakit tetanus menurut WHO (2020) sebayak 391

1
kasus dan 17 diantaranya menderita tetanus neonatal data terakhir diperbarui 15 Juli 2020.
Berdasarkan data dari Kemenkes RI di provinsi Jawa Timur jumlah kasus tetanus dan faktor
risiko yakni berjumlah 0 kasus (Profil Kesehatan Indinesia, 2017).

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman C. Tetani yang


menyebabkan kejang otot dan diikuti oleh kekakuan seluruh tubuh (Muttaqin, 2008). Kuman
masuk melalui luka (luka tusuk, jaringan nekrotik, luka yang terinfeksi) sebagai Port
d’entreee yang lebih beresiko menimbulkan tetanus. Pada luka tersebut tercipta kondisi
anaerob yang kemudian menjadi lingkungan optimal bagi proses germinasi (spora dengan
bentuk vegetatif) dan memproduksi tetanospasmin dan tetanolisin.

Toksin tetanus (Tetanospasmin) kemudian masuk dan menyebar ke sistem saraf pusat
menghambat pelepasan asetikolin, kondisi ini memicu spasme otot sehingga terjadi resiko
cedera (Nurarif & Kusuma, 2015). Apabila resiko cedera dibiarkan tanpa penanganan bisa
menyebabkan penyakit yang serius dan mengancam jiwa (Zulkarnain, 2011).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi kejang pada pasien tetanus
yaitu dengan memberikan kenyamanan lingkungan kepada pasien seperti mengurangi
pencahayaan, membatasi pengunjung, memasang side-rail di tempat tidur dan menjauhkan
dari benda-benda yang berbahaya. Selain itu perawat bisa memberikan edukasi kepada
keluarga pasien untuk menghindari untuk memasukkan apapun ke dalam mlut pasien saat
periode kejang serta tidak menggunakan kekerasan untuk menahan pergerakan pasien (SIKI,
2018).

Dalam hal ini maka penulis tertarik untuk mengangkat studi kasus dengan judul
Penyebab Penyakit Tetanus dan Upaya Penyembuhan.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan Latar Belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat di
rumuskan permasalahan makalah ini yaitu:

1. Jelaskan penyebab penyakit tetanus


2. Apa saja faktor penularan penyakit tetanus
3. Bagaimana penyakit tetanus berkembang
a. Inkubasi

2
b. Masa sakit
c. Penyembuhan
4. Bagaimana pencegahan dan pengobatan pada penyakit tetanus

1.3 Tujuan

Agar dapat lebih memahami tentang bagaimana penyakit tetanus bisa bekembang, apa
saja penyebab dan cara penyembuhan dari penyakit tetanus tersebut.

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis : Menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyebab penyakit


tetanus, serta dapat mengetahui langkah dan upaya penyembuhan.
2. Bagi Institusi Pendidikan : Karya tulis ilmiah ini dapat dipakai sebagai salah satu bahan
bacaan kepustakaan; Dapat sebagai wacana bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang;
3. Bagi Profesi Keperawatan : Sebagai bahan studi banding bagi perawat untuk
meningkatakan mutu pelayanan kesehatan terutama pada pasien tetanus.
4. Bagi Rumah Sakit : Sebagai bahan wacana untuk meningkatkan pelayanan pada pasien
tetanus. Supaya derajat kesehatan pasien lebih meningkat.
5. Bagi Pasien dan Keluarga Pasien : penderita tetanus bisa menerima perawatan yang
maksimal dari petugas kesehatan. Sehingga keluarga bisa menjaga anggota keluarga
yang lain agar terhindar dari penyakit tetanus.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Penyakit Tetanus

penyebab utama dari penyakit tetanus adalah bakteri c. tetani. Bakteri ini memiliki daya
tahan relatif lama di luar tubuh, paling sering ditemukan di kotoran hewan dan tanah yang
terkontaminasi. Saat bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh, mereka akan berkembang
dengan sangat cepat, lalu melepaskan racun tetanospasmin. Saat racun tersebut masuk ke
dalam aliran darah, dia akan menyebar ke seluruh tubuh.

Selain melalui luka atau infeksi pada kulit, bakteri c. tetani juga bisa masuk ke dalam
tubuh menggunakan medium tusukan benda tajam. Oleh karena itu, segera bersihkan luka
secara menyeluruh untuk mencegah berkembangnya infeksi. Bakteri ini juga bisa masuk ke
dalam tubuh lewat gigitan hewan atau serangga, meski kasus yang satu ini jumlahnya relatif
kecil.

Melansir Health Line, penyebab tetanus pada dasarnya adalah bakteri yang disebut
Clostridium tetani. Spora bakteri ini dapat ditemukan antara lain di debu, tanah, dan kotoran
hewan. Spora adalah badan reproduksi kecil yang diproduksi oleh organisme tertentu. Spora
sering kali tahan terhadap kondisi lingkungan yang keras, seperti panas tinggi. Seseorang
dapat terinfeksi tetanus ketika spora bakteri Clostridium memasuki aliran darah melalui luka
lecet atau luka yang dalam. Spora bakteri kemudian menyebar ke sistem saraf pusat dan
menghasilkan racun yang disebut tetanospasmin. Baca juga: 16 Penyakit pada Manusia yang
Disebabkan oleh Virus Racun ini adalah racun yang dapat menghalangi sinyal saraf dari
sumsum tulang belakang ke otot. Hal tersebut dapat menyebabkan kejang otot yang parah.

Cara umum tertular tetanus meliputi: Crush injury, yakni cedera yang terjadi ketika
bagian tubuh terhimpit atau mendapat tekanan kuat dari benda berat, misalnya karena
kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan kerja, bencana alam, kejatuhan benda di kaki,
hingga jari terjepit di pintu; Luka yang termasuk jaringan mati Luka bakar; Luka tusuk dari
tindikan, tato, penggunaan narkoba suntikan, atau cedera seperti menginjak kuku; Luka yang
terkontaminasi kotoran, feses, atau air liur.

4
Sedangkan cara tertular tetanus yang lebih jarang terjadi, meliputi: Gigitan hewan, Infeksi
gigi, Gigitan serangga, Luka kronis dan infeksi, Prosedur operasi, Penggunaan obat intravena,
Suntikan ke otot.

Penyakit tetanus neonaotrum adalah penyakit tetanus yang sering terjadi


pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clostridium
tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin/racun dan menyerang sistem syaraf
pusat.

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, lurus, langsing


berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif dan
tidak berkapsul, membentuk spora, bersifat obligat anaerob dan mudah tumbuh
pada nutrien media yang biasa. Kuman ini membentuk eksotoksin yang disebut
tetanospasmin, suatu neuro toksin yang kuat (Soedarto, 1990).

Clostridium tetani berkembang cepat pada jaringan yang rusak (luka) dan
dalam suansana anaerob basil tetanus berubah dari bentuk spora ke dalam bentuk
vegetatif. Pada keadaan itu, Clostridium tetani mengeluarkan eksotoksin yang
menyebabkan penyakit tetanus. Pada waktu Clostridium tetani dalam bentuk
vegetatif makan akan sangat sensitif terhadap panas dan beberapa antibiotik dan
tidak dapat bertahan karena adanya oksigen. Sebaiknya dalam bentuk spora sangat
resisten pada keadaan panas dan antiseptik biasa. Spora ini dapat hidup pada
pemanasan autoklaf 1210C selama 10-15 menit dan relatif resisten terhadap phenol dan
bahan-bahan kimia lain (PAHO, 1993). Dalam bentuk spora Clostridium tetani dapat tahan
hidup bertahun-tahun di dalam tanah asalkan tidak terdapat sinar matahari. Selain itu dapat
pula ditemukan dalam tanah, laut, air tawar, debu rumah, dan tinja berbagai spesies binatang.
Clostridium tetani baik dalam bentuk spora maupun bentuk vegetatif dapat ditemukan pada
usus manusia (Behrman dan Vaughman, 1992).

2.2 Faktor Penularan Penyakit Tetanus

Tetanus merupakan penyakit akibat infeksi bakteri Clostridium tetani. Penyakit ini
merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kecacatan sampai
dengan kematian. Bakteri ini umumnya terdapat pada tanah, debu ataupun kotoran hewan.
Infeksi bakteri ini umumnya terjadi melalui luka tusuk oleh berbagai hal dan gigitan hewan.

5
Tetanus merupakan bakteri yang bersifat anaerob obligat (hanya hidup pada lingkungan
tanpa oksigen). Oleh karena inilah bakteri ini tidak dapat hidup pada lingkungan biasa
sehingga tidak dapat menular melalui makanan. Meskipun demikian, konsumsi makanan
yang terkontaminasi bakteri atau kotoran dapat menimbulkan masalah kesehatan tersediri.

Penyakit tetanus terjadi dengan cara Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh melalui
luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca atau kaleng, luka tembak, luka
bakar, dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme mengeluarkan dua toksin yaitu
tetanospasmin atau neurotoksin yang merupakan toksi kuat, dapat menyebabkan ketegangan
otot dan mempengaruhi sistem saraf pusat serta tetanolysin yang merupakan toksin sekunder.
Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan
oleh antitoksin spesifik. Namun, toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah
dinetralkan oleh antitoksin (Zulkoni, 2011).

2.3 Perkembangan Penyakit Tetanus


2.3.1 Inkubasi
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2
hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang. Pada umumnya periode inkubasi (masa
dimana kuman dapat menyebabkan penyakit) antara 3 – 21 hari ( rata – rata 7 hari). Pada
80 – 90 % kasus biasanya gejala akan timbul pada 1 -2 minggu setelah terinfeksi. Selang
waktu mulai timbulnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama disebut dengan
periode onset. Periode onset maupun inkubasi menentukan keparahan penyakit pasien.
Semakin cepat (periode onset < 48 jam atau periode inkubasi < 7 hari) menunjukkan
makin berat penyakitnya.
Masa inkubasi kasus tetanus berat cenderung lebih pendek, namun masa inkubasi
panjang tidak selalu menjamin terjadi serangan lebih ringan. Periode onset adalah
interval antara gejala pertama dan kejang pertama, dan ini juga berkorelasi dengan
keparahan serangan. Masa inkubasi pada penelitian kami berkisar antara 5 hari sampai 1
bulan dengan rerata 13,4 hari. Semakin jauh lokasi luka dari sistem saraf pusat (SSP),
makin lama masa inkubasi. Apabila dibandingkan antara tetanus ringan sedang dan berat,

6
terdapat perbedaan pada period of onset dan periode gejala klinis. Semakin singkat
period of onsetsemakin berat gejala klinis tetanus. Masa inkubasi tetanus berat lebih
singkat dibanding tetanus ringan sedang (13,97 vs 11,62 hari) namun tidak dijumpai
perbedaan bermakna.
Case fatality rate bervariasi dan bergantung pada panjang masa atau periode
inkubasi dan juga bergantung pada kualitas perawatan medis. Masa inkubasi dan period
of onset yang lama berkaitan dengan semakin lama pasien bertahan hidup, jadi masa
inkubasi menunjukkan hubungan terbalik dengan mortalitas. Disparitas waktu saat mulai
timbul gejala awal dan onset konvulsi sangat signifikan. Hal tersebut merupakan
petunjuk prognostik yang penting, semakin singkat period of onset, semakin buruk
prognosis. Pada studi kami, masa inkubasi dan period of onset pada pasien yang
meninggal lebih singkat dibanding yang sembuh, tetapi hanya variabel period of onset
yang memiliki perbedaan. Tiga dari 6 orang anak yang meninggal memiliki masa
inkubasi 7 hari, satu orang anak dengan masa inkubasi 5 hari dan sisanya lebih dari 14
hari. Lima dari 6 anak yang meninggal memiliki lama perawatan kurang dari 2
hari, dengan lama rawat tersingkat adalah 10 jam dan satu anak dengan lama rawat 15
hari. Period of onsetpada pasien tetanus yang meninggal lebih singkat bermakna
dibandingkan pasien yang sembuh ( 1,12 vs 3,32 hari, p=0,004). Masa inkubasi, secara
statistik tidak memiliki perbedaan. Hasil temuan tersebut senada dengan hasil temuan
Poudel dkk24 bahwa masa inkubasi tidak berbeda bermakna (8,8 hari vs 7,31 hari,
p=0,735) tapi period of onset berbeda antara pasien yang sembuh dan yang meninggal
(27,8 jam vs 12,76 jam, p=0,005). Komplikasi terjadi pada 47,5% kasus berupa
bronkopneumonia dengan kematian karena gagal napas pada 6 anak, sedangkan sisanya
tanpa komplikasi. Enam diantara 12 orang anak dengan tetanus berat meninggal dunia.

2.3.2 Masa Sakit


Secara klinis tetanus, dapat muncul dengan berbagai tipe yaitu, tetanus umum,
tetanus lokal dan tetanus cephalic. Pada pasien yang terjadi adalah tetanus umum.
Tetanus umum merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya
bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas,
luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan
hipodermis.
Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat
menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang

7
(trismus) dan leher (kaku kuduk). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan
menunjukkan trismus. Pada 24–48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai
ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama otot masseter menyebabkan mulut sukar
dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot masseter,
pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis
kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke
luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian
belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga
memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus. Selain kekakuan otot yang luas
biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun dengan rangsangan
minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan aduksi serta
tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran penderita tetap baik
walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak
gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat
menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urin
sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.
Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang
tinggi sehingga harus hati–hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas
simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas tinggi dan
aritmia jantung.
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan klinis dan riwayat luka infeksi.
Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Namun pada
pemeriksaan rutin dapat dilakukan darah rutin, elektrolit, ureum, kreatinin, mioglobin
Urin, AGD, EKG serial dan kultur untuk infeksi. Pada pemeriksaan darah rutin tidak
ditemukan nilai–nilai yang spesifik; lekosit dapat normal atau dapat meningkat.
Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis
kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan
mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium tetani. Penentuan
derajat penyakit pada tetanus penting untuk menentukan prognosis dan menentukan
seberapa agresif terapi yang mesti kita lakukan. Grading dilakukan dengan
menggunakan kriteria Pattel Joag.
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk yakni toksin bebas dalam
darah dan toksin yang bergabung dengan jaringan saraf. Toksin yang dapat dinetralisir

8
oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung
dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin.
Toksin tetanus masuk ketubuh setelah kontaminasi pada lecet kulit, luka tusuk,
atau ujung potongan tali pusat pada bayi baru lahir.Terdapat dua mekanisme penyebaran
toksin ke sistem saraf pada tetanus, yaitu :
a. Toksin diserap di persambungan saraf ke otot, kemudian bermigrasi ke susunan saraf
pusat.
b. Toksin melalui pembuluh limfe dan darah ke susunan saraf pusat. Gejala umum
penyakit tetanus menyebabkan penderitanya tidak dapat membuka rahang, gangguan
menelan, kaku ototberulang bahkankejang. Derajat keparahan tetanus dibagi atas
derajat ringan, sedang, berat, hingga sangat berat. Derajat yang sangat berat ditandai
dengan keluhan diatas disertai instabilitas otonom meliputi hipertensi yang tidak
stabil, denyut nadi cepat, dan demam. Selain itu juga dapat terjadi gangguan jantung
seperti gangguan irama, menurunkan suplai oksigen ke otot jantung, serta kolaps
sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian.

2.3.3 Penyembuhan
Penanganan dari tetanus neonatorum diawali dari identifikasi portal masuknya
bakteri ke dalam tubuh bayi, dan membersihkan area di mana terdapat luka. Setelahnya,
pemberian pengobatan dapat dilakukan untuk membantu mengeliminasi toksin yang
terdapat di dalam tubuh dengan pengobatan antitoksin dan antibiotik.
Terdapat tiga poin penting dalam pengobatan tetanus, yakni:
a. Membuang sumber toksin : Hal ini dilakukan dengan cara membersihkan bekas luka
untuk membuang bakteri dan toksin sisa yang masih ada.
b. Menetralisasi toksin yang tidak terikat : Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan
toksin-toksin yang belum berikatan. Toksin yang digunakan adalah human tetanus
immunoglobulin (HTIG). Semakin cepat antotoksin diberikan setelah terdiagnosis
tetanus, maka semakin baik outcome nya.
c. Perawatan penunjang : Semua pasien yang dicurigai tetanus seharusnya ditangani di
ICU untuk diobservasi secara kontinu. Status cairan, elektrolit, gas darah harus selalu
dipantau dalam rentang yang normal. Penanganan jalan napas juga harus diperhatikan
pada pasien yang mengalami kekakuan otot napas. Kejang dan kekakuan otot dapat
diobati dengan pemberian obat sedasi. Outcome tetanus akan sangat bergantung pada
derajat tetanus dan fasilitas pengobatan yang tersedia. Jika tidak diobati angka

9
kematiannya akan tinggi. Pemulihan tetanus cenderung lambat namun dapat sembuh
sempurna, yakni memerlukan waktu sekitar 4-6 minggu. Beberapa pasien dapat
mengalami gangguan gelombang listrik di otak yang menetap, gangguan
keseimbangan, berbicara, atau ingatan.
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian
dilakukan secara I.M. Pemberian TT dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus
selesai.
Obat–obat anti konvulsan digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi
kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Diazepam dilaporkan memiliki efektivitas
yang baik dengan efek depresi nafas yang lebih rendah dibanding golongan barbiturat.
Diazepam juga memiliki efek anti konvulsan dan muscle relaction, sedatif dan
anxiolytic.
Efek maksimal dalam darah dicapai dalam 30- 90 menit. Dosis diazepam pada saat
dimulai pengobatan (setelah kejang terkontrol) adalah 20 mg/kgbb/hari, dibagi dalam 8
kali pemberian tiap 3 jam. Bila kejang terus berlangsung dapat diberikan diazepam
sampai dosis maksimal 40mg/kgbb/hari (600 mg/hari).
Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat, dan ini
dipertahan selama 2-3 hari, dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya
kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan secara bertahap, yaitu 10-15 % dari dosis
optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila
terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan kenaikan dosis ke dosis semula yang efektif
belum tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi. Bila dengan penurunan bertahap
dijumpai kejang, dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila
tidak terjadi kejang dipertahankan selama 2-3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap,
hal ini dilakukan untuk selanjutnya. Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih
terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang
lainnya harus dilakukan.
Dosis yang danjurkan yaitu; Spasme ringan: 5-10mg p.o setiap 8 jam bila perlu;
Spasme sedang : 5-10 mg i.v tidak melebihi120mg dalam 24 jam, atau dalam bentuk
drip;Spasme berat 50-100mg dalam 500 ml Dektros 5% dan diinfuskan dengan
kecepatan 10-15 mg/jam dalam 24 jam.
Klinis membaik bila tidak dijumpai spasme spontan, badan masih kaku, kesadaran
membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan pernapasan. Tambahan efek sedasi

10
bisa didapat dari barbiturate khususnya phenobarbital dan phenotiazine seperti
chlorpromazine, penggunaannya dapat menguntungkan pasien dengan gangguan otonom.
Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg intravena, dan diazepam dapat
ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120 mg/hari. Chlorpromazine diberikan setiap
4-8 jam dengan dosis dari 4-12 mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa. Morphine
bisa memiliki efek sama dan biasanya digunakan sebagai tambahan sedasi
benzodiazepine. Jika spasme tidak cukup terkontrol dengan benzodiazepine, dapat
dipilih pelumpuh otot nondepolarisasi dengan intermittent positive-pressure ventilation
(IPPV). Tidak ada data perbandingan obat- obat pelumpuh otot pada tetanus,
rekomendasi didapatkan dari laporan kasus. Pancuronium harus dihindari karena efek
samping simpatomimetik.

2.4 Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Tetanus


Menurut WHO, tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien tetanus yang
pertama adalah sebaiknya pasien tetanus ditempatkan di ruang perawatan sunyi dan terhindar
dari simulasi audiotorik dan stimulasi taktil (WHO, 2010). Pada penatalaksanaan tetanus
penting diberikan ATS sebagai penetralisir toksin yang beredar di dalam darah dengan dosis
100.000-200.000 unit melalui IV dan IM. Antibiotik juga diperlukan untuk kasus ini.
Metrodinazil menjadi pilihan utama yang banyak digunakan pelayanan kesehatan di
Indonesia dengan dosis 15mg/kgBB dilanjutkan 30mg/kgBB/hari selama 7-10 hari secata
intravena (Simanjuntak, 2013).
Kontrol saluran pernapasan juga diperlukan, karena obat spasme yang dipakai pada
pasien tetanus dapat memberikan efek sedasi depresi saluran pernapasan. Cairan dan nutrisi
adekuat juga diperlukan untuk meningkatkan status metabolik pasien tetanus
(Reymond, 2016).
Pengendalian tetanus terutama tetanus maternal dan neonatrum di Indonesia
dilakukan dengan Imunisasi. Imunisasi DPT3 diberikan pada bayi. Imunisasi tetanus toxoid
anak sekolah yang diberikan melalui program Upaya Kesehtan Sekolah diberikan sebagai
penguatan kekebalan tubuh anak SD Indonesia. Bila imunisasi tiga dosis DPT lengkap dan
usia sekolah yaitu satu dosis DT dan dua dosis tt/td maka kekebalan tubuh dapat bertahan
sekitar 25 tahun (Kemenkes RI, 2012).
CDC menuturkan terdapat 4 macam vaksin yang digunakan untuk melawan
tetanus yang juga digunakan untuk melawan penyakit lain yaitu vaksin DT (difteria dan

11
tetanus), vaksin DTap (difteria, tetanus, dan pertussis), vaksin Td (tetanus dan difteria), dan
vaksin Tdap (tetanus, difteria dan pertussis) (CDC, 2020).
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan manajemen luka yang baik. Mengangkat
jaringan luka yang kemungkinan terdapat spora bakteri dan yang berkondisi baik bagi kuman.
Memberhentikan produksi toksin pada luka dan sekitarnya juga diperlukan. Seseorang
dengan luka yang tidak bersih ataupun tidak minor dan memiliki kurang dari 3 dosis tetanus
toksoid atau tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus harus diberikan TIG serta Td atau
Tdap. Hal ini berguna sebagai dosis awal agar imunitas lebih prima menghadiapi toksin
tetanus. TIG juga dapat memberikan imunitas sementara dengan menyajikan antitoksin
langsung setalah diberikan (CDC, 2015).
Menurut penelitian vaksin Tdap, dihasilkan bahwa vaksin ini sangat aman digunakan.
Tetapi seperti vaksin lain, vaksin Tdap juga dapat menimbulkan efek samping pada
penggunanya. Efek yang ditimbulkan ringan seperti kemerahan dan pegal dibagian lengan
yang disuntikkan vaksin, pusing, dan demam (CDC, 2019).
Hal terpenting yang harus Anda lakukan untuk mencegah penyakit ini adalah vaksinasi
tetanus. Biasanya, anak akan diberikan suntik vaksin diphtheria and tetanus toxoids and
acellular pertussis (DTaP). Vaksin ini membantu melindungi anak dari tiga penyakit, yaitu
difteri, pertusis (batuk rejan), serta tetanus.
Vaksin DTaP diberikan sebanyak lima kali, yaitu ketika anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4
bulan,18 bulan, dan 5 tahun. Namun, perlu Anda ketahui bahwa vaksin tersebut tidak
bertahan seumur hidup.
Anak perlu mendapatkan suntikan booster ketika berusia 12 tahun. Selain itu, orang
dewasa juga memerlukan vaksinasi booster setiap 10 tahun setelahnya. Anda perlu
berkonsultasi dengan dokter terkait dengan pemberian booster tersebut.
Tidak hanya memberikan vaksinasi saja, Anda juga dapat melakukan beberapa langkah
mudah untuk mengatasi luka terbuka agar tetanus dapat dicegah:
1. Membersihkan luka sesegera mungkin : Apabila Anda terluka dan terjadi pendarahan,
segera bersihkan dengan air mengalir yang bersih. Setelah itu, keringkan dengan handuk.
Bila perlu, gunakan sabun antiseptik saat membersihkan luka.
2. Menggunakan krim antibiotik : Setelah mengeringkan area yang terluka, oleskan sedikit
krim atau salep antibiotik. Hal ini penting untuk mencegah pertumbuhan bakteri serta
infeksi.

12
3. Menutup luka : Luka terbuka mungkin akan lebih cepat sembuh jika terpapar langsung
dengan udara. Namun, menutup luka dengan plester atau perban dapat menjaga agar luka
tetap bersih dan mencegah bakteri masuk.
4. Mengganti plester atau perban setiap hari : Jangan menggunakan plester atau perban
terlalu lama, terlebih lagi jika plester sudah basah atau kotor. Pastikan Anda menggantinya
setiap hari.

Perawatan tetanus tergantung pada tingkat keparahan gejala tenanus atau ciri-ciri tetanus
yang dialami. Tetanus biasanya diobati dengan berbagai terapi dan pengobatan, seperti:
a. Antibiotik seperti penisilin untuk membunuh bakteri di sistem
b. Tetanus immune globulin (TIG) untuk menetralkan racun yang telah dibuat oleh bakteri di
dalam tubuh
c. Pelemas otot untuk mengontrol kejang otot
d. Vaksin tetanus yang diberikan bersamaan dengan pengobatan
e. Membersihkan luka untuk menghilangkan sumber bakteri

Dalam beberapa kasus, prosedur pembedahan yang disebut debridement dapat digunakan
untuk mengangkat jaringan mati atau terinfeksi. Jika seseorang dengan tetanus mengalami
kesulitan menelan dan bernapas, mereka mungkin memerlukan tabung pernapasan atau
ventilator, yakni mesin yang memindahkan udara masuk dan keluar dari paru-paru.

Pertolongan pertama yang dilakukan ketika Anda terluka adalah membersihkan area luka.
Hal ini penting untuk mencegah pertumbuhan spora bakteri di dalam tubuh. Namun, jika
Anda tidak menyadari bahwa tubuh Anda telah terinfeksi dan Anda mulai menunjukkan
gejala-gejala tertentu, dokter akan memberikan pengobatan yang berfokus pada detoksifikasi
serta penanganan kejang otot. Beberapa pilihan pengobatan tetanus yang direkomendasikan
adalah:

1. Antitoksin : Dokter akan memberikan Anda obat antitoksin yang bernama tetanus immune
globulin (TIG). Namun, obat TIG hanya dapat menetralkan racun yang belum menyerang
sistem saraf tubuh.
2. Antibiotik : Selain antitoksin, pemberian antibiotik seperti penicillin juga penting untuk
melawan infeksi bakteri C. tetani. Antibiotik dapat diberikan dengan cara diminum atau
disuntik.

13
3. Vaksinasi : Bersamaan dengan pemberian antitoksin dan antibiotik, dokter akan
memberikan vaksinasi tetanus.
4. Sedatif : Untuk mengontrol dan meredakan kondisi kejang otot, dokter akan menggunakan
obat sedatif atau penenang dengan dosis yang cukup tinggi.
5. Obat-obatan lainnya : Obat-obatan seperti magnesium sulfat dan beta blockers juga dapat
digunakan untuk mengatasi masalah pernapasan dan detak jantung.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan tetanus dapat


dilakukan dengan pemberian imunisasi sesuai jadwal, dan booster untuk efek imunitas yang
lebih panjang terhadap toksin tetanus. Imunisasi tetanus pada bayi dan anak diperlukan untuk
meningkatakan imunitas. Imunisasi tetanus juga diberikan pada ibu hamil untuk menghindari
tetanus pada bayi setelah dilahirkan. Penanganan luka yang baik juga dapat menjadi salah
satu cara pencegahan tetanus. Pencegahan tetanus juga dapat dilakukan oleh ibu hamil
dengan melakukan persalinan di pelayanan kesehatan terlatih dan terjamin kebersihannya.
Penatalaksanaan yang tepat dan cepatsangat menentukan prognosa pasien. Prognosa
tetanus didasarkan pada onset, masa inkubasi,umur, penatalaksanaan, adanya kejang dan
demam. Tatalaksana infeksi sebagai port dentry penting dilakukan pada pasien untuk
mencegah berkembangnya toksin. Edukasiterhadap pasien mengenai sumber infeksi dan
immunisasi tetanus penting dilakukan guna mencegah berulangnya tetanus.

3.2 SARAN
Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan kepada;

1. Klien; menjadikan pengalaman sakit yang sedang di derita sekarang agar lebih
berhati-hati untuk hari-hari kedepannya. Dan sekiranya dapat menuntaskan
pengobatan demi penyembuhan yang maksimal.
2. Keluarga; agar lebih sabar dalam membantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari selama klien pada masa penyembuhan.
3. Perawat atau tenaga medis lainya; kolaborasi yang maksimal akan mempercepat
penyembuhan pada klien. Dan menggunakan sistem penanganan pasien tetanus
terbaru akan memaksimalkan kriteria hasil yang dicapai.
4. Instansi medis/rumah sakit; mengutamakan kesembuhan tanpa mengesampingkan
keinginan klien akan membuat bertambahnya tingkat kepercayaan dalam berobat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bayu Setyo Nugroho, 2012. Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Tetanus di Bangsal
Shofa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Resa Ana Dina, 2009. Gambaran Epidemiologi. Jakarta : Universitas Indonesia

Sisy Rizkia Putri, 2020. Pencegahan Tetanus. Bandar Lampung: Jurnal Penelitian Perawat
Profesional Universitas Lampung

Novie H. Rampengan, Yose Pangestu, S.N.N Tatura, T.H Rampengan, 2012. Profil Kasus
Tetanus Anak di RS Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Manado: Universitas Sam
Ratulangi Manado.

Wati Safrida, Syahrul. Tata Laksana Tetanus Generalisata dengan Karies Gigi . Universitas
Syiah Kuala.

https://www.gooddoctor.co.id/hidup-sehat/penyakit/mengenal-penyakit-tetanus-gejala-
hingga-pencegahannya/

https://health.kompas.com/read/2021/01/02/120500268/5-penyebab-tetanus-yang-perlu-
diwaspadai?page=all

https://hellosehat.com/infeksi/infeksi-bakteri/tetanus/

https://zulfiprint19.blogspot.com/2017/02/makalah-askep-tetanus keperawatan.html

http://repository.unair.ac.id/97669/4/4.%20BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf

http://eprints.ums.ac.id/22239/2/4.a_BAB_I.pdf

http://eprints.undip.ac.id/55169/3/Danawan_Rahmanto_22010113130141_Lap.KTI_Bab2.P
DF

https://www.alodokter.com/komunitas/topic/apabila-tetanus-atau-sudah-menyerang-saraf-
berapa-lama-masa-penyembuhannya

16

Anda mungkin juga menyukai