Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KMB 2

TETANUS

Dosen Pembimbing :
Yasin Wahyurianto, S.Kep., Ns.,M.Si
Disusun Oleh :
1. Eva Riana (P27820517006)
2. Nadya Putri P. (P27820517014)
3. Adellia Dwi Oktavia (P27820517019)
4. Dimas Adetia Pratama (P27820517020)
5. Moh. Alfian Anwari (P27820517024)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS TUBAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini kami
buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul
Tetanus

Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin agar terciptanya makalah yang sesuai
yang diharapkan , meskipun demikian penyusun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang
membangun senantiasa diharapkan demi sempurnanya makalah ini. .

Akhirnya, dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses


pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Tuban, 17 Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................

Kata Pengantar .................................................................................................

Daftar Isi ............................................................................................................

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ........................................................................................


1.2 Tujuan .....................................................................................................
1.3 Manfaat ...................................................................................................
Bab 2 Tinjauan Teori

1.1 Definisi Tetanus ......................................................................................


1.2 Etiologi Tetanus.......................................................................................
1.3 Manifestasi Klinis ...................................................................................
1.4 Patofisiologi.............................................................................................
1.5 Klasifikasi................................................................................................
1.6 Komplikasi...............................................................................................
Bab 3 Konsep Asuhan Keperawatan ..............................................................

Bab 4 Penutup

4.1 Kesimpulan .............................................................................................

4.2 Saran .......................................................................................................

Daftar Pustaka ..................................................................................................

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah


mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umumnya terdapat pada anak dari
keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan seperti
kebersihan lingkungan dan perorangan. Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh toksin kuman Clostiridium tetani, yang bermanifestasi dengan kejang
otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini
selalu tampak pada otot masester dan otot rangka (Muttaqin, 2008).

Clostiridium tetani  merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob,


membentuk spora (tahan panas) gram – positif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat
neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), pathogenesis bersimbiosis
dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic) (Batticaca, 2012).

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang
dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk,
luka dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk
proliferasi kuman anaerob . luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik
mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang pening bagi
tumbuhnya basil tetanus (Batticaca, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep penyakit tetanus dan konsep asuhan keperawatan tetanus ?

2. Bagaimanakah pengertian dari tetanus?

3. Apa penyebab dari tetanus?

i
4.bagaimanakah patofisiologi dari tetanus?

5. Bagaimanakah klasifikasi dari tetanus?

6. Bagaimanakah komplikasi dari tetanus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah diharapkan


mahasiswa dapat mengerti dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan
pada klien dengan tetanus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan tetanus.

i
BAB II

KONSEP TETANUS

2.1 Definisi 

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman clostriidium
tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diiikuti kekauan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot- otot rangka
(Batticaca, 2012).

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran.gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai
dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular
jungtion) dan saraf autonomy (Nurarif & Kusuma, 2016).

Tetanus adalah ganggua neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suau toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di
dalamnya tetanus neonatorum, tetanus generalisata, dan gangguan neurologis local
(Sudoyo, 2009).

Jadi dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah kejang bersifat spasme (kaku otot) yang
dimuli pada rahang dan leher yang disebabkan oleh racun yang berbahaya yaitu bakteri
Clostridium tetani yang masuk menyerang saraf tubuh melalui luka kotor.

2.2 Etiologi

i
Clostradium tetani merupakan hasil berbentuk batang yang bersifat anaerob,
membentuk spora membentuk spora ( tahan panas ), gram positif, mengeluarkan
eksotoksin yang bersifat neurotoksin ( yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP ),
patogenesis bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik ( pyogenic) (Batticaca, 2012)

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk
kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan
jaringan mati ( corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi
kuman anaerob. Luka dengan infeksi pogenik dimana bakteri piogenik
mengonsumsieksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting bagi
tumbuhnya basil tetanus (Batticaca, 2012)

2.3 Manifestasi Klinis

Periode inkubasi (rentang waku antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10
hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme
pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama regiditas, spasme otot. Gangguan
ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu
tetapi kekuatan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu
(Nurarif & Kusuma, 2016).

2.4 Patofisiologi

Clostridium tetani harus bersimbiosis dengan organisme piogenik. Basil tetanus


tetap berada didaerah luka dan berkembang biak sedangkan eksotoksinnya beredar
mengikuti sirkulasi darah sehnggga terjadi toksemia ( toksemia murni tanpa disertai
bakterimia maupun sepsis)

Hipotesis cara kerja toksin, yaitu pertama toksin masuk dan diserap oleh ujung
saraf motorik dan mencapai sel-sel kornu anterior medula spinalis, melalui axis silinder
(kemudian menyebabkan kegiatan motorik seperti kejang). Kedua toksin diangkut oleh
alran darah ke SSP, hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian antitoksin tetanus yang
bereaksi dengan baik, ATS bereaksi pada toksin yang hanya ada didarah.

Tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka tusukan, luka
yang terkontaminasi oleh clostridium tetani. Kerusakan jaringan menyebabkan

i
menurunnya potential oksidasi sehingga menyebabkan lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan clostridium tetani. Tetanus disebabkan oleh neurotoksin Yang kuat yaitu
tetanospasmin, yangdihasilkan sebagai protein protoplasmik oleh bentuk vegetatif c.
Tetani pada tempat infeksi terutama ketika terjadi lisis bakteri . tetanospasmin dapat
terikat secara kuat pada gangliosida dan tempat masuknya yang terpenting kedalam syaraf.
Bila jumlah tetanospasmin cukup besar untuk menyebar melalui pembuluh darah dan
limfe diseluruh tubuh, yang terkena lebih dahulu adalah otot dengan jalur saraf terpendek.

Suntikan tetanospasmin kedalam otak dapat menimbulkan kejang. Tetanospasmin


dapat pula memudahkan kontraksi otot spontan tanpa potensial aksi pada saraf eferen.
Aliran eferen yang tak terkendali akan menyebabkan proses inflamasi dijaringan otak dan
perubahan tingkat kesadaran. Terdapat trias klinis berupa spasme otot, disfungsi otonomik,
rigiditas. Rigiditas menyebabkan epistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya
kelenturan dinding dada serta menyebabkan penurunan reflek batuk sehingga terjadi
obstruksi jalan nafas (Batticaca, 2012)

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi beratnya tetanus adalah sebagai berikut :

1. Derajad 1 (ringan) : trismus (kekuatan otot mengunyah) ringan sampai sedang,


spastisitas general, tanpa gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
2. Derajad II (sedang) : trismus sedang, ridigitas yang Nampak jelas, spasme singkat
ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR >30x/menit, disfagia ringan
3. Derajad III (berat) : trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR >40x/menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia >120
4. Derajad IV (sangat berat) : derajad tiga dengan gangguan otomik berat melibatkan
system kardiovaskular. Hipotensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap komplikasi-komplikasi tetanus
(Nurarif & Kusuma, 2016).

2.6 Komplikasi

Komplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya, seperti laringospasme, atau


sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi yang mengarah pada koma,
i

i
aspirasi atau apnea, atau konsekuensi dari perawatan intensif, seperti pneumonia
berkaitan dengan ventilator  (Sudoyo, 2009)

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah


mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umumnya terdapat pada anak dari
keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan
seperti kebersihan lingkungan dan perorangan (Muttaqin, 2008)

2. Status Kesehatan Saat Ini


 Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat
kesadaran (Muttaqin, 2008).

 Alasan Masuk Rumah Sakit

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan


toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak. Keluhan perubahan  perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif,
dan koma (Muttaqin, 2008).

 Riwayat Penyakit Sekarang


i

i
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui
predisposisi penyebab sumber luka. Biasanya pasien tetanus sering menimbulkan
kejang, dan harus diberikan tindakan untuk menurunkan keluhan kejang tersebut
(Muttaqin, 2008).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat Penyakit Sebelumnya

Penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi klien mengalami tubuh terluka dan
luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau
luka yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah
tulang terbuka. Adakah porte d’entree  lainnya seperti luka gores yang ringan
kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek dengan benda yang kotor
(Muttaqin, 2008).

 Riwayat Pengobatan

Biasanya pasien tetanus menggunakan obat-obatan diazepam sebagai terapi spasme


tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi semua tingkatan system saraf pusat, termasuk
bentukan limbik dan reticular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu
neurotransmitter inhibitori utama  (Sudoyo, 2009, p. 2920).

 Riwayat Psikososial

Psikososial pasien tetanus biasanya timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Karena klien harus menjalani rawat inap
maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit (Muttaqin, 2008).

i
4. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum
1. Kesadaran
Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
monitoring pemberian asuhan (Muttaqin, 2008).
2. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanus biasanya
normal (Muttaqin, 2008).
2. Nadi : penurunan deenyut nadi terjadi berhubungan dengan perfusi
jaringan di otak (Muttaqin, 2008)
3. RR : Frekuensi pernappassan pada pasien tetanus meningkat karena
berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum (Batticaca,
2012).
4. Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal 38-40°C (Batticaca, 2012).

 Body System
1. Sistem pernapasan

Inspeksi apakah klien terdapat batuk, produksi sputum, sesak napas,


penggunaan otot pernapasan dan peningkatan frekuensi pernapasan yang
sering didapatkan pada klien tetanus yang disertai adanya ketidakefektifan
bersihan jalan napas. Palpasi thorax didapatkan taktil  premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun
(Muttaqin, 2008).

2. Sistem kardiovaskuler

i
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik yang
sering terjadi pada klien tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate,
adanya anemis karena hancurnya eritrosit (Muttaqin, Arif, 2012).

3. Sistem persarafan

 Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
 Saraf II Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal
 Saraf III, IV, dan Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang cahaya perlu
diperhatikan perawat untuk memberikan intervensi menurunkan stimulasi
cahaya tersebut. Saraf V. Refleks masester meningkat. Mulut-mencucu
seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas dari tetanus).
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
 Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut (trismus).
 Saraf XI Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher
(mendadak).
 Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal
4. Sistem motorik

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada tetanus tahap
lanjut mengalami perubahan.

 Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau


periosreum derajat refleks pada respons normal.

 Gerakan involunter

i
Tidak diremukun adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan
tetanus disertai peningkatan suhu nibuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

5. Sistem sensorik

Pcmcriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan perasaan raba normal,


perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh. Perasaan proprioseptif normal dan pcrasaan diskriminatif
normal. (Muttaqin, 2008).

6. Sistem perkemihan

Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan perfusi dan penurunan


curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada klien
yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan cateter
(Muttaqin, 2008).

7. Sistem pencernaan

Mual sampai munttah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.


Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun Karen aanorexia dan adanya
kejang, kaku dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas pada tetanus.
Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB (Muttaqin, 2008)

8. Sistem Integumen

Klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam nisalnya tertusuk paku,
pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor, karena terjatuh di
tempat yang kotor, dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup
debu atau kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte de

i
entrée seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi
berlubang dikorek dengan benda yang kotor (Muttaqin, 2008).

9. Sistem muskuloskeletal

Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan


aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami patah tulang terbuka
yang memungkinkan port de entrée kuman clostridium tetani, sehingga
memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko
pada fraktur vertebra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen
(Muttaqin, 2008)

10. Sistem Endokrin

Fungsi endokrin pada klien tetanus normal  (Sudoyo, 2009)

11. Sistem reproduksi

Pasien tetanus dari tingkah laku seksual dan reproduksi normal  (Sudoyo, 2009)

12. Sistem pengindraan

Sistem pengindraan pengecapan pada pasien tetanus normal dan tidak ditemukan
gangguan (Muttaqin, 2008).

13. Sistem imun

Kemampuan sistem imunitas akan berkurang dalam mengenali toksin sebagai


antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang dibentuk
(Batticaca, 2012)

5. Pemeriksaan Penunjang

1. EKG : interval CT memanjang karena segmen ST. bentuk takikardia ventrikuler


(torsaderse pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat
dalam serum meningkat

i
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto rontgen pada jarringan subkutan atau basas
ganglia otak menunjukkan klasifikasi (Nurarif & Kusuma, 2016)

6. Penatalaksanaan

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Imunisasi aktif dengan pemberian DPT, booster dose (untuk balita) jika   terjadi luka lagi,
dilakukan booster ulang
2. Imunisasi pastif, pemberian ATS profilaksis 1500-4500 UI (dapat bertahan 7-10 hari).
Pemberian imunisasi ini sering menyebabkan syok anafilaksis ehinngga harus dilakukan
skin test terlebih dahulu. Jika pda lokasi skin test tidak terjadi kemerahan, gatal, dan
pembengkakan maka imunisasi dapat diinjeksikan, anak-anak diberikan setengah dosis
(750-1250 UI). HyperTet 250 UI dan dosis untuk anak-anak diberikan setengahnya (12,5
UI) bila tidak tahan ATS
3. Pencegahan pada luka, toiletisasi (pembersihan luka) memakai perhidrol (hydrogen
peroksida –H2O2), debridemen, bilas dengan NaCl, dan jahit
4. Injeksi penisilin (terhadap basil anaerob dan simbiosis) (Batticaca, 2012)

Pengobatan Tetanus :

Berdasarkan pathogenesis, prinsip terapi ditujukan pada adanya toksin yang beredr di
srikulasi darah dan adanya basil di tempat luka. Adanya stimulus yang diterima saraf aferen
dan adanya serabut motoric yang menimbulkan spasme dan kejang

Obat-obatan :

1. Antibiotika

Diberikan parenteral penniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus
pada anak dapat diberikan peicilin dosis 50.000 unit / KgBB / 12 jam secara IM diberikan
selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain
seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi dosis tidak melebihi  2 gram dan
i

i
diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Antibioika ini hanya bertujuan membunuh bentuk
vegetative dari C. tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya

2. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Imunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-6000
U, satu kali pemberian saja, secara IM, tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG
mengandung anti complementary aggregates of globulin, yang mana ini dapat mencetuskan
reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetaus
antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya
adalah : 20.000 U dari antitoksin intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu
30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada
sebelah luar.

3. Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian
dilakukan secara IM. Pemberian TT harus dilakukan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus
selesai.

4. Antikonvulsan

Penyebab kematian utama pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat,
muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya. Dengan penggunaan obat-obatan
sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi (Nurarif & Kusuma, 2016).

3.2   Diagnosa  Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksijalan napas,spasme jalan


napas, di tandai dengan, Pasien biasanya akan mengeluh sesak, Batuk, adanya penumpukan
sekret, Sekresi pada mulut, sputum dalam jumlah yang berebihan, Pernafasan spontan dan
ngorok, Pemeriksaan paru RR 24 x/ menit.
i

i
2.  Ketidak efektifan termoregulasi berhubungan dengan trauma, penyaakit, Kuman
berkembang biak dan memperbanyak diri, Menghasilkan toksin tetanus yang menyebar ke
seluruh tubuh di tandai dengan frekuensi suhu tubuh dia atas normal 38-400C, Kulit
kemerahan, Akaral hangat, Menggigil dan kejang.
3.  Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan Menghambat penghantaran
neurotransmiter, Spasme otot, Timbul gejala kejang, Kehilanagan koordinasi otot besar dan
kecil paru di tandai dengan penurunan kerjasama, Penurunan PO2, Penurunan SaO2,
Penurunan volume tidal, Dispnea, Peningkatan frekuensi jantung.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Spasme otot, Timbul gejala kejang, Otot
gerak/ekstremitas, Kekakuan, Immobilisasi di tandai dengan pasien mengatakan, merasa
lemah, Pasien mengatakan merasa letih, Pasien mengatakan tidak nyaman saat
beraktivitas, respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, Ketidaknyamanan saat
beraktivitas, Tampak lrtih dan lemah
5.  Nyeri akut berhubungan dengan Spasme otot, Timbul  gejala kejag, Kekakuan, ditandai
dengan pasien melaporkan rasa nyeri secara verbal, Pasien mengatakan sulit tidur karena
nyeri, pasien tampak meringis kesakitan, Pasien tampak sulit tidur karena nyeri
6.  Resiko infeksi berhubungan dengan Indikasi trakheostomi ditandai dengan pasien
mengatakan kaku pada rahang, Sulit berbicara dan mengeluarkan suara, Sulit menelan, Sesak,
pasien tampak rahangnya kaku, Pasien tampak sulit berbicar dan mengeluarkan suara, Sulit
menelan, Pasien tampak sesak (Nanda, 2012).

3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi keperawatan dipilih
untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang  diharapkan dan tujuan
pemulangan. Harapannya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan
akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi, yang
berhubungan dengan masalah yang diidentifikasikan dan tujuan yang telah dipilih (Hidayat,
2008).

i
1.      Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2: Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI
O NOC NIC
1 Ketidakefektifan NOC : NIC :
termoregulasi a.     Hidration Temperatur regulation
Definisi : fruktuasi suhu b.     Aderense behavior (pengaturan suhu) :
diantara hipotermia dan c.     Immune status a.      Monitor suhu
hipertermia d.     Risk kontrol minimal tiap 2 jam
Batasan karakteristik : e.     Risk detektion b.      Rencanakan
1.     Dasar kuku sianostik. Kriteria hasil : monitoring suhu secara
2.     Fruktasi suhu tubuh di a.     Keseimbangan antara kontinue
atas dan di bawah kisaran produksi panas, panas yang c.      Monitor tanda-
normal diterima, dan kehilangan panas. tanda vital
3.     Kulit kemerahan b.     Keseimbangan antara d.      Monitor warna dan
4.     Hipertensi produksi panas, panas yang suhu kulit
5.     Peningkatan suhu diterima, dan kehilangan panas e.      Monitor tanda
tubuh di atas kisaran normal selama 28 hari pertama hipertermi dan hipotermi
6.     Peningkatan frekuensi kehidupan. f.       Tingkatkan intake
pernapasan c.     Keseimbangan asam basa dan nutrisi
7.     Sedikit menggigil, bayi baru lahir. g.      Ajarkan pada
kejang d.     Temeperatur stabil : 36,5- pasien cara mencegah
8.     Pucat sedang 37 0C. keletihan akibat panas
9.     Piloereksi e.     Tidak ada kejang h.      Diskusikan tentang
10. Penurunan suhu tubuh f.      Tidak ada perubahan warna pentingnya pengaturan
dibawah kisaran normal kulit. suhu dan kemungkinan
11. Kulit dingin, kulit g.     Glukosa darah stabil. efek negatip dari
hangat h.     Pengendalian resiko : kedinginan
12. Pengisian ulang kapiler hipertermia. i.        Beritahu tentang
yang lambat, takikardi i.       Pengendalian resiko : indikasi terjadinya
Faktor yang berhubungan hipotermia. keletihan dan
: j.      Pengendalian resiko : penanganan emergensi
1.     Usia yang ekstrim proses menular. yang diperlukan

i
2.     Flugtuasi suhu k.     Pengendalian resiko : j.       Ajarkan indikasi
lingkungan paparan sinar matahari. dari hipotermi dan
3.     Penyakit pemasangan yang
4.     Trauma diperlukan
k.      Berikan antipiretik
jika perlu
2 Resiko Infeksi NOC : NIC :
definisi : mengalami a.     Immune status
peningkatan resiko b.     Knoweledge : infection Infection control
terserang organisme control (kontrol infeksi) :
patogenik c.     Risk kontrol 1.         Bersihkan
faktor-faktor resiko : Kriteria hasil : lingkungan setelah
1.     Penyakit kronis a.     Pasien bebas dari tanda dan dipakai pasien lain
a.    Diabetes melitus gejala infeksi 2.         Pertahankan
b.    Obesitas b.     Mendeskripsikan proses teknik isolasi
2.     Pengetahuan yang penularan penyakit, faktor yang 3.         Batasi
tidak cukup untuk mempengaruhi penularan serta pengunjung bila perlu
menghindaran pemajanan penatalaksanaannya 4.         Instruksikan pada
patogen c.     Menunnjukkan kemampuan pengunjung untuk
3.     Pertahan tubuh primer untuk mencegah timbulnya mencuci tangan saat
yang tidak adekuat : infeksi berkunjung dan setelah
a.    Gangguan peritalsis d.     Jumlah leukosit dalam berkunjung
b.    Kerusakan integritas batas normal meninggalkan pasien
kulit (pemasangan kateter e.     Menunjukkan perilaku 5.         Gunakan sabun
intravena, prosudur invasif) hidup dehat antimikrobia untuk
c.     Perubahan sekresi PH mencuci tangan
d.    Penurunan kerja 6.         Cuci tangan
siliarsis setiap sebelum dan
e.     Pecah ketuban dini sesudah tindakan
f.     Pecah ketuban lama keperawatan
g.     Merokok 7.         Gunakan baju,
h.    Stasis cairan tubuh sarung tangan sebagai
i.      Trauma jaringan (mis., alat pelindung

i
taruma destruksi jaringan) 8.         Pertahankan
4.     Ketidak adekuatan lingkungan aseptik
pertahanan sekunder : selama pemasangan alat
a.    Penurunan hemoglobin 9.         Ganti letak IV
b.    Imunosupresi (mi., ferifer dan line sentral
imunitas didapat tidak dan dressing sesuai
adekuat, agen farmasiutikal dengan petunjuk umum
termasuk imunosupresan, 10.      Gunaan kateter
steroid, antibodi intermiten untuk
monoglonal, menurunkan infeksi
imunomudulator) kandung kemih
c.     Supresi respon 11.      Tingkatkan intake
inflamasi nutrisi
5.     Vaksinasi tidak 12.      Berikan terapi
adekuat antibiotik bila perlu
6.     Pemajanan terhadap 13.      Monitor tanda dan
patogen lingkungan gejala infeksi sistemik
meningkat dan lokal
a.    Wabah 14.      Monitor hitung
7.     Prosedur invasif granulosit, WBC
8.     Malnutrisi. 15.      Monitor
kerentanan terhadap
infeksi
16.      Batasi pengunjung
17.      Sering
pengunjung terhadap
penyakit menular
18.      Pertahankan
teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
19.      Pertahnkan teknik
isolasi k/p
20.      Berikan perawatan

i
kuliat pada area epidema
21.      Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, darinase
22.      Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
23.      Motivasi masukan
nutrisi yang cukup
24.      Motivasi masukan
cairan
25.      Motivasi istirahat
26.      Instruksikan
pasien minum antibiotik
sesuai resep
27.      Ajarkan pasien
dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
28.      Ajarkan cara
nmenghindari infeksi
29.      Laporkan
kecurigaan infeksi
30.      Laporkan kultur
positif
3 Ketidakefektifan bersihan NOC : NIC :
jalan napas a.     Respiratory status : Airway suction
Definisi : ketidak mampuan ventilation a.  Pastikan kebutuhan
untuk membersihkan sekresi b.     Respiratory status : airway oral/tracheal suctioning
atau obstruksi dari saluran patency b.  Auskultasi suara
pernapasan untuk Kriteria hasil : napas sebelum dan
mempertahankan kebersihan a.     Mendemonstrasikan batuk sesudah suctioning
jalan napas efektif dansuara napas yang c.   Informasikan pada
Baatasan karakteristik : bersih, tidak ada sianosis dan pasien dan keluarga

i
a.     Tidak ada batuk dispneu (manpu mengeluarkan tentang suctioning
b.     Suara napas tambahan sputum, mampu bernapas d.  Berikan O2 dengan
c.     Perubahan prekuensi dengan mudah, tidak ada pursed menggunakan nasal
napas lips) untuk memfasilitasi
d.     Perubaha irama napas b.     Menunjukkan jalan napas suksion nasotrakeal
e.     Sianosis yang paten ( pasien tidak merasa e.   Gunakan alat yang
f.      Kusilitan berbicara tercekik, irama napas, perkuensi steril setiap melakukan
atau mengeluarkan suara napas dalam rentang normal, tindakan
g.     Penuran bunyi napas tidak ada suara napas abnormal) f.   Anjurkan pasien
h.     Dispeneu c.     Mampu untuk istirahat dan napas
i.       Seputum dalam mengidentifikasikan dan dalam setelah kateter
jumlah yang berlebihan mencegah faktor yang dapat dikeluarkan dari
j.      Batuk yang tidak menghambat jalan napas. nasotrakeal
efektif g.   Monitor status O2
k.     Ortohopeneu pasien
l.       Gelisah h.  Ajarkan keluarga
m.   Mata terbuka lebar bagaiman cara
Paktor-pakttor yang melakukan suction
berhubungan: i.    Hentikan suction dan
1.     Lingkungan : berian O2 apabila pasien
a.       Perokok pasif menunjukkan bradikardi,
b.       Mengisap asap peningkatan saturasi O2,
c.        Merokok dll.
Airway management
2.     Obstruksi jalan napas : a.  Buka jalan naps,
a.       Spasme jalan napas gunakan teknik chinlift
b.       Mokus dalam jumlah atau jaw thrust bila perlu
berlebihan b.  Posiskan pasien untuk
c.        Eksudat dalam jalan memaksimalkan
alveoli ventilasi.
d.       Materi asing dalam c.   Identifikasi pasien
jalan napas perlunya pemasangan
e.        Adanya jalan napas alat jalan napas buatan.

i
buatan d.  Pasang mayo bila
f.        Sekresi bertahan/sisa perlu
sekresi e.   Lakukan fisioterapi
g.        Sekresi dalam bronki dada bila perlu
3.     Fisiolagis : f.   Kelurkan sekret
a.       Jalan  napas alergik dengan batuk atau
b.       Asma suction
c.        Penyakit paru g.   Auskultasi suara
obstruktif kronik napas, catat adanya suara
d.       Hiper plasi dinding tambahan
bronkial h.  Lakukan suction pada
e.        Infeksi mayo
f.        Dissfungsi i.    Berikan
neuromuskular bronkodilator bila perlu
4.     Melaporkan gejala j.    Berikan pelembab
disteres udara kasa basah NaCl
5.     Melaporkan rasa lapar lembab
6.     Melaporkan gatal k.  Atur intake untuk
7.     Melaporkan kurang cairan mengoptimalkan
puas dengan keadaan keseimbangan
8.     Melaporkan kurang l.    Monitor respirasi dan
senang dengan situasi status O2 terapi
tersebut
9.     Gelsah
10. Berkeluh kesah
Faktor yang berhubungan
1.      Gejal terkait penyakit
2.      Sumber yang tidak
adekuat
3.      Kurang pengedalian
lingkungan
4.      Kurang privasi
5.      Kurang kontrrol

i
situasional
6.      Stimulasi lingkungan
yang mengganggu
7.      Efeks samping terkait
terapi (mis.,edikasi,radiasi)
4 Gangguan ventilasi NOC : NIC :
spontan a.   Respiratory status : airway Oxygen Therapy
Definisi : penurunan patency a.  Bersihkan
cadangan energy yang b.   Mechanical ventilation mulut,hidung dan trakea
mengakibatkan weaning response sekresi
ketidakmampuan individu c.    Respiratory status : gas b.  Menjaga patensi jalan
untuk mempertahankan exchange napas
pernafasan yang tidak d.   Breathing  pattern, c.   Mengatur peralatan
adekuat untuk menyokong ineffective oksigen dan mengelola
kehidupan Kriteria hasil : melalui sistem,
Batasan karakteristik : a.   Respon alergik sistemik : dipanaskan di lembabkan
1.     Penurunan kerjasama tingkat keparahan respon d.  Administer oksigen
2.     Penurunan PO2 hipersensitivitas imun sistemik tambahan seperti yang
3.     Penurunan SaO2 terhadap antigen lingkungan diperintahkan
4.     Dispnea (eksogen) e.   Memeantau posisi
5.     Peningkatan frekuensi b.   Respon ventilasi mekanik : perangkat pengirima
jantung pertukaran alveolar dan perfusi oksigen
6.     Peningkaatan laju jaringan didukung oleh ventilasi f.   Secara berkala
metabolisme mekanik memeriksa perangkat
7.     Peningkatan PCO2 c.    Status pernafasan pertukaran pengiriman oksigen
8.     Peningkatan gelisah gas : pertukaran CO2 atau O2 di untuk memastikan bahwa
9.     Peningkatan otot alveolus untuk mempertahankan konsentrasi yang
aksesorius konsentrasi gas darah arteri ditentukan sedang
10. Ketakutan dalam rentang normal disampaikan
d.   Status pernafasan ventilasi : g.   Mengubah perangkat
Faktor yang berhubungan pergerakan udara keluar-masuk pengiriman oksigen drai
1.     Faktor metabolik paru adekuat masker untuk hidung
2.     Keletihan otot e.    Tanda vital : tingkat suhu Garpu saat

i
pernafasan tubuh, nadi, pernafasan, tekanan makan,sebagai
darah, dalam rentang normal ditoleransi
f.    Menerima nutrisi adekuat h.  Amati tanda-tanda
sebelum, selama, dan setelah oksigen diinduksi
proses penyapihan dari hipoventilasi
ventilator i.    Memantau tanda-
tanda toksisitas oksigen
dan penyerapan
aktelektasis
j.    Menyediakan
oksigen saat pasien
diangkut
k.  Aturlah untuyk
pengguanaan oksigen
yang memudahkan
mobilitas.
5 Nyeri akut NOC : NIC :
Definisi : pengalaman a.   Pain level Pain management :
sensori dan emosional yang b.   Pain kontrol a.  Lakukan pengkajian
tidak menyenangkan yang c.    Comport level nyeri secara
muncul akibat kerusakan Kriteria hasil : komfrehensip termasuk
jaringan yang aktual atau a.     Mampu mengontrol nyeri lokasi, karakteristik,
potensial atau digambarkan (tahu penyebab nyeri, mampu durasi, frekuensi,
dalam hal kerusakan menggunakan teknik non kualitas, dan faktor
sedemikian rupa farmakologi untuk mengurangi presipitasi.
(internatioal acocition for nyeri, mencari bantuan) b.  Observasi reaksi non
the study of pain) : awitan b.     Melaporkan bahwa nyeri verbal dari
yang tiba-tiba atau lambat berkurang dengan menggunakan ketidaknyamanan
dari integritas ringan hingga management nyeri c.   Gunakan teknik
berat dengan akhir yang c.     Mampu mengenali nyeri komunikasi terapeutik
dapat diantisipasi taua (skala, intensitas, frekuensi, dan untuk mengetahui
diprediksi dan berlansung tanda nyeri) pengalaman nyeri pasien
<6 bulan. d.     Menyatakan rasa nyaman d.  Kaji kultur yang

i
setelah nyeri berkurang memepengaruhi respon
Batasan karakteristik : nyeri
1.     Perubahan selera e.   Evaluasi pengalaman
makan nyeri masa lampau
2.     Perubahan tekanan f.   Evaluasi bersama
darah pasien dan tim kesehatan
3.     Perubahan prekuensi lain tentang ketidak
jantng efektifan kontrol nyeri
4.     Perubahan frekuensi masa lampau
pernapasan g.   Bantu pasien dan
5.     Laporan isarat keluarga untuk mencari
6.     Diaporensis dan menemukan
7.     Prilaku distraksi dukungan
(mis.,berjalan mondar h.  Kontrol lingkungan
mandir mencari orang lain yang dapat
dan atau aktivitas lain, memepengaruhi nyeri
aktivitas yang berulang) seperti suhu ruangan,
8.     Mengekspresikan pencahayaan dan
perilaku (mis.,gelisah, kebisingan
merengek, menangis) i.    Kurangi faktor
9.     Sikap melindungi area presipitasi
nyeri j.    Pilih dan lakukan
10. Fokus menyempit penanganan nyeri
(mis.,gangguan persepsi (farmakologi, non
nyeri, hambatan proses farmakologi, dan
berfikir, penurunan interaksi interpersonal)
dengan orang lain dan k.  Kaji tipe dan sumber
lingkungan) nyeri untuk menentukan
11. Indikasi nyeri yang intervensi
dapat diamati l.    Ajarkan tentang
12. Perubahan posisi untuk teknik non farmakologi
menhindari nyeri m.   Berikan analagetik
13. Sikap tubuh melindungi untuk mengurangi nyeri

i
14. Dilatasi pupil n.  Evaluasi keefektifan
15. Meloprkan nyeri secara kontrol nyeri
verbal o.  Tingkatkan istirahat
16. Gangguan tidur p.  Kolaborasikan dengan
Faktor yang berhubungan dokter jika ada keluhan
: dan tindakan nyeri tidak
1.     Agen cedera berhasil
(mis.,biologis, zat kimia, q.  Monitor penerimaan
fisik, psikologis) pasien tentang
management nyeri
Alagesik administration
:
a.  Menetukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b.  Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
c.   Cek riwayat alergi
d.  Pilih obat analgesik
yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
e.   Tentukan pemilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
f.   Tentukan analgesik
pilihaan, rute pemberian,
dan dosis optimal
g.   Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk

i
pengobatan nyeri secara
teratur
h.  Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
i.    Berikan analgesik
tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
j.    Evaluasi efektivitas
analgesik tanda dan
gejala.
6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Definisi : ketidakcukupan a.   Energi konservation Aktivity therapy
energi psikologis fisiologis b.   Actviti tolerance a.     Kolaborasikan
untuk melanjutkan atau c.    Self care : ADLs dengan tenaga
menyelesaikan aktivitas Kriteria hasil : rehabilitasi medik dalam
kehidupan sehari-hari yang a.  Berpartispasi dalam aktivitas merencanakan program
harus atau yang ingin di fisik tanpa disertai peningkatan terapi yang tepat
lakukan. tekanan darah, nadi, dan RR b.     Bantu pasien untuk
Batasan karakterstik : b.  Mampu melakukan aktivitas mengidentifikasi
1.      Respon tekanan darah sehari-hari (ADLs) secara aktivitas yang mampu di
abnormal terhadap aktivitas mandiri lakukan
2.      Respon frekuensi c.   Tanda-tanda vital normal c.     Bantu untuk
jantung aabnormal terhadap d.  Energi psikomotor memilih aktivitas
aktivitas e.   Level kelemahan konsisten yang sesuai
3.      Perubahan EKG yang f.   Mampu berpindah : dengan dengan kemampuan fisik,
mencerminkan aritmia atau tanpa bantuan alat psikologi dan sosial
4.      Ketidaknyamanan g.   Status kardiopulmonary d.     Bantu untuk
setelah beraktivitas adekuat mengidentifikasi  dan
5.      Dispnea setelah h.  Sirkulasi status baik mendapatkan sumber
beraktivitas i.    Ststus respirasi : pertukaran yang diperlukan untuk
6.      Menyatakan merasa gas dan ventilasi adekuat beraktivitas yang

i
letih diperlukan
7.      Menyatakan merasa e.     Bantu untuk
lemah mendapatkan alat
Faktor yang berhubungan bantuan aktivitas seperti
: kursi roda, krek
1.     Tirah baring atau f.      Bantu untuk
imobilisasi mengidentifikasi
2.     Kelemahan umum aktivitas yang disukai
3.     Ketidakseimbangan g.     Bantu pasien untuk
antara suplai dan kebutuhan membuat jadwal latihan
oksigen diwaktu luang
4.     Imobilitas h.     Bantu pasien atau
5.     Gaya hidup monoton keruarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i.       Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
j.      Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
pengetahuan
k.     Monitor respon
fisik, emosi, sosial, dan
spiritual

i
   3.4  Implementasi Keperawatan

Merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan dimana rencana perawatan telah
ditentukan dan dilaksanakan. Selama pelaksanaan/implementasi, perawat melaksanakan
asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan diimplementasikan/dilaksanakan untuk
membantu Pasien memenuhi kriteria hasil (Hidayat, 2008).

Komponen tahap pelaksanaan/implementasi meliputi; pertama tindakan perawatan mandiri


(dilakukan tanpa pesan dokter), kedua tindakan perawatan kolaboratif yaitu tindakan
keperawatan yang yang diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawat
kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi
masalah Pasien, ketiga dokumentasi tindakan dan respon Pasien terhadap asuhan
keperawatan (Hidayat, 2008).

3.5  Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara menilai
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi keperawatan
dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk setiap dokumentasi
keperawatan meliputi data subjektif (S), data objektif (O), analisa permasalahan
(A)  berdasarkan S dan O serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas.
Evaluasi  mengharuskan perawat melakukan pemeriksaan secara kritikal dan menyatakan
respon pasien terhadap intervensi (Hidayat, 2008).

i
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tetanus merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf dan


muskuloskeletal. Tetanus dapat menyebabkan gangguan aktivitas seperti srimus,
spasme otot, bahkan kejang. Salah satu masalah keperawatan pada pasien dengan
tetanus adalah hambatan mobilitas fisik.

Salah satu intervensi keperawatan pada pasien dengan hambatan mobilitas


fisik adalah terapi latihan kekuatan otot (ROM)

4.2 Saran

a. Bagi penulis

Mengingat penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis lebih fokus dan detail dalam menjelaskan isi makalah di atas.
Mengingat pula referensi untuk intervensi yang penulis angkat masih sangat
minim., penulis berharap kedepannya akan ada penelitian terkait aktivits yang
cocok untuk pasien tetanus.

b. Bagi pembaca

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan baru bagi
pembaca terkait denganasuhan keperawatan pada pasien tetanus.

i
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin. (2008). Asuhan Kepeawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:


Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. (2012). Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik.Jakarta:


Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS Jilid 2. Jogjakarta:


Mediaction Publishing.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus


Pusat.

Sudoyo W. Aru . (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Wilkinson, J. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC

Nanda. (2012). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 2012-2014. Buku


Kedokteran : EGC

Hidayat A, Aziz Alimul. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta Salemba

Anda mungkin juga menyukai