Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TETANUS

Diajukan sebagai Tugas Praktikum Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun oleh :
Kelompok 4
Fikri Ahmad Hakim P20620222013
Jamal Abdul Ghofar P20620222018
Meysa Mushaffa P20620222121

2A – Keperawatan
Dosen Pembimbing :
Agus Nurdin, S.Kp.,M.Kep
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN CIREBON
POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
Jl. Pemuda Raya No. 38 Sunyaragi, Kec. Kesambi, Kota Cirebon Jawa Barat 45132

2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Tetanus”. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pelayanan Prima Dalam Keperawatan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Nurdin, S.Kp.,M.Kep


selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang telah membimbing
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada pihak yang telah berkontribusi dalam proses penyusunan, pelaksanaan,
serta penyelesaian tugas ini.

Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan pada makalah ini, baik dari segi
pengolahan bahasa maupun substansinya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Cirebon, 9 Januari 2024

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.................................................................................................................3
A. Definisi tetanus...........................................................................................................................3
B. Klasifikasi Tetanus....................................................................................................................3
C. Etiologic tetanus.........................................................................................................................4
D. Patogenesis tetanus....................................................................................................................4
E. Patofisiologi tetanus...................................................................................................................4
F. Gejala Klinis...............................................................................................................................7
G. ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................................7
BAB III....................................................................................................................................20
PENUTUP...............................................................................................................................20
A. Kesimpulan...............................................................................................................................20
B. Saran.........................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit akut yang menyebabkan paralisis spasmodik karena
adanya neurotoksin yang diproduksi oleh bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini
termasuk dalam kategori kuman anaerobik gram negatif dan memiliki bentuk obligat
berupa spora. Spora tersebut secara alami hidup di tanah, debu, dan traktus
alimentarius beberapa hewan. Keberadaan spora Clostridium tetani sangat tahan
terhadap panas, bahan kimia, dan antibiotik, walaupun dapat dimatikan dengan
autoclave. Sehingga, dalam bentuk spora, bakteri ini dapat bertahan bertahun-tahun di
debu atau tanah.
Clostridium tetani tidak bersifat invasif terhadap jaringan, melainkan dapat
menyebabkan penyakit karena toksin yang dihasilkannya. Pada kondisi anaerobik dan
dalam bentuk vegetatif, bakteri ini menghasilkan dua bentuk toksin, yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanus merupakan permasalahan kesehatan
masyarakat yang tersebar hampir di seluruh negara di dunia. Penyakit ini bersifat akut
dan menyerang susunan saraf pusat, mengakibatkan paralisis spasmodik yang
disebabkan oleh neurotoksin bernama tetanospasmin. Toksin ini dihasilkan oleh
bakteri Clostridium tetani. (Febrian & Lestari, 2023)

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Konsep Teori penyakit Tetanus?
2. Bagaimana konsep Asuhan keperawatan Tetanus

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Meningkatkan pemahaman mahasiswa terkait konsep teori laporan pendahuluan


dan strategi pelaksanaan pada klien dengan masalah harga diri rendah.

2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar tetanus


1
2. Mahasiswa mampu memahami penentuan rencana keperawatan pada klien
dengan tetanus.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani,
dengan gejala utama berupa spasme otot tanpa gangguan kesadaran. Gejala ini dipicu
oleh tetanospasmin, sebuah eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
Manifestasi klinis terjadi sebagai akibat dari eksotoksin yang mempengaruhi sinaps
ganglion spinal, neuromuscular junction, dan saraf otonom.

Terdapat beberapa tipe tetanus, seperti tetanus generalisata, lokal, neonatal,


dan sefalik. Secara klinis, tetanus dibagi menjadi empat derajat, yaitu derajat I
(ringan), derajat II (sedang), derajat III (berat), dan derajat IV (stadium terminal).
Prinsip pengobatan tetanus melibatkan pemberian antibiotik, netralisasi toksin,
antikonvulsan, perawatan luka atau pintu masuk bakteri, serta terapi suportif lainnya.
(Leman & Tumbeleka, 2016)

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman


Clostridian tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan
otot-otot rangka (Fransisca, 2012)

B. Klasifikasi Tetanus
Menurut (hastuti, 2020)terdapat 4 klasifikasi tetanus yaitu:
1. Ringan: trismus ringan sampai sedang, spastisitas umum, tidak ada gangguan
pernapasan, tidak ada spasme, tidak ada disfagia
2. Moderat: trismus sedang, rigiditas terlihat jelas, spasme ringan sampai sedang
namun singkat,disfagia ringan, gangguan respirasi ringan dengan tachypnea
(RR>30 kali/menit)
3. Berat: trismus berat, spastisitas menyeluruh, refleks spasme dan seringkali
spasme spontan yang memanjang, gangguan napas dengan sesak dan terengah-
engah (apnoetic spell

3
4. Sangat berat: seperti grade III ditambah gangguan otonom hebat yang
menyebabkan badai otonom

C. Etiologic tetanus
Penyebab Tetanus adalah bakteri Clostridium tetani (C.tetani). Bakteri ini
membentuk spora, dan bersifat obligat anaerob. Spora mampu melindungi dirinya
selama berada di lingkungan terutama tanah yang lembab dan hangat yang berasal
dari kotoran manusia dan hewan. Tanah yang ditaburi pupuk kandang sangat mungkin
mengandung banyak spora bakteri ini. C.tetani masuk ke jaringan host manusia
melalui luka trauma, jaringan nekrosis, dan jaringan yang kurang vaskularisasi,
namun 15-25% kasus tetanus tidak didapatkan riwayat adanya luka. Dalam kondisi
anaerobik seperti jaringan yang mengalami devitalisasi, nekrosis, atau tertutup
kotoran, spora dapat menjadi basil tetanus yang menghasilkan eksotoksin aktif yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin. Toksin aktif yang utama dari basil ini adalah
tetanospasmin yang menghambat neurotransmitter inhibitor seperti GABA, glisin,
dopamine, dan noradrenalin dalam sistem saraf pusat. Berkurangnya jumlah
neurotransmitter inhibitor tersebut akan mencegah inhibisi impuls saraf eksitasi
sehingga muncul gejala tetanus (hastuti, 2020)

D. Patogenesis tetanus
Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anacrob,
membentuk spora (tahan panas), gram-positif, mengeluarkan eksotokun yang bersifat
neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis
bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk
kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka
dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk
proliferasi kuman anaerob. Luka dengan infeksi piogenik di mana bakteri piogenik
mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting
bagi tumbuhnya basil tetanus. (Fransisca, 2012)

E. Patofisiologi tetanus
Tetanus disebabkan oleh eksotoksin Clostridium tetani, bakteri bersifat obligat
anaerob. Bakteri ini terdapat di mana-mana, mampu bertahan di berbagai lingkungan
ekstrim dalam periode lama karena sporanya sangat kuat. Clostridium tetani telah
4
diisolasi dari tanah, debu jalan, feses manusia dan binatang. Bakteri tersebut biasanya
memasuki tubuh setelah kontaminasi pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung
potongan umbilikus pada neonatus; pada 20% kasus, mungkin tidak ditemukan
tempat masuknya. Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka
bakar, infeksi gigi, tindik telinga, injeksi atau setelah pembedahan abdominal/pelvis,
persalinan dan aborsi. Jika organisme ini berada pada lingkungan anaerob yang sesuai
untuk pertumbuhan sporanya, akan berkembang biak dan menghasilkan toksin
tetanospasmin dan tetanolysin. Tetanospasmin adalah neurotoksin poten yang
bertanggungjawab terhadap manifestasi klinis tetanus, sedangkan tetanolysin sedikit
memiliki efek klinis.
Terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin ke
susunan saraf pusat: Toksin diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian
bermigrasi melalui jaringan perineural ke susunan saraf pusat, Toksin melalui
pembuluh limfe dan darah ke susunan saraf pusat. Masih belum jelas mana yang lebih
penting, mungkin keduanya terlibat.

5
Pathway

6
F. Gejala Klinis
1. Menurut (Fransisca, 2012) Masa inkubasi Clostridnom tetani adalah 4-21 hari.
Semakin lama masa inkubasi, maka prognosisnya semakin baik. Masa inkubasi
tergantung dari jumlah bakteri, violenti, dan jarak tempat masuknya kuman (port
d'entre) dengan SSP. Semakin dekat luka dengan SSP maka prognosisnya akan
semakin serius dan semakin jelek. Misalnya, luka di telapak kaki dan leher bila
sama-sama terserang hasil tetanus, yang lebih baik prognosisаyа adalah luka
yang di kaki.
2. Timbulnya gejala biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot
terutama pada rahang dan leher.
3. Sulit membuka mulut (trismus). Kaku kuduk.
4. Badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam mengalami ekstensi, lengan
kaku, dan mengepal.
5. Kejang tonik.
6. Kesadaran biasanya tetap baik.
7. Asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot, retensi urine bahkan dapat terjadi
fraktur kolumna vertebralis (pada anak) akibat kontraksi otot yang sangat kuat.
8. Demam ringan (biasanya pada stadium akhir).

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian

1. Data Subyektif

a. Biodata/Identitas

Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,


pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

b. Keluhan utama

kejang

7
c. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :


1) Apakah disertai demam ?

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka


diketahui apakah infeksi. Infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
2) Lama serangan

Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon


terhadap prognosa dan pengobatan.
3) Pola serangan

a) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai


pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
b) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
c) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
d) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh
e) Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

4) Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang


terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
5) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat


menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-
lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran
menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

8
f) Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

6) Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang


terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
7) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat


menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-
lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran
menurun, ada paralise, dan sebagainya ?
8) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada


penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan


apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur
berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor,
adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis
media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya
kuman yang menghasilkan endotoksin.
c. Riwayat kesehatan keluarga.

Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang


kurang aseptik.
d. Riwayat sosial

Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekerjaannya

9
e. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana


? Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang


kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?

Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan


kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas


dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?

Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
3) Pola Eliminasi :

BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis


ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana


konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
4) Pola aktivitas dan latihan

5) Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran,


tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam
sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah

10
kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan
neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

a) Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain


rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan
mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
b) Muka/ Wajah.

Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?


Apakah ada gangguan nervus cranial ?
c) Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa


pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera,
konjungtiva ?
d) Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda


adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah
belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
e) Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang


menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya ?
f) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis?
Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa
jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?

g) Tenggorokan

11
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-
tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
2) Leher

a) Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar


tiroid?
b) Adakah pembesaran vena jugulans ?

c) Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak


pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah
retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan?
3) Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?


Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia
?
4) Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada


abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ?
Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan
hepar ?
5) Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?


Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
6) Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi


kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
7) Leher

a) Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar


tiroid?

12
b) Adakah pembesaran vena jugulans ?

c) Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak


pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah
retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan?
8) Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ?


Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia
?
9) Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada


abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ?
Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan
hepar ?
10) Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?


Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
11) Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi


kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
12) Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?


13) Leher

a) Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar


tiroid?
b) Adakah pembesaran vena jugulans ?

c) Thorax

13
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah
retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan?
14) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia
15) Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada


abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ?
Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan
hepar ?
16) Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?


Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan
turgor kulit ?
17) Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi


kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
18) Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?


2) Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret
yang berlebihan pada jalan nafas atas.
2. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3) Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan Latihan Batuk


Tidak Efektif Asuhan Keperawatan Efektif (I.01006)

14
selama 3 x 24 jam. Tindakan
Maka diharapkan
Observasi :
Bersihan Jalan
Napas (01001) 1. Identifikasi
Meningkat. Dengan kemampuan batuk
1. Untuk mengetahui
kriteria hasil : 2. Monitor tanda dan kemampuan batuk
gejala infeksi
1. Produksi sputum 2. Untuk mengetahui
saluran nafas adanya tanda dan
menurun
gejala infeksi
2. Mengi menurun Terapeutik saluran nafas
3. Wheezing 1. Atur posisi semi-
menurun Fowler atau
4. Frekuensi napas Fowler
membaik 2. Pasang perlak dan
5. Pola napas bengkok di
membaik pangkuan pasien
3. Buang sekret pada
tempat sputum

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur 1. Agar dapat
batuk efektif melakukan batuk
2. Anjurkan tarik efektif sesuai
nafas dalam prosedur.
melalui hidung 2. Untuk
selama 4 detik, merilekskan
ditahan selama 2 pernafasan
detik, kemudian 3. Agar produksi
keluarkan dari sekret di jalan
mulut dengan bibir pernafasan
mencucu berkurang.
(dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan
mengulangi tarik

15
napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
tarik napas dalam
yang ke-3

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu

Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi


Fisik Asuhan Keperawatan
(I.06171)
selama 3 x 24 jam.
Maka diharapkan Tindakan
Mobilitas Fisik Observasi :
(05042) Meningkat.
1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
Dengan kriteria hasil:
adanya nyeri atau adanya nyeri atau
1. Pergerakan keluhan fisik keluhan fisik
ekstremitas lainnya lainnya
meningkat 2. Identifikasi 2. Untuk mengetahui
2. Kekuatan otot toleransi fisik toleransi fisik
meningkat melakukan dalam melakukan
3. Rentang gerak Ambulasi Ambulasi
sendi (ROM) 3. Monitor kondisi 3. Untuk mengetahui
meningkat umum selama kondisi umum
4. Nyeri menurun melakukan selama melakukan
5. Kaku sendi Ambulasi ambulasi
menurun
Terapeutik
6. Kelemahan fisik
1. Fasilitasi aktivitas 1. Agar dapat
menurun
dengan ambulasi melakukan

16
dengan alat bantu aktivitas sehari-
(mis. tongkat, hari dengan
kruk) menggunakan alat
2. Libatkan keluarga bantu
untuk membantu 2. Untuk membantu
pasien dalam pasien dalam
meningkatkan melakukan
Ambulasi ambulasi

Edukasi

1. Jelaskan tujuan
1. Agar dapat
dan prosedur
melakukan
ambulasi
ambulasi sesuai
2. Anjurkan
dengan prosedur
melakukan
2. Agar terbiasa
Ambulasi dini
dalam melakukan
3. Ajarkan ambulasi
ambulasi untuk
sederhana yang
aktivitas sehari-
harus dilakukan
hari
(mis. Berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda,
1.
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


Asuhan Keperawatan (I.03119)
selama 3 x 24 jam.
Tindakan
Maka diharapkan
Status Nutrisi Observasi :
(030030) Meningkat. 1. Identifikasi 1. Agar dapat
mengetahui status

17
Dengan kriteria hasil: Status Nutrisi nutrisi
2. Identifikasi 2. Untuk mengetahui
1. Pengetahuan
alergi dan adanya alergi dan
tentang pilihan
intoleransi
makanan yang intoleransi
makanan
sehat Meningkat makanan
3. Untuk melihat
2. Pengetahuan 3. Identifikasi
apakah perlu
tentang standar perlunya
menggunakan
asuan nutrisi penggunaan selang nasogatrik
meningkat
selang atau tidak.
3. Frekuensi makan
nasogastrik
membaik
4. Bising usus Terapeutik
1. Agar
membaik
1. Lakukan oral kuman/bakteri
hygiene sebelum tidak masuk dalam
makan, jika perlu mulut

2. Fasilitasi 2. Untuk
menentukan
menentukan
program diet yang
pedoman diet
sesuai dengan
(mis. Piramida
penyakit yang
makanan)
dialaminya.
3. Berikan makanan 3. Agar mendapatkan
tinggi serat dan asupan makanan
protein yang tinggi serat
4. Hentikan dan protein
pemberian 4. Agar tidak

makanan melalui ketergantungan

selang dalam pemakaian


selang nasogatrik
nasogastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi

Anjurkan posisi Untuk mengetahui


duduk, jika mampu jumlah kalori dan

18
Kolaborasi jumlah nutrien yang
Kolaborasi dengan dibutuhkan dalam
ahli gizi untuk pemberian asupan gizi
menentukan jumlah
kalori dan jumlah
nutrien yang
dibutuhkan, Jika perlu

19
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk
paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada
bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu
tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat.

B. Saran
Dengan terselesaikannya makalah yang kami buat ini, maka kami sebagai
penulis menyadari bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan makalah ini.Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca
sekalian, agar dalam pembuatan makalah kami selanjutnya dapat lebih baik dari
sebelumnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Leman, M. M., & Tumbelaka, A. R. (2016). Penggunaan Anti Tetanus Serum dan Human
Tetanus Immunoglobulin pada Tetanus Anak. Sari Pediatri, 12(4), 283-8.
Febrian, F., & Lestari, Y. D. (2023). ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA
NYAMAN : NYERI AKUT PADA TN. T DENGAN TETANUS DI RUANG TULIP RSUD
KABUPATEN BEKASI.
Fransisca. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sistem Persarafan (1st ed.). salemba
media.
hastuti. (2020). Modul Dasar Penguatan Kompetensi Dokter di Tingkat Pelayanan Primer.

21

Anda mungkin juga menyukai